Anda di halaman 1dari 35

APLIKASI PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR

ENDOTRACHEAL TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI


OKSIGEN PADA PASIEN YANG DIRAWAT DIRUANG ICU RS
ROEMANI SEMARANG

Disusun oleh :

Hidayah Risma Wjayanti

G3A019051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Stroke adalah penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh
trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Stroke
adalah masalah neurologik primer di dunia berdasarkan data WHO, di
seluruh dunia tahun 2020 diperkirakan 5,5 juta orang meninggal akibat
stroke. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada
insiden dalam beberapa tahun terakhir, stroke merupakan penyebab
kematian nomor 2 di eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat dengan laju
mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 67% untuk
stroke selanjutnya terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari
stroke yang mempunyai beberapa kecacatan, dari angka ini 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. (Baticaca,
2008).
Di Asia khususnya Indonesia kasus stroke menduduki peringkat pertama,
setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke.
Sekitar 28,5% klien dengan penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia
dan diperkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan stroke menjadi
penyebab utama kematian di dunia (Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas maka penulis akan
menerapkan evidence based nursing dengan pengaruh tindakan
penghisapan lendir endotracheal tube (ETT) terhadap kadar saturasi
oksigen pada pasien yang dirawat diruang ICU RS Roemani Semarang.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari makalah ini adalah mampu menerapkan aplikasi evidence
based nursing aplikasi pengaruh tindakan penghisapan lendir
endotracheal tube (ETT) terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien
yang dirawat diruang ICU RS Roemani Ssemarang.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep dasar penyakit stroke non
hemoragik
b. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien stroke
non hemoragik
c. Mahasiswa mampu mengaplikasikan intervensi keperawatan
berdasarkan jurnal penelitian/ Evidence Based Nursing (EBN):
aplikasi pengaruh tindakan penghisapan lendir endotracheal tube
(ETT) terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien yang dirawat
diruang ICU
d. Mahasiswa mampu mengevaluasi aplikasi pengaruh tindakan
penghisapan lendir endotracheal tube (ETT) terhadap kadar
saturasi oksigen pada pasien yang dirawat diruang ICU

C. Metode Penulisan
Metode yang di gunakan yaitu metode yang memberikan gambaran
terhadap suatu kejadian atau kedaan yang berlangsung melalui proses
keperawatan. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk memperoleh
data dan informasi dengan cara:
1. Wawancara
Penulisan mengadakan wawancara dengan klien, keluarga, dan petugas
kesehatan lain untuk mendapatkan data subjektif klien.
2. Studi dokumentasi
Data - data yang di dapatkan dari rekam medis klien di ruangan,
seperti catatan keperawatan, catatan dokter, dan tim kesehatan lain.
3. Studi kepustakaan
Untuk mendapatkan literatur dan tinjauan teoritis, baik mengenai
konsep dasar penyakit dan konsep dasar keperawatan.
4. Observasi
Melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada klien dan
mengamati langsung perubahan-perubahan yang terjadi untuk
memperoleh data serta mencatat hal-hal penting termasuk pemeriksaan
fisik.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara melihat
apakah terdapat luka, dan lain - lain.
b. Palpasi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara meraba
apakah ada benjolan atau tidak.
c. Perkusi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara mengetuk
dengan menggunakan refleks hummer.
d. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara
mendengarkan menggunakan stetoskop.

D. Sistematika penulisan

Berikut ini akan dibahas mengenai sistematika penulisan untuk


makalah ini. makalah ini terdiri dari enam Bab yang didalamnya terdapat
tiap-tiap sub bab yang ditulis secara sistematika antara lain:
1. Bagian Awal
Bagian Awal merupakan tahap awal dalam proses penyusunan
makalah. Pada bagian ini terdiri dari : halaman judul dan daftar isi.
2. Bagian Utama
a. BAB I pendahuluan
Pendahuluan berisi mengenai latar belakang, tujuan, metode penulisan,
sistematika penulisan
b. BAB II konsep dasar
Konsep dasar berisikan mengenai konsep penyakit yang terdiri dari
:pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, pathway. Serta konsep asuhan kegawatdaruratan yang
terdiri dari: pengkajian primer, pengkajian sekunder,
diagnosakeperawatan utama, intervensi dan rasional.
c. BAB III tinjauan kasus
Tinjauan kasus meliputi: pengkajian fokus, diagnosa keperawatan,
pathway keperawatan kasus, fokus intervensi
d. BAB IV aplikasi evidence based nursing RISET
Aplikasi evidence based nursing riset yang berisikan mengenai:
identitas pasien, data fokus pasien, diagnosa keperawatan yang
berhubungan dengan jurnal evidence based nursing riset yang
diaplikasikan, evidence based nursing practice yang diterapkan pada
pasien, analisa sintesa justifikasi/ alasan penerapan evidance based
practice, landasan teori terkait penerapan evidence based nursing
practice
e. BAB V pembahasan
Pembahasan meliputi: justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan
evidence based nursing practice, mekanisme penerapan evidence
based nursing practice, hasil yang dicapai, kelebihan dan kekurangan
atau hambatan yang ditemui selama aplikasi evidence based nursing
practice.
f. BAB IV penutup
Penutup yang berikan mengenai: simpulan, saran
3. Bagian akhir
Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep penyakit
1. Pengertian
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak,
biasanya merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama
beberapa tahun (Ariani, A.T, 2012).
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan fungsi otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan
penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat fungsi otak.
(Muttaqin, 2008).
Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik (NANDA, 2015).

2. Etiologi
a. Tidak dapat dirubah :
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
- Genetik
b. Dapat dirubah :
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetes
- Fibrilasi atrium
- Kelainan jantung
- Hiperlipidemia
- Terapi pengganti hormon
- Nutrisi
- Obesitas
- Aktifitas fisik
- Dalam penelitian lebih lanjut:
- Sindroma metabolik
- Penyalahgunaan zat
- Kontrasepsi oral
- Obstructive Sleep Apnea
- Migrain
- Hiper-homosisteinemia
- Hiperkoagulabilitas
- Inflamasi
- Infeksi

3. Tanda dan gejala


a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara cedel atau pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak
4. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata,
cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria
vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang
sama . Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah
yang secara mencolok  dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut
pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika
volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah


hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh
pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan
peningian tekanan intrakranial dan menebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik


akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan
71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. 

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah,
jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan
mekanisme pembekuan darah.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya
perdarahan dan juga untuk memperlihatkan adanya edema
hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang
meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan
subarachhnoid.
d. Pemeriksaan lumbal pungsiPada pemeriksaan lumbal pungsi
untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa kimia sitologi,
mikrobiologi, dan virologi. Di samping itu, di lihat pula tetesan
cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatannya,
kejernihannnya, warna, dan tekanan yang menggambarkan
proses terjadi di intraspinal. Pemeriksaan pungsi sisternal
dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal.
Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah
berpengalaman.
e. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung di mana jantung berperan
dalam suplai darah ke otak.
f. Elektro Encephalo Grafi
Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan
gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.
g. Angiografi serebral
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab
stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan
secara tepat letak oklusi atau ruptur.
h. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi,
Malformasi ArteriVena (MAV). Pemeriksaan ini lebih
cangggih dibandingkan CT Scan.
i. Ultrasonografi Dopler
Ultrasonografi Dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyakit MAV (Malformasi Arteri Vena.
(Ariani, A.T, 2012).

6. Pathway
Terlampir

7. Pencegahan
Pencegahan stroke yang efektif dengan cara menghindari faktor
resikonya, banyak faktor resiko stroke yang bisa di modifikasi.
Sebagian dari pencegahan stroke caranya:
a. Kontrol tekanan darah. hipertensi merupakan penyebab serangan
stroke.
b. Kurangi atau hentikan merokok. Karena nikotin dapat menempel di
pembuluh darah dan menjadi plak, jika plaknya menumpuk bisa
menyumbat pembuluh darah.
c. Olahraga teratur. Olahraga teratur bisa meningkatkan ketahanan
jantung dan menurunkan berat badan
d. Perbanyak makan sayur dan buah. Sayur dan buah mengandung
banyak antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas, selain itu
sayur dan buah rendah kolesterol.
e. Suplai Vitamin E yang cukup. Para peneliti dari Columbia
Presbyterian Medical Center melaporkan bahwa konsumsi vitamin
E tiap hari menurunkan resiko stroke sampai 50% vitamin E juga
menghaluskan kulit.

8. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
f. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,
yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan
dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.

B. Konsep asuhan kegawatdaruratan


1. Pengkajian primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual
atau potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian primer
yang digunakan pada pasien stroke hemoragik (Musliha, 2010).
a. Airway (Jalan napas)
- Bersihan jalan napas.
- Ada/tidaknya sumbatan jalan napas.
- Distress pernapasan.
- Tanda - tanda adanya edema di jalan napas.
b. Breathing
- Frekuensi napas, usaha dan pergerakan dinding dada.
- Suara pernapasan melalui hidung dan mulut.
- Adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
c. Circulation
- Tekanan darah.
- Status sirkulasi dengan menghitung nadi, irama dan
mencatat ritmenya.
- Warna kulit/membran mukosa normal/sianosis dan
kelembaban kulit.
- Kemerahan atau berkeringat.
d. Disability
- Tingkat kesadaran.
- Ukuran pupil dan respon pupil.
- Gerakan ekstremitas
Dalam melakukan pengkajian dissability yang sering
digunakan menurut Musliha (2010) adalah dengan metode
AVPU yang di nilai mencakup:
A : Alert ( untuk membantu pernyataan daya ingat pasien,
kesadaran respon terhadap suara dan berorientasi pada
orang, waktu dan tempat.
V : Responsive Of Voice (untuk pernyataan verbal terhadap
respon suara tetapi tidak berorientasi penuh pada orang,
waktu dan tempat).
P : Responsive Of Pain ( untuk pernyataan pasien yang tidak
berespon terhadap suara tetapi respon terhadap nyeri).
U: Unresponsive (untuk pasien yang tidak responsive dengan
rangsangan nyeri).
e. Exposure
Amati apakah ada lesi atau adanya cedera pada tulang servikal. Pada
pasien stroke hemoragik biasanya mengalami penurunan kesadaran
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. Hal ini disebabkan karena
terjadi gangguan pada saraf serebral.
2. Pengkajian sekunder
Prinsip pada secondary survey adalah memeriksa ulang seluruh tubuh
dengan teliti. Dalam secondary survey bertujuan untuk mencari
perubahan-perubahan anatomi yang akan berkembang semakin parah
dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada sehingga
berkembang mengancam jiwa bila tidak segera di tangani. Secondary
survey dilaksanakan setelah primery survey, resusitasi dan stabilisasi
pasien. Pengkajian sekunder meliputi :
SAMPLE yaitu sebagai berikut :
a. S (Simptom) : gejala utama yang dirasakan pasien saat itu seperti
penurunan tingkat kesadaran.
b. A (Allergies) : ada tidaknya riwayat alergi
c. M (Medication) : obat-obataan yang di minum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis,
atau penyalahgunaan obat.
d. P (Post Medical History): riwayat medis sebelum pasien di rawat
di sini.
e. L (Last Oral Intake) : asupan makan/minum terakhir pasien.
f. E (Event Prociding Incident) : peristiwa yang mengawali
terjadinya stroke non hemoragik.
3. Diagnosa keperawatan utama
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai darah dan O2 ke otak.
b. Nyeri akut b/dagen cedera biologi,penurunan suplai darah dan O2
ke otak, infark  serebri
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular: paralisis hemiplegia dan hemiparesis,
parastesia,flaksid/paralisis hipotonik (awal).
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Disartria,
disfasia/ afasia, apraksia
e. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Disfungsi persepsi
visual spasial dan kehilangan sensorik

4. Intervensi dan rasional


a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
oklusif, edema serebral.
Tujuan :
· Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensori.
· Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-
tanda peningkatan Tekana Intra Kranial.
· Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan kembali.
Perencanaan tindakan :
1) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya.
2) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi
jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan Tekanan
Intra Kranial.
3) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
4) Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi adanya
murmur.
5) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis
6) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan
indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas
perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis.
Kerusakan perceptual/kognitif.
Tujuan :
· Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktur, foot drop.
·  Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terkena atau kompensasi
· Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit
Perencanaan tindakan:
1) Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara teratur.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakan dalam posisi bagian yang terganggu.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan
latihan seperti latihan kuadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melakukan jari-jari dan kaki/telapak.
4) Tinggikan tangan dan kepala.
5) Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau
tanda lain dari gangguan sirkulas.
6) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol
secara teratur. Lakukan massage secara hati-hati pada daerah
kemerahan dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak
kulit sesuai dengan kebutuhan.
7) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
8) Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan
resestif, dan ambulasi pasien.

c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan


sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan
tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan :
· Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
· Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan.
· Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Perencanaan tindakan :
1) Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan
umpan balik.
3) Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama
benda tersebut.
4) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH
atau pus.
5) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membaca
kalimat yang pendek.
6) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
7) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan.
Tujuan :
· Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
· Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri.
Perencanaan tindakan:
1) Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan
kebutuhan sehari – hari.
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk
menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi
dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
4) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,


kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat.
Tujuan :
· Berpartisipasi dalam belajar
· Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan
aturan terapeutik.
· Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Perencana tindakan:
1) Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit
2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada
individu
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4) Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke,
penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh
5) Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi,
seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian fokus
1. Identitas pasien
Nama : Tn. J
Umur : 17 Januari 1952 / 67 Tahun
Agama : Kristen
Alamat : Karangrejo Timur, Semarang
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Nikah
Diagnosa Medis : SNH
No. RM : 55-46-40
Tanggal masuk RS : 21 September 2019

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. N
Umur : 62 tahun
Hubungan dengan pasien : Istri

3. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatkan pasien mengalami penurunan
kesadaran
b. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada
penyakit keturunan seperti asma, jantung, hipertensi ataupun DM.

4. Pengkajian Primer
a. Airway
Terpasang EET no.7.5, ada lendir berwarna coklat
b. Breathing
Terpasang ventilator dengan mode Psimv, RR mesin 12x/menit,
inspirasi presure 10, pressure support 10, trigger/sensitivitas 3,
PEEP 5, time inspirasi 1.0, FiO2 50%, ada suara nafas tambahan
ronchi, RR: 28 x/menit, SpO2 95%.
c. Circulation
Akral teraba hangat, TD: 150/100 mmHg, MAP 74 mmHg, HR:
124 x/menit, nadi teraba lemah, CRT 2 detik, turgor kulit >3 detik
d. Disability
GCS E1M1V terpasang ETT, odem pada ektremitas atas, ada luka
dekubitus dipantat, balance cairan -96.
e. Exposure
Terdapat odem di ekstremitas atas, luka dekubitus dibagian pantat
dan paha, suhu 36.50C

5. Pengkajian sekunder
a. Sign and symptom
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa BAK, pasien
dirawat di RS Roemani sejak tanggal 21 September 2019 pasien
diruang Ayyub 2 dengan keluhan tidak bisa BAK, pada tanggal 23
September 2019 jam 03.00 WIB pasien masuk ruang ICU karena
penurunan kesadaran dan sesak nafas, pada saat dikaji tanggal 30
September 2019 jam 17.00 WIB pasien tampak lemas, GCS
E1M1V terpasang ETT, TD: 150/100 mmHg, MAP 74 mmHg,
HR: 124 x/menit, suhu: 36.50C, odem pada ekstremitas atas.
b. Allergies
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi terhadap
makanan, obat ataupun cuaca.
c. Medication
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah 4 kali ini masuk RS,
pasien juga selalu memeriksakan kesehatannya ke pelayanan
kesehatan terdekat seperti dokter umum, puskesmas ataupun klinik.
d. Post medical history
Keluarga pasien mengatakan pasien terakhir dirawat tahun lalu
karena keluhan yang sama.
e. Last oral intake
Keluarga pasien mengatakan pasien makan dan minum melalui
selang yang ada dihidung, pasien terpasang NGT.
f. Event prociding incident
Keluarga pasien mengatakan pada saat dirawat diruang Ayyub 2
pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran sehingga dirawat
di ruang ICU.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Konvensional-Thorax A tanggal 27 September 2019
- Bercak-bercak dan kesuraman di paru dekstra bertambah luas
- Jantung suslit dinilai batas kanan tak jelas
- Kesan : perburukan
b. CT-Scan
- Ruang liquor melebar
- Tak tampak midline shift
- Batang otak dan cerebellum tenang
- Lesi hipodens kecil, multiple pada capsula interna dan corona
radiota SN sesuai dengan infark lakuler
- Kesan : infark lakuner multiple
- Atrofi cerebri
c. USG Abdomen tanggal 22 September 2019
- Hepar : tidak membesar, permukaan reguler, echogenitas
normal dan duct bililaris tak melebar nodul (-)
- Pancreas : bentuk normal, echostruktur normal, calcificasi (-)
- Aorta : tak membeksar, tak nampak pembesaran limfe para
aorta
- Vesicaurinaria : mukosa tak menebal, tak nampak batu
- Kesan : awal proses kronik ginjal dekstra sinistra, multiple
cryst ginjal dekstra ukuran terbesar 3.34x2.99 cm, multiple
cryst ginjal sinistra ukuran terbesar 1.98x1.82 cm, pembesaran
prostat volume 54 ml, tak tampak kelainan pada organ intra
abdomen lainnya secara pemeriksaan USG

d. Laboratorium tanggal 26 September 2019


Hemoglobin : 13.9 gr/dL
Hematokrit : 42.8%
Lekosit : 14000/mm3
Trombosit : 114000/mm3
Eritrosit : 4.55 juta/mm3
Ureum : 83 mg/dL
Creatinin :1.9 mg/dL
e. Laboratorium tanggal 23 September 2019
Hemoglobin : 14.9 gr/dL
Hematokrit : 46.4%
Lekosit : 15500/mm3
Trombosit : 182000/mm3
Eritrosit : 4.86 juta/mm3
pH :7.40
PcO2 : 50.1 mmHg
BE (ecf) : 6.8mmol/L
BE (B) : 6.0 mmol/L
HCO3 : 31.7 mmol/L
A-aD02 : 381.9 mmHg
pO2/F102 : 90.5 mmHg
Ureum : 121 mg/dL
Creatinin : 2.9 mg/dL
Kalium : 3.6 meq/L
Natrium : 147 meq/L
Chlorida : 106 meq/L
Calcium : 8.7 mg/dl

7. Terapi
Syring pump norepineprin titrasi
Omeprazole : 40 mg/ 24 jam
Citicolin : 500 mg/ 12 jam
Meropenem : 1 gr/ 8 jam
Nebulizer ventolin bisolvon pulmicort / 8 jam
Asam folat :1x1
N-acetylsistein :2 tab/ 8 jam
RL : 30 cc/jam

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi

C. Fokus intervensi

No. Intervensi Tujuan dan kriteria hasil TTD


1 Pemantauan respirasi (1.01014) Setelah dilakukan tindakan Risma
1. Monitor frekuensi, kedalaman dan keperawatan selama 3x24 jam
upaya nafas diharapkan pertukaran gas pasien
2. Monitor adanya produksi sputum membaik (L.01003) dengan kriteria
3. Auskultasi bunyi nafas hasil:
4. Monitor saturasi oksigen 1. Tingkat kesadaran meningkat
5. Lakukan penghisapan lendir 2. Tekanan darah dalam rentang
6. Monitor AGD normal (140/90 mmHg)
7. Atur interval pemantauan respirasi 3. Pola nafas dalam rentang normal
pasien sesuai kondisi pasien (22x/menit)
8. Dokumentasikan hasil pemantauan

2 Perawatan jantung (1.02075) Setelah dilakukan tindakan Risma


1. Monitor TD keperawatan selama 3x24 jam
2. Monitor intake dan output cairan diharapkan masalah penurunan curah
3. Monitor saturasi oksigen jantung pasien membaik (L.02008)
4. Posisikan semi fowler dengan kriteria hasil:
5. Beri oksigen untuk mempertahankan 1. Takikardi menurun
saturasi oksigen 2. Tekanan darah dalam batas normal
(140/90)
3. CRT < 2 detik
3 Manajemen cairan (1.03098) Setelah dilakukan tindakan Risma
1. Monitor status hidrasi keperawatan selama 3x24 jam
2. Monitor hasil pemeriksaan diharapkan masalah hiponatremia pada
laboratorium pasien dapat membaik dengan kriteria
3. Monitor status dinamik hasil:
4. Catat balance cairan 1. Edema membaik
5. Berikan cairan intravena 2. Turgor kulit < 3 detik
6. Kolaborasi pemberian antideuretik

D. Implementasi

No. Tanggal Implementasi Respon TTD


DX
1 Senin, 30 1. Memonitor frekuensi, S:- Risma
Setember kedalaman dan upaya nafas O: RR: 28x/menit, terpasang ETT dan
2019 ventilator
2. Memonitor saturasi oksigen S:-
sebelum dilakukan penghisapan O: SpO2 99%
lendir
3. Memonitor adanya produksi S:- Risma
sputum O: lendir berwarna merah kecoklatan
4. Melakukan auskultasi bunyi S:- Risma
nafas O: ada bunyi nafas tambahan ronchi
5. Memonitor saturasi oksigen S:- Risma
O: SpO2 95%
6. Melakukan penghisapan lendir S:- Risma
O: lendir berwarna kecoklatan
7. Memonitor AGD S:- Risma
O: alkalosis metabolik terkompensasi
penuh
2 1. Memonitor TD S:- Risma
O: TD: 150/100 mmHg, MAP 74
mmHg, HR: 124 x/menit
2. Memonitor intake dan output S:- Risma
O: input: 920 cc
Output : 1016 cc
BC: -96 pada jam 21.00 WIB
3. Memberikan oksigen untuk S:- Risma
mempertahankan saturasi O: terpasang ETT
oksigen
3 1. Memonitor status hidrasi S:- Risma
O:odem pada ekstremitas atas,turgor
kulit >3 detik
2. Memonitor hasil laboratorium S:- Risma
O:
Hemoglobin : 14.9 gr/dL
Hematokrit : 46.4%
Ureum : 121 mg/dL
Creatinin :2.9 mg/dL
Kalium : 3.6 meq/L
Natrium : 147 meq/L
Chlorida : 106 meq/L
Calcium : 8.7 mg/dL
3. Mencacat status balance cairan S:- Risma
O: input: 920 cc
Output : 1016 cc
BC: -96 (jam 21.00)
4. Memberikan cairan intravena S:- Risma
O: RL 30 CC/jam
1 Selasa, 1 1. Memonitor frekuensi, S:- Risma
Oktober kedalaman dan upaya nafas O: RR 24x/menit:, terpasang ETT dan
2019 ventilator
2. Memonitor saturasi oksigen S:-
sebelum dilakukan penghisapan O: SpO2 98%
lendir
3. Memonitor adanya produksi S:- Risma
sputum O: lendir berwarna merah kecoklatan
4. Melakukan auskultasi bunyi S:- Risma
nafas O: ada bunyi nafas tambahan ronchi
5. Memonitor saturasi oksigen S:- Risma
O: SpO2 96%
6. Melakukan penghisapan lendir S:- Risma
O: lendir berwarna kecoklatan
2 1. Memonitor TD S:- Risma
O: TD:160/100 mmHg HR: 88x/menit
2. Memonitor intake dan output S:- Risma
O:intake 980 cc
Output 1179 cc
BC: -197 cc (jam 21.00)
3. Memberikan oksigen untuk S:- Risma
mempertahankan saturasi O: menggunakan ETT
oksigen
3 1. Memonitor status hidrasi S:- Risma
O: edema pada ekstremitas atas, turgor
kulit >3 detik
2. Mencacat status balance cairan S:- Risma
O: -197 cc
3. Memberikan cairan intravena S:- Risma
O: RL 30 cc/ jam
1 Rabu, 02 1. Memonitor frekuensi, S:- Risma
Oktober kedalaman dan upaya nafas O: RR:24 x/menit, terpasang ETTdan
2019 ventilator
2. Monitor saturasi oksigen S:-
sebelum dilakukan penghisapan O: SpO2 99%
lendir
3. Memonitor adanya produksi S:- Risma
sputum O: lendir berwarna merah kecoklatan
4. Melakukan auskultasi bunyi S:- Risma
nafas O: ada bunyi nafas tambahan ronchi
5. Memonitor saturasi oksigen S:- Risma
O: SpO2 94%
6. Melakukan penghisapan lendir S:- Risma
O: lendir berwarna kecoklatan

2 1. Memonitor TD S:- Risma


O: TD:155/98 mmHg HR:92x/menit
2. Memonitor intake dan output S:- Risma
O: input 1420 cc
Output 1706 cc
BC -286 cc (jam 07.00)
3. Memberikan oksigen untuk S:- Risma
mempertahankan saturasi O: terpasang ETT
oksigen
3 1. Memonitor status hidrasi S:- Risma
O: odem padaektremitas atas, turgor
kulit >3 detik
2. Mencacat status balance cairan S:- Risma
O: -286 cc
3. Memberikan cairan intravena S:- Risma
O: RL 30 cc/jam

E. Evaluasi

No. Tanggal Catatan perkembangan TTD


1 Senin, 30 S:- Risma
September O:
2019 - RR: 28x/menit, terpasang ETT dan ventilator
- SpO2 99% sebelum dilakukan penghisapan lendir
- lendir berwarna merah kecoklatan
- SpO2 95% setelah dilakukan penghisapan lendir
- ada bunyi nafas tambahan ronchi
- TD: 150/100 mmHg, MAP 74 mmHg, HR: 124 x/menit
- input: 920 cc, Output : 1016 cc
- BC: -96 pada jam 21.00 WIB
- odem pada ekstremitas atas,turgor kulit >3 detik
A: masalah belum teratasi
P:
1. Pertahankan intervensi gangguan pertukaran gas:
a. Monitor frekuensi, kedalaman dan upaya nafas
b. Monitor perubahan saturasi oksigen sebelum penghisapan lendir
c. Monitor adanya produksi sputum
d. Auskultasi bunyi nafas
e. Monitor saturasi oksigen setelah penghisapan lendir
f. Lakukan penghisapan lendir
2. Pertahankan intervensi penurunan curah jantung:
a. Monitor TD
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor saturasi oksigen
d. Beri oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
3. Pertahankan intervensi kelebihan volume cairan
a. Monitor status hidrasi
b. Catat balance cairan
c. Berikan cairan intravena
d. Kolaborasi pemberian antideuretik
2 Selasa, 01 S:- Risma
Oktober O:
2019 - RR 24x/menit:, terpasang ETT dan ventilator
- SpO2 98% sebelum dilakukan penghisapan lendir
- lendir berwarna merah kecoklatan
- SpO2 96% setelah dilakukan penghisapan lendir
- ada bunyi nafas tambahan ronchi
- TD:160/100 mmHg HR: 88x/menit
- intake 980 cc, Output 1179 cc
- BC: -197 cc (jam 21.00)
- odem pada ekstremitas atas,turgor kulit >3 detik
A: masalah belum teratasi
P:
1. Pertahankan intervensi gangguan pertukaran gas:
a. Monitor frekuensi, kedalaman dan upaya nafas
b. Monitor perubahan saturasi oksigen sebelum penghisapan lendir
c. Monitor adanya produksi sputum
d. Auskultasi bunyi nafas
e. Monitor saturasi oksigen setelah penghisapan lendir
f. Lakukan penghisapan lendir
2. Pertahankan intervensi penurunan curah jantung:
a. Monitor TD
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor saturasi oksigen
d. Beri oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
3. Pertahankan intervensi kelebihan volume cairan
a. Monitor status hidrasi
b. Catat balance cairan
c. Berikan cairan intravena
d. Kolaborasi pemberian anti deuretik
3 Rabu, 02 S:- Risma
Oktober O:
2019 - RR:24 x/menit, terpasang ETTdan ventilator
- SpO2 99% sebelum dilakukan penghisapan lendir
- lendir berwarna merah kecoklatan
- SpO2 94% setelah dilakukan penghisapan lendir
- TD:155/98 mmHg HR:92x/menit
- Input 1420 cc, output 1706 cc
- BC -286 cc (jam 07.00)
- odem pada ekstremitas atas,turgor kulit >3 detik
A: masalah belum teratasi
P:
1. Pertahankan intervensi gangguan pertukaran gas:
a. Monitor frekuensi, kedalaman dan upaya nafas
b. Monitor perubahan saturasi oksigen sebelum penghisapan
lendir
c. Monitor adanya produksi sputum
d. Auskultasi bunyi nafas
e. Monitor saturasi oksigen setelah penghisapan lendir
f. Lakukan penghisapan lendir
2. Pertahankan intervensi penurunan curah jantung:
a. Monitor TD
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor saturasi oksigen
d. Beri oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
3. Pertahankan intervensi kelebihan volume cairan
a. Monitor status hidrasi
b. Catat balance cairan
c. Berikan cairan intravena
d. Kolaborasi pemberian anti deuretik

BAB IV
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas pasien
Nama : Tn. J
Umur : 17 Januari 1952 / 67 Tahun
Agama : Kristen
Alamat : Karangrejo Timur, Semarang
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Nikah
Diagnosa Medis : SNH
No. RM : 55-46-40
Tanggal masuk RS : 21 September 2019

B. Data fokus pasien

No. Hari tanggal Data Problem Etiologi


1 30 S : keluarga pasien mengatakan Gangguan Ketidak
September pasien mengalami penurunan pertukaran seimbangan –
2019 kesadaran dan sesak nafas gas perfusi
O:
- RR : 28 x/ menit
- Ada suara nafas tambahan
ronchi
- pH :7.405
- PcO2 : 50.1 mmHg
- BE (ecf) : 6.8mmol/L
- BE (B) : 6.0 mmol/L
- HCO3: 31.7 mmol/L
- A-aD02 : 381.9 mmHg
- pO2/F102 : 90.5 mmHg
- GCS E1M1V terpasang ETT

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based


nursing riset yang diaplikasikan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan-
perfusi

D. Evidence based nursing practice yang diterapkan pada pasien


Membandingkan saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
penghisapan lendir
E. Analisa sintesa justifikasi/ alasan penerapan evidance based practice
Infark

Iskemik

Stroke non hemoragik

Mengganggu saraf pernafasan

Gangguan pertukaran gas

Odem mukosa

Hipersekresi yang kental

Hisap lendir

Terjadi perubahan saturasi oksigen

F. Landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice


Penghisapan lendir merupakan tindakan untuk membebaskan jalan nafas
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkan sekret sendiri (Timby, 2009).
Penghisapan lendir merupakan prosedur yang dilakukan degan
memasukkan selang kateter suction melalui selang ETT (Syafni, 2012)

BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing


practice
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2019) mendapatkan hasil bahwa
kadar saturasi oksigen setelah dilakukan penghisapan lendir mengalami
penurunan nilai kadar saturasi oksigen. Didukung penelitian yang
dilakukan oleh Maggiore (2013) dimana 46,8% responden yang diteliti
mengalami penurunan kadar saturasi oksigen.
Didukung penelitian yang dilakukan oleh Roni (2013) mendapatkan hasil
bahwa setelah dilakukan pengehisapan lendir pada pasien yang terpasang
ETT saturasi oksigen pasien mengalami penurunan antara 4-10%.

B. Mekanisme penerapan evidence based nursing practice


1. Salam terapeutik
2. Identifikasi adanya sputum
3. Pengkajian dan pemeriksaan fisik
4. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan (penghisapan lendir)
5. Persiapan alat
6. Cuci tangan
7. Mencatat saturasi oksigen sebelum dilakukan penghisapan lendir
8. Lakukan penghisapan lendir
9. Mencatat saturasi oksigen setelah dilakukan penghisapan lendir
10. Membereskan alat
11. Cuci tangan
12. Dokumentasikan

C. Hasil yang dicapai


No. Hari/ tanggal Saturasi oksigen Saturasi oksigen setelah
sebeluym dilakukan dilakukan penghisapan
penghisapan lendir lendir
1 Senin, 30 September 99% 95%
2019
2 Selasa, 01 Oktober 2019 98% 96%
3 Rabu, 02 Oktober 2019 99% 94%

D. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi


evidence based nursing practice
1. Keleibihan
Penghisapan lendir ini dapat membebaskan dari jalan nafas serta
mencegah infeksi saluran pernafasan.
2. Kekurangan
Aplikasi hanya dilakukan 1x dalam 1 hari sehingga tidak dapat
memantau lebih jauh lagi.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah mengaplikasikan perubahan penghisapan lendir ETT terhadap
kadar saturasi oksigen terjadi penurunan saturasi oksigen setelah dilakukan
penghisapan lendir walaupun tidak signifikan.

B. Saran
Dalam melakukan penghisapan lendir sebaiknya dilakukan dengan cepat
agar dan tidak dalamwaktu lama.

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, T.A. (2012). Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika

C. Awaloei, Astrid, S. Mallo, Nola T. Tomuka, Djemi. Gambaran Cedera Kepala


yang Menyebabkan Kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal. (2016,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/14369/13941,
diakses pada tanggal 11 Mei 2017)

Boughman & Hackley. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku


Keperawatan Brunner & Sudhart. Jakarta : EGC

Dewanto, G., Wita, J.S., Budi, R., & Yuda, T. (2009). Panduan Praktis
Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta : EGC

Fransisca B. Batticaca. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Joyce M.B., & Jane H.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika

Long C, Barbara.(1996). Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta: EGC

Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan


Pendekatan NANDA NIC NOC . Yogyakarta : Nuha Medika

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Neurologis. Jakarta : Salemba Medika

Syafani, SR. (2012). Efektifitas Penggunaan Close Suction System dalam


mencegah infeksi Nosokomial Ventilator Assosiated Pneumonia pada pasien
Dengan Ventilator.

Timby, B.K. (2009). Fundamental Nursing Skills and Concepts. Philadelphia:


Lippincot William & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai