Anda di halaman 1dari 21

PERAWATAN PASIEN STROKE

Dosen Pengampu : Dr. Izhar, M.Pd.

Disusun Oleh :
NAMA : DIKY AL-FARIDZ
NIM : 2023206203073
TUGAS : BAHASA INDONESIA

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji hanya bagi-Nya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Puji syukur AlhamdulilLah saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah dengan judul “Perawatan Pasien Stroke” Dalam penulisan makalah
ini, saya banyak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Saya menyadari bahwa penulisan makalah masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
penulis serta pembaca pada umumnya.

Pringsewu, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................2
1.4. Manfaat.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian..................................................................................................3
2.2 Faktor resiko Stroke................................................................................3
2.3 Tanda dan Gejala Stroke.........................................................................4
2.4 Klasifikasi Stroke......................................................................................5
2.5 Perawatan stroke dengan melakukan pendekatan home care.............6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................17
3.2 Saran..........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas – kecacatan
sehingga orang tergantung pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke
atas dan angka kematian yang diakibatkannya juga cukup tinggi. Stroke
adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah
kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan sensorik.
Kelemahan fungsi motorik yang dapat terjadi antara lain: kelemahan
menggerakkan kaki, kelemahan menggerakkan tangan, kelemahan untuk
bangun dari tempat tidur, kelemahan untuk duduk, kelemahan untuk aktifitas
sehari-hari, ketidakmampuan bicara, dan ketidakmampuan fungsi motorik
lainnya (Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2017).
Sebagian besar penderita stroke akan pulang ke rumahnya masing-
masing. Hanya sebagian kecil yang masih memerlukan perawatan secara
tetap di rumah sakit dan penderita ini cenderung merupakan manula yang
usianya amat lanjut atau orang-orang yang sebelum mengalami stroke sudah
mempunyai permasalahan jasmani atau mental lainnya.
Seorang penderita stroke biasanya dapat dipulangkan ke rumah
mereka sendiri bila keluarganya masih ada dan mampu merawatnya. Dalam
perawatan stroke di rumah, pelayanan homecare dari perawat dan peran
keluarga sangat penting untuk membantu kesembuhan pasien. Peran keluarga
sangat penting saat salah satu anggota keluarga mengalami masalah kesehatan
dan diperlukan guna meringankan kecacatan pada cacat primer dan
pencegahan terhadap keadaan cacat berat. Dalam hal ini peran anggota
keluarga dalam membantu pamenuhan kebutuhan mobilisasi pasien stroke
sangat penting.
Sehubungan dengan meningkatnya penderita stroke saat ini dan
pentingnya keluarga dan pelayanan kesehatan seperti perawat dalam
melakukan perawatan pasien stroke di rumah dengan menggunakan
pendekatan homecare yang diharapkan dapat lebih meningkatkan perawatan

1
kepada pasien tersebut untuk meminimalkan terjadinya kecacatan fisik dan
ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke?
1.2.2.Apa factor resiko yang menyebabkan terjadinya stroke?
1.2.3. Apa tanda dan gejala penyakit stroke?
1.2.4. Apa klasifikasi dari penyakit stroke
1.2.5.Bagaimana cara perawatan stroke dengan melakukan pendekatan
home care?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian penyakit stroke
1.3.2. Untuk mengetahui factor resiko penyakit stroke
1.3.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit stroke
1.3.4. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit stroke
1.3.5. Untuk mengetahui cara perawatan stroke dengan pendekatan home
care.

1.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Agar pembaca memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat
mengembangkan wawasan mengenai Perawatan pasien stroke di rumah.
2. Manfaat Praktis
Manfaat dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dan para
pembaca dapat mengaplikasikan tentang perawatan pasien stroke di
rumah dan dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya yang nantinya dapat
dipraktikkan langsung di lingkungan masyarakat luas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang
jelas selain kelainan vascular (WHO, 2016).
Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan
perubahan pola makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup tinggi.
Peningkatan jumlah penderita tidak saja menjadi isu yang bersifat regional
akan tetapi sudah menjadi isu global (Rahmawati, 2019).

2.2 Faktor resiko Stroke


Menurut AHA (American Heart Association) Guideline (2016), faktor
resiko stroke dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi
(penuaan) yang terjadi secara alamiah. pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena adanya plak.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibanding
perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Rokok, dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Herediter
Terkait dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke
pada keluarga memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit
stroke dibanding orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

3
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Orang yang tekanan darahnya tinggi mempunyai peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan, ini merupakan penyebab terbesar dari
stroke. Alasannya, dalam hipertensi dapat terjadi gangguan aliran darah
tubuh yaitu diameter pembuluh darah kelak akan mengecil sehingga
darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang, dengan pengurangan
aliran darah otak (ADO), maka otak akan kekurangan suplai oksigen
dan glukosa sehingga jaringan otak lama-lama akan mati.
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti jantung koroner dan infark miokard (kematian
otot jantung, bisa menjadi faktor terbesar pneyebab stroke). Seperti
yang kita ketahui bahwa pusat dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Jika pusat pengaturan darah mengalami kerusakan, maka aliran
darah tubuh mengalami gangguan, termasuk aliran darah menuju otak.
Gangguan aliran darah itu bisa mematikan jaringan otak secara
mendadak ataupun bertahap.
c. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus atau kencing manis memiliki risiko mengalami
stroke. Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita diabetes yang
umumnya lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian otak.
d. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan ketika kadar kolesterol di
dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah yang lama kelamaan akan
semakin banyak dan menumpuk sehingga menganggu aliran darah.
e. Obesitas
Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam

4
darah pada orang dengan obesitas, yaitu biasanya kadar LDL lebih
tinggi dibanding kadar HDL.
f. Merokok
Dari hasil berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini
dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Dengan demikian, dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.

2.3 Tanda dan Gejala Stroke


Tanda dan gejala Stroke yaitu:
1. Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
2. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa
kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
3. Mulut miring
4. Gangguan menelan : sulit menelan
5. Bicara tidak jelas,sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai
keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-
katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara
tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
6. Tidak memahami pembicaraan orang lain
7. Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
8. Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
9. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
10. Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak
disadari
11. Berjalan menjadi sulit
12. Menjadi pelupa ( dimensia)

5
13. Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang
pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri,
penglihatan gelap atau ganda sesaat
14. Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
15. Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu
telinga atau pendengaran berkurang
16. Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
17. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan
baik, sempoyongan, atau terjatuh
18. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

2.4 Klasifikasi Stroke


Menurut Price and Wilson (2016) Stroke diklasifikasikan menjasi:
A. Berdasarkan Patologi Anatomi dan penyebabnya
1. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
b. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam
jaringan otak

6
b. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).

B. Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya


1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan
timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24
jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga
pasien tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan
tetapi adanya TIA merupakan suatu peringatan akan serangan
stroke selanjutnya sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung
lebih lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak
meninggalkan gejala sisa.
3. Complete stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan
deficit neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke
ini akan meninggalkan gejala sisa.
4. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan
prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung
labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih
buruk.

2.5 Perawatan stroke dengan melakukan pendekatan home care


Berdasarkan statistik, pasien stroke yang bertahan hidup kemungkinan
besar akan dirawat di rumah:
 Secara rata-rata, hingga 80 % pasien stroke kembali ke rumah dalam enam
bulan.

7
 Sekitar 15% pasien, yang bertahan hidup melewati Minggu-minggu
pertama setelah stroke, akhirnya akan dipindahkan ke unit rehabilitasi, di
mana durasi menginap adalah sekitar 3 – 4 minggu.
 Sekitar separuh pasien yang bertahan hidup enam bulan setelah stroke
akan mandiri secara parsial atau total untuk menjalani aktivitas sehari-hari
seperti mandi, berpakaian, makan, dan bergerak.
 Ini mencakup sekitar 10% dari pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang
 Sekitar sepertiga pasien yang bertahan hidup satu tahun tidak mampu
memperoleh kembali kemandirian mereka, dan proporsi ini relatif tidak
berubah setelah lima tahun.

Cara merawat pasien stroke di rumah dengan pendekatan home care yaitu:
a) Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik
Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur
yang padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat
ketika disandarkan; tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang
merawat mampu meraih pasien dari kedua sisi. Pada beberapa kasus, ahli
terapi okupasional merancang tempat tidur fungsional khusus bagi pasien.
Pasien yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan
direposisikan dengan benar di tempat tidur karena hal ini dapat membantu
mencegah komplikasi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus,
pneumonia, kontraktor sendi, dan nyeri bahu. Pada banyak kasus, pasien
yang mengalami imobilisasi dirawat secara penuh di fasilitas perawatan,
namun jika merawatnya di rumah,dianjurkan mengikuti prosedur berikut :
 Memastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai
 Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau 2 kali sehari
 Menggerakkan semua sendi di tungkai yang lumpuh secara lembut
dan perlahan-lahan (yaitu, lurus dan menekuk) 5 – 7 kali. Tahanlah
sendi di setiap posisi selama sekitar 30 detik. Gerakan sebaiknya
tidak menimbulkan nyeri. Ulangi proses ini setiap empat jam. Jika
mungkin, cobalah memberi semangat pasien untuk bekerja sama

8
dengan gerakan dan meningkatkan mobilitas mereka karena ini
akan membantu mempercepat pemulihan.
 Menopang bagian yang lumpuh dengan bantal. Tidak dianjurkan
untuk menarik bagian yang lumpuh.
b) Membalik Pasien
Pasien yang mengalami imobilisasi perlu dibalik dan diposisikan
secara reguler, bahkan pada malam hari. Tersedia beberapa seprai nilon
(misalnya, Slippery Sam, Slide Sheets) yang mempermudah kita
menggerakkan dan menggulingkan pasien. Untuk membalik pasien di
tempat tidur, orang yang merawat harus menyelipkan lengan mereka di
bawah tubuh pasien dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah
terputar, bukalah dan kencangkan seprai di bawahnya. Membalikkan
pasien dari satu sisi ke sisi lain setiap 2 – 3 jam sepanjang siang dan
malam.dan mengubah posisi lengan dan tungkai setiap 1 – 2 jam
sepanjang siang dan malam harPunggung pasien juga harus juga diperiksa
untuk melihat tanda-tanda dekubitus. Untuk mencegah timbulnya
dekubitus, bersihkan kulit dengan air hangat, spons, dan sedikit antiseptik
atau sabun paling tidak sekali sehari. Semua seprai yang basah harus
langsung diganti.
c) Bridging
Bridging adalah latihan mengangkat panggul yang bertujuan untuk
melawan posisi sinergis spastik tungkai, memberikan latihan menumpu
berat badan pada tungkai sebagai persiapan berlatih berdiri.Latihan ini
dapat membantu pasien bergerak di tempat tidur. Pasien menekuk tungkai
mereka yang kuat, dan orang merawat membantu dengan menekuk tungkai
yang lemah dan menahannya dalam posisi yang dibutuhkan. Pasien
kemudian mendorong kaki mereka ke tempat tidur, dan mengangkat
panggul sehingga panggul dapat dipindahkan ke salah satu sisi dan
menurunkan panggul ke posisi yang baru

9
d) Mencegah Pembentukan Bekuan Darah
Pemakaian obat anti – Pembekuan, aplikasi kompresi pneumatik
intermiten, dan penggunaan kaus kompresi dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah.
e) Duduk di Tempat Tidur
Memberi pasien semangat untuk duduk dan bersandar ke bagian
kepala tempat tidur sesegera mungkin . Sebagian besar pasien stroke yang
bertahan hidup mampu melakukan ini sendiri dalam satu minggu. Mereka
sebaiknya menghabiskan lebih banyak waktu duduk dari pada tidur
terlentang. Duduk lebih kecil kemungkinannya menyebabkan tersedak dan
mempermudah pasien bernafas dan menelan. Jika mobilitas pasien sangat
terhambat, alat pengangkat dapat membantu mereka bergerak di tempat
tidur dengan aman. Dapat digunakan bantal tambahan untuk membantu
pasien dan memberikan topangan di sisi yang lumpuh. Pada awalnya,
mungkin diperlukan satu atau dua orang untuk menegakkan pasien, tetapi
sebagian besar orang segera mampu melakukannya sendiri.
f) Perawatan kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah
dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit.. Keduanya sebaiknya
dicegah alih-alih diobati, karena dekubitus menimbulkan nyeri dan
sembuhnya lama, dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa.
Pada pasien stroke, dekubitus dapat terjadi karena berkurangnya sensasi
dan mobilitas. Inkontesia dan malnutrisi, termasuk dehidrasi, juga
meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses
penyembuhan.
Orang yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan
tereposisi dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi pasien yang
hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang
paling berisiko antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha,
tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Dan untuk menanggulangi
hal tersebut,sekali sehari, dapat menggunakan spons kering untuk
menggosok titik-titik tekanan ini agar mencegah tertekanya saraf dan

10
terbentuknya dekubitus. Ketika melakukan hal ini, upayakan memeriksa
ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika
ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus. Kulit pasien harus
di jaga kering dan diberi bedak.
Untuk pasien dengan fraktur atau inkontinesia urine atau fases,
mengalami malnutrisi atau dehidrasi dan memiliki riwayat dekubitus
(jaringan parut lebih lemah daripada jaringan sehat), reposisi harus
dilakukan lebih sering. Setiap kali dilakukan pembersihan terhadap
inkontinesia, kulit di sekitar juga perlu diperiksa. Semua bagian yang
tertutup perlu dibersihkan, misalnya lipatan kulit yang dalam di bawah
skrotum atau di antara pantat.
g) Perawatan Mata dan Mulut
Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus dibersihkan
mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar
satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk
pasien yang sulit atau tidak dapat menelan.
Untuk membersihkan kelopak mata pasien bisa menggunakan kain
lembab. Jika pasien yang mengantuk terus membuka mata dalam jangka
panjang, mata mereka dapat mengering, yang bisa menyebabkan infeksi
dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, dianjurkan penutupan mata dan
penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat di beli bebas
(1 – 2 tetes setiap 3 – 4 jam).
h) Mencegah Nyeri Bahu
Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien
stroke, dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu enam bulan
setelah stroke. Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan
sendi bahu yang melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai
atas atau bawah yang lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan
tungkai atas, dan diabetes mellitus.
Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih
mudah dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk,
nyeri ini cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika

11
tidak terapi dengan benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan.
Tindakan pencegahan terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di
tempat tidur menopang lengan yang lemah (lumpuh) dengan bantal atau
sandaran tangan jika mungkin; menghindari peregangan sendi bahu,
terutama oleh tarikan pada lengan lemah; dan menopang lengan yang
lemah dengan lengan yang normal atau dengan menggunakan perban
sportif saat berjalan sehingga lengan tersebut tidak terkulai ke bawah.
i) Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak
Saat Pasien sudah mulai mampu, bantulah mereka turun dari
tempat tidur dan duduk di kursi yang nyaman untuk jangka pendek.
Peningkatan mobilitas pasien harus lambat dan bertahap, dan jika
mungkin, mengikuti rangkaian berikut : bergerak di tempat tidur dengan
tungkai ke bawah, berdiri di samping tempat tidur, berjalan ke kursi,
duduk di kursi, berjalan di lantai yang rata.
Indikasi terbaik bahwa pasien siap bergerak ke tingkat mobilitas
vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang
telah mereka capai; jika pasien sudah merasa nyaman melakukan suatu
aktivitas selama paling sedikit satu menit, mereka dapat bergerak ke
tingkat selanjutnya. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua
orang asisten berdiri di samping pasien dan membantu pasien, terutama
pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, pasien sebaiknya
berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh dengan
menopangkan berat badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin
dan dengan memindahkan berat badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya.
Pada awalnya pasien harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi
latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara
perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika pasien telah
yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga,
tetapi pastikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat.
j) Menelan Dan Makan
Biasanya dokter atau perawat yang berpengalaman dalam menilai
kemampuan menelan akan mengamati adanya tanda-tanda kesulitan

12
makan atau minum. Tanda-tandanya antara lain adalah bicara pelo, suara
yang basah dan serak, atau mengeluarkan liur di salah satu sisi mulut.
Pasien dapat diberi sedikit air untuk memeriksa kemampuan mereka
menelan, tetapi hal ini harus dilakukan oleh petugas kesehatan. Jika tidak
terdapat masalah yang nyata, pasien dapat diminta untuk mencoba
makanan dan minuman yang dapat ditelan pasien dengan aman.
Jika pasien stroke tidak mampu menyantap cukup makanan untuk
tetap sehat, mereka perlu secara temporer diberi makan melalui NGT,
yang dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Pasien yang sakit
parah atau yang tidak dapat menoleransi adanya selang di hidung dapat
diberi makan melalui selang yang menembus dinding perut ke dalam
lambung gastroskopi endoskopik perkutis.
Pasien stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan
seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan
miktonutrien. Jika nafsu makan pasien berkurang, mereka dapat diberi
makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3
jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Untuk mencegah
tersedak dan pneumonia aspirasi, semua makanan harus disantap dalam
keadaan duduk, jangan berbaring.
k) Mengatasi Masalah Berbicara dan Menulis
Sekitar separuh dari pasien stroke akut mula-mula akan mengalami
masalah bahasa, termasuk berbicara pelo, tetapi hanya sekitar sepertiga
pasien stroke terus mengalami masalah ini di kemudian hari. Masalah
bicara yang menetap paling sering terjadi pada pasien yang mengalami
kelumpuhan di sisi kanan tubuh (atau kadang-kadang di sisi kiri dari orang
kidal). Pasien mungkin tidak memahami pembicaraan orang lain atau
mampu mengekspresikan diri mereka dengan jelas secara verbal, atau
keduanya. Bentuk-bentuk lain masalah bicara adalah ketidakmampuan
menemukan kata yang tepat; pemakaian kata-kata tanpa arti atau, pada
kasus yang jarang, kata-kata kotor; ketidakmampuan berbicara meskipun
secara fisik sanggup; ketidakmampuan memahami bahasa tulisan; dan
ketidakmampuan menulis.

13
Orang dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami
depresi atau frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena itu, sangatlah
penting untuk mendorong pasien berkomunikasi-menerima semua bentuk
komunikasi (tulisan, tanda, bahasa tubuh, gambar, upaya berbicara) dan
kemajuan, bahkan yang kecil sekalipun, untuk semakin mendorong pasien.
Pasien jangan sering dikritik dan jangan memaksa bahwa setiap kata yang
dihasilkan harus tepat. Cobalah memberi pasien cukup waktu untuk
menanggapi pertanyaan Anda dan abaikan semua kesalahan.
Bagi orang yang mengalami gangguan bicara dan menulis, dapat di
terapi dengan memberikan kesempatan bagi pasien untuk mendengar
orang lain berbicara ,berkomunikasi dengan gambar, memberikan jawaban
ya/tidak, memperlihatkan bahasa tubuh, atau menggunakan kontak mata
atau ekspresi wajah. Pasien sebaiknya diajak berbicara mengenai masalah
keluarga, diperlihatkan dan diajak berdiskusi mengenai foto orang atau
tempat yang familier, mengobrol tentang teman, atau melakukan latihan
berupa mengulang-ulang kata.
l) Latihan Bibir Dan Lidah
Untuk melatih bibir dan lidah pasien bisa dilaukan dengan
mengajak pasien berbicara.Ketika berbicara dengan pasien, duduklah
berhadapan secara langsung. Cobalah berbicara secara perlahan dan
gunakan kalimat-kalimat pendek sederhana. Sikap dan ekspresi wajah
yang suportif dapat membantu pasien. Ulangi perkataan jika diperlukan
dan hindari kesan tidak sabar atau terganggu. Matikan semua kebisingan
yang mengganggu seperti radio, stereo, atau televisi. Pasien juga akan
merasa lebih mudah jika orang lain yang ada di ruangan tidak berbicara
secara bersamaan. Jangan berpura-pura memahami perkataan pasien jika
sebenarnya tidak, dan jangan pernah menghina pasien dengan
membicarakan mereka seolah-olah mereka tidak ada.
m) Pengendalian Buang Air Kecil dan Besar
Meskipun masalah buang air kecil dan besar (inkontinensia atau
retensi) relatif biasa pada minggu-minggu pertama setelah stroke, terutama
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau kebingungan,

14
sebagian besar pasien pulih sempurna pengendaliannya dalam beberapa
minggu.
Saat mereposisi pasien, pembalut inkontinensia yang basah atau
tercemar kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering dengan
menggunakan botol urine secara teratur. Jika perlu, bisa menggunakan
kateter. Sebagian wanita yang mengalami inkontinensia dapat dijaga tetap
kering dengan menggunakan pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak
dimungkinkan atau kurang efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam
kandung kemih.
Pemakaian kateter sesekali merupakan suatu pilihan bagi orang
yang terus mengalami inkontinensia atau retensi. Namun jika kateter
digunakan selama seminggu atau lebih, akan terjadi peningkatan risiko
berjangkitnya infeksi saluran kemih, yang kadang-kadang menimbulkan
komplikasi serius, misalnya sepsis (keracunan darah) yang dapat
mematikan. Karena itu, sering dianjurkan pemasangan kateter temporer
yang cukup sering sesekali disertai irigasi kandung kemih dengan
antiseptik: Jika tetap terjadi infeksi saluran kemih, dokter biasanya
meresepkan antibiotik untuk mengatasinya.
Seperti orang lain, pasien stroke perlu buang air besar secara
teratur paling tidak sekali setiap 2-3 hari. Cara terbaik untuk mengatur
buang air besar adalah makanan yang memadai dan seimbang serta banyak
cairan (paling tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta
aktivitas fisik yang cukup. Pelunak tinja (laksatif, pencahar), supositoria,
dan enema dapat digunakan untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali.
n) Latihan Bernapas
Untuk pasien stroke yang tidak dapat bangun dari tempat tidur dan
mereka yang mengalami hambatan besar dalam mobilitas, ventilasi paru
perlu dijaga agar tetap cukup untuk mencegah infeksi dada. Hal ini dapat
dilakukan dengan kombinasi latihan napas dalam, penempatan posisi yang
benar, dan meludahkan semua kelebihan lendir dari mulut. Jika pasien
mengalami masalah bernapas, fisioterapi dada juga dapat membantu paru
agar tetap bersih.

15
o) Mencegah Jatuh
Faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah
ayunan langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan
berkurangnya kekuatan tungkai bawah. Terdapat beberapa cara
nonfarmakologis untuk mengurangi risiko jatuh.
 Orang berusia lanjut dan mereka yang menderita pusing , sensasi
kepala terasa ringan, sikap yang tak mantap, atau masalah
penglihatan ketika menggerakkan kepala atau tubuh (terutama saat
bangun dari tidur dan berdiri) perlu berhatihati saat bergerak dan
menghindari perubahan posisi tubuh atau kepala secara terburu-
buru.
 Banyak orang berusia lanjut terjatuh karena dehidrasi sehingga
asupan cairan yang memadai merupakan hal yang sangat penting.
Biasanya dua liter sehari memadai, kecuali jika dokter memberi
nasihat lain.
 Aktivitas fisik, terutama olahraga yang meningkatkan kekuatan
tungkai bawah dan keseimbangan, dapat mencegah jatuh. Jenis
olahraga ini perlu diajarkan dan diawasi oleh ahli fisioterapi atau
perawat terlatih.
 Ada baiknya pasien yang berisiko diajari bagaimana jatuh dengan
aman oleh ahli fisioterapi, seandainya tindakan pencegahan
tersebut gagal. Untuk semakin mengurangi risiko jatuh, sebagian
orang memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur atau
berpindah dari tempat tidur ke kursi.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas
selain kelainan vascular (WHO, 2016). Faktor resiko stroke dapat dibagi menjadi
2 yaitu : Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi
Perawatan stroke dengan melakukan pendekatan home care
Cara merawat pasien stroke di rumah dengan pendekatan home care yaitu:
1. Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik
2. Membalik Pasien
3. Bridging
4. Mencegah Pembentukan Bekuan Darah
5. Duduk di Tempat Tidur
6. Perawatan kulit
7. Perawatan Mata dan Mulut
8. Mencegah Nyeri Bahu
9. Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak
10. Menelan Dan Makan
11. Mengatasi Masalah Berbicara dan Menulis
12. Latihan Bibir Dan Lidah
13. Pengendalian Buang Air Kecil dan Besar
14. Latihan Bernapas
15. Mencegah Jatuh

3.2 Saran
Bagi semua tenaga kesehatan khususnya tenaga home care harus peduli
dan memiliki rasa saling memiliki dengan pasien stroke agar mampu
memberikan terapi dan penyembuhanyang terbaik untuk pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asyana, Dewi. 2012. Stroke. http://eprints.undip.ac.id/33923/3/Bab_2.pdf.

Hermawan, Dwija. 2011. Stroke.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42116/4/Chapter%20II.pdf

Julianti,Erythrina. 2012. Perawatan stroke dengan home care.


http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25548/1/
ERYTHRINA%20JULIANTI%20-%20fkik.pdf. .

Suardiman, Ardy. 2010. Pengertian Stroke.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31212/4/Chapter%20II.pdf.

Yuliani, Sintia.2010. Keutuhan Perawatan pasien stroke di rumah.


http://www.scribd.com/doc/130292016/96463394-Kebutuhan-Perawatan-
Di-Rumah-Pasien-Stroke#scribd.

18

Anda mungkin juga menyukai