Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas – kecacatan
sehingga orang tergantung pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas
dan angka kematian yang diakibatkannya juga cukup tinggi. Stroke adalah
penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan
yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan sensorik. Kelemahan
fungsi motorik yang dapat terjadi antara lain: kelemahan menggerakkan kaki,
kelemahan menggerakkan tangan, kelemahan untuk bangun dari tempat tidur,
kelemahan untuk duduk, kelemahan untuk aktifitas sehari-hari, ketidakmampuan
bicara, dan ketidakmampuan fungsi motorik lainnya (Carpenito-Moyet, Lynda
Juall. 2007).
Sebagian besar penderita stroke akan pulang ke rumahnya masing-
masing. Hanya sebagian kecil yang masih memerlukan perawatan secara tetap di
rumah sakit dan penderita ini cenderung merupakan manula yang usianya amat
lanjut atau orang-orang yang sebelum mengalami stroke sudah mempunyai
permasalahan jasmani atau mental lainnya.
Seorang penderita stroke biasanya dapat dipulangkan ke rumah mereka
sendiri bila keluarganya masih ada dan mampu merawatnya. Dalam perawatan
stroke di rumah, pelayanan homecare dari perawat dan peran keluarga sangat
penting untuk membantu kesembuhan pasien. Peran keluarga sangat penting saat
salah satu anggota keluarga mengalami masalah kesehatan dan diperlukan guna
meringankan kecacatan pada cacat primer dan pencegahan terhadap keadaan
cacat berat. Dalam hal ini peran anggota keluarga dalam membantu pamenuhan
kebutuhan mobilisasi pasien stroke sangat penting.
Sehubungan dengan meningkatnya penderita stroke saat ini dan
pentingnya keluarga dan pelayanan kesehatan seperti perawat dalam melakukan
perawatan pasien stroke di rumah dengan menggunakan pendekatan homecare
yang diharapkan dapat lebih meningkatkan perawatan kepada pasien tersebut

1
untuk meminimalkan terjadinya kecacatan fisik dan ketergantungan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke?
1.2.2.Apa factor resiko yang menyebabkan terjadinya stroke?
1.2.3. Apa tanda dan gejala penyakit stroke?
1.2.4. Apa klasifikasi dari penyakit stroke
1.2.5.Bagaimana cara perawatan stroke dengan melakukan pendekatan
home care?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian penyakit stroke
1.3.2. Untuk mengetahui factor resiko penyakit stroke
1.3.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit stroke
1.3.4. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit stroke
1.3.5. Untuk mengetahui cara perawatan stroke dengan pendekatan home
care.

1.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Agar pembaca memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat
mengembangkan wawasan mengenai Perawatan pasien stroke di rumah.
2. Manfaat Praktis
Manfaat dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dan para pembaca
dapat mengaplikasikan tentang perawatan pasien stroke di rumah dan
dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan
dan tenaga kesehatan lainnya yang nantinya dapat dipraktikkan langsung di
lingkungan masyarakat luas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain
kelainan vascular (WHO, 2006).
2
Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan
perubahan pola makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup tinggi.
Peningkatan jumlah penderita tidak saja menjadi isu yang bersifat regional akan
tetapi sudah menjadi isu global (Rahmawati, 2009).

2.2 Faktor resiko Stroke


Menurut AHA (American Heart Association) Guideline (2006), faktor resiko
stroke dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan)
yang terjadi secara alamiah. pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena adanya plak.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibanding
perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok.
Rokok, dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Herediter
Terkait dengan riwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke
pada keluarga memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit
stroke dibanding orang yang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Orang yang tekanan darahnya tinggi mempunyai peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan, ini merupakan penyebab terbesar dari stroke.
Alasannya, dalam hipertensi dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh
yaitu diameter pembuluh darah kelak akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang, dengan pengurangan aliran darah
otak (ADO), maka otak akan kekurangan suplai oksigen dan glukosa
sehingga jaringan otak lama-lama akan mati.
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti jantung koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung, bisa menjadi faktor terbesar pneyebab stroke). Seperti yang kita
3
ketahui bahwa pusat dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Jika
pusat pengaturan darah mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
mengalami gangguan, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu bisa mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
c. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus atau kencing manis memiliki risiko mengalami stroke.
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita diabetes yang umumnya
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian otak.
d. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan ketika kadar kolesterol di dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak
pada pembuluh darah yang lama kelamaan akan semakin banyak dan
menumpuk sehingga menganggu aliran darah.
e. Obesitas
Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, yaitu biasanya kadar LDL lebih tinggi
dibanding kadar HDL.
f. Merokok
Dari hasil berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku. Dengan demikian, dapat menyebabkan gangguan aliran
darah.

2.3 Tanda dan Gejala Stroke


Tanda dan gejala Stroke yaitu:
1. Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

4
2. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan,
terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
3. Mulut miring
4. Gangguan menelan : sulit menelan
5. Bicara tidak jelas,sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai
keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-
katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak
lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
6. Tidak memahami pembicaraan orang lain
7. Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
8. Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
9. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
10. Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari
11. Berjalan menjadi sulit
12. Menjadi pelupa ( dimensia)
13. Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang
pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri,
penglihatan gelap atau ganda sesaat
14. Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
15. Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga
atau pendengaran berkurang
16. Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
17. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,
sempoyongan, atau terjatuh
18. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

2.4 Klasifikasi Stroke


Menurut Price and Wilson (2006) Stroke diklasifikasikan menjasi:
A. Berdasarkan Patologi Anatomi dan penyebabnya
1. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3
jenis, yaitu :
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.

5
b. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam
jaringan otak
b. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).

B. Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya


1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan
timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24
jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien
tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya
TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya
sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih
lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan
gejala sisa.
3. Complete stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit
neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa.
4. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan
prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,
berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.

2.5 Perawatan stroke dengan melakukan pendekatan home care

6
Berdasarkan statistik, pasien stroke yang bertahan hidup kemungkinan besar
akan dirawat di rumah:
 Secara rata-rata, hingga 80 % pasien stroke kembali ke rumah dalam enam
bulan.
 Sekitar 15% pasien, yang bertahan hidup melewati Minggu-minggu pertama
setelah stroke, akhirnya akan dipindahkan ke unit rehabilitasi, di mana durasi
menginap adalah sekitar 3 – 4 minggu.
 Sekitar separuh pasien yang bertahan hidup enam bulan setelah stroke akan
mandiri secara parsial atau total untuk menjalani aktivitas sehari-hari seperti
mandi, berpakaian, makan, dan bergerak.
 Ini mencakup sekitar 10% dari pasien yang memerlukan perawatan jangka
panjang
 Sekitar sepertiga pasien yang bertahan hidup satu tahun tidak mampu
memperoleh kembali kemandirian mereka, dan proporsi ini relatif tidak
berubah setelah lima tahun.

Cara merawat pasien stroke di rumah dengan pendekatan home care yaitu:
a) Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik
Tempat tidur yang ideal bagi pasien stroke adalah tempat tidur yang
padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika
disandarkan; tempat tidur tunggal memungkinkan orang yang merawat
mampu meraih pasien dari kedua sisi. Pada beberapa kasus, ahli terapi
okupasional merancang tempat tidur fungsional khusus bagi pasien.
Pasien yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan
direposisikan dengan benar di tempat tidur karena hal ini dapat membantu
mencegah komplikasi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus,
pneumonia, kontraktor sendi, dan nyeri bahu. Pada banyak kasus, pasien yang
mengalami imobilisasi dirawat secara penuh di fasilitas perawatan, namun
jika merawatnya di rumah,dianjurkan mengikuti prosedur berikut :
 Memastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai
 Pijatlah tungkai yang lumpuh sekali atau 2 kali sehari
 Menggerakkan semua sendi di tungkai yang lumpuh secara lembut dan
perlahan-lahan (yaitu, lurus dan menekuk) 5 – 7 kali. Tahanlah sendi di

7
setiap posisi selama sekitar 30 detik. Gerakan sebaiknya tidak
menimbulkan nyeri. Ulangi proses ini setiap empat jam. Jika mungkin,
cobalah memberi semangat pasien untuk bekerja sama dengan gerakan
dan meningkatkan mobilitas mereka karena ini akan membantu
mempercepat pemulihan.
 Menopang bagian yang lumpuh dengan bantal. Tidak dianjurkan untuk
menarik bagian yang lumpuh.
b) Membalik Pasien
Pasien yang mengalami imobilisasi perlu dibalik dan diposisikan secara
reguler, bahkan pada malam hari. Tersedia beberapa seprai nilon (misalnya,
Slippery Sam, Slide Sheets) yang mempermudah kita menggerakkan dan
menggulingkan pasien. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang
merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh pasien dan
menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah terputar, bukalah dan
kencangkan seprai di bawahnya. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi
lain setiap 2 – 3 jam sepanjang siang dan malam.dan mengubah posisi lengan
dan tungkai setiap 1 – 2 jam sepanjang siang dan malam harPunggung pasien
juga harus juga diperiksa untuk melihat tanda-tanda dekubitus. Untuk
mencegah timbulnya dekubitus, bersihkan kulit dengan air hangat, spons, dan
sedikit antiseptik atau sabun paling tidak sekali sehari. Semua seprai yang
basah harus langsung diganti.
c) Bridging
Bridging adalah latihan mengangkat panggul yang bertujuan untuk
melawan posisi sinergis spastik tungkai, memberikan latihan menumpu berat
badan pada tungkai sebagai persiapan berlatih berdiri.Latihan ini dapat
membantu pasien bergerak di tempat tidur. Pasien menekuk tungkai mereka
yang kuat, dan orang merawat membantu dengan menekuk tungkai yang
lemah dan menahannya dalam posisi yang dibutuhkan. Pasien kemudian
mendorong kaki mereka ke tempat tidur, dan mengangkat panggul sehingga
panggul dapat dipindahkan ke salah satu sisi dan menurunkan panggul ke
posisi yang baru
d) Mencegah Pembentukan Bekuan Darah

8
Pemakaian obat anti – Pembekuan, aplikasi kompresi pneumatik
intermiten, dan penggunaan kaus kompresi dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah.
e) Duduk di Tempat Tidur
Memberi pasien semangat untuk duduk dan bersandar ke bagian kepala
tempat tidur sesegera mungkin . Sebagian besar pasien stroke yang bertahan
hidup mampu melakukan ini sendiri dalam satu minggu. Mereka sebaiknya
menghabiskan lebih banyak waktu duduk dari pada tidur terlentang. Duduk
lebih kecil kemungkinannya menyebabkan tersedak dan mempermudah pasien
bernafas dan menelan. Jika mobilitas pasien sangat terhambat, alat pengangkat
dapat membantu mereka bergerak di tempat tidur dengan aman. Dapat
digunakan bantal tambahan untuk membantu pasien dan memberikan
topangan di sisi yang lumpuh. Pada awalnya, mungkin diperlukan satu atau
dua orang untuk menegakkan pasien, tetapi sebagian besar orang segera
mampu melakukannya sendiri.
f) Perawatan kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus
(luka karena tekanan) dan infeksi kulit.. Keduanya sebaiknya dicegah alih-alih
diobati, karena dekubitus menimbulkan nyeri dan sembuhnya lama, dan jika
terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Pada pasien stroke, dekubitus
dapat terjadi karena berkurangnya sensasi dan mobilitas. Inkontesia dan
malnutrisi, termasuk dehidrasi, juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus
dan menghambat proses penyembuhan.
Orang yang tidak dapat bergerak harus sering di putar dan tereposisi
dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi pasien yang hanya dapat
berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang paling berisiko
antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit, siku, bahu,
dan tulang belikat (skapula). Dan untuk menanggulangi hal tersebut,sekali
sehari, dapat menggunakan spons kering untuk menggosok titik-titik tekanan
ini agar mencegah tertekanya saraf dan terbentuknya dekubitus. Ketika
melakukan hal ini, upayakan memeriksa ada tidaknya abrasi, lepuh, dan
kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini
9
menunjukkan awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga kering dan diberi
bedak.
Untuk pasien dengan fraktur atau inkontinesia urine atau fases,
mengalami malnutrisi atau dehidrasi dan memiliki riwayat dekubitus (jaringan
parut lebih lemah daripada jaringan sehat), reposisi harus dilakukan lebih
sering. Setiap kali dilakukan pembersihan terhadap inkontinesia, kulit di
sekitar juga perlu diperiksa. Semua bagian yang tertutup perlu dibersihkan,
misalnya lipatan kulit yang dalam di bawah skrotum atau di antara pantat.
g) Perawatan Mata dan Mulut
Pasien yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus dibersihkan
mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu
jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk pasien yang
sulit atau tidak dapat menelan.
Untuk membersihkan kelopak mata pasien bisa menggunakan kain
lembab. Jika pasien yang mengantuk terus membuka mata dalam jangka
panjang, mata mereka dapat mengering, yang bisa menyebabkan infeksi dan
ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, dianjurkan penutupan mata dan
penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat di beli bebas (1 –
2 tetes setiap 3 – 4 jam).
h) Mencegah Nyeri Bahu
Nyeri bahu merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien stroke,
dialami oleh sekitar 1 dari 5 pasien dalam waktu enam bulan setelah stroke.
Komplikasi ini disebabkan oleh peregangan dan peradangan sendi bahu yang
melemah, dan sangat sering pada pasien dengan tungkai atas atau bawah yang
lemah, atau mereka yang memiliki riwayat gangguan tungkai atas, dan
diabetes mellitus.
Seperti pada banyak komplikasi stroke lain, nyeri bahu jauh lebih
mudah dicegah daripada diobati. Pada kenyataannya, sekali terbentuk, nyeri
ini cenderung menetap, sering kali semakin buruk, terutama jika tidak terapi
dengan benar, dan dapat menyebabkan cacat yang signifikan. Tindakan
pencegahan terbaik adalah penempatan posisi dan reposisi di tempat tidur
menopang lengan yang lemah (lumpuh) dengan bantal atau sandaran tangan

10
jika mungkin; menghindari peregangan sendi bahu, terutama oleh tarikan pada
lengan lemah; dan menopang lengan yang lemah dengan lengan yang normal
atau dengan menggunakan perban sportif saat berjalan sehingga lengan
tersebut tidak terkulai ke bawah.
i) Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak
Saat Pasien sudah mulai mampu, bantulah mereka turun dari tempat
tidur dan duduk di kursi yang nyaman untuk jangka pendek. Peningkatan
mobilitas pasien harus lambat dan bertahap, dan jika mungkin, mengikuti
rangkaian berikut : bergerak di tempat tidur dengan tungkai ke bawah, berdiri
di samping tempat tidur, berjalan ke kursi, duduk di kursi, berjalan di lantai
yang rata.
Indikasi terbaik bahwa pasien siap bergerak ke tingkat mobilitas vang
lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah
mereka capai; jika pasien sudah merasa nyaman melakukan suatu aktivitas
selama paling sedikit satu menit, mereka dapat bergerak ke tingkat
selanjutnya. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten
berdiri di samping pasien dan membantu pasien, terutama pada tahap-tahap
awal. Ketika berdiri atau berjalan, pasien sebaiknya berupaya menggunakan
tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan berat badan mereka pada
tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan berat badan dari
satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya pasien harus mencoba hanya
beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan
peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan
efektif. Jika pasien telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka
dapat mulai naik tangga, tetapi pastikan bahwa susunan tangganya telah aman
dan kuat.
j) Menelan Dan Makan
Biasanya dokter atau perawat yang berpengalaman dalam menilai
kemampuan menelan akan mengamati adanya tanda-tanda kesulitan makan
atau minum. Tanda-tandanya antara lain adalah bicara pelo, suara yang basah
dan serak, atau mengeluarkan liur di salah satu sisi mulut. Pasien dapat diberi
sedikit air untuk memeriksa kemampuan mereka menelan, tetapi hal ini harus
11
dilakukan oleh petugas kesehatan. Jika tidak terdapat masalah yang nyata,
pasien dapat diminta untuk mencoba makanan dan minuman yang dapat
ditelan pasien dengan aman.
Jika pasien stroke tidak mampu menyantap cukup makanan untuk
tetap sehat, mereka perlu secara temporer diberi makan melalui NGT, yang
dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung. Pasien yang sakit parah atau
yang tidak dapat menoleransi adanya selang di hidung dapat diberi makan
melalui selang yang menembus dinding perut ke dalam lambung gastroskopi
endoskopik perkutis.
Pasien stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan
seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan
miktonutrien. Jika nafsu makan pasien berkurang, mereka dapat diberi
makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam,
bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Untuk mencegah tersedak
dan pneumonia aspirasi, semua makanan harus disantap dalam keadaan
duduk, jangan berbaring.
k) Mengatasi Masalah Berbicara dan Menulis
Sekitar separuh dari pasien stroke akut mula-mula akan mengalami
masalah bahasa, termasuk berbicara pelo, tetapi hanya sekitar sepertiga pasien
stroke terus mengalami masalah ini di kemudian hari. Masalah bicara yang
menetap paling sering terjadi pada pasien yang mengalami kelumpuhan di sisi
kanan tubuh (atau kadang-kadang di sisi kiri dari orang kidal). Pasien
mungkin tidak memahami pembicaraan orang lain atau mampu
mengekspresikan diri mereka dengan jelas secara verbal, atau keduanya.
Bentuk-bentuk lain masalah bicara adalah ketidakmampuan menemukan kata
yang tepat; pemakaian kata-kata tanpa arti atau, pada kasus yang jarang, kata-
kata kotor; ketidakmampuan berbicara meskipun secara fisik sanggup;
ketidakmampuan memahami bahasa tulisan; dan ketidakmampuan menulis.
Orang dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami depresi
atau frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena itu, sangatlah penting untuk

12
mendorong pasien berkomunikasi-menerima semua bentuk komunikasi
(tulisan, tanda, bahasa tubuh, gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan
yang kecil sekalipun, untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering
dikritik dan jangan memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan harus tepat.
Cobalah memberi pasien cukup waktu untuk menanggapi pertanyaan Anda
dan abaikan semua kesalahan.
Bagi orang yang mengalami gangguan bicara dan menulis, dapat di
terapi dengan memberikan kesempatan bagi pasien untuk mendengar orang
lain berbicara ,berkomunikasi dengan gambar, memberikan jawaban ya/tidak,
memperlihatkan bahasa tubuh, atau menggunakan kontak mata atau ekspresi
wajah. Pasien sebaiknya diajak berbicara mengenai masalah keluarga,
diperlihatkan dan diajak berdiskusi mengenai foto orang atau tempat yang
familier, mengobrol tentang teman, atau melakukan latihan berupa
mengulang-ulang kata.
l) Latihan Bibir Dan Lidah
Untuk melatih bibir dan lidah pasien bisa dilaukan dengan mengajak
pasien berbicara.Ketika berbicara dengan pasien, duduklah berhadapan secara
langsung. Cobalah berbicara secara perlahan dan gunakan kalimat-kalimat
pendek sederhana. Sikap dan ekspresi wajah yang suportif dapat membantu
pasien. Ulangi perkataan jika diperlukan dan hindari kesan tidak sabar atau
terganggu. Matikan semua kebisingan yang mengganggu seperti radio, stereo,
atau televisi. Pasien juga akan merasa lebih mudah jika orang lain yang ada di
ruangan tidak berbicara secara bersamaan. Jangan berpura-pura memahami
perkataan pasien jika sebenarnya tidak, dan jangan pernah menghina pasien
dengan membicarakan mereka seolah-olah mereka tidak ada.
m) Pengendalian Buang Air Kecil dan Besar
Meskipun masalah buang air kecil dan besar (inkontinensia atau
retensi) relatif biasa pada minggu-minggu pertama setelah stroke, terutama
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau kebingungan,

13
sebagian besar pasien pulih sempurna pengendaliannya dalam beberapa
minggu.
Saat mereposisi pasien, pembalut inkontinensia yang basah atau
tercemar kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering dengan
menggunakan botol urine secara teratur. Jika perlu, bisa menggunakan kateter.
Sebagian wanita yang mengalami inkontinensia dapat dijaga tetap kering
dengan menggunakan pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak dimungkinkan
atau kurang efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam kandung kemih.
Pemakaian kateter sesekali merupakan suatu pilihan bagi orang yang
terus mengalami inkontinensia atau retensi. Namun jika kateter digunakan
selama seminggu atau lebih, akan terjadi peningkatan risiko berjangkitnya
infeksi saluran kemih, yang kadang-kadang menimbulkan komplikasi serius,
misalnya sepsis (keracunan darah) yang dapat mematikan. Karena itu, sering
dianjurkan pemasangan kateter temporer yang cukup sering sesekali disertai
irigasi kandung kemih dengan antiseptik: Jika tetap terjadi infeksi saluran
kemih, dokter biasanya meresepkan antibiotik untuk mengatasinya.
Seperti orang lain, pasien stroke perlu buang air besar secara teratur
paling tidak sekali setiap 2-3 hari. Cara terbaik untuk mengatur buang air
besar adalah makanan yang memadai dan seimbang serta banyak cairan
(paling tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik
yang cukup. Pelunak tinja (laksatif, pencahar), supositoria, dan enema dapat
digunakan untuk sembelit yang terjadi sekali-sekali.
n) Latihan Bernapas
Untuk pasien stroke yang tidak dapat bangun dari tempat tidur dan
mereka yang mengalami hambatan besar dalam mobilitas, ventilasi paru perlu
dijaga agar tetap cukup untuk mencegah infeksi dada. Hal ini dapat dilakukan
dengan kombinasi latihan napas dalam, penempatan posisi yang benar, dan
meludahkan semua kelebihan lendir dari mulut. Jika pasien mengalami
masalah bernapas, fisioterapi dada juga dapat membantu paru agar tetap
bersih.

14
o) Mencegah Jatuh
Faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah
ayunan langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan
berkurangnya kekuatan tungkai bawah. Terdapat beberapa cara
nonfarmakologis untuk mengurangi risiko jatuh.
 Orang berusia lanjut dan mereka yang menderita pusing , sensasi
kepala terasa ringan, sikap yang tak mantap, atau masalah penglihatan
ketika menggerakkan kepala atau tubuh (terutama saat bangun dari
tidur dan berdiri) perlu berhatihati saat bergerak dan menghindari
perubahan posisi tubuh atau kepala secara terburu-buru.
 Banyak orang berusia lanjut terjatuh karena dehidrasi sehingga asupan
cairan yang memadai merupakan hal yang sangat penting. Biasanya
dua liter sehari memadai, kecuali jika dokter memberi nasihat lain.
 Aktivitas fisik, terutama olahraga yang meningkatkan kekuatan
tungkai bawah dan keseimbangan, dapat mencegah jatuh. Jenis
olahraga ini perlu diajarkan dan diawasi oleh ahli fisioterapi atau
perawat terlatih.
 Ada baiknya pasien yang berisiko diajari bagaimana jatuh dengan
aman oleh ahli fisioterapi, seandainya tindakan pencegahan tersebut
gagal. Untuk semakin mengurangi risiko jatuh, sebagian orang
memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur atau berpindah dari
tempat tidur ke kursi.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain
kelainan vascular (WHO, 2006). Faktor resiko stroke dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Perawatan stroke dengan melakukan pendekatan home care
Cara merawat pasien stroke di rumah dengan pendekatan home care yaitu:
1. Posisi di Tempat Tidur dan Terapi Fisik
2. Membalik Pasien
3. Bridging
4. Mencegah Pembentukan Bekuan Darah

16
5. Duduk di Tempat Tidur
6. Perawatan kulit
7. Perawatan Mata dan Mulut
8. Mencegah Nyeri Bahu
9. Turun Dari Tempat Tidur Dan Bergerak
10. Menelan Dan Makan
11. Mengatasi Masalah Berbicara dan Menulis
12. Latihan Bibir Dan Lidah
13. Pengendalian Buang Air Kecil dan Besar
14. Latihan Bernapas
15. Mencegah Jatuh

3.2 Saran
Bagi semua tenaga kesehatan khususnya tenaga home care harus peduli dan
memiliki rasa saling memiliki dengan pasien stroke agar mampu memberikan
terapi dan penyembuhanyang terbaik untuk pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Asyana, Dewi. 2012. Stroke. http://eprints.undip.ac.id/33923/3/Bab_2.pdf. Diakses:


18 Maret 2017

Hermawan, Dwija. 2011. Stroke.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42116/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses : 14 Maret 2017

Julianti,Erythrina. 2012. Perawatan stroke dengan home care.


http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25548/1/ERYTHRIN
A%20JULIANTI%20-%20fkik.pdf. . Diakses : 14 Maret 2017

Suardiman, Ardy. 2010. Pengertian Stroke.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31212/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses: 14 Maret 2017

17
Yuliani, Sintia.2010. Keutuhan Perawatan pasien stroke di rumah.
http://www.scribd.com/doc/130292006/96463394-Kebutuhan-Perawatan-Di-
Rumah-Pasien-Stroke#scribd. Diakses : 19 Maret 2017

18

Anda mungkin juga menyukai