Anda di halaman 1dari 47

1

SKRIPSI
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PELAKSANAAN
MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST OPERASI DI BLUD
RSUD H. PADJONGA DG. NGALLE
KABUPATEN TAKALAR

OLEH :

ISMA TIARA
17CP1020

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prosedur medis atau prosedur medis ialah demonstrasi terapi mengenakan

strategi menonjol, terhadap membuka atau menunjukkan sisi tubuh yang

dilaksanakan. Prosedur medis pada umumnya selesai dengan membuat

sayatan, setelah terapi terlihat, itu akan diperbaiki dengan menjahit luka dan

menutup (Sjamsuhidajat dan Jong 2016).

Mengingat informasi yang didapatkan, banyak pasien dengan prosedur

medis mencapai peningkatan yang sangat kritis dari satu tahun ke tahun

lainnya. Tercatat pada tahun 2018 terjadi kenaikan 148 juta individu (World

Healt Organization 2018).

Kegiatan di Indonesia tercatat sebanyak 1.2 juta orang dan dilihat 42%

diantaranya adalah prosedur medis laparoskopi (Kemenkes RI 2018).

Di Sulawesi selatan, Pembedahan, misalnya, kejadian hernia tercatat

frekuensinya akan meningkat setiap tahun dengan angka 473 kasus dengan

tingkat informasi Indonesia 0.3%. (Dinas Kesehatan Sul-Sel 2018)

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di RSUD H,Padjonga Dg Ngalle

Kabupaten Takalar pada tahun 2020 pasien post operasi sejumlah 909 dan

pada tahun 2021 sebanyak 427 pasien.

Perakitan awal adalah pekerjaan untuk mengarahkan kebebasan pasien

pada waktu yang tepat sesuai dengan kemampuan fisiologis. Efek tidak

melakukan aktivasi dini dapat dipengaruhi kerangka tubuh, seperti perubahan

pencernaan tubuh, terhambatnya kapasitas saluran cerna, perubahan sistem


3

pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan kerangka otot luar,

perubahan kulit, perubahan pembuangan, sifat canggung cairan dan

elektrolit. , kejengkelan dalam kebutuhan diet.

Keluarga merupakan suatu elemen yang memegang peranan penting dalam

persiapan awal orang dipandang sebagai kaki tangan bagi petugas untuk

mengefektifkan pertimbangan orang. Gagasan yang dilandasi upaya bersama

keluarga dan penolong adalah bekerja sama dengan keluarga agar dapat secara

efektif dikaitkan dengan asuhan keperawatan pasien di klinik gawat darurat

dan mengaktifkan kapasitas keluarga baik dari segi informasi, kemampuan

dan perspektif dalam melakukan asuhan klinik medik.

Support keluarga perlu untuk inspirasi orang dari melakukan persiapan,

memang banyak keluarga yang gagal untuk benar-benar melihat bagaimana

menangani keluarga yang lemah. Oleh karenanya, tugas keluarga sangat

penting untuk menawarkan bantuan kepada orang agar terlepas dari infeksi

dan komplikasi yang bisa saja muncul habis operasi (Gottlieb dalam

Zainuddin, 2002). Support keluarga dicirikan sebagai pertolongan yang

diperuntukkan ke kerabat lain sehingga akan memberikan penghiburan fisik

dan mental kepada individu yang dihadapkan pada keadaan yang

mengecewakan. (Taylor, 2006).

Pada manusia pascaoperasi, persiapan yang lambat sangat berharga untuk

membantu siklus perbaikan pasien. Support keluarga sangat berguna supaya

orang terinspirasi dalam melakukan persiapan, memang berdasarkan laporan

primer di RSUD Dr, H, Bob Bazar, SKM Kalianda meminta perhatian bahwa

banyak keluarga gagal untuk benar-benar melihat bagaimana benar-benar


4

fokus pada keluarga yang terlantar. Motivasi di balik tinjauan ini adalah untuk

memutuskan hubungan antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan

perakitan dini pada pasien pasca operasi di Ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob

Bazar, SKM Kalianda Lampung Selatan, 2018. Eksplorasi ini merupakan

pemeriksaan korelasi yang jelas dengan Metodologi Cross Sectional, contoh

strategi yang digunakan adalah prosedur Purposive Sampling dengan jumlah

responden 83 orang. Pemeriksaan informasi menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga

dengan pelaksanaan aktivasi dini pada orang pasca operasi (p esteem = p =

0.003 serta 4.48. Klinik medis sebagai pemegang strategi harus memberi data

dan instruksi kepada kelompok pasien pasca operasi untuk menawarkan

bantuan pendidikan, dukungan instrumental, dukungan untuk dihargai, dan

bantuan penuh semangat untuk benar-benar fokus pada kerabat (Yudha, Fajar

2020).

Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

bagian atas keluarga dan beberapa kelompok yang berkumpul dan hidup

dalam satu tempat di bawah atap dalam kondisi pergaulan. Rekan atau

pasangan atau keluarga dapat dikaitkan dengan menunjukkan pertemuan atau

klarifikasi aktivasi awal untuk penyembuhan kaki tangan mereka (Bobak dkk,

2012). Dalam sebuah peneliatian di RS Anna Medika Bekasi sebanyak 50

orang sekian dari 31 orang yang mendapat dukungan dari pasangannya,

responden yang paling banyak melakukan persiapan dini adalah 29 orang

(93.5%), dan dari 19 orang yang tidak mendapatkan dukungan dari suami,

manusia yang paling banyak melakukan akad nikah dini adalah 11 orang
5

(57.9%). Bantuan yang diberikan oleh pasangan adalah jenis asosiasi sosial

dimana ada hubungan yang memberi dan mendapat bantuan yang tulus,

bantuan ini akan menempatkan orang-orang yang terlibat dalam kerangka

sosial yang dengan demikian akan benar-benar ingin memberikan cinta,

perhatian dan hubungan yang baik. . pada keluarga dan pasangan yang ramah

(Ermanto 2019).

Pasien dengan daerah pasca operasi sesar harus melakukan aktivasi dini

mengingat fakta bahwa persiapan dini bisa mempercepat perbaikan pasca

operasi dan mencegah kebingungan pasca operasi. Pelaksanaan aktivasi dini di

pasien pasca operasi caesar di Ruang Obstetri RS Raden Mattaher. Review ini

merupakan laporan kuantitatif dengan rancangan cross sectional dengan

contoh 35 responden, dari 18 dengan pekerjaan keluarga tidak berdaya 22.2%

manusia menyelesaikan aktivasi awal. Sementara itu, dari 17 makhluk hidup

dengan pekerjaan keluarga besar, 76.5% orang melakukan persiapan awal. Hal

ini cenderung terlihat bahwa pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi

pelaksanaan persiapan dini pasca tindakan medis sectio caesaria (Ruwayda

2015).

Pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi kondisi manusia, terutama

dalam membantu orang melakukan apa yang harus dilakukan dalam sistem

perbaikan pasca sectio caesaria, salah satunya adalah pelaksanaan persiapan

dini. Keluarga sangat persuasif dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien

pasca operasi sectio caesaria yang masih dalam keadaan tidak berdaya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud melaksanakan

uji dengan judul: hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan mobilisasi


6

dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kab,Takalar.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah

penelitian “hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H,Padjonga

Dg,Ngalle Kabupaten Takalar.”.

1.2.1 Pertanyaan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka

dirumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu:

1. Bagaimana dukungan keluarga pada pasien post operasi di BLUD

RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

2. Bagaimana pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi di

BLUD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

3. Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H.

Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan dukungan keluarga dengan

pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD

H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar.

1.3.2 Tujuan Khusus


7

1 Diketahuinya dukungan keluarga pada pasien post operasi di

BLUD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

2 Diketahuinya pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi

di BLUD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

3 Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H.

Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar?

1.4 Manfaat Penelitan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan adanya mobilisasi dini dapat menambah wawasan

pengetahuan yang berkaitan dengan mobilisasi dini pada pasien post

operasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Aspek Pelayanan

Diharapkan terhadap perawat sebagai edukator dapat

diterapkan standar operasional prosedur mobilisasi dini dengan

cara memberikan penyuluhan pra operasi sehingga pasien dapat

melaksanakan mobilisasi dini post operasi.

2. Aspek Peneliti

Penelitian ini adalah suatu peluang untuk seorang peneliti

agar teori agar didapatkan di bangku kuliah dapat diterapkan di

lapangan .
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Post Operasi

2.1.1 Definisi post operasi

Prosedur medis adalah kegiatan terapi yang menggunakan strategi

intrusif, dengan membuka atau menunjukkan bagian tubuh yang

ditangani. Pembukaan bagian tubuh yang dilakukan tindakan medis

pada umumnya diakhiri dengan membuat sayatan, setelah terlihat

terapi akan diperbaiki dengan menutup dan menjahit luka tersebut

(Sjamsuhidajat dan Jong 2016). Prosedur medis dilakukan untuk

menganalisis atau mengobati penyakit, ketidak mampuan atau cedera,

juga sebagai pengobatan kondisi yang tidak dapat disembuhkan

dengan tindakan dasar atau obat-obatan.

Pasca tindakan medis adalah periode setelah tindakan medis yang

dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan selesai

sampai dengan penilaian berikutnya (Oktavianingsih 2018). Tahap

pascaoperasi dimulai dengan perjalanan orang ke ruang pemulihan

atau ruang eskalasi dan diakhiri dengan penilaian apakah pertimbangan

pasien dilingkari kembali ke pertimbangan jangka panjang,

pertimbangan klinis, atau pertimbangan rumah.

8
9

2.1.2 Jenis-jenis operasi

a. Menurut (Potter, 2013) fungsinya (tujuannya), membagi menjadi:

1. Diagnostic: biopsy, laparatomi.

2. Kuratif (ablatif): tumor, appendiktomi

3. Reparatif: memperbaiki luka multiple

4. Rekonstruksi: mamoplasti, perbaikan wajah

5. Paliatif: melenyapkan nyeri

6. Transplantasi: penanaman organ tubuh supaya mengubah organ

atau struktuh yang masih berfungsi (cankok ginjal, kornea).

b. Menurut luas atau tingkat resiko

1. Mayor

Kegiatan yang mencakup organ tubuh yang luas dan

memiliki tingkat bahaya yang signifikan terhadap kehidupan

pelanggan.

2. Minor

Kegiatan yang melibatkan terbagi rendah organ tubuh dan

memiliki tingkat bahaya yang rendah terhadap kelangsungan

hidup klien.
10

2.1.1 Tahap-tahapan keperawatan perioperatif

Menurut (Anik 2014) tahap operasi Ini dipartisi menjadi tiga fase

keperawatan perioperatif termasuk tahap pra-kerja, tahap intra-usable

dan tahap pasca-penggunaan.

a. Tahap pre operatif

Tahap praoperasi adalah tahap utama pertimbangan

perioperatif yang dimulai saat pasien diizinkan masuk ke ruang

perjamuan pasien dan ditutup saat pasien dipindahkan ke meja

bedah untuk prosedur medis. Pada tahap ini tingkat latihan

keperawatan selama waktu ini mungkin mengingat membangun

evaluasi pasien pengukur untuk fasilitas atau pengaturan rumah,

pertemuan pra operasi dan pengaturan pasien untuk sedasi yang

diberikan pada jam prosedur medis.

b. Tahap intra operatif

Pertimbangan intraoperatif dimulai saat pasien dipindahkan

ke meja bedah dan selesai saat pasien dipindahkan ke wilayah

ruang pemulihan. Pada tahap ini, tingkat latihan keperawatan

mencakup pemasangan kateter IV, pengaturan obat intravena,

pemeriksaan kondisi fisiologis umum melalui metode kerja dan

menjaga kesehatan pasien. Misalnya, menawarkan bantuan mental

selama menerima obat penenang, bertindak sebagai petugas

scouring, atau membantu menempatkan pasien di meja bedah

dengan menggunakan standar keseimbangan tubuh.


11

c. Tahap post operatif

Tahap pasca-penggunaan adalah fase tingkat tinggi dari

pertimbangan pra-kerja dan intra-penggunaan yang dimulai ketika

pelanggan diizinkan masuk ke ruang pemulihan pasca-sedasi dan

diakhiri dengan penilaian berikutnya di fasilitas atau di rumah.

Pada tahap ini luasnya gerakan keperawatan mencakup lingkup

latihan yang luas selama periode ini. Pada tahap ini, titik fokus

penilaian mencakup dampak dari spesialis obat penenang dan

mengamati kapasitas penting dan mencegah keterjeratan, latihan

keperawatan kemudian, pada saat itu, berpusat pada bekerja pada

pemulihan yang tenang dan memberikan arahan, perawatan

lanjutan dan referensi yang signifikan untuk memperbaiki dan

restorasi dan rilis.

2.1.2 Komplikasi Post Operasi

Kerumitan pasca operasi menguras dengan tanda-tanda klinis,

khususnya rewel, perkembangan stabil, merasa kering, kulit dingin,

basah, pucat, detak jantung meningkat, suhu berkurang, pernapasan

cepat dan dalam, bibir konjungtiva pucat dan pasien lemah.

Setelah pasien menjalani prosedur medis, ada berbagai seluk-beluk

yang mungkin muncul yang dapat menimbulkan masalah baru bagi

pasien. Masalah yang sering ditemukan pasca operasi adalah masalah

aliran, masalah kemih, masalah luka, masalah gastrointestinal, dan

masalah keamanan dan kenyamanan. (Majid, 2013).


12

2.2 Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

2.2.1 Definisi Dukungan Keluarga

Keluarga adalah sekurang-kurangnya dua dari dua orang yang

dihubungkan oleh darah, perkawinan atau penerimaan dan mereka

hidup dalam satu keluarga, bekerja sama satu sama lain dan dalam

konflik tertentu mereka membuat dan mengikuti budaya (Friedman,

2010). Sedangkan menurut (Ali, 2010) keluarga adalah sekurang-

kurangnya dua orang yang bergabung sebagai akibat dari hubungan

darah, perkawinan, dan resepsi dalam satu keluarga, yang saling

berinteraksi dan membentuk serta memelihara suatu kebudayaan.

Dukungan keluarga adalah sikap, aktivitas, dan pengakuan

keluarga terhadap kerabatnya yang kuat yang secara konsisten siap

untuk memberikan bantuan dan bantuan jika diperlukan. Untuk situasi

ini penerima dukungan keluarga akan menyadari bahwa ada orang lain

yang fokus, menghargai dan mencintainya (Friedman, 2010) dukungan

keluarga adalah hubungan relasional yang berisi pengaturan bantuan

termasuk sudut pandang yang terdiri dari data, pertimbangan penuh

semangat, evaluasi dan bantuan. . Instrumen yang didapat pasien

berhubungan dengan iklim, di mana ia memiliki manfaat positif atau

dampak positif bagi penerimanya, sehingga dapat membantu pasien

mengatasi kekhawatirannya.

Dukungan keluarga adalah pengaturan perhatian, penghiburan,

kasih sayang, barang dagangan, data dan administrasi dari orang-orang

terdekat seperti pasangan/istri, wali, anak, dan orang terdekat lainnya


13

sehingga penerima bantuan merasa disayang dan dihargai (Mahmuda,

2012).

Dukungan keluarga menggambarkan sekelompok praktik

relasional, kualitas, latihan yang diidentifikasi dengan individu dalam

posisi dan keadaan tertentu. Dalam keluarga terdapat kerangka yang

memuat berbagai relasi yang bekerja secara menarik. Makna keluarga

menekankan bahwa perwujudan keluarga adalah hubungan yang

terjalin antara orang-orang yang menjadi bagian dalam keluarga.

Setiap individu dari keluarga diidentifikasi satu sama lain. Dalam

hubungan yang saling berkaitan ini, sangat mungkin diperoleh bahwa

jika sesuatu terjadi atau dapat dilakukan oleh satu kerabat, efeknya

akan mempengaruhi berbagai individu. (Arif, 2011).

2.2.2 Bentuk-bentuk dukungan keluarga

Menurut chaplan, (1976) dalam Ali (2009) bentuk dukungan

keluarga terdiri dari 4 macam yaitu:

1. Dukungan informasional

Kapasitas keluarga sebagai pengumpul dan desiminator

dalam data tentang dunia. Menggambarkan menawarkan

bimbingan, ide, data yang dapat digunakan untuk mengungkap

suatu masalah. Manfaat dari bantuan ini adalah dapat meredam

munculnya stressor karena data yang diberikan dapat menambah

ide-ide eksplisit bagi masyarakat. Bagian dari bantuan ini adalah

nasihat, ide, bimbingan dan data.


14

2. Dukungan penilaian

Keluarga berperan sebagai pemandu kritik dan menangani

pemikiran kritis sebagai sumber dan validator kepribadian kerabat

termasuk menawarkan bantuan, penghargaan, pertimbangan.

3. Dukungan instrumental

Keluarga adalah sumber bantuan yang wajar dan

substansial, termasuk: kesejahteraan pasien sejauh kebutuhan

makan dan minum, istirahat, menjauhkan pasien dari kelelahan.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang terlindung dan tenang untuk

istirahat dan penyembuhan serta membantu mengendalikan

perasaan. Bagian dari bantuan antusias menggabungkan bantuan

yang ditunjukkan sebagai kehangatan, kepercayaan, pertimbangan,

penyetelan, dan didengar.

2.2.3 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut (friedman, 2010) yaitu :

1. Fungsi efektif

Penggambaran keluarga dan pemenuhan kebutuhan

psikososial kerabat dalam memberikan pemujaan.

2. Fungsi sosialisasi

Koneksi atau koneksi dalam keluarga, bagaimana keluarga

belajar dalam disiplin, standar, budaya dan perilaku.

3. Fungsi ekonomi
15

Keluarga mengatasi masalah pakaian, makanan dan rumah

aman, keluarga mengeksploitasi aset yang ada secara lokal dengan

tujuan akhir untuk lebih mengembangkan status kesejahteraan

keluarga, hal-hal yang membantu keluarga adalah jumlah kerabat

yang sehat, kantor yang diklaim oleh keluarga untuk membantu

lingkungan terdekat. daerah.

2.2.4 Manfaat dukungan keluarga

Seperti yang ditunjukkan oleh (Friedman, 2010) bahwa dampak

bantalan (bantuan sosial melindungi orang dari dampak negatif

tekanan) dan dampak utama (bantuan sosial secara langsung

mempengaruhi hasil kesejahteraan) juga ditemukan. Sejujurnya,

dampak utama dan penyangga dari bantuan sosial pada kesejahteraan

dan kemakmuran dapat bekerja cukup yang telah ditunjukkan untuk

diidentifikasi dengan tingkat kematian, penyembuhan lebih mudah dari

penyakit, kapasitas intelektual, kesejahteraan fisik dan gairah.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut (Setiadi, 2008) fakor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga, yaitu:

1. Faktor internal

a. Tahap perkembangan

Dukungan tergantung pada usia. Artinya tumbuh kembang

dari bayi hingga lanjut usia dengan pemahaman dan respon

yang berbeda terhadap kesehatan.

b. Pendidikan atau tingkat pengetahuan


16

Keyakinan seseorang akan adanya dukungan dibentuk oleh

variabel interaksi yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

akademik, pengalaman masa lalu, keterampilan kognitif yang

membentuk pemikiran seseorang dalam kemampuan

memahami faktor penyebab penyakit yang diderita individu

dan pengetahuan tentang kesehatan. Untuk menjaga kesehatan

individu dan diri sendiri dalam memberikan dukungan.

c. Faktor emosi

Faktor emosional yang mempengaruhi keyakinan tentang

adanya dukungan dan implementasinya. Seseorang yang

mengalami reaksi stres terhadap perubahan hidup cenderung

bereaksi terhadap berbagai tanda penyakit dan khawatir bahwa

penyakit tersebut dapat mengancam hidupnya.

d. Spiritual

Sisi spiritual dapat dilihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupan yang dimulai dengan nilai dan keyakinan

yang dimiliki, hubungan dengan keluarga dan teman, serta

kemampuan mencari harapan dari makna hidup.

2. Faktor eksternal

a. Praktik dikeluarga

Cara keluarga dalam memberikan dukungan yang dapat

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan pengobatan.

Misalnya: klien akan melakukan tindakan pencegahan atau

pengobatan jika keluarganya memberikan perilaku yang sama.


17

b. Faktor sosial ekonom

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko

penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan

penyakit. Misalnya, stabilitas pernikahan, gaya hidup dan

lingkungan kerja. Secara umum, seseorang akan mencari

dukungan dan persetujuan dari kelompok sosial yang dapat

mempengaruhi kepercayaan pada kesehatan dan cara

perawatannya.

c. Latar belakang budaya

Latar blakang budaya mempengaruhi keyakinan, nila dari

kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk

dalam pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Mobilisasi Dini

2.3.1 Definisi Mobilisasi Dini

Mobilisasi adalah kemampuan individu dalam melakukan gerakan

secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan aktivitasnya

(Astriana 2019).

Mobilisasi dini merupakan suatu perawatan khusus yang diberikan

pasca tindakan medis seperti tindakan bedah. Tindakan yang dapat

dilakukan dengan memberi latihan ringan seperti mulai dari latihan

pernafasan hingga menggerakkan tungkai kaki yang dilakukan di

tempat tidur pasien, selanjutnya dengan mengajak pasien untuk mau


18

berjalan ke kamar mandi secara mandiri tanpa alat bantuan seperti

kursi roda (Reni Anggraeni 2018).

Mobilisasi dini memiliki peranan penting terutama dalam

mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya komplikasi. Mobilisasi dini

memiliki fungsi lain yaitu mengurangi aktivitas kerja mediator kimia

dan dapat mengurangi nyeri dari suatu transmisi saraf ke pusat.

(Nugroho, 2010).

2.3.2 Manfaat Mobilisasi Dini

Manfaat mobilisasi dini menurut (Mubarak W.L. 2015), antara lain:

1. Meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernafasan yaitu dapat

mencegah terjadi atelektase dan pneumonia hipotatis dan

meningkatkan kesadaran mental akibat dampak dari peningkatan

oksigen ke otak.

2. Meningkatkan sirkulasi peredaran darah.

Dengan menggerakkan semua sendi baik secara pasif

maupun aktif akan mencegah kekakuaan otot dan sendi sehingga

membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah (Rara

Wahdiana, Izma Daud and Universitas 2018).

3. Mempercepat proses penyembuhan luka.

Kemampuan bergerak adalah kebutuhan penting bagi

manusia. Bergerak menyebabkan tubuh berada dalam reaksi

anabolik yang tujuan akhirnya adalah regenerasi sel. Umumnya

aktifitas fisik yang tinggi diikuti daya regenerasi yang baik,


19

sehingga tubuh dapat berfungsi secara maksimal (Daulay et al.

2019).

4. Meningkatkan berkemih agar terhindar dari retensi urin

5. Meningkatkan metabolism seperti mempertahankan tonus otot dan

dapat mengembalikan keseimbangan nitrogen.

6. Meningkatkan peristaltic.

Anestesi juga merupakan suatu penyebab aktivitas usus

berhenti dikarenakan adanya agen anestesi yang dapat

menyebabkan pergerakan usus berhenti berakaktifitas dan suara

bising usus terdengar lemah bahkan hilang dimana fungsi dari

pergerakan usus bukan hanya untuk mendorong makanan menuju

ke anus untuk dikeluarkan namun saat usus beraktivitas, proses

penyerapan air dan zat-zat penting akan terjadi di usus shingga

aktivitas usus ini sangat penting (Windy Astuti Cahya Ningrum

2020).

2.3.3 Tujuan mobilisasi dini

Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi),

mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan

konsep diri, mengekspresikan emosi dan gerakan tangan non verbal.

Adapun tujuan dari mobilisasi adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta

mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga penderita


20

dapat kembali normal atau setidaknya dapat memenuhi kebutuhan

sehari-hari

2. Memperlancar peredaran darah

3. Membantu pernapasan menjadi kuat

4. Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan

pergerakan dan persendian

5. Memperlancar eliminasi Buang Air Besar (BAB) dan urine

6. Melatih atau ambulasi (Mubarak W.L. 2015)

2.3.4 Jenis-Jenis Mobilisasi Dini

Menurut (Hidayat 2014) mobilisasi diantaranya adalah mobilisasi

penuh dan mobilisasi sebagian (Temporer dan Permanen).

1. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh adalah seseorang mampu melakukan

gerakan secara penuh tanpa batas sehingga dapat menjalin interaksi

sosial dan dapat menjalankan peran sehari-hari.

2. Mobilisasi sebagian

Mobilisasi sebagian adalah seseorang mampu melakukan

gerakan dengan batasan jelas dan tidak mampu melakukan gerakan

secara bebas karena terjadi gangguan saraf motorik dan sensorik

pada daerah tubuhnya.

2.3.5 Rentang gerak mobilisasi dini

Terdapat 3 rentang gerak dalam mobilisasi mobilisasi menurut

(Mubarak W.L. 2015), yaitu:


21

1. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif berguna untuk menjaga kelenturan

otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain

secara pasif. Misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan

kaki pasien.

2. Rentang gerak aktif

Rentang gerak aktif berguna untuk melatih kelenturan dan

kekuatan otot serta sendi dengan menggunakan ototnya secara

aktif, misalnya pasien yang berbaring di tempat tidur

menggerakkan kakinya sendiri.

3. Rentang gerak fugsional

Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-

otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

2.3.6 Tahap-Tahap Mobilisasi Dini

Tahap mobilisasi dini menurut (Clark et al. 2013) meliputi:

1. Level 1 : pada 6-24 jam pertama post pembedahan, pasien

diajarkan teknik nafas dalam dan batuk efektif, diajarkan latihan

gerak (ROM) dilanjutkan dengan perubahan posisi ditempat tidur

yaitu miring kiri dan miring kanan, kemudian meninggikan posisi

kepala mulai dari 15˚, 30˚,45˚, 60˚, dan 90˚.

2. Level 2 : pada 24 jam kedua post pembedahan, pasien diajarkan

duduk tanpa sandaran dengan mengobservasi rasa pusing dan

dilanjutkan duduk ditepi tempat tidur


22

3. Level 3 : pada 24 jam ketiga post pembedahan, pasien dianjurkan

untuk berdiri disamping tempat tidur dan ajarkan untuk berjalan

disamping tempat tidur.

4. Level 4 : tahap terakhir pasien dapat berjalan secara mandiri.

2.3.7 Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Menurut (Hidayat 2012), adapun factor yang dapat mempengaruhi

seseorang dalam melakukan mobilisasi dini yaitu:

1. Gaya hidup

Dengan adanya perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi

kemampuan mobilisasi seseorang karena gaya hidup dapat

berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

2. Proses penyakit

Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan

mobilisasi karena dapat mempengaruhi fungsi system tubuh.

3. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilisasi dapat dipengaruhi oleh

kebudayaan masing-masing. Contohnya, orang yang memiliki

budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang

kuat, sebaliknya ada orang yang memiliki gangguan mobilisasi

(sakit), karena adanya adat dan budaya yang melarang mereka

melakukan mobilisasi dini.

4. Tingkat energy
23

Energy merupakan sumber dalam melakukan mobilasi dini.

Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dini dengan baik

dibutuhkan energy yang cukup.

5. Usia dan status perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat

usia yang berbeda, karena kemampuan atau kematangan fungsi alat

gerak sejalan dengan perkembangan usia.

6. Kondisi kesehatan pasien

Perubahan status kesehatan dapat mempengarui system

musculoskeletal dan sistem saraf berupa koordinasi, sehingga

berkurangnya kemampuan dalam melakukan aktivitas.

2.3.8 Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi dini

Akibat yang didapatkan apabila tidak melakukan mobilisasi dini

pada pasien pasca operasi yaitu antara lain proses penyembuhan luka

lebih lambat sehingga perawatan di RS akan lebih lama dan

kemungkinan akan terjadi komplikasi pasca operasi seperti pneumonia

hipostatis dan peritonitis atau abses (Arief 2020), dapat juga

menyebabkan seperti:

1. Penyembuhan luka menjadi lama

2. Menambah rasa sakit

3. Badan menjadi pegal dan kaku

4. Kulit menjadi lecet dan luka

5. Memperlama perawatan dirumah sakit.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan

kepustakaan, maka skema yang menggambarkan tentang hubungan dukungan

keluarga dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operasi di

BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar.

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan keluarga
Pelaksanaan
Mobilisasi Dini

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Hubungan Variabel

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

24
25

1.2 Hipotesis Penelitian

1.2.1 Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Ada hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan mobilisasi

dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng

Ngalle Kabupaten Takalar.

1.2.2 Hipotesis Nol (Ho)

1. Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H.

Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

penelitian deskriptif analitif dengan rancangan Cross Sectional Study dimana

menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan

dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam 2017). Bentuk rancangan

ini yaitu sebagai berikut:

Pre Test Perlakuan Post Test

Kelompok intervensi : OI X O2

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

OI : Observasi pelaksanaan mobilisasi dini sebelum penyuluhan

X : Intervensi

O2 : Observasi pelaksanaan mobilisasi dini setelah penyuluhan

26
27

4.2 Kerangka Kerja

Sampling

Penentuan populasi Penentuan sampel

Pengumpulan Data

Kuesioner

Pengolahan dan analisa data :


1. Editing
2. Koding
3. Tabulating

Laporan awal

Seminar hasil

Pembuatan laporan hasil

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian


28

4.3 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-lain) (Nursalam 2017).

4.3.1 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam 2017). Variabel

independen (bebas) dalam penelitian ini yaitu dukungan keluarga.

4.3.2 Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain (Nursalam 2017). Variabel terikat dalam

penelitian ini yaitu pelaksanaan mobilisasi dini.


29

4.4 Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Kriteria


Operasional Objektif
1. Dukungan Memberikan Kuesioner Ordinal Dukungan
keluarga perhatian dan keluarga
bantuan jika baik jika
diperlukan nilainya :
> 30
Dukungan
keluarga
baik jika
nilainya :
<30

2. Pelaksanaa Melakukan Lembar Ordinal Mobilisasi


n gerakan-gerakan observasi dini baik
mobilisasi ringan sedini jika
dini mungkin di tempat dilakukan
tidur yang dapat sesuai
mencegah SOP level
terjadinya 3
komplikasi post
operasi sesuai SOP Mobilisasi
yang ditentukan. dini
kurang
jika tidak
dilakukan
sesuai
SOP level
3

4.5 Populasi Dan Sampel

4.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam 2017).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pasca operasi

memenuhi kriteria di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar.
30

4.5.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian sampling (Nursalam 2017).

Sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria yaitu

responden post operasi di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar.

1. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia dijadikan responden`

2) Klien post operasi di ruang perawatan Flamboyan pada hari

ke 4 di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar.

3) Klien dirawat di ruang perawatan Flamboyan di BLUD

RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar.

b. Kriteria eksklusi

1) Mengundurkan diri pada saat penelitian berlangsung.

2) Tidak berada di ruang perawatan pada saat penelitian 1

bulan berlangsung.

4.5.3 Sampling

Sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam

2017). Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada

penelitian ini adalah accidental sampling yaitu pengambilan sampel


31

secara aksidental (accidental) dengan mengambil sampel khusus atau

responden yang kebetulan ada atau tersedia ditempat sesuai dengan

konteks penelitian (Nursalam 2018).

4.6 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 2021 s/d

tanggan 16 September di ruang perawatan flamboyan BLUD RSUD H.

Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar.

4.7 Pengumpulan Dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan

menggunakan lembar kuesioner dukungan keluarga dan lembar

observasi pelaksanaan mobilisasi dini yang diisi oleh peneliti dan

subjek penelitian yang disusun berdasarkan literatur tentang

penyuluhan mobilisasi dini.

Setelah mendapat izin dari kampus, kemudian menuju kesbampol,

dan setelah mendapatkan izin dari kesbampol, kemudian menuju

BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, setelah

mendapatkan izin penelitian. Selanjutnya melakukan pendekatan

kepada responden yaitu membagikan lembar persetujuan (informed

consent) kepada responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah

responden menandatangani lembar persetujuan, peneliti memberikan

penjelasan kepada responden mengenai penelitian yang akan

dilakukan, informasi yang diberikan mengenai maksud, tujuan dan

manfaat penelitian yang akan dilakukan. Peneliti membagikan


32

kuesioner pada pasien tentang dukungan keluarga pada 24 jam ketiga

Sedangkan pelaksanaan mobilisasi dini menggunakan lembar

observasi dinilai setelah post operasi.

Untuk mengukur dukungan keluarga responden menggunakan 15

pertanyaan dengan memberi tanda (√) dan skala yang akan digunakan

adalah skala likert yang terdiri dari 4 alternatif jawaban:

STS = Sangat tidak setuju : 1

TS = Tidak setuju : 2

R = Ragu-ragu : 3

S = Setuju : 4

SS = Sangat setuju : 5

Kemudian jumlah skor yang diperoleh responden dikelompakkan

sebagai berikut:

Baik : Dikatakan baik jika skor responden nilainya >30

Kurang : Dikatakan kurang jika skor responden <30

Untuk mengukur pelaksanaan responden menggunakan 1

pernyataan dengan menggunakan skala guttman yang terdiri dari 2

alternatif:

Dilakukan :1

Tidak dilakukan : 0

Kemudian jumlah skor yang diperoleh responden dikelompakkan

sebagai berikut:

Baik : Dikatakan baik jika skor responden nilainya 1

Kurang : Dikatakan kurang jika skor responden 0


33

4.7.2 Pengolahan Data

Setelah data didapatkan dan dikumpulkan, dapat dilanjutkan

dengan pengolahan data secara manual. Terdapat langkah-langkah

yang harus ditempuh yaitu:

1. Editing

Memeriksa kelengkapan data yang dikumpulkan,

memperoleh kejelasan data, konsistensi data, dan kesesuaian

respondensi.

2. Koding

Suatu kegiatan dengan pemberian kode numeric (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Tabulasi

Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan

dengan mengelompokkan ke dalam table kerja, kemudian data

dianalisa secara statistic analitik melalui sebuah perhitungan

persentasi dan hasil perhitungan jumlah.

4.7.3 Analisa Data

Data yang telah diolah dan memperoleh nilai masing-masing akan

dianalisa data yaitu terdiri dari:

1. Analisa Univariat

Untuk mendapatkan gambaran dengan mendeskripsikan

distribusi frekuensi pada tiap variabel.


34

2. Analisa bivariat

Analisa ini dilakukan terhadap variabel independen dan

dependen dengan menggunakan uji Chi-Square. Uji ini bertujuan

untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang diamati dengan

menggunakan derajat kemaknaan p-value <0,05 artinya bila hasil

uji statistic menunjukkan p-value <0,05 maka H1 diterima

sehingga ada pengaruh yang bermakna (H0 ditolak) sedangkan p-

value >0,05 artinya tidak ada pengaruh yang bermakna (H0

diterima).

4.8 Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Validitas adalah instrument uji untuk menentukan apakah suatu

tindakan harus diambil, terlebih dahulu menguji survei, dengan warga,

terganung pada tujuannya, sebelum mensurvei responden yang disurvei.

Dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar dari hasil r tabel. Jika

nilai validitas setiap jawaban dari hasil survei kurang dari 0,05 maka

terdapat korelasi antar variable yang relevan. Sebaliknya, jika nilai validias

setiap jawaban yang diperoleh dari hasil survei melebihi 0,05, maka tidak

ada korelasi antara variabel-variabel yang terhubung.


35

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas Item Variabel

Indilator r hitung r tabel r signifikan Keterangan


Item 1 0,755 0,348 0,000 Valid
Item 2 0,901 0,348 0,000 Valid
Item 3 0,768 0,348 0,000 Valid
Item 4 0,139 0,348 0,000 Valid
Item 5 0,927 0,348 0,000 Valid
Item 6 0,840 0,348 0,000 Valid
Item 7 0,905 0,348 0,000 Valid
Item 8 0,840 0,348 0,000 Valid
Item 9 0,900 0,348 0,000 Valid
Item 10 0,762 0,348 0,000 Valid
Item 11 0,928 0,348 0,000 Valid
Item 12 0,945 0,348 0,000 Valid
Item 13 0,845 0,348 0,000 Valid
Item 14 0,840 0,348 0,000 Valid
Item 15 0,935 0,348 0,000 Valid
Sumber : Data Diolah,2021

Untuk mencari r table kita harus mencari t table dan df (derajat

bebas terlebih dahulu) dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :

r = nilai r tabel

t = nilai t tabel

df = derajat bebas
36

Setelah itu peneliti menggunakan tabel distribusi atau menggunakan

rumus t tabel dengan bantuan excel dengan rumus “=TINV(tingkat

signifikan, jumlah responden)” atau “=TINV(0.05.32)” hasilnya t tabel

sebesar 2.036. kemudian kita mencari nilai df untuk r tabel, rumusnya

“df=N-2” dimana N= 32 (jumlah responden) maka didapatkan “df=32-

2=30”. Setelah nilai t tabel dan nilai df diketahui, barulah peneliti masuk

kerumus r tabel maka akan seperti ini:

Kemudian ketik di aplikasi dengan bantua excel seperti berikut:

“=2.036/SQRT(30+2.036^2)” maka nilai r tabel yang didapatkan

adalah 0,348.

2. Uji Reliabilitas

Keandalan adalah survey dalam hal stabilitas, kesetaraan, dan

homogenitas, merupakan paten untuk kuesioner sebelum mengirimkan

kuesioner kepada responden yang disurvei dan sebelum melakukan survey

terhadap responden yang sebenarnya. Uji reliabilitas untuk menemukan

kekurangan. Tanggapan responden terhadap suatu pernyataan dikatakan

kredibel atau kredibel jika konsisten atau stabil. Uji realibilitas penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan analisis alpha cronbach. Jika suatu

variable menunjukkan nilai cronbach alpha > 0,60, maka variable tersebut

dikatakan reliable atau konsisten dalam pengukuran.


37

Tabel 4.2

Hasil Uji Reliabilitas Item Variabel

Variabel r alpha R r kritis Keterangan

pengetahuan 0,765 0,600 Reliable

Hasil dari uji reliabilitas pada variable pengetahuan dapa dilihat

pada table 4.2 yang dihasilkan dari variable ini menunjukkan nilai r alpha

> 0,60 dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa semua pernyataan pada

variable ini dinyatakan reliable atau bias dipercaya

4.9 Etika Dalam Penelitian

Prinsip etika dalam penelitian dibagi menjadi tiga bagian yaitu prinsip

manfaat, respect human dignity, dan righ to justice).

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan ditujukan kepada responden yang akan diteliti

dengan cara mengisi lembar persetujuan, apabila responden menolak

diteliti maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-hak subyek.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Identitas subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan data

untuk menjaga kerahasiaan, cukup hanya dengan menggunakan kode

tertentu pada lembar tersebut.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi subyek responden dijamin oleh penelit

dengan hanya kelempok tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan

sebagai hasil penelitian.


38

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar yang dilakukan pada bulan september 2021, dengan

melalui pendekatan cross sectional study. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan dukungan mobilisasi dini dengan pelaksanaan

mobilisasi dini pada pasien post operasi di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng

Ngalle Kabupaten Takalar, variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini

adalah terdiri dari variabel dependen yaitu pelaksanaan mobilisasi dini pada

pasien post operasi serta variabel independen yaitu dukungan keluarga pasien

post operasi di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar.

5.1.1 Analisis Univariat

Tabel 5.1
Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar

Karakteristik responden n %
Umur:
<20 Tahun 2 6,2
20-35 Tahun 9 28,1
>35 Tahun 21 65,6
Jenis Kelamin:
Laki-laki 12 37,5
Perempuan 20 62,5
Pendidikan:
SD 9 28,1
SMP 8 25,0
SMA 12 37,5
S1 3 9,4
39

Pekerjaan:
IRT 13 40,6
Petani 5 15,6
Wiraswasta 5 15,6
Guru Honorer 1 3,1
Buruh Bangunan 2 6,2
PNS 1 3,1
Supir bentor 2 6,2
Pelajar 2 6,2
Mahasiswa 1 3,1
Diagnosa Medis:
PO. Appendisitis 6 18,8
PO. Tumor Tiroid 2 6,2
PO. Tumor Mammae 10 31,2
PO. Abses 1 3,1
PO. Peritonitis 4 6,2
PO. Hemoroid 2 12,5
PO. Vesicolithliasis 1 3,1
PO. Kista Ginjal 1 3,1
PO. Efusi Plaura 1 3,1
PO. Porforasi gaster 1 3,1
PO. Orchitis 1 3,1
PO. Ileus Obstruksi 1 3,1
PO. Limfadenopati 1 3,1
Total 32 100
Sumber : Data primer 2021
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa dari 32 responden yang

dijadikan sampel, 2 (6,2%) responden yang berumur <20 tahun, 9 (28,1%)

responden yang berumur 20-35 tahun dan >35 tahun sebanyak 21 responden

(65,6%), mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 (62,5%)

responden, latar belakang pendidikan responden paling banyak yaitu SMA

sebanyak 12 (37,5%), pekerjaan responden mayoritas IRT sebanyak 13

(40,6%) dan penyakit terbanyak responden adalah post op. Tumor mammae

(31,2%).
40

Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga di BLUD RSUD
H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar

Dukungan keluarga n %
Baik 27 84,4
Kurang 5 15,6
Total 32 100,0
Sumber : Data primer 2021
Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 32 responden yang

dijadikan sampel, 27 responden memiliki dukungan keluarga yang baik

(84,4%) dan 5 responden memiliki dukungan keluarga yang kurang (15,6%).

Tabel 5.3
Distribusi responden pelaksanaan mobilisasi dini di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar

Pelaksanaan mobilisasi dini n %


Dilaksanakan 25 78,1
Tidak dilaksanakan 7 21,9
Total 32 100,0
Sumber : Data primer 2021
Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 32 responden yang

dijadikan sampel, 25 responden melaksanakan mobilisasi dini (78,1%) dan 7

responden tidak melaksanakan mobilisasi dini (21,9%).


41

5.1.2 Analisis Bivariat


Tabel 5.4
Hubungan Dukungan Kelurga Dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Di BLUD RSUDH. Padjonga Daeng Ngalle kabupaten Takalar

Pelaksanaan Mobilisasi
Dini
Total
Dukungan Dilakukan Tidak 
Keluarga dilakukan
n % n % n %
Baik 24 75,0 3 9,4 27 84,4
Kurang 1 3,1 4 12,5 5 15,6 0,004*
Total 25 78,1 7 21,9 32 100,0
Sumber : Data primer 2021
* Fisher's Exact Test
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 32 responden diperoleh

bahwa yang mempunyai dukungan keluarga yang baik (84,4%), 24

responden yang melakukan pelaksanaan mobilisasi dini (75,0%) dan 3

responden yang tidak melakukan pelaksanaan mobilisasi dini (9,4%).

Sementara dari 5 responden dengan dukungan keluarga yang kurang

(15,6%), terdapat 1 orang responden yang melakukan pelaksanaan

mobilisasi dini (3,1%) dan 4 responden yang tidak melakukan

pelaksanaan mobilisasi dini (12,4%).

Hasil uji statistic menggunakan Fisher's Exact Test didapatkan

nilai =0,004 lebih kecil dari nilai α=0,05 hal ini menunjukkan bahwa

secara statistic ada hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan

pelaksanaan mobilisasi dini di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar.
42

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pelaksanaan Mobilisasi

Dini di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten

Takalar.

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa dari 32

responden yang dijadikan sampel, 2 (6,2%) responden yang berumur

<20 tahun, 9 (28,1%) responden yang berumur 20-35 tahun dan >35

tahun sebanyak 21 responden (65,6%), mayoritas berjenis kelamin

perempuan sebanyak 20 (62,5%) responden, latar belakang pendidikan

responden paling banyak yaitu SMA sebanyak 12 (37,5%), pekerjaan

responden mayoritas IRT sebanyak 13 (40,6%) dan penyakit terbanyak

responden adalah post op. Tumor mammae (31,2%).

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 32

responden yang dijadikan sampel, 27 responden memiliki dukungan

keluarga yang baik (84,4%) dan 5 responden memiliki dukungan

keluarga yang kurang (15,6%). Berdasarkan asumsi peneliti, pasien

post operasi dengan dukungan keluarga baik berjumlah 17 (76,5%)

orang karna dapat dipengaruhi oleh faktror kepercayaan dimana

keluarga responden yakin dan percaya dengan melakukan gerakan dini

proses penyembuhan luka akan semakin cepat.

Dukungan keluarga kurang yaitu sebanyak 5 orang (15,6%), hal ini

dipengaruhi karena faktor pengalaman keluarganya di masa lalu yang

kurang baik saat melakukan gerakan dini yang terlalu cepat responden

takut jika jahitan di luka operasinya terbuka. Dengan kejadian masa


43

lalu tersebut responden dan keluarga merasa cemas jika melakukan

mobilisasi dini. Asumsi ini diperkuat oleh (Friedman, 2010) yang

Dukungan keluarga adalah mentalitas, aktivitas dan pengakuan

keluarga terhadap kerabat tetap yang secara konsisten siap

memberikan bantuan dan pertolongan jika diperlukan. Untuk situasi ini

pengakuan dukungan keluarga akan menyadari bahwa ada orang lain

yang peduli, menghargai dan mencintainya.

Ulasan ini sesuai dengan (Ruwayda 2015) dari 18 responden

dengan pekerjaan keluarga tidak berdaya sebanyak 22,2% responden

melakukan aktivasi dini. Sementara itu, dari 17 responden dengan

pekerjaan keluarga besar, 76,5% responden melakukan aktivasi dini.

Hasil uji faktual didapatkan P-esteem = 0,004, Ada hubungan kritis

antara pekerjaan keluarga dengan pelaksanaan musyawarah dini.

Keluarga adalah setidaknya dua dari dua orang yang terikat oleh

darah, perkawinan atau penerimaan dan mereka hidup dalam satu

keluarga, berkomunikasi satu sama lain dan dalam pekerjaan khusus

mereka membuat dan mengikuti budaya (Friedman, 2010). Sedangkan

menurut (Ali, 2010) keluarga adalah sekurang-kurangnya dua orang

yang bergabung karena adanya hubungan darah, perkawinan dan

penerimaan dalam satu keluarga, yang saling bekerjasama dalam

pekerjaan dan membentuk serta memelihara suatu

kebudayaan.Dukungan keluarga adalah pemberian perhatian,

dorongan, kasih saying, barang, informasi dan jasa dari orang-orang

terdekat seperti suami/istri, orang tua, anak, dan orang terdekat lainnya
44

sehingga penerima dukungan merasa disayangi dan dihargai

(Mahmuda, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian di RS Anna Medika Bekasi bahwa

dari 31 responden yang mendapat dukungan dari pasangannya,

responden yang paling banyak melakukan aktivasi dini adalah 29

responden (93,5%), dan dari 19 responden yang tidak mendapatkan

dukungan dari suami, sebagian besar responden yang melakukan

persiapan dini adalah 11 responden (57,9%). Akibat dari klasifikasi

silang antara variabel bantuan pasangan dan aktivasi dini menunjukkan

bahwa hasil uji faktual Chi-Square mendapat nilai p value 0,007

(p.value < 0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diakui, menyiratkan

bahwa ada hubungan besar antara bantuan suami dan pelaksanaan

majelis awal (Budi, 2019).

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 32

responden yang dijadikan sampel, 25 responden melaksanakan

mobilisasi dini (78,1%), hal ini dipengaruhi karena dan 7 responden

tidak melaksanakan mobilisasi dini (21,9%). Berdasarkan asumsi

peneliti, pasien post operasi yang tidak melaksanakan mobilisasi dini

disebabkan karena banyaknya faktor yaitu salah satunya faktor umur,

umur responden yaitu 59, 61, dan 67, dimana pada usia ini termasuk

kategori usia lanjut, asumsi ini diperkuat oleh (Hidayat, 2012) terdapat

perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda,

karena kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan

perkembangan usia.
45

Pasien post operasi yang melaksanakan mobilisasi dini sebanyak

25 orang (78,1%), dimana dipengaruhi karena kondisi kesehatan

pasien yang sudah membaik. Perubahan status kesehatan dapat

mempengaruhi sistem musculoskeletal dan sistem saraf koordinasi.

Mobilisasi dini merupakan suatu perawatan khusus yang diberikan

pasca tindakan medis seperti tindakan bedah. Tindakan yang dapat

dilakukan dengan memberi latihan ringan seperti mulai dari latihan

pernafasan hingga menggerakkan tungkai kaki yang dilakukan di

tempat tidur pasien, selanjutnya dengan mengajak pasien untuk mau

berjalan ke kamar mandi secara mandiri tanpa alat bantuan seperti

kursi roda (Reni Anggraeni, 2018).

Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari 32 responden diperoleh

bahwa yang mempunyai dukungan keluarga yang baik (84,4%), 24

responden yang melakukan pelaksanaan mobilisasi dini (75,0%) dan 3

responden yang tidak melakukan pelaksanaan mobilisasi dini (9,4%).

Sementara dari 5 responden dengan dukungan keluarga yang kurang

(15,6%), terdapat 1 orang responden yang melakukan pelaksanaan

mobilisasi dini (3,1%) dan 4 responden yang tidak melakukan

pelaksanaan mobilisasi dini (12,4%).

Hasil uji statistic menggunakan Chi- Square Test didapatkan nilai

P=0,004 lebih kecil dari nilai α =0,05 hal ini menunjukkan bahwa

secara statistic ada hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan

pelaksanaan mobilisasi dini di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng

Ngalle Kabupaten Takalar.


46

BAB 6

PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

dukungan keluarga dengan pelaksanaan mobilisasi dini di BLUD RSUD H.

Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, maka diperoleh kesimpulan

bahwa:

1. Hasil penelitian dari 32 responden yang dijadikan sampel, 27 responden

memiliki dukungan keluarga yang baik (84,4%) dan 5 responden

memiliki dukungan keluarga yang kurang (15,6%).

2. dari 32 responden yang dijadikan sampel, 25 responden melaksanakan

mobilisasi dini (78,1%) dan 7 responden tidak melaksanakan mobilisasi

dini (21,9%).

3. Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan

mobilisasi dini di BLUD RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten

Takalar.

6.2 Saran

1. Diharapkan dapat bermanfaat bagi penelti terutama dalam menambah

wawasan dalam hal mengetahui mobilisasi dini pada pasien post operasi.

2. Diharapkan bagi tenaga kesehatan agar dapat mengajarkan kepada pasien

tentang mobilisasi dini pada pasien post operasi dengan baik dan benar

dikarenakan mempunyai pengaruh terhadap proses penyembuhan pasien.

3. Diharapkan kepada peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian lain

dengan menggunakan variabel yang berbeda.


47

Anda mungkin juga menyukai