Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENGAJARAN

(SAP)

1. Pokok Bahasan : Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah


2. Kompetensi Dasar :
Setelah mendapat penyuluhan selama 25 menit tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak sekolah, ibu dan keluarga memahami pertumbuhan
dan perkembangan anak sehingga dapat tercapai tumbuh kembang yang
optimal pada anaknya.
3. Standar Kompetensi :
Peserta mampu :
a. Memahami dan mengetahui pengertian perkembangan psikososial
anak.
b. Memahami dan mengetahui aspek-aspek penting perkembangan
psikososial pada anak.
c. Memahami dan mengetahui macam-macam perkembangan psikososial
pada anak.
d. Memahami dan mengetahui faktor pendorong dan penghambat
perkembangan psikososial anak.
4. Sasaran : Ibu Ibu Kp. Babakan Muncang Rt/Rw. 01/01 Kel.
Karsamenak Kec. Kawalu Kota. Tasikmalaya
5. Tanggal : 25 April 2018
Waktu : 09.00 s/d selesai
Tempat : Lapangan Kp. Babakan Muncang
6. Metode : Ceramah dan tanya jawab
7. Materi :
a. Pengertian perkembangan psikososial anak.
b. Aspek-aspek penting perkembangan psikososial pada anak.
c. Macam Macam perkembangan psikososial pada anak.
d. Faktor pendorong dan penghambat perkembangan psikososial anak.
8. Skenario Pembelajaran :
No Kegiatan Penyuluhan Peserta
1. Pendahuluan 1. Pengucapan salam 1. Menjawab salam
5 menit 2. Berdoa 2. Berdoa
3. Kontrak penyuluhan 3. Mendengarkan
4. Menyampaikan tujuan penyuluhan 4. Memperhatikan dan
menjawab
2. Penyajian 1. Menyampaikan materi a, b, dan d 1. Memperhatikan,
20 menit bertanya dan diskusi
3. Penutup 1. Evaluasi (Tanya jawab) 5. Menjawab pertanyaan
15 menit 2. Penutup 6. Memperhatikan
3. Berdoa 7. Menjawab
4. Pengucapan salam 8. Berdoa
9. Menjawab salam

9. Media : a. Leaflet
b. Power Point
Evaluasi : Memberikan pertanyaan ulang kepada persertaagar
dapat mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan
psikososial anak sehingga dapat tercapai tumbuh kembang yang optimal
pada anaknya.
Lampiran materi

1. Pengertian perkembangan psikososial anak.

Perkembangan psikososial merupakan perkembangan tentang kejiwaan, moral


dan juga emosi serta bagaimana pengembangan diri anak, gender, berkembangnya
dunia bermain anak, cara pengasuhan anak, dan juga bagaimana menjalin
hubungan dengan anak pada usia 3-6 tahun. sejak anak usia dini yakni 3-6 tahun
sangat penting dalam perkembangan psikososial anak. Anak prasekolah
memahami dirinya dan perasaannya. Rasa identitas mereka sebagai laki-laki dan
perempuan akan mulai muncul dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada
perilaku mereka. Semuanya akan di bahas dalam artikel ini.

2. Aspek-Aspek Penting Perkembangan Psikososial

Uraian berikut ini akan membahas beberapa aspek penting perkembangan


psikososial selama masa pertengahan sampai masa akhir anak-anak, diantaranya
pemahaman dengan relasi teman sebaya, relasi dengan keluarga, serta dengan
masyarakat.

a. Perkembangan pemahaman diri

Sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak secara aktif dan
terus-menerus mengembangkan dan memperbaharui pemahaman tentang
diri (sense of self), yaitu suatu struktur yang membantu anak mengorganisasi dan
memahami tentang siapa dirinya, yang didasarkan atas pandangan orang lain,
pengalaman-pengalamannya sendiri dan atas dasar penggolongan budaya, seperti
gender, ras dan sebagainya.

Pada usia sekolah dasar, pemahaman diri atau konsep diri


anak mengalami perubahan yang sangat pesat. Menurut Santrock (1995),
perubahan-perubahan ini dapat dilihat sekurang-kurang nya dari tiga
karakteristik pemahaman diri, yaitu :
(1) karakteristik internal

(2) karakteristik aspek-aspek sosial, dan

(3) karakteristik perbandingan sosial.

Karakteristik internal. Anak usia sekolah dasar lebih memahami


dirinya melalui karakteristik internal daripada melaluikarakteristik eksternal.
Anak-anak pada masa pertengahan dan akhir lebih cenderung
mendefinisikan dirinya melalui keadaan-keadaan dalam yang subjektif
daripada melalui keadaan-keadaan luar.Penelitian F. Abound dan S. Skerry
(1983), menemukan bahwa anak-anak kelas dua cenderung menyebutkan
karakteristik psikologis (seperti preferewsi atau sifat-sifat kepribadian) dalam
pendefinisian diri mereka dan kurang cenderung menyebutkan karakteristik fisik
(seperti warna mata atau pemilikan). Misalnya, anak usia 8 tahun
mendeskripsikan dirinya sebagai: "Aku seorang yang pintar dan terkenal."
Anak usia 10 tahun berkata tentang dirinya: "Aku cukup lumayan tidak
khawatir terus-menerus, aku biasanya suka march, tapi sekarang aku sudah lebih
baik."

Karakteristih aspek-aspek sosial. Selama tahun-tahun sekolahdasar,


aspek-aspek sosial dari pemahaman dirinya juga meningkat.Dalam suatu
investigasi, anak-anak sekolah dasar seringkali menjadikan kelompok-kelompok
sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka (Livesly & Bromley, 1983).

Karakteristik perbandingan sosial. Pemahaman diri anak-anakusia


sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial (social comparison), Pada
tahap perkembangan ini, anak-anak cenderung membedakan diri mereka dengan
orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Misalnya, anak-anak, anak
usia sekolah dasartidak lagi berpikir tentang apa yang "aku lakukan" atau yang
"tidak aku lakukan," tetapi            cenderung berpikir tentang apa yang dapat aku
lakukan dibandingkan dengan "apa yang dapat dilakukan oleh orang
Perges eran perkembangan ini menyebutkan suatu kecenderungan
yang meningkat untuk membentuk perbedaan- perbedaan seseorang dengan
orang lain sebagai seorang individu.

b. Perkembangan Hubungan dengan Keluarga

Kemerosotan dalam hubungan keluarga yang dimulai pada akhirmasa bayi


terus berlanjut pada masa pertengahan dan akhir anak –anak.Sesuai dengan
perkembangan kognitifnya yang semakin matang, maka pada masa pertengahan
dan akhir, anak secara berangsur-angsur lebih banyak mempelajari mengenai
sikap-sikap dan motivasi orang tuanya, serta memahami aturan-
aturan keluarga, sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendalikan
tingkah lakunya. Perubahan ini mempunyai dampak yang besar terhadap kualitas
hubungan antara anak-anak usia sekolah dan orangtua mereka (dalam Seifert &
Hoffnung, 1994). Dalam hal ini, orangtua merasakan pengontrolan dirinya
terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan
pada tahun-tahun awal kehidupan mereka beberapa kendalidialihkan dari
orangtua kepada anaknya, walaupun prosesnyasecara bertahap.

D e n g a n d e m i k i a n , m e s k i p u n t e r j a d i n y a p e n g a wasan dari
orangtua terhadap anaknya selama masa akhir anak-anak ini, bukan berarti
orangtua sama sekali melepaskan mereka. Sebaliknya, orangtua masih terus
memonitor usaha-usaha yang dilakukan anak dalam memelihara diri mereka,
sekalipun secara tidak langsung.

Pada periode ini, orangtua dan anak-anak telah


memilikisekumpulan pengalaman masa lalau bersama teman, dan pengalaman
inimembuat hubungan keluarga menjadi bertambah unik dan penuharti. Suatu
studi mendokumentasikan mengenai gagasan ini dengan menganalisis surat-surat
yang ditulis oleh anak-anak usia sekolah pada salah satu surat kabar lokal dengan
tema "Apa yang membuat ibu jadi terhormat”. Banyak dari anak-anak ini berkata
bahwa mereka selamanya menghargai kehadiran ibu dalam kehidupan mereka;
"dia selalu hadir untuk mendengarkan," kata seorang anak. Mereka juga
menghargai empati atau sensitivitas yang diberikan oleh ibu mereka: "dia
nampaknya selalu memahami bagaimana perasaan  saya." Komentar-komentar ini
menyiratkan bahwa pada masa akhir anak-anak, secara tipikal ikatan antara orang
tua dan anak-anak adalah sangat kuat (Seifert & Hofflhuq;. 1991).

c. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya

Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman


sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa
pertengahan dan akhir anak-anak. Barker dan Wright (dalam Santrock, 1995)
mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10% dari waktu siangnya
untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4 tahun, waktuyang dihabiskan
untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20% Sedangkan anak
usia 7 hingga 11 meluangkan lebih dari waktunya untuk berinteraksi dengan
teman sebaya.

d. Pembentukan Kelompok

Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak pada periode ini terjadi
dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini disebut "usia kelompok".Pada
masa ini, anak tidak lagi bermain sendirian di rumah, atau melakukan kegiatan-
kegiatan dengan anggota keluarga.Hal ini adalah karena anak memilikikeinginan
yang kuat untuk diterima sebagai anggota keluarga serta merasa tidak puas bila
tidak bersama teman-temannya.

Dalam menentukan sebuah kelompok teman, anak usia sedasar ini lebih
menekankan pentingnya aktivitas bersama seperti berbicara, berkeluyuran,
berjalan ke sekolah, berbicara melalui telepon, mendengarkan musik, bermain
game, dan melucu. Tinggal di lingkungan yang sama, bersekolah di sekolah yang
sama dan berpartisipasi dalam organisasi masyarakat yang sama,merupakan dasar
bagi kemungkinan terbentuknya kelompok teman,sebaya. Rubin & Krasnor (1980)
mencatat adanya perubahan dari kelompok teman sebaya pada masa pertengahan
anak-anak. Ketika anak berusia 6 hingga 7 tahun, kelompok teman setidak
lebih daripada kelompok bermain; mereka memiliki sedikit peraturan dan tidak
terstruktur untuk menjelaskan peran dan kemudahan berinteraksi di antara
anggota-anggotanya.Kelompok terbentuk secara spontan.Ketika anak berusia 9
tahun, kelompok ini menjadi lebih formal . Sekarang anak-anak
berkumpul menurut minat yang sama dan merencanakan perlombaan-
perlombaan. Mereka membentuk klub atau perkumpulan dengan aturan-aturan
tertentu.Kelompok-kelompok ini mempunyai  keanggotaan inti masing-
masing anggota harus berpartisi dalam aktivitas kelompok, dan yang bukan
anggota dikeluarkan.

3. Macam Macam perkembangan psikososial pada anak.

A. Perkembangan emosi masa kanak-kanak awal

Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya
(dirinya) berbeda dengan orang lain ataupun benda yang lain. Kesadaran ini
diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh
orang lain atau benda lain.

Jika lingkungannya (terutama orang tunya) tidak mengakui harga diri


anak, seperti memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyanyanginya.
Maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, pemalu dll.

Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu :

a)      Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap


membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan :

(1) mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
bahaya yang terdapat dalam objek.

(2) timbul rasa takut  setelah mengenal adanya bahaya.


(3) rasa takut bisa menghilang setelah mengetahui cara-cara menghindar dari
bahaya.

b)      Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada
objeknya. Kecemasan ini muncul karena khayalan,  misalnya timbul setelah
membaca komik atau menonton film-film menakutkan.

c)      Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang
lain atau diri sendiri atau objek tertentu baik berupa verbal atau non verbal. Pada
masa ini rasa marah sering terjadi karena :

(1) banyak stimulus yang menyebabkan dia marah,

(2) marah karena mereka ingin mendapatkan perhatian dan memuaskan


keinginannya sendiri.

d)      Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang
telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah mencurahkan kasih sayang
kepadanya. Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial.
Perasaan cemburu ini diikuti dengan ketegangan yang biasanya dapat diredakan
dengan reaksi-reaksi yaitu :

(1) agresif / permusuhan terhadap saingan,

(2) Regresif / perilaku kekanak-kanakan seperti ngompol atau menghisap jempol.

(3) sikap tidak peduli,

(4) menjauhkan diri dari saingan.

e)      Kegembiraan, kesenangan , kenikmatan. Yaitu satu perasaan yang positif,


nyaman karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan
gembira pada anak, diantaranya terpenuhinya kebutuhan jasmaniah (makan dan
minum), keadaan jasmaniah yang sehat, diperolehnya kasih sayang, ada
kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa), dan memiliki mainan yang
disenanginya.

f)        Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau


perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan ini berkembang
berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan dalam berhubungan dengan
orang lain, hewan atau benda. Kasih sayang anak kepada orang tua atau
saudaranya sangat dipengaruhi oleh iklim emosional yang ada dalam keluarganya.

g)      Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya


(takut yang abnormal), seperti takut air, petir. Perasaan ini muncul akibat
perlakuan orang tua yang suka menakut-nakuti anak yang biasanya digunakan
sebagai cara orang tua untuk menghukum atau menghentikan perilaku anak yang
tidak disenanginya.

h)      Ingin Tahu (Curiocity), yaitu perasaan ingin mengenal dan mengetahui


segala sesuatu atau objek-objek yang bersifat fisik atau non fisik. Perasaan ini
ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak. Masa bertanya (masa
haus nama) ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada sekitar
usia 6 tahun.

Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan anak belajar.
Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, pendidik
seyogyanya memberikan bimbingan kepada mereka akan mereka dapat
mengembangkan hal-hal berikut :

a)      Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-


perasaannya.

b)      Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.

c)      Kemampuan untuk menyalurkan keinginannya tanpa mengganggu perasaan


orang lain.
d)      Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.

B. Perkembangan sosial masa kanak-kanak

Menurut Ericson tahap psikososial yang menandai masa awal anak-anak


adalah prakarsa (initiative) dan rasa bersalah (guilt). Pada masa ini anak-anak
yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri; yang selama masa awal anak-
anak, mereka harus menemukan menjadi apa mereka kelak. Mereka
mengidentifikasikan diri secara intensif dengan orang tua mereka, yang hampir
sepanjang waktu tampak sangat kuat dan cantik dimata mereka, walaupun
seringkali tidak masuk akal, tidak menyenangkan dan bahkan kadang-kadang
berbahaya. Selama masa awal anak-anak, anak-anak menggunakan keterampilan-
keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan bahasa mereka untuk melakukan
sesuatu.

Mereka memiliki energi berlebihan yang memungkinkan mereka untuk


melupakan kegagalan-kegagalan dengan cepat dan mendekati daerah-daerah baru
yang nampaknya mnyenangkan walaupun tampak berbahaya.

Pada tahap initiative atau prakarsa, anak sudah siap dan berkeinginan untuk
belajar dan berkerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya. Yang
berbahaya pada tahap ini, adalah tidak tersalurkannya energi yang mendorong
anak untuk aktif (dalam rangka memenuhi keinginannya), karena mengalami
hambatan atau kegagalan sehingga anak mengalami Guilt atau rasa bersalah. Rasa
bersalah inilah yang akan berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian
anak, dia bisa menjadi nakal atau pendiam (kurang bergairah).

Pengatur utama prakarsa adalah kata hati (conscience). Anak-anak sekarang


tidak hanya merasa takut akan tertangkap, tetapi mereka juga mulai mendengar
suara batin pengawasan diri sendiri, pembimbing diri sendiri dan penghukuman
diri sendiri. Prakarsa dan antusiasme mereka dapat menyebabkan mereka tidak
hanya menerima hadiah saja tetapi juga menerima hukuman. Kekecewaan besar
pada tahap ini menyebabkan suatu pelepasan rasa bersalah yang merendahkan
harga diri anak.

Pada usia prasekolah terutama mulai pada usia 4 tahun, perkembangan sosial
anak sudah nampak jelas karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan
teman sebayanya.

Tanda-tanda perkembangan sosial pada masa kanak-kanak sosial adalah :

1. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik dilingkungan keluarga ataupun


dalam lingkungan bermain.
2. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
3. Anak mulai menyadari kepentingan dan hak orang lain.
4. Anak mulai dapat bermain dengan anak-anak lain atau teman sebaya.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis


keluarganya. Apabila dalam keluarga tercipta suasana yang harmonis,
memperhatikan, saling membantu atau bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-
tugas keluarga, terjalin komunikasi antara anggota keluarga dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.

Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu, apabila anak


dimasukkan ketaman kanak-kanak, TK sebagai “jembatan bergaul” merupakan
tempat yang memberikan peluang kepada anak untuk belajar memperluas
pergaulan sosialnya. TK dipandang mempunyai konstribusi yang baik bagi
perkembangan sosial anak, kerena alasan-alasan berikut :

1. Suasana TK sebagian masih seperti suasana keluarga


2. Tata tertibnya masih longgar, tidak terlalu mengikat kebebasan anak
3. Anak berkesempatan untuk aktif bergerak, bermain, dan riang gembira  yang
kesemuanya memiliki nilai pedagogis.
4. Anak dapat mengenal dan bergaul dengan teman sebaya yang beragam baik
etnis agama dan budaya.

Selama bertahun-tahun prasekolah, hubungan orang tua (pengasuh) dan anak


merupakan dasar bagi perkembangan sosial dan emosioanal. Sejumlah ahli
mempercayai bahwa kasih sayang orang tua (pengasuh) selama beberapa tahun
pertama kehidupan merupakan kunci utama perkembangan sosial anak,
menigkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi secara sosial dan
penyesuaian diri yang baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.

Perkembangan psikososial dan kepribadian sejak usia pra sekolah hingga akhir
masa sekolah ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan
teman sebaya. Sejumlah peneliti telah merekomendasikan betapa hubungan sosial
dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan
kepribadian anak.

Selain itu gender juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi
perkembangan sosial pada masa kanak-kanak awal. Istilah gender dimaksudkan
sebagai tingkah laku dan sikap yang diasosiasikan dengan laki-laki dan
perempuan. Pada umumnya anak usia 2 tahun sudah dapat menerapkan label laki-
laki atau perempuan secara tepat atas dirinya sendiri dan orang lain. Meskipun
demikian pada usia ini anak belum memahami ketetapan gender. Konsep gender
lebih didasarkan pada ciri-ciri fisik, seperti pakaian, model rambut atau jenis
permainan. Pada umumnya anak-anak baru mencapai ketetapan gender pada usia
7 hingga 9 tahun.

Ketika konsep mereka tentang ketetapan gender terbentuk dengan jelas, anak-
anak kemudian akan bermotifasi menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang
sejati. Oleh karena itu biasanya dia akan meniru perilaku dari jenis kelamin yang
sama.
C. Perkembangan permainan

Sebagian besar interaksi antara teman sebaya selama masa kanak-kanak


melibatkan permainan. Karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan teman
sebaya dalam masa ini terjadi dalam permainan. Apa sih permainan itu?
Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal
anak-anak, sebab anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak waktunya di luar
rumah dengan teman-temannya dibanding dengan aktivitas lainnya. Permainan
adalah  suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan
kegiatan itu sendiri. Bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik
daripada hasil yang akan didapatkannya (Schwartman, 1978)

1. Fungsi permainan

Permainan memiliki banyak fungsi, permainan juga memiliki arti yang sangat
penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Permainan meningkatkan
afliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan
kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberi tempat berteduh yang aman
bagi perilaku yang secara potensial berbahaya. Permainan meningkatkan
kemungkinan bahwa anak-anak akan berbicara dan berinteraksi dengan satu sama
lain. Selama interaksi ini, anak-anak mempraktekkan peran-peran yang mereka
akan laksanakan dalam hidup masa depannya.

Hetherington & Parker (1979) menyebutkan ada tiga fungsi utama dari
permainan:

a. Fungsi Kognitif.

Fungsi kognitif permainan membantu perkembangan kognitif anak, yaitu


dengan permainan anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-
objek disekitarnya dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya.
b. Fungsi Sosial.

Fungsi sosial permainan dalam meningkatkan perkembangan sosial anak,


khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran. Anak
belajar memahami orang lain dan peran-peran yang akan dimainkan dikemudian
hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa.

c. Fungsi Emosi

Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian dari


masalah emosionalnya, anak belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin
karena kemungkinan besar permainan anak melepaskan energi fisik yang dan
membebaskan perasaan-perasaan yang terpendam.

Bagi Freud dan Erikson permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri
manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik
karena tekanan-tekanan terlepas di dalam permainan anak dapat mengatasi
masalah-masalah kehidupan.

Piaget melihat permainan sebagai suatu media yang meningkatkan


perkembangan kognitif anak-anak. Ia juga mengatakan bahwa perkembangan
kognitif anak-anak membatasi cara mereka bermain. Piaget juga yakin, bahwa
struktur-struktur kognitif perlu dilatih dan permainan memberi setting yang
sempurna bagi latihan ini. Misalnya : saat anak belajar dengan angka-angka
mereka akan tertawa dan bahagia saat berhasil menyelesaikan dengan baik.

Vygotsky, ia yakin bahwa permainan adalah suatu setting yang sangat bagus
bagi perkembangan kognitif. Ia tertarik khususnya pada aspek-aspek simbolis dan
kayalan suatu permainan. Contoh : seorang anak menganggap boneka sebabagai
sosok bayi yang hidup.

Daniel Berlyne menjelaskan permainan sebagai suatu yang menegaskan dan


menyenangkan karena permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita,
yang meliputi keingintahuan dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang baru
atau yang tidak bisa.

2. Jenis-Jenis Permainan

Studi kalsik terhadap aktivitas permainan anak-anak pra sekolah di lakukan


oleh Mildred Perten. Berdasarkan oservasinya terhadap anak-anak usia 2 hingga 5
tahun, Perten menentukan 6 ketegori permainan anak-anak yaitu:

1. Unoccupied Play. Anak memperhatikan dan melihat segala sesuatu yang


menarik perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk
tingkah laku yang tidak terkontrol.
2. Solitary Play. Anak dalam sebuah kelompok asik bermain sendiri-sendiri
dengan bermacam-macam alat permainan, sehingga tidak terjadi kontak antara
satu sama lain dan tidak peduli terhadap apapun yang yang sedang terjadi.
3. Onlooker Play. Terjadi ketika anak melihat orang lain bermain, anak ikut
berbicara dengan anak-anak lain itu dan mngajukan pertanyaan. Tetapi anak
tidak ikut terlibat dalam permainan tersebut.
4. Parallel Play. Anak-anak bermain dengan permainan yang sama, tetapi tidak
ada kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar permainan.
5. Assosiative Play. Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan,
tetapi p ermainan itu tidak mengarah kepada sastu tujuan, tidak ada pembagian
peranan dan pembagian alat-alat permainan
6. Cooperative Play. Anak-anak bermain dalam kelompok yang teroganisir,
dengan kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata dimana
setiap anak mempunyai peranan sendiri-sendiri. Kelompok ini di pimpin dan
diarahkan oleh satu atau dua orang anak sebagai pimpinan kelompok.

Kategori Parten tersebut berdasarkan kategori permainan yang menekankan di


dalam dunia sosial anak, tetapi ada juga permainan yang menekankan pada aspek
kognitif dan sosial dari suatu pemainan.

a) Permainan Sensorimotor / Praktis.


Permainan Sensorimotor ialah perilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk
memperoleh kenikmatan dan melatih perkembangan sensorimotor mereka.
Selama tahun-tahun pra sekolah anak terlibat dalam permainan yang melibatkan
praktek beragam keterampilan.

b) Pemainan Pura-Pura / Simbolis.

Pemainan Pura-Pura / Simbolis terjadi ketika anak mentransformasikan


lingkungan fisik kedalam suatu simbol. Jenis permaian khayalan ini seringkali
nampak pada usia kurang lebih 18 bulan dan mencapai puncak pada usia 4 hingga
5 tahun, kemudian menurun secara berangsur-angsur.

c) Permainan Sosial.

Permainan Sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman-
teman sebaya.

4. Faktor-faktor yang menghambat dan mendorong perkembangan


psikososial.

a. Faktor Pendorong

Faktor-faktor yang mendorong perkembangan psikososial pada masa


kanak-kanak awal diantaranya adalah lingkungan sosial yang baik, misalnya
orang tua (pengasuh), sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman
sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut menfasilitasi atau memberikan
peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka anak akan dapat
mencapai perkembangan sosialnya secara matang.

Lingkungan yang mendukung ketika anak mulai memasuki taman kanak-


kanak, misalnya guru harus bisa menfalitasi perkembangan sosial anak seperti :
a)      Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan.
Misalnya keharusan memelihara ketertiban di dalam kelas dan melarang masuk
atau masuk kelas saling mndahului.

b)      Membantu anak untuk memahami, dan membisaakan mereka untuk


memelihara persahabatan , kerjasama, saling membantu, dan saling menghargai
atau menghormati.

c)      Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya,


suku dan agama di masyarakat atau dikalangan anak sendiri, dan tentunya saling
menghormati diantara mereka.

Pada perkembangan moral, hal-hal yang mendorong dalam menanamkan konsep


moral adalah :

a)      Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan anak, apabila dia
melakukan perbuatan yang baik. Ganjaran ini akan menjadi faktor penguat
(reinforcement) bagi anak untuk mengulangi perbuatan baik tersebut.

b)      Berilah hukuman, apabila dia melakukan perbuatan yang tidak baik.
Hukuman tersebut akan menjadi penguat bagi anak untuk tidak mengulangi
perbuatan yang tidak baik.

b. Faktor Penghambat

Faktor-faktor yang menghambat perkembangan psikososial pada masa kanak-


kanak awal diantaranya adalah :

apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua
yang kasar : sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan,
teladan, pengajran atau pembisaaan terhadap anak dalam menerapkan norma-
norma baik agama maupun tatakrama atau budi pekerti; cenderung menampilkan
perilaku maladjustment , seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain,
bersifat egois (Selfish), senang menyendiri / mengisolasi diri, kurang memiliki
perasaan tenggang rasa, dan kurang memperdulikan norma dalam berperilaku.

DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih.2008, Tumbuh kembang anak, Lab. Ilmum Kesehatan Anak


Universitas Airlangga Surabaya, EGC, Jakarta.

Desmita. Psikologi Perkembangan.  (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

Tjandrasa,  Meitasari dan Zarkasih,   Muslichah. Perkembangan Anak.  (Jakarta:


Erlangga, 1997)

Anda mungkin juga menyukai