Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI PEKA BUDAYA

CULTURAL COMPETENCE

Disusun oleh :

HENDRIKUS REYAAN
NPM : 201943021

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2021
A. Bagaimana 12 Cultural Competence selama ini anda alami / aplikasikan
dalam pelayanan anda ?
1. Description
Sebagai seorang perawat kita dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
dapat mengaplikasikan cultural competence dalam asuhan keperawatan.
Cultural competence merupakan acuan dasar tehadap terlaksana
implementasi pelayanan keperawatan dan terkait erat dengan dimensi
teori dasar keperawatan tentang kultur pasien. Keberhasilan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan sangat bergantung pada
kemampuannya mencerna berbagai ilmu dan mengaplikasikannya ke
dalam bentuk asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya
pasien. Cultural competence dalam keperawatan menyiratkan
kemampuan petugas kesehatan untuk memberikan perawatan medis
terbaik kepada pasien dengan menunjukkan kesadaran budaya untuk
keyakinan, ras, dan nilai-nilai oleh pasien yang dirawat.
Pada pembelajaran Peka Budaya yang saya pelajari, dalam cultural
competence terdapat 12 Standards of Practice for Culturally Competent
Nursing Care atau standar praktek untuk budaya asuhan keperawatan
yang kompeten. Pada 12 standar didalam nya terdapat social justice,
critical reflection, knowledge of culture, culturally competent practice,
cultural competence in health care system and organization, patient
advocacy and empowerment, multicultural workforce, education and
training in culturally competent care, cross-cultural communication,
cross-cultural leadership, policy development dan evidence-based
practice and research. Standar – standar kompotensi ini yang harus di
miliki dan dilakukan oleh perawat untuk membantu membentuk sikap
dan karakter perawat yang peka budaya terhadap klien dalam
memberikan asuhan keperawatan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan
kultur dan latar belakang yang dimiliki klien.

2. Feelings
Dalam pelaksanaan 12 Standards of Practice for Culturally Competent
Nursing Care dalam hal ini berkaitan dengan Cultural competence ketika
di aplikasikan secara langsung dalam praktik klinik keperawatan
memang ada perasaan binggung dan khawatir karena sebagai pemberi
layanan kita harus tahu tentang latar belakang klien yang kita rawat,
bagaimana kebiasaannya tradisinya, sehingga rasa khawatir atau
mungkin binggung karena harus bisa menyesuaikan dengan kultur
setempat karena tidak mungkin saya akan mengalami Shock Cultural.
Hal ini yang dirasakan saya ketika pertama kali saya memberikan
tindakan karena latar belakang budaya yang saya miliki dengan rata-rata
klien yang saya temui, perasaan binggung pastinya karena bahasa jawa
yang digunakan oleh klien dan saya tidak bisa menggunakan bahasa
jawa, ditambah lagi dengan mungkin dengan kebiasaan saya bicara
dengan cepat, suaranya lebih besar dan nada yang cukup tinggi mungkin
membuat saya biasa saja tetapi bagi pasien saya itu mungkin sesuatu
yang menakutkan atau hal yang aneh. Tapi dari itu semua saya
merasakan senang karena saya bisa beradaptasi dengan kebiasaan dan
bahasa sehari – hari, sehingga pada pelaksaan praktik klinik lainnya itu
membuat harus belajar memahami tentang culrural setempat.

3. Evaluation
Untuk evaluasi yang bisa saya ambil selama saya menjalani praktik
klinik penerapan 12 Standards of Practice for Culturally Competent
Nursing Care dalam hal ini berkaitan dengan Cultural Competence
selama ini yang saya dapat evaluasikan selama ini dialami atau di
aplikasikan dalam pelayanan :
a. Standard 1 : Social justice
Sebagai seorang profesional kita harus memperhatikan dan
mempromosikan keadilan sosial kepada klien. Keadilan sosial
(Social justice) ini merupakan salah satu hal yang wajib
dilaksanakan oleh perawat, dimana perawat merawat pasien tanpa
adanya perbedaan dan setiap pasien di perlakukan sama tanpa
membedahkan status, suku, atau rasa.
Saya selama melakukan praktik klinik keperawatan selalu
berupaya dan mempromosikan keadilan sosial bagi semua klien
yang saya rawat. Saya selalu berusaha melakukan sesuatu untuk
klien dan yang paling penting adalah menghormati setiap
perbedaan budaya (Culcuture Diversity), namun mungkin saya
masih belum bisa melakukan secara optimal dalam pelayanan.
b. Standard 2 : Critical reflection
Dalam hal ini sebagai seorang perawat kita harus memiliki sikap
refleksi kritis terhadap nilai, keyakinan, dan kebudayaan dari
kliena yang mana kita harus memiliki kesadaran tentang
bagaimana kualitas dan masalah ini dapat berdampak asuhan
keperawatan yang komperensif sesuai budaya dan latar belakang
klien.
Pada setiap praktik klinik keperawatan yang saya lakukan saya,
mungkin saya belum melakukan secara optimal untuk refleksi
kritis terhadap kepercayaan dan budaya klien asal tidak
menganggu proses pengobatan, hal ini memang bisa di susah
karena kita harus memahi nilai, keyakinan, dan kebudayaan klien
yang kita rawat, sehingga saya terkadang tidak mengkaji secara
spesifik nilai, keyakinan, dan kebudayaan.
c. Standard 3 : Knowledge of culture
Setiap perawat harusnya dituntut untuk memperoleh pemahaman
tentang perspektif, tradisi, nilai, praktik, dan sistem keluarga dari
individu, keluarga, komunitas, dan populasi yang beragam secara
budaya.
Saya selalu berusahan untuk memahami nilai budaya dan
keyakinan klien serta orang lain, karena ini penting, jika asuhan
keperawatan tidak hanya tepat tetapi juga dianggap efektif oleh
pasien, keluarga, komunitas dan populasi. Pengathuan dan
kesadaran akan kultur pasien ini sebagai langkah awal dalam
proses pribadi untuk mengidentifikasi nilai dan keyakinan yang
dimiliki klien.
d. Standard 4 : Culturally competent practice
Seorang perawat harus menggunakan pengetahuan lintas budaya
dan keterampilan peka budaya dalam menerapkan asuhan
keperawatan yang komperensif secara peka budaya. Hal ini
memaduhkan antara pengetahuan dan keterampulan perawat
dalam kompetensi budaya.
Selama ini mungkin saya belum bisa melakukannya secara
maksimal karena harus mempunyai keterampilan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara lintas budaya dan
keyakinan yang dimiliki klien, mungkin dengan menfasilitas
klien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia sesuai dengan
budaya yang di anut klien.
e. Standard 5 : Cultural Competence in HealthCare Systems and
Organizations
Dalam hal ini organisasi perawatan kesehatan harus menyediakan
struktur dan sumber daya yang diperlukan mengevaluasi dan
memenuhi kebutuhan sesuai budaya dan menggunakan bahasa
klien mereka yang beragam sehingga perawat harus memiliki
kompetensi. Selain itu Organisasi perawatan kesehatan
bertanggung jawab untuk menyediakan infrastruktur diperlukan
untuk memberikan perawatan yang aman, kongruen secara
budaya, dan penuh kasih kepada klien yang dirawat.
Saya ketika sedang praktik klinik mungkin saya selalu
memberikan pelayanan yang aman dan sepenuh hati kepada
klien, namun terkadang saya tidak mengevaluasi dan memenuhi
kebutuhan klien sesuai budaya, karena saya yang memang kurang
pahan dengan kebudayaan klien serta kemampuan saya yang
terbatas.
f. Standard 6 : Patient Advocacy and Empowerment
Perawat harus mengenali pengaruh kebijakan perawatan
kesehatan, sistem pengiriman dan sumber daya pasien mereka,
dan harus memberdayakan dan mengadvokasi pasien. Perawat
memahami bahwa semua pasien menikmati hak sosial dan
budaya yang diperlukan untuk martabat. Perawat berfungsi
sebagai pembela pasien dengan menyediakan atau memfasilitasi
suara untuk kebutuhan dan kekhawatiran pasien mereka.
Dalam hal ini saya memang tidak melakukan atau mengenali
kebijakan karena kekurang pahaman saya dan saya secara pribadi
belum dapat mengadvokasi dan memberdayakan pasien secara
maksimal, sehingga saya harus perlu belajar dan meningkatkan
kompetensi saya. Dalam hal ini juga memastikan pasien atau
keluarganya keluhan disalurkan ke sumber yang tepat sehingga
dapat ditanggapi dan ditangani dengan cepat dan bertanggung
jawab, seperti pasien memerluh sesuatu saya akan dengan siap
membantu.
g. Standard 7 : Multicultural Workforce
Perawat perlu menyadari pentingnya angkatan kerja yang
semakin beragam sebagai satu kesatuan cara menangani
perawatan yang kompeten secara budaya. Seiring dengan
bertambahnya populasi kita beragam, begitu pula tenaga kerja
kita harus berusaha untuk mencerminkan perubahan demografis
ini.
Hal ini merupakan salah satu yang penting dalam bekerja atau
melakukan praktik klinik, saya pribadi sudah sering bertemu
dengan berbagai teman ketika praktik klinik yang berbeda – beda,
sehingga tidak sulit bagi saya untuk berkerja secara multi kultur
selama tidak menganggu.
h. Standard 8 : Education and Training in Culturally Competent
Care
Setiap perawat harus dapat pendidikan untuk perawatan yang
kompeten secara budaya mencakup pengetahuan tentang nilai-
nilai budaya, keyakinan, dan praktik perawatan kesehatan
individu dan / atau kelompok yang mereka berikan peduli. Secara
khusus, perawat harus siap melakukan penilaian kesehatan
budaya dan selanjutnya memberikan perawatan kesehatan yang
optimal dan spesifik budaya untuk individu, sebagai ditentukan
oleh kondisi dan kebutuhan perawatan kesehatan mereka.
Dalam hal edukasi terkait kompetensi perawatan budaya, salah
satu yang dilakukan institusi pendidikan adalah dengan
memberikan mata kuliah Peka Budaya, hal ini menurut saya
sangat bagus karena kita dapat mempelajari dan mengenal budaya
baik secara lokal maupun internasional yang memungkinkan
untuk meningkatkan kompetensi budaya.
i. Standard 9 : Cross Cultural Communication
Seorang perawat harus bisa memberikan komunikasi secara
terapeutik kepada klien. Perawat harus menggunakan
keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal yang kompeten
secara budaya untuk mengidentifikasi nilai-nilai klien, keyakinan,
praktik, persepsi, dan kebutuhan perawatan kesehatan yang unik.
Komunikasi budaya yang efektif menunjukkan rasa hormat,
martabat, dan pelestarian hak asasi Manusia. Kegagalan dalam
komunikasi dapat dengan mudah diartikan sebagai bias, stereotip,
atau prasangka dan selanjutnya mempengaruhi kualitas
perawatan.
Salah satu pengalaman saya adalah keterbatasan dalam
komunikasi akibat perbedaan bahasa sehingga interaksi yang
dilakukan berkurang, hal ini memang salah satu standar yang
penting yang dikuasi khususnya jika kita berada di wilayah atau
daerah tertentu, harapannya jika kita tentang bahasa diwilayah
tersebut kita dapat berkomunikasi dengan tepat.
j. Standard 10 : Cross Cultural Leadership
Sebagai seorang perawat harus memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi individu, kelompok dan sistem untuk
mencapainya hasil positif dari perawatan yang kompeten secara
budaya untuk populasi yang beragam. Kepemimpinan
keperawatan yang kompeten secara budaya mendorong
perubahan dalam diri sendiri, orang lain profesional dan
organisasi untuk mencapai hasil kesehatan yang positif.
Kepemimpinan lintas budaya membutuhkan kesadaran diri dan
refleksi diri, kepekaan terhadap perbedaan budaya, dan
kemampuan beradaptasi dengan berbagai konteks perawatan.
Dalam hal ini mungkin saya belum optimal ketika merawat
pasien kita harus bisa memberikan edukasi dan pengarahan bagi
pasien tentang kondisi dan perawatannya tetapi tetap
memperhatikan budaya klien, disini sebagai perawat harus
menunjukan kesadaran kita tentang budaya, sehingga saya perlu
untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dalam
kompetensi budaya.
k. Standard 11 : Policy Developmenti
Kompetensi budaya membutuhkan pendekatan multi-level
dengan penilaian dan intervensi dibutuhkan di tingkat individu,
organisasi, kelompok, dan masyarakat. Perawat harus memiliki
kemampuan untuk bekerja dengan pemerintah, swasra, kelompok
yang berbeda dan organisasi lainnya untuk menetapkan kebijakan
terkait perawatan yang berbasis kompetensi budaya.
Hal ini sama sekali tidak saya alami dan tidak saya aplikasi dalam
menunjang pelayanan, namun saya tetap mendukung apapun
kebijakan yang dilakukan dalam melakukan perawatan kepada
pasien yang berbasisi kompetensi budaya.
l. Standard 12 : Evidence-Based Practice and Research
Dalam hal ini perawat harus mendasarkan praktik pada intervensi
yang telah diuji secara sistematis dan terbukti paling efektif untuk
populasi dengan keragaman budaya yang mereka miliki.
Intervensi yang diberikan berbasis bukti penelitian sehingga
dapat dilakukan oleh perawat.
Selama ini saya hampir tidak perna melakukan tindakan atau
intervensi berdasarkan pada Evidence-Based Practice and
Research melalui jurnal – jurnal atau praktik karena saya
mengikuti tindakan yang sudah ada di ruangan saja, tetapi selama
perkuliahan saya selalu mendapatkan banyak pengetahuan dari
jurnal dan artikel yang di presentasikan teman – teman.

4. Analysis
Menurut saya pada 12 Standards of Practice for Culturally Competent
Nursing Care merupakan sesuatu yang harus di lakukan kepeda klien
untuk meningkatkan asuhan keperawatan, selain itu juga sebagai seorang
perawat nantinya saya dituntut untuk dapat kompetensi kultur dalam
memberikan asuhan keperawatan. Hal ini sejalan dengan padangan
Novieastari, Gunawijaya & Indracahyani (2018), yang mengungkapkan
bahwa Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang perawat
adalah kompetensi kultural. Seorang perawat yang memiliki kompetensi
kultural akan mempedulikan dan peka terhadap kebutuhan budaya pasien
yang menerima asuhan keperawatan. Pada saat ini, kompetensi kultural
perawat di Indonesia masih belum menjadi perhatian, mayoritas perawat
belum dipersiapkan kompetensi kulturalnya selama proses pendidikan.
Hal yang menurut saya sering terjadi masalah di lapangan karena
kurangnya kompetensi kultural perawat dapat berakibat pada banyaknya
masalah dalam berinteraksi antara pasien dan perawat. Pengalaman saya
pribadi yang pada awalnya memang binggung dan tidak tahu dengan
salah satu masalah bahasa, kebanyakan klien yang saya menggunakan
bahasa jawa kromo sehingga saya beberapa kali sulit untuk berinteraksi.
Menurut Loftin, Hartin, Branson & Reyes (2013), Cultural Competence
telah didefinisikan dalam berbagai macam cara tetapi biasanya dipahami
sebagai seseorang yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang diperlukan untuk memberikan kualitas merawat klien yang beragam
dengan kata lain, kapasitas untuk memberikan perawatan yang sesuai
dengan budaya. Hal ini melibatkan emosi dan juga perilaku yang
dilakukannya melalui pengalaman-pengalaman langsungnya dengan
situasi dan budaya tertentu seperti belajar bahasa, kebiasaan, dan
memahami nilai-nilai yang ada dalam budaya tersebut.
Hal ini menujukan bahwa 12 Standards of Practice for Culturally
Competent Nursing Care diperlukan karena membantu perawat dalam
memahami dan mengahargai kultur dari klien, sehingga nantinya sebagai
perawat dapat menawarkan pelayanan terbaik kepada setiap pasien
sehingga mengarah pada kepuasan dan kepedulian yang tinggi di sisi
pasien. Tanpa kompetensi budaya mungkin kita akan sulit berinteraksi
dan layanan yang dapat ditawarkannya tidak sepenuhnya. Hal ini
ditunjang dengan latar belakang dan pengetahuan yang kuat tentang
kompetensi budaya mencegah perawat kesehatan profesional memiliki
stereotip dan tidak culture shook.

5. Conclusion
Berdasarkan pemaparan dan penjelasan maka dapat di simpulkan bahwa
12 standar ini dapat berfungsi sebagai panduan dan sumber daya untuk
perawat dalam praktik dan memberikan asuhan keperawatan yang
komperensif kepada klien dengan menekankan Cultural Competence
sebagai prioritas perawatan bagi klien yang dirawat. Kebutuhan akan
perawatan kesehatan yang kompeten secara budaya telah menjadi
perhatian bagi perawat. Pada 12 standar dalam Cultural Competence
diharapkan dapat mempersiapkan perawat untuk berempati, lebih
berhubungan dengan pasien, dan lebih memperhatikan kebutuhan klien
yang di rawat. Seorang perawat dituntut untuk memiliki kompetensi
kultural sehingga memiliki kepekaan terhadap kebutuhan budaya pasien.
Sehingga kedepannya seorang perawat yang memiliki kompetensi
kultural diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih
bermakna bagi kehidupan pasien yang berasal dari beragam kebudayaan
dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan pendekatan budaya yang diberikan oleh perawat kepada klien
yang dirawat. Perlu dingat bahwa setiap manusia itu unik dan budaya
serta keyakinan merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang
sehingga harus saya hormati.

6. Action plan
Dalam hal Cultural competence di terapkan atau digunakan ketika dalam
memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan di tempat kerja,
harapannya agar dapat terjalin hubungan yang baik berdasarkan latar
belakang budaya klien. Maka kedepannya saya harapkan untuk dapat
meningkatkan Cultural competence dengan 12 standar yang ada. Hal –
hal yang akan saya lakukan adalah dengan mengoptimalkan standar –
standar yang belum secara optimal saya lakukan, selain itu juga saya
akan melakukan pengkayaan diri terkait bagaimana kultur dan kebiasaan
yang mungkin sering saya jumpai dilangan, disisi lain saya juga harus
membaca atau menambah wawasan tentang apa saja yang yang
diharapkan pasien yang sesuai dengan budaya yang dimiliki, serta yang
paling penting adalah saya akan berusaha menghormati dan menghargai
setiap budaya dan kerpercayaan klien agar dapat tercipta suatu hubungan
yang harmonis diantara perbedaan yang ada.
B. Bagaimana anda menyiapkan diri untuk mampu memiliki Cultural
Competence terhadap tuntutan kesehatan secara global ?
1. Description
Cultural Competence atau kompetensi kultur merupakan suatu
kemampuan untuk merawat pasien secara peka budaya dan cara yang
sesuai dengan kebudayaan pasien. Kemampuan memberikan asuhan
keperawatan secara peka budaya merupakan salah satu kompetensi yang
wajib dimiliki oleh seluruh perawat yang merawat klien sehingga
perawat tahu dengan latar belakang budaya klien.
Dalam hal ini dengan perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan ini
nantinya akan mendorong sehingga pemberi asuhan keperawatan untuk
optimal, sehingga mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk
kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu
yang mungkin kembali lagi.
Seorang perawat juga dituntut untuk bisa menghadapi perbedaan budaya
dalam asuhan keperawatan dengan menyiapkan diri untuk mampu
memiliki Cultural Competence terhadap tuntutan kesehatan secara
global, dengan ditunjang pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
mengimplementasikan asuhan keperawatan yang peka budaya, sehingga
asuhan keperawatan dapat tercipta sesuai harapan dan kebutuhan klien.

2. Feelings
Dalam hal ini tentu saja harus dilakukan oleh setiap perawat untuk
menyiapkan diri untuk Cultural Competence, khususnya saya sebagai
perawat yang nantinya akan memberikan asuhan keperawatan maka saya
harus menyiapkan diri untuk mampu memiliki Cultural Competence. Di
sisi lain ada perasaan takut dan tetapi ada perasaan cukup senang karena
hal ini wajib saya lakukan, dimana saya harus menyiapkan diri untuk
menghadapi tuntutan kesehatan secara global terkait memahami budaya
dan kepercayaan klien yang di rawat. Berbicara mengenai perasaan,
pastinya diantara sisi takut, perasaan saya lainnya yaitu siap untuk
menghadapi berbagai kultur dalam memberikan asuhan keperawatan,
sehingga saya perlu meningkatkan kemampuan kultur saya.

3. Evaluation
Berdasarkan yang saya alami mungkin saya tidak terlalu memperispkan
diri untuk Cultural Competence, namun saya belajar bahwa untuk
menjadi perawat saya harus menunjukkan kompetensi kultul saya seperti
agar dapat di terima oleh pasien seperti berbicara dalam istilah yang
mudah diikuti dan dipahami oleh pasien, tidak menilai atau mengabaikan
keyakinan dan latar belakang agama pasien, tetapi mendorong mereka
untuk melakukan yang terbaik bagi mereka, berempati dengan pasien
setiap saat. Dan pastinya menghargai setaip kebaragaman. Saya juga
menyadari bahwa terkadang saya kurang dalam Cultural awarenes,
sehingga saya perlu lebih lagi menyiapkan diri dalam mengahdapi
tuntutan global yang ada. Kompetensi kultural ini proses yang terus
menerus perlu dilatih dan dikembangkan untuk saya, agar melakukan itu
saya mungkin perlu dilatih dan dipersiapkan agar memiliki pemahaman
yang baik tentang konsep kebudayaan dan kaitannya dengan kesehatan,
penyakit serta konsep keperawatan transkultural di samping konsep-
konsep yang berkaitan dengan asuhan keperawatan peka budaya.

4. Analysis
Cultural Competence berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil
suatu keputusan dan kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan
pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive). Dan hal ini
penting karena dengan kecerdasan budaya yang memfokuskan
pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan pada suatu
situasi tertentu. Implikasi dari kompetensi budaya adalah pemahaman
secara intensif terhadap kelompok tertentu.
Dalam hal ini yang perlu saya persiapkan seperti Pertama, Cultural
awarenes yang mana seseorang memiliki kemampuan untuk melihat ke
luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan
budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal
tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak
lazin atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh karena itu perlu
untuk memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari
kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk menghormatinya.
Kedua, Culture Assessment hal ini bertujuan untuk memperoleh data
terkait keyakinan, nilai, dan praktik yang ada penting untuk perawatan
pasien, sehingga dari penialain itu membuat mungkin budaya pasien bisa
diterima bersama dalam rencana perawatan yang relevan secara budaya
untuk setiap masalah kesehatan dari seorang pasien (Clarke, 2017) .
Ketiga, Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
praktik asuhan keperawatan peka budaya, dengan menghormati setiap
nilai dan keyakinan pasien.
Perawatan yang kompeten secara budaya adalah harus dapat menjamin
semua pasien atau konsumen menerima layanan dari semua tenaga
secara efektif, dapat dipahami, dan menghormati pasien dengan cara-cara
yang sesuai dengan keyakinan dan praktik kesehatan budayanya, serta
menggunakan bahasa yang dipahami pasien baik secara verbal maupun
non verbal. Hal ini tentunya berkaitan dengan upaya meningkatkan
kepuasan pasien terhadap layanan yang diberikan kepada mereka
(Novieastari, Gunawijaya & Indracahyani, 2018).

5. Conlusion
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat di simpulkan bahwa dalam
mempersiapkan diri untuk mampu memiliki cultural competence
terhadap tuntutan kesehatan secara global dimulai dari sendiri. Dalam
menjalankan praktik keperawatan berdasarkan cultural competence, saya
harus sadar dan tahu tentang budaya yang ada lingkungan sekitar saya.
Berikutnya Culture Assessment, kita harus tahu tentang dan menilai
keyakinan dan nilai-nlai serta budaya klien sehingga kita paham jika
memang intervensi yang berbasis budaya dapat dimasukan dalam
perencanaan. Serta yang perlu saya perhatikan adalah bagaimana
pengetahuan, sikap dan keterampilan praktik cultural competence pada
akhirnya agar dapat menghargai keragaman untuk kekayaan dan
kreativitas yang dibawah oleh setiap pasien yang dirawat. Dalam hal ini
dengan cultural competence, maka saya akan tahu tentang latar belakang
dan budaya pasien sehingga nantinya pelayanan yang diberikan sesuai
kebutuhan pasien tanpa mengesampingkan nilai (Value) dan keyakinan
pada pasien.

6. Action Plan
Saya berharap langkah kedepannya saya lebih dapat menyiapkan diri
untuk mampu memiliki Cultural Competence terhadap tuntutan
kesehatan secara global, sehingga nantinya pelayanan asuhan
keperawatan yang saya berikan berbasis peka budaya. Maka untuk
mewujudkan itu saya perlu diantaranya pengetahuan dan kesadaran
tentang budaya yang ada disekitar dan juga pasienya tidak menolak
budaya dari luar yang baik. Selain itu pastinya dalam memberikan
pelayanan tidak terlepas dari beragam pasien yang ditemui, sehingga
perlu yang namanya mempelajari dan menambah wawasan berbagai
macam kultur di sekitar dan mungkin membaca referensi atau belajar
dari orang lain tentang budaya yang mereka miliki untuk memperkaya
diri dengan kultur – kultur yang ada.

Anda mungkin juga menyukai