Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : Suko Pranowo, M. Kep

Disusun Oleh :

1. Sugiarto Arif Budiman (108116038)


2. Hapsyah Nurhayati (108116042)
3. Putri Septia Sari (108116046)
4. Myelinda Aryanti (108116047)
5. Anis Isfatun K (108116055)
6. Anggin Fitriani (108116060)
7. Icha Cahya Puspita (108116065)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AJARAN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Asuhan
Keperawatan Trauma Muskuloskeletal” sesuai dengan waktu yang telah
diberikan, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan namun
demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini
tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada.

Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penulis bisa menyelesaikan


makalah ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen yang mengajar mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang
memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan tidak lupa
kepada teman-teman semua yang telah ikut berpartisipasi membantu dalam upaya
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-mudahan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Cilacap, 7 Oktober 2019

Penyusun
ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

A. Pengkajian Primer
A : Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena
kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal
ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperekstensi
leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jari-jari satu tangan yang
diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari
tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika
diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan
nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan
dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini
dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari mulut
sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun
pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal airway)
dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah
dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang,
karena dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini,
karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat
dilakukan dengan memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh
palatum molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan dibelakang lidah. Naso-
Pharyngeal airway juga merupakan salah satu alat untuk membebaskan jalan
nafas. Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat
secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat
pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung yang
satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.

B: Breathing

Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat
pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara
ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena
edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest dengan
kontusio paru, open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal
yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai
indikasi.

C : Circulation

Control pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area perdarahan


bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan.
Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan
nadi halus. Darah yang keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis.
Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk
terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen
karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada
jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur.

D : Disability/evaluasi neurologis

Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran


dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran
menuntutu dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi.

E : Exporsur/ control lingkungan

Di RS klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah


pakaian dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.

B. Pengkajian Sekunder
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka
kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat
menceritakan kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan
klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan
trauma pada lumbal
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai
dengan trauma panggul
c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan
dan siku harus dievakuasi bersamaan.
d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada
tungkai bawah.
4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
7. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat
menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
sehingga menyebabkan penekanan saraf.
8. Kaji TTV secara continue.
b. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuetas tulang
2. Resti terjadinya syok hi[povolemik b.d fraktur
3. Nyeri b.d adanya robekan jaringan pada area fraktur.
4. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur dan nyeri
c. Intervensi keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuitas tulang
a. Kaji TTV
b. Observasi dan periksa bagian yang luka atau cedera
c. Kaji kapilary refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringat dingin pada
ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal.
e. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus terpasang
dengan baik.
2. Nyeri b.d adanya robekan jaringan lunak pada area cidera
a. Kaji rasa nyeri pada area disekitar fraktur
b. Kaji skala nyeri dan ketidaknyaman pasien.
c. Gunakan upaya untuk mengontrol rasa nyeri:
- Membidai dan menyangga daerah cedera
- Melakukan perubahan posisi dengan perlahan
- Meberikan analgetik sesui ketentuan
- Menganjurkan tehnik relaksasi
d. Atur posisi klien sesuai kondisi, untk fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya posisikan kaki lebih tinggi dari badan.
e. Dorong latihan drentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak
diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang
bisa dilakukan
f. Kaji TTV
3. Gangguan mobilitas fisik b.d fraktur
a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi fisik
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan
c. Ajarkan secara bertahap dalam memenuhi kabutuhan sehari-hari
d. Dorong melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu.
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
f. Lakukan imobilisasi sendi SSS dibawah pada area fraktur.

Anda mungkin juga menyukai