Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS Tn A DENGAN DIAGNOSA

STROKE HEMORAGIK DIRUANGAN PERAWATAN


PALEM BLUD H. PADJONGA DAENG NGALLE

Disusun Oleh
Nama : Muh. Hidayat Kurniansyah
Nim : 17cp1006
Kelompok : 5

Preceptor

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

(Ramlah S.Kep, Ns) (Suardi, S.Kep.Ns,M.Kep)

KEPERAWATAN MEDIKA BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR
2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn A DENGAN STROKE
HEMORAGIK DIRUANGAN PERAWATAN PALEM
BLUD H. PADJONGA DAENG NGALLE

Disusun Oleh
Nama : Muh. Hidayat Kurniansyah
Nim : 17cp1006
Kelompok : 5

Preceptor

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

(Ramlah S.Kep, Ns) (Suardi, S.Kep.Ns,M.Kep)

KEPERAWATAN MEDIKA BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

I. Konsep Dasar Medis


A. Defenisi
Menurut (Darotin et al., 2017), stroke hemoragi adalah pendarahan di
dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cidera atau ruptur
spontan dari pembuluh darah. Ada empat kemungkinan dari stroke hemoragi
yaitu : subdural, ekstradural, subaraknoid, dan intraserebral. Ekstradural dan
subdural hemoragi biasanya merupakan hasil dari cidera kepala. Subaraknoid
dan perdarahan intraserebral biasanya terjadi secara spontan akibat pecahnya
aneurisma atau pembuluh darah kecil di otak .
Menurut (Handayani & Dominica, 2019), stroke hemoragi dapat
terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan stroke hemoragi adalah
pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cedera
atau ruptur spontan dari pembuluh darah di area intraserebrum (parenkim),
intraventrikel, dan perdarahan subraknoid.
B. Etiologi
Menurut (Tamburian et al., 2020), etiologi stroke hemoragi dapat
dibedakan menjadi :
1. Perdarahan intraserebral (20%)
a) Hipertensi
b) Malformasi arteri-vena
c) Angiopati amiloid
2. Perdarahan subaraknoid (5%)
a) Perdarahan spontan (non traumatik) akibat pecahnya aneurisma
saccular intracranial.

C. Klasifikasi
Pengklasifikasian stroke hemoragik adalah :
1. Perdarahan Intraserebral : Pecahnya pembuluh darah dan
darah masuk ke dalam jaringan yang menyebabkan sel-sel otak
mati sehingga berdampak pada kerja otak berhenti. Penyebab
tersering adalah Hipertensi
2. Perdarahan Subarachnoid : Pecahnya pembuluh darah yang
berdekatan dengan permukaan otak dan darah bocor di antara
otak dan tulang tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda,
tetapi biasanya karena pecahnya aneurisma

D. Manifestasi klinik
Gejala yang muncul karena serangan stroke hemoragik dapat berbeda-
beda, tergantung seberapa besar jaringan yang terganggu, lokasi, serta tingkat
keparahan perdarahan yang terjadi.
Gejala stroke hemoragik intraserebral (perdarahan otak), di antaranya
adalah:
1. Sakit kepala berat.
2. Mual dan muntah.
3. Penurunan kesadaran.
4. Kejang.
Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah lemah, kelumpuhan pada satu
sisi tubuh, gangguan berbicara, mata tidak dapat digerakkan menuju arah
tertentu, gangguan penglihatan, dan terlihat bingung.
Sementara itu, stroke hemoragik subarachnoid (perdarahan
subarachnoid) ditunjukkan dengan gejala awal berupa penglihatan ganda dan
sakit kepala yang terjadi tiba-tiba. Gejala tersebut terjadi sebelum pembuluh
darah pecah. Setelah pecahnya pembuluh darah, beberapa gejala yang dapat
muncul antara lain:
1. Nyeri di daerah wajah atau sekitar mata.
2. Penglihatan kabur.
3. Leher kaku.
4. Penurunan kesadaran.
Gejala pada perdarahan subarachnoid dapat memburuk dalam waktu
24 jam, di mana cairan serebrospinal mengiritasi selaput pelindung otak
(meningens) sehingga mengakibatkan gejala kaku leher, nyeri punggung,
pusing, serta dapat diikuti dengan muntah. Gejala perdarahan berat hingga
penurunan kesadaran dapat terjadi secara mendadak, sehingga penderita harus
segera dilarikan ke rumah sakit. Tidak jarang penderita menjadi koma atau
bahkan meninggal sebelum sampai di rumah sakit.

E. Patofisiologi
Stroke hemorrhagik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subaraknoid. Perdarahan Intraserebral, pada perdarahan
intraserebral, perdarahan masuk ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan oleh diathesis perdarahan dan
penggunaan antikoagulan seperti heparin, hipertensi kronis, serta aneurisma.
Masuknya darah ke dalam parenkim otak menyebabkan terjadinya penekanan
pada berbagai bagian otak seperti serebelum, batang otak, dan thalamus. Darah
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke
dalam ventrikel atau ke rongga subaraknoid yang akan bercampur dengan
cairan serebrospinal dan merangsang meningen. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang menimbulkan tanda dan gejala seperti
nyeri kepala hebat, papil edema, dan muntah proyektil. Perdarahan
Subaraknoid, lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia
basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering
meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-kadang ruptur ke dalam
ventrikel lateral lalu menyebar melalui sistem ventrikuler ke dalam rongga
subaraknoid. Adanya perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal.

F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh stroke hemoragik,
antara lain:
 Gangguan dalam proses berpikir dan mengingat.
 Kesulitan menelan, makan, dan minum.
 Masalah pada jantung.
 Kejang hingga kematian.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan, yang merupakan pemeriksaan yang paling cepat dan paling efektif,
untuk menentukan lokasi perdarahan otak yang terjadi.
2. MRI scan, yang dapat membantu dalam memberikan informasi mengenai
aliran darah ke otak.
3. Angiografi otak, yang dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan,
untuk mengetahui perkembangan perdarahan yang terjadi.
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal, yang dilakukan dengan mengambil
cairan dari area otak dan tulang belakang, dapat dilakukan jika hasil CT
scan atau MRI belum cukup untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan ini
sangat jarang dilakukan.

H. Penatalaksanaan
Terapi konservatif pada pasien perdarahan intraserebral adalah pasien
perdarahan intraserebral dengan perdarahan kecil (<10 cc) atau defisit
neurologi minimal, pasien perdarahan intraserebral dengan GCS <4; kecuali
pasien perdarahan serebellar disertai kompresi batang otak masih mungkin
untuk life saving. Terapi konservatif ini meliputi :
a. Terapi umum : menjaga dan mengevaluasi ABCD (Airway, Breathing,
Circulation, and Neurological Deficit).
b. Terapi khusus :
1) Hipertensi
Bila tekanan darah sistol > 220 diastol >140 mmHg, atau MAP
rerata >145 mmHg dapat diberikan antihipertensi parenteral dengan
nikardipin, diltiazem, atau labetalol. Bila tekanan darah sistol 180-220
mmHg atau diastol 105-140 mmHg atau MAP rerata 130 mmHg dapat
diberikan juga obat antihipertensi seperti di atas. Bila tekanan darah
sistol <180 mmHg diastol <105, tangguhkan pemberian antihipertensi.
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20-25%
dari MAP dalam 1 jam pertama.
2) Kejang
Pada status kejang; pada saat kejang diberikan injeksi
diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg diikuti fenitoin loading dose
15-20 mg/kg/menit dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit dan
diberikan dosis pemeliharaan 5 mg/kg/hari. Apabila kejang tidak
teratasi perlu dirawat di ICU.
3) Peningkatan tekanan intrakranial
Akibat penekanan massa hematom yang besar pada jaringan
otak yang berdekatan. Biasanya timbul dalam 48 jam pertama dan dapat
berlangsung dalam 2 mingu setelah perdarahan awal. Ditandai dengan
perburukan gejala neurologis dan gambaran CT Scan ulangan adanya
gambaran impending herniasi. Langkah- langkah yang dapat ditempuh
adalah :
a) Non medikamentosa :
 Posisi kepala da tubuh berbaring 20-30o
 Pemberian O2 dan membuat hiperventilasi (PaO2 30-35)
 Menghindari pemberian cairan glukosa/hipotonik
 Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
 Pemasangan urine kateter 6; Mencegah konstipasi
 Menurunkan metabolisme dengan membuat hipotermi.
b) Medikamentosa :
Obat hiperosmolar manitol dosis 0.25-1 g/kg bolus,
dilanjutkan dengan 0.25-0.5 g/kg diulang setiap 4-6 jam sekali.
Terapi operatif dilakukan pada kasus perdarahan
intraserebral cerebellar dengan diameter >3 cm dengan
perburukan klinis dan penekanan pada batang otak menyebabkan
hidrosephalus akibat obstruksi ventrikel IV; perdarahan
intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi
AV, atau angioma kavernosa, yang mempunyai harapan keluaran
yang baik dan lesi strukturalnya terjangkau; pasien usia muda
dengan perdarahan lobar sedang-besar yang memburuk.
Sedangkan penatalaksanaan untuk perdarahan subaraknoid biasanya
berupa medikamentosa seperti berikut :
a. Monitor dan kontrol tekanan darah untuk mencegah risiko
perdarahan ulang dan menjaga tekanan perfusi serebral. Tekanan
darah dipertahankan dengan MAP <110 mmHg atau tekanan darah
<160/90 mmHg.
b. Pemberian terapi dini antifibrinolitik jangka pendek yang
dikombinasi dengan terapi aneurisma, serta dilanjutkan dengan
upaya pencegahan hipovolemia dan vasospasme. Terapi
antifibrinolitik hanya diberikan pada kondisi tertentu, yaitu pada
penderita yang memiliki risiko rendah terjadinya vasospasme
sambil menunggu tindakan operasi.
c. Penatalaksanaan vasospasme serebral
1) Nimodipin (calcium channel blocker) oral 60 mg tiap 4 jam
dapat menurunkan outcome jelek pada kasus perdarahan
subaraknoid aneurisma. Obat ini diberikan selama 21 hari. Bila
terjadi hipotensi, maka dapat dilakukan penyesuaian dosis.
2) Memelihara sirkulasi volume darah normal dan menghindari
terjadinya hipovolemia.
3) Terapi triple H (Hipertensi, Hemodilusi, Hipervolemia).
 Mempertahankan cerebral venous pressure (CVP) pada
kisaran 10-12 mmHg dan hematokrit pada kisaran 30-35%.
 Mempertahankan tekanan darah sistolik pada kisaran 160-200
mmHg.
4) Angioplasty serebral dan/atau vasodilator intrakranial selektif
merupakan terapi alternatif.
d. Pemberian profilaksis antikejang dilakukan segera setelah periode
perdarahan. Profilaksis antikejang diberikan pada penderita dengan
resiko berupa riwayat kejang sebelumnya, perdarahan parenkim,
infark parenkim atau adanya aneurisma pada arteri serebri media.
e. Pencegahan hiponatremia
1) Pemberian cairan hipotonis dan cairan penarik cairan ke dalam
intravaskuler dalam jumlah besar hendaknya dihindari pada
kasus perdarahan subaraknoid.
2) Monitor status volume cairan penderita perdarahan subaraknoid
dengan menggubakan kombinasi central venous pressure,
pulmonary artery wedge pressure, keseimbangan cairan, serta
berat badan penderita. Cairan yang diberikan adalah cairan
isotonis.
3) Penggunaan fludrocortisones acetate dan salin hipertonis
ditujukan untuk mengkoreksi hiponatremia.
f. Mengurangi keluhan penderita dengan memberikan analgetik
adekuat, sedasi ringan dan pelunak feses.
I. Pathway
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian data dasar keperawatan
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa
lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan
aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal)
: biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma,
ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup
kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata
simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan
hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris)
: biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor,
palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata .
Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang
bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang
tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda
dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan
asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien
dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri
dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya
(+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya
pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada
saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke
bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim
(+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek
patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella
(+)).
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti
stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah.
Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau
pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk
ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar
leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR)
dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa
cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien
sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin,
INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis
yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT
bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa
menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
i. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
ii. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
iii. Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
iv. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Fokus Intervensi dan Rasional
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk  pupil
serebral  b.d aliran jam, diharapkan suplai aliran 2. Monitor tingkat kesadaran klien
darah ke otak darah keotak lancar dengan 3. Monitir tanda-tanda vital
terhambat. kriteria hasil: 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
 Nyeri kepala / vertigo 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
berkurang sampai de-ngan 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
hilang 7. Observasi kondisi fisik klien
 Berfungsinya saraf dengan Terapi oksigen
baik 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
 Tanda-tanda vital stabil 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
komunikasi verbal keperawatan selama  3 x 24 memahamkan informasi dari / ke klien
b.d penurunan jam, diharapkan klien mampu 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
sirkulasi ke otak untuk berkomunikasi lagi 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
dengan kriteria hasil: komunikasi dengan klien
 Dapat menjawab 4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pertanyaan yang diajukan 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi
perawat dengan klien
 Dapat mengerti dan 6. Programkan speech-language teraphy
memahami pesan-pesan 7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan
melalui gambar klien
 Dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
diri; keperawatan selama 3x 24 jam, 2. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandi,berpakaian, diharapkan kebutuhan mandiri makan, mandi, berpakaian dan toileting
makan, klien terpenuhi, dengan kriteria 3. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
hasil: mandiri
 Klien dapat makan dengan 4. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
bantuan orang lain / aktivitas normal sesuai kemampuannya
mandiri 5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan
 Klien dapat mandi de-ngan diri klien
bantuan orang lain
 Klien dapat memakai
pakaian dengan bantuan
orang lain / mandiri
 Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, ekstrimitas yang sehat
neurovas-kuler diharapkan klien dapat 2. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
melakukan pergerakan fisik parese / plegi dalam toleransi nyeri
dengan kriteria hasil : 3. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
 Tidak terjadi kontraktur mangurangi bengkak
otot dan footdrop 4. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan
 Pasien berpartisipasi dalam klien
program latihan 5. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang
 Pasien mencapai disarankan
keseimbangan saat duduk 6. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi

 Pasien mampu
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
integritas kulit b.d perawatan selama 3 x 24 jam, tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan
immobilisasi fisik diharapkan pasien mampu agar tidak terjadi luka tekan)
mengetahui dan  mengontrol 2. Berikan masase sederhana
resiko dengan kriteria hasil : 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Klien mampu menge-nali 4. Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
tanda dan gejala  adanya 5. Lakukan masase secara teratur
resiko luka tekan 6. Anjurkan klien untuk rileks selama masase
 Klien mampu berpartisi- 7. Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
pasi dalam pencegahan kerusakan kapiler
resiko luka tekan (masase 8. Evaluasi respon klien terhadap masase
sederhana, alih ba-ring, 9. Lakukan alih baring
manajemen nutrisi, 10. Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
manajemen tekanan). 11. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
mengurangi kekuatan geseran
12. Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
13. Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
14. Berikan manajemen nutrisi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi
16. Monitor intake nutrisi
17. Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
18. Berikan manajemen tekanan
19. Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
20. Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
21. Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
22. Monitor aktivitas dan mobilitas klien
23. Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan Aspiration Control Management :
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk
penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi dankemampuan menelan
kesadaran aspirasi pada pasien dengan 2. Pelihara jalan nafas
kriteria hasil : 3. Lakukan saction bila diperlukan
 Dapat bernafas dengan 4. Haluskan makanan yang akan diberikan
mudah,frekuensi 5. Haluskan obat sebelum pemberian
pernafasan normal
 Mampu
menelan,mengunyah tanpa
terjadi aspirasi
7 Resiko Injuri Setelah dilakukan tindakan Risk Control Injury
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, 1. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi trauma 2. Memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
kesadaran pada pasien dengan kriteria 3. Memberikan penerangan yang cukup
hasil: 4. Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
 Bebas dari cedera
 Mampu menjelaskan factor
resiko dari lingkungan dan
cara untuk mencegah
cedera
 Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
8 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status Management
efektif berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam, 1. Pertahankan jalan nafas yang paten
dengan penurunan diharapkan pola nafas pasien 2. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
kesadaran efektif dengan kriteria hasil : 3. Berikan terapi O2
 Menujukkan jalan nafas 4. Dengarkan adanya  kelainan suara tambahan
paten ( tidak merasa 5. Monitor vital sign
tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara
nafas tambahan
 Tanda-tanda vital dalam
batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H, N., & Hardhi, K. (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis &
NANDA NIC-NOC. MediAction Publishing.
Darotin, R., Nurdiana, & Nasution, T. H. (2017). Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke
Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr Soebandi Jember. NurseLine Journal, 2(2), 9.
Handayani, D., & Dominica, D. (2019). Gambaran Drug Related Problems (DRP’s) pada
Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik di RSUD Dr M
Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1), 36.
https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.36-44
Tamburian, A. G., Ratag, B. T., & Nelwan, J. E. (2020). Hubungan antara hipertensi, diabetes
melitus dan hiperkolesterolemia dengan kejadian stroke iskemik. Journal of Public
Health and Community Medicine, 1, 27–33.

Anda mungkin juga menyukai