Anda di halaman 1dari 19

PENUGASAN ANALISIS PATOFLOW

KEGAWATAN STROKE HEMORAGIK

Disusun Oleh :

Ganes Irawati. H 201943019


Hendrikus Reyaan 201943021
Priscila Ika. P 201943036
Wilhemus Jefry. A. W 201943042

PROGRAM STUDI TRANSFER SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi salah satu
penyebab utama kematian di Indonesia. Menurut Merritt’s (2010) dalam
Hartono, Puspitasari dan Adam (2019), stroke merupakan suatu penyakit
yang sebagian besar gejala klinisnya berkembang dengan cepat dan mampu
mengganggu fungsi otak, berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat
menyebabkan kematian. Pavan, dkk (2012) dalam Pujiastuti (2017)
mengungkapkan jika selain kematian, stroke juga dapat meninggalkan gejala
sisa seperti kecacatan fisik dan gangguan mental seperti Demensia ataupun
depresi.

Stroke dibedakan menjadi 2, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.


Menurut Suhana (2012) dalam Pujiastuti (2017), sebagian besar stroke
disebabkan oleh adanya penyumbatan mendadak di arteri yang menuju ke
otak. Hal ini disebut dengan stroke iskemik. Sedangkan jika terjadi
perdarahan di dalam jaringan otak akibat adanya pecahan pembuluh darah,
maka disebut stroke hemoragik. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh
darah pecah dan terjadi perdarahan pembuluh darah di permukaan kepala
masuk ke daerah antara otak dan tengkorak.

Intracerebral Hemorrhage (ICH) merupakan subtype stroke kedua yang


paling sering terjadi dan biasanya menyebabkan kecacatan berat atau
kematian (Hartono, dkk, 2019). ICH lebih sering terjadi pada orang Asia,
usia lanjut, berjenis kelamin laki-laki, dan Negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Tingkat kematian pada kasus ini cukup tinggi dengan
presentase 40% pada 1 bulan dan 54% pada 1 tahun, dan hanya 12% hingga
39% yang selamat dan mampu mencapai kemandirian fungsional jangka
panjang. Orang berisiko terkena ICH antara lain orang dengan riwayat
hipertensi, merokok, mengkonsumsi alcohol berlebihan, hipokolesterolemia

1
dan obat-obatan. Usia tua, jenis kelamin laki-laki, etnis Asia, penyakit ginjal
kronis, angiopati amyloid serebral (CAA), dan microbleeds serebral (CMB)
meningkatkan risiko terjadinya ICH pada seseorang. Presentasi klinis
bervariasi sesuai dengan ukuran dan lokasi hematoma, dan ekstensi
perdarahan intraventricular.

Menurut Hartono dkk (2019), angka kejadian ICH meningkat dengan


bertambahnya usia. Data Riskesdas 2013 prevalensi stroke nasional 12,1 per
mil, sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi stroke 10,9 per mil, tertinggi
di Provinsi Kalimantan Timur (14,7 per mil), terendah di Provinsi Papua
(4,1 per mil).

Jenis stroke yang berbeda akan merujuk pada penanganan yang berbeda.
Penanganan stroke yang tepat dapat dilakukan dengan melakukan
pengkajian awal yang tepat. Kalra (2003) dalam Pujiastuti (2017)
mengatakan, dengan mengetahui jenis strokenya, pasien dapat mendapatkan
penanganan yang tepat untuk mempertahankan fungsi otaknya. Penanganan
yang tidak cepat dan tepat dapat semakin memperburuk kondisi pasien
terlebih pada kasus emergensi / kegawatan. Oleh karena itu kita sebagai
tenaga kesehatan terutama keperawatan perlu memahami bagaimana
patofisiologi dari stroke sehingga kita mampu memberikan tindakan yang
tepat pada kasus kegawatan stroke hemoragik.

Maka berdasarkan latar belakang di atas kelompok akan membahas terkait


dengan stroke hemiragik dalam bentuk patoflowdiagram kegawatan stroke
hemoragik.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran dan konsep kegawatdaruratan stroke hemoragik ?

2
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran dan konsep kegawatdaruratan stroke hemoragik
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tanda gejala klinis kegawatdaruratan stroke hemoragik
b. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada kegawatdaruratan
stroke hemoragik
c. Mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada kegawatdarurat
stroke hemoragik

3
B
Hiperet AB II
 Perdarahan
PATOFLOWDIA akibat tumor
GRAM STROKE otak
 Penyaki
HEMORAGIK
t
perdara
Aneurisme
han
sistemik
termasu
k terapi
antikoa
gulan
 Trauma/cedera
pada kepala
Visko TI Perdarahan
sitas Arakhnoid dinding arteri
darah
K
Peningkatan Tekanan Intravaskuler Ruptur aneurism
Hematoma Cerebral
He
Pembuluh darah Cerebral Pecah STOKE HEMORAGIK
rni

Pemeriksaan Penunjang asi


Perdarahan intra serebri Peradrahan Subarakhnoid

Se
Dara Pecahny
h a
reb anurism
m
e e
m ral Kejang
a
s
u ngkat
k
i
j
a
r Vasop
i
n pembu
g
a
n

Pening

katan
u a r cere n
n h u bral
a n
n k c
e adek e
a. Computerized s r
u o P e
Tomography (CT) p t e b
l a r emi r
Scan a k f a
b. Magnetic Resonance i infa
m u l
d e s
Imaging (MRI) i jari
Pe a n
c. Carotid
nur r u nga Penurunan perfusi
jaringan cerebral
Doppler
Gangg
ultrasound B
r Disfun Disf
d. EKG
talamu a gsi u
e. ECG i ota n
serebru n k g
s glo s
serebel t bal i
e
m o
r
a
k

l
o
k
a
l
Gangguan fungsi Disfungsi orak
Disfungsi otak
talamus, serebrum dan Brainstem lokal
global
serebelum

Kehilangan Kontrol Gangguan


Nyeri kepala Penurunan volunter Hemisensori
Kesadaran

Hemiplegi
Depresi pusat Depresi pusat pernapasan Depresi saraf kardiovaskuler &
pencernaan hemiparesis

Respon Desaturasi oksigen Perubahan denyut


Hmbatan
Gantrointestinal jantung
Mobilitas
fisik
Perubahan pole napas menjadi Cepat Penurunan Cardiac
Mual, muntah Reflek
Output Disartria & mengunyah
disfasia menurun
Risiko Aspirasi Penurunan daya
Ganggguan Pola napas penciuman, Tersedak
Kerusakan pendegaran, pengecap,
komunikasi verbal penglihatan dan
Obstruksi
keseimbagan tubuh
jalan nafas
Kegagalan kardiovaskuler
& pernafasan
\ Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
KEMATIAN
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009).

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak


terkontrol di otak.Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik Jenis perdarahan (stroke
hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial
maupun subarakhnoid. (Gofir, di citasi oleh Erliyana, 2016).

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena Arterosklerosis dan


Hipertensi, keadaan inipada umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun,
sehingga menyebabkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, akibatnya otak akan membengkak. Jaringan otak
internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema, dan
kemungkinan herniase otak (Tyas, 2016).

B. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,
seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, dicitasi oleh Geofani 2017).
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum:
perdarahan intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA)
pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena
(MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat
tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk
terapi antikoagulan (Price, 2005).

C. Prosedur Diagnostik
Seseorang dapat didiagnosis mengalami kondisi ini biasanya karena gejala
khas serta telah dilakukannya pemeriksaan secara mendetail. Pemeriksaan
tersebut dapat berupa MRI atau CT scan yang berguna untuk memeriksa
kerusakan jaringan di otak, angiografi otak pun memiliki tujuan untuk
mengetahui perkembangan dari pendarahan yang disebabkan oleh kondisi
ini. Pemeriksaan cairan serebrospinal pun bisa saja dilakukan jika memang
CT scan atau MRI belum memadai.
1. Computerized Tomography Scan
Untuk menentukan perdarahan atau penyumbatan atau massa di
dalam otak. Di samping itu juga bisa untuk menentukan lokasi dan
ukuran lesi.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat memberikan hasil gambar yang lebih detail dibanding CT
Scan, tetapi waktu yang dibutuhkan lebih lama. Selain itu biaya
juga lebih mahal
3. Carotid Doppler ultrasound
Untuk melihat apakah ada penyempitan atau penurunan alirah
darah, terutama pada arteri carotis.
4. EKG
Untuk mengevaluasi fungsi jantung sehingga dapat diketahui
apakah ada gangguan pada jantung yang dapat merupakan sumber
emboli.
5. Angiogram
Angiogram digunakan untuk membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi / ruptur.
6. EEG (Electro ensefalography
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dengan
melihat gelombang pada otak
7. Tes darah
Darah rutin, sedimentation rate, dan C-reactive protein dapat
diusulkan. Kadar elektrolit atau fungsi ginjal juga dapat
dipertimbangkan.

D. Klasifikasi / Perbedaan
Menurut Wijaya & Putri (2013) berdasarkan kelainan patologis, secara
garis besar stroke hemoragik dibagi dalam 2 perdarahan otak, yaitu :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intrasebral ialah keadaan pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak, jika
peningkatan TIK terjadi secara cepat dapat mengakibatkan
kematian mendadak akibat herniasi otak.
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid ialah keadaan pecahnya arteri dan
keluarnya darah ke ruang subaraknoid yang menyebabkan TIK
meningkat secara mendadak, menurunnya respon terhadap nyeri
dan vasospasme pembuluh darah cerebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan sensorik, afasia dll)
3. Perdarahan Intraventricular
Perdarahan Intravasculer merupakan perdarahan spontan yang
terjadi di dalam sistem ventrikel, 30-45% sering berhubungan
dengan perdarahan intraserebral (PIS).
E. Patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari
seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan
70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi
iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi
gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih
dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi
kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu
lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013)

Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan


dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke
otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan
mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan
mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika
terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013)

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). (Nugroho, 2016).
Umumnya perdarahan pada otak disebabkan oleh hipertensi pembuluh
darah. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan
setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan terjadinya destruksi massa otak,
peningkatan TIK dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Batticaca, 2008).

Sirkulasi serebral yang terhambat dapat berkembang menjadi anoksia


cerebral, selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan TIK dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan periode iskemik akibat menurnnya
tekanan perfusi menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang
otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak (Muttaqin, 2008).

F. Manifestasi Klinik
Mengenali tanda-tanda stroke merupakan hal penting, karena
kemungkinan seseorang untuk bertahan dari serangan stroke lebih tinggi
jika segera ditangani oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah gejala stroke:
1. Kelemahan tiba-tiba pada wajah, lengan, atau tungkai salah satu
sisi tubuh
2. Mati rasa pada wajah, lengan atau tungkai salah satu sisi tubuh
3. Kesulitan berbicara (Disartria), memahami pembicaraan (Afasia)
4. Kesulitan menelan (Disfagia)
5. Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata (Diplopia),
kehilangan penglihatan setengah dari bidang visual satu atau kedua
mata (hemianopia atau buta mendadak)
6. Kesulitan berjalan, pusing berputar (Vertigo), hilang keseimbangan
(Ataksia)
7. Sakit kepala berat mendadak tanpa penyebab jelas
8. Hilang kesadaran atau pingsan secara mendadak
9. Kejang
10. Leher kaku
11. Mual dan muntah
12. Pernapasan tidak teratur

G. Kondisi Kegawatan Yang Mengancam Nyawa Dan Diagnosa


Keperawatan
1. Peningkatan TIK
2. Gangguan pernapasan, air way dan desaturasi
3. Penurunan kesadaran atau GCS < 8
4. Hipertensi emergensi
5. Kejang
6. Tersedak / aspirasi

H. Intervensi Keperawatan
Menurut Wahyudi di citasi oleh Asyifaurrohman (2017), adapun intervensi
yang harus dilakukan adalah pada pasien dengan stroke hemoragik adalah:
1. Airway
Pastikan penanganan jalan nafas dengan teknik kontrol servikal
sehingga dapat memudahkan oksigen masuk ke paru-paru. Lakukan
posisi head up < 30 derajat untuk mempermudah aliran masuk daln
keluar darah ke otak. Pada pasien dengan GCS < 8 maka harus
segera dipasang ETT.
2. Breathing
Pastikan asupan oksigen adekuat dengan mempertahankan
saturasai 95 – 100 %. Lihat perkembangan data apakah simestris
atau tidak, deviasi trakea, suara nafas tambahan, distensi vena
jugularis. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi melalui
SMRM ataupun SMNRM. Apabila pasien dilakukan pemasangan
ETT maka di anjurkan memakai ventilator mekanik.
3. Circulation
Kaji tekanan darah pasien, frekuensi nadi, suhu, dan adanya ciri-
ciri perdarahan. Pasang IV line 2 jarum besar. Pada kasus
peningkatan tekanan intrakranial , frekuensi nadi dan pernapasan
menurun, sedangkan tekanan darah dan suhu meningkat.
4. Disability
Menilai gangguan neruologis pada psien seperti tingkat kesadaran,
pupil, laserasi, muntah, nyeri kepala. Tingkat kesadaran biasanya
terjadi penurunan dari : sadar, gelisah, menjadi tidak sadarkan diri.
Penilaian kesadaran ini menggunakan nilai GCS. Pupil biasanya
mengalami masalah yaitu anisokor sebagai penanda adanya
herniasi otak. Muntah, dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada
pusat refleks muntah di medulla.

Penanganan Stroke Hemoragik bertujuan untuk mengendalikan perdarahan


dan mencegah terjadinya komplikasi:
1. Pengenalan tanda dan gejala dini prehospital stroke dapat disimpulkan
menjadi SEGERA KE RS:
a. SEnyum tidak semetris
b. GErakan tangan/kaki lumpuh
c. SuaRA pelo
d. KEbas atau baal sesisi tubuh atau di sekitar mulut
e. Rabun atau penglihatan ganda/hilang penglihatan tiba-tiba
f. Sempoyongan atau keseimbangan terganggu/kesadaran
menurun, muntah, sakit kepala).
2. Panggil ambulans gawat darurat
a. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam
pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan
stroke.
b. Semua tindakan dalam transportasi pasien hendaknya
berpedoman kepada protokol.
c. Staf ambulans berperan dalam menilai apakah pasien dicurigai
menglami stroke akut dengan mengevaluasi melalui metode
FAST atau CPSS atau SEGERA KE RS dan jika
pemeriksaannya positif, segera menghubungi petugas terkait di
rumah sakit terdekat.
3. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
a. Managemen air way dasar dan lanjutan (oksigenasi dengan
target Sao2 95 %, suctioning, membantu pernapasan).
b. Stabilisasi hemodinamik memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Pengendalian tekanan intrakranial (Manitol, furosemide jika
diperlukan).
d. Kolaborasi DPJP untuk pengendalian kejang, neuroprotektor,
antipiretik, analgetik, gastroprotektor, ventilasi mekanik,
penghentian pengencer darah, managemen gula darah,
pencegahan vasospasme, pemasangan IV line, NGT, DC.
e. Kolaborasi DPJP untuk managemen hipertensi: Nicardipin,
ARB, ACE-Inhibitor, Beta blocker, calcium antagonist.
f. Kolaborasi manajemen nutrisi.
g. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
h. Head up position 15-30 °
i. Kolaborasi untuk pemeriksaan penunjang head CT Scanning
( Door to CT Scan time 20 menit) sesegera mungkin (Golden
period 3 jam dari gejala di kenali) dan penunjang lain.
j. Kolaborasi DPJP: Konsultasi bedah untuk tindakan operatif
( craniotomi evakuasi hematom sesuai indikasi, craniotomi
dekompresi, VP shunt/ eksternal drainage).
k. Pengkajian komprehensif: keluhan utama, riwayat sakit dahulu
dan sekarang, onset kejadian, pemeriksaan fisik (Breath, blood,
brain, bladder, bowel, bone).
l. Hindari pemberian glukosa parenteral
m. Jangan menurunkan tekanan darah terlalu cepat (Target sistole
20-25% dari TD sebelumnya (PERDOSSI, 2007).
n. Persiapan pelayanan stroke komprehensif yaitu: IGD, Stroke
unit atau ICU
BAB IV
KESIMPULAN

Keberhasilan penanganan stroke sangat tergantung dari kecepatan, kecermatan


dan ketepatan terhadap penanganan awal. Keluarga sangat berperan penting dalam
menangani serangan stroke anggota keluarganya. Waktu emas (golden window)
dalam penanganan stroke adalah ± 3 jam, artinya dalam 3 jam awal setelah
mendapatkan serangan stroke, pasien harus segera mendapatkan terapi secara
komprehensif dan optimal. Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum
adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta
menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk
mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan
stroke secara dini yang dimulai dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat.
Salah satu cara yang mudah digunakan adalah metode FAST. Metode FAST,
yakni mengetahui adanya gejala gangguan pada otot wajah, kelemahan anggota
gerak dan adanya gangguan bicara, memberikan cara pengenalan gejala awal
stroke yang mudah untuk dimengerti dan diaplikasikan oleh masyarakat.
Kementrian kesehatan (2013), mengeluarkan alat penilaian yang kurang lebih
sama seperti pada metode FAST yaitu “SEGERA KE RS” yaitu: senyum yang
tidak asimetris, gerak anggota tubuh yang melema atau tidak dapat digerakkan
secara tiba-tiba, suara pelo, parau atau menghilang, kebas/baal, rabun atau
gangguan penglihatan, sempoyongan/ vertivo/ pusing berputar. Dengan ini
diharapkan masyarakat cepat dan tanggap akan adanya gejala stroke dan cepat
membawa penderita ke pusat rujukan terdekat atau segera menghubungi ambulans
sehingga segera mendapatkan pertolongan sesegera mungkin sesuai dengan
GOLD standar dan kondisi pasien, dengan penanganan cepat dan tepat tersebut
mampu menurunkan morbiditas, kecacatan, dan mortalitas pasien dengan stroke
haemoragic.
DAFTAR PUSTAKA

Asyifaurrohman, M. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik


Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral:Posisi Head Up 300
Di Ruang ICU PKUMuhammadiyah Gombong : Karya Tulis Ilmiah. Retrieved
from http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/667/1/MUHAMMAD
%20ASYIFAURROH MAN%20NIM.%20A01401998.pdf
Handayani, D., & Dominica, D. (2018). Gambaran Drug Related Problems (
DRP's) pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi dan Ilmu
Kefarmasian Indonesia Vol.5 No. 1 , 36-44.
Hartono, E., Puspitasari, M., & Adam, O. (2019). Gambaran Tekanan Darah pada
Pasien Stroke Hemoragik dengan Diabetes Melitus dan Non Diabetes
Melitus di Bagian Saraf Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Sinaps,
Vol.2 No.1 , 1-8.
KEMENKES, R. I. (2013). Pedoman Pengendalian Stroke. Jakarta: Direktur Jenderal
Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Retrieved from
http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/pedoman-pengendalian-stroke/
Nugroho T.P. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta :
Nuha Medika
Lisiswanti, R., & Putra, F. I. (2016). Multi Media Campaign Akronim F.A.S.T
dalam Mengurangi Mortalitas dan Morbiditas Kegawatdaruratan
Penyakit Stroke. Majority Vol. 5 No. 1 , 43-47.
Pujiastuti, D. (2017). Pentingnya Siriraj Stroke Score di Area Keperawatan Gawat
Darurat. Jurnal Kesehatan, Vol. 5, No. 1 , 8-14.
Qurbany, Z. T., & Wibowo, A. (2016). Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II.
J Medula Unila Vol. 5 No. 2 , 114-118.
RI, P. K. (2019, Oktober 29). Hari Stroke Sedunia 2019 : Otak Sehat, SDM
Unggul. Retrieved Desember 20, 2020, from Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/hari-
stroke- sedunia-2019-otak-sehat-sdm-unggul
Setianingsih, Darwati, L. E., & Prasetya, H. A. (2019). Studi Deskriptif Penanganan Pre-
Hospital Stroke. Jurnal Perawat Indonesia, 3, 55-64.
doi:http://dx.doi.org/10.32584/jpi.v3i1.225
Tyas, Marai Diah. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana.
Jakarta : KEMENKES RI
Wirawan, N., & Putra, I. K. (2013). Manajemen Prehospital Pada Stroke Akut. E-Jurnal
Medika Udayana, 2, 694-709.
doi:https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5117
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2.
Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai