Disusun Oleh :
Nama : Pratika Widya Septiara
NIM : P27820417061
2. Etiologi
Menurut Mansjoer (2009), etiologi stroke hemoragi dapat
dibedakan menjadi :
a. Perdarahan intraserebral (20%)
1.Hipertensi
2.Malformasi arteri-vena
3. Angiopati amiloid
b.Perdarahan subaraknoid (5%)
1.Perdarahan spontan (non traumatik) akibat pecahnya aneurisma
saccular intracranial.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Machfoed (2011), pada perdarahan intraserebral yang
akut dijumpai :
a. Onset akut dari defisit neurologi fokal yang memberat sampai koma
dalam menit sampai jam.
b. Nyeri kepala, mual, muntah.
c. Pada non-hipertensi terdapat anamnesa demensia pada usia tua
curiga factor CAA
d. Riwayat penggunaan obat antikoagulan atau trombolitik
e. Riwayat kejang ataupun bruit kranial curiga adanya suatu sebab
malformasi vaskular.
Grade
0 Unruptured
I Asymptomatic or minimal headache, nuchal rigidity
II Moderate to severe headache, nuchal rigidity, no
neurological
deficit other than cranial nerve palsy
4. Patofisiologi
Efek spesifik stroke sangat tergantung bagian mana dari otak yang
mengalami kekurangan oksigen. Jika aliran darah yang terputus adalah
yang menuju bagian otak yang mengatur saraf bicara, stroke akan
menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak
jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan,
gangguan dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian
otak yang mengatur kemampuan gerak, penderita akan mengalami
kesulitan dalam berjalan, menggerakkan tangan. Biasanya terjadi pada
salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah fisik, stroke
memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah
depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana
sebelum stroke semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis
(Muttaqin, 2008).
5. Pathways
6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Machfoed (2011), pemeriksaan diagnostik untuk
stroke hemoragi adalah:
a. Tes laboratorium : tes faal koagulasi, darah lengkap.
b. Pemeriksaa CT Scan kepala harus segera (kurang dari 12 jam)
dilakukan pada kasus dugaan perdarahan subaraknoid. Bila hasil
CT Scan tidak menunjukan adanya perdarahan subaraknoid, maka
langsung dilanjutkan dengan tindakan pungsi lumbal untuk
menganalisa hasil cairan serebrospinal dalam kurun waktu 12 jam.
Kemudian dilanjutkan pemeriksaan spektrofotometri cairan
serebrospinal untuk mendeteksi adanya xanthochromia.
c. Pemeriksaan angiografi selektif dilakukan pada penderita
perdarahan subaraknoid untuk mengetahui adanya gambaran
aneurisma. Angiografi dan venografi : dilakukan pada perdarahan
intraserebral di usia muda <50 tahun dengan perdarahan
intraserebral yang belum diketahui faktor risikonya curiga suatu
malformasi vaskular otak
d. Pemeriksaan MRA dan CT Angiografi hanya dilakukan bila
angiografi konvensional tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI
tidak dianjurkan untuk mendeteksi perdarahan subaraknoid.
8. Penatalaksanaan
Menurut Machfoed (2011), terapi konservatif pada pasien
perdarahan intraserebral adalah pasien perdarahan intraserebral dengan
perdarahan kecil (<10 cc) atau defisit neurologi minimal, pasien
perdarahan intraserebral dengan GCS <4; kecuali pasien perdarahan
serebellar disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
Terapi konservatif ini meliputi :
a. Terapi umum : menjaga dan mengevaluasi ABCD (Airway,
Breathing, Circulation, and Neurological Deficit).
b. Terapi khusus :
1. Hipertens
Bila tekanan darah sistol > 220 diastol >140 mmHg, atau MAP
rerata >145 mmHg dapat diberikan antihipertensi parenteral
dengan nikardipin, diltiazem, atau labetalol. Bila tekanan darah
sistol 180-220 mmHg atau diastol 105-140 mmHg atau MAP
rerata 130 mmHg dapat diberikan juga obat antihipertensi
seperti di atas. Bila tekanan darah sistol <180 mmHg diastol
<105, tangguhkan pemberian antihipertensi. Pada fase akut
tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20-25% dari
MAP dalam 1 jam pertama.
2. Kejang
Pada status kejang; pada saat kejang diberikan injeksi
diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg diikuti fenitoin
loading dose 15-20 mg/kg/menit dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit dan diberikan dosis pemeliharaan 5 mg/kg/hari.
Apabila kejang tidak teratasi perlu dirawat di ICU.
3. Peningkatan tekanan intrakranial
Akibat penekanan massa hematom yang besar pada jaringan
otak yang berdekatan. Biasanya timbul dalam 48 jam pertama
dan dapat berlangsung dalam 2 mingu setelah perdarahan awal.
Ditandai dengan perburukan gejala neurologis dan gambaran
CT Scan ulangan adanya gambaran impending herniasi.
Langkah- langkah yang dapat ditempuh adalah :
a. Non medikamentosa :
1. Posisi kepala da tubuh berbaring 20-30 o
2. Pemberian O2 dan membuat hiperventilasi (PaO2 30-
35)
3. Menghindari pemberian cairan glukosa/hipotonik
4. Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular
5. Pemasangan urine kateter
6. Mencegah konstipasi
7. Menurunkan metabolisme dengan membuat
hipotermi.
b. Medikamentosa :
Obat hiperosmolar manitol dosis 0.25-1 g/kg bolus,
dilanjutkan dengan 0.25-0.5 g/kg diulang setiap 4-6 jam
sekali.
9. Komplikasi
Menurut Smeltzer, S. C., & Bare (2002), serangan stroke tidak
berakhir dengan akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik
akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak
dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
darah adekuat ke otak. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit dalam tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral. Aliran darah serebral bergantung
pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cidera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian
thrombus lokal.
B.Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragi
1. Pengkajian menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada klien dengan
kegawatdarutan stroke antara lain:
a. Primary Survey
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :
1. Airway maintenance
Menurut Thygerson (2011), tindakan pertama kali yang harus
dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau
tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar. Perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kepatenan jalan nafas pasien.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
1. Adanya snoring atau gurgling
2. Agitasi (hipoksia)
3. Penggunaan otot bantu pernafasan
4. Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi :
1. Chin lift/jaw thrust
2. Lakukan suction (jika tersedia)
3. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
4. Lakukan intubasi
3. Circulation
Wilkinson & Skinner (2000), shock didefinisikan
sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:
hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi
urin. Pengkajian circulation menurut Muttaqin (2008) pada
klien stroke biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik,
tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat
hipertensi massif dengan TD >200 mmHg.
b. Secondary Assessment
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah
mulai membaik.
1. Anamnesis
Menurut Rudd dalam Emergency Nursing Association (2009),
anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga:
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat).
P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
pigmentasi, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala.
b. Mata
Ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana
refleks cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau
midriasis, adanya ikterus, apakah konjungtivanya anemis
atau tidak.
c. Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman.
d. Telinga
Periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya
pendengaran.
e. Mulut
Inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban.
f. Toraks
Inspeksi: peningkatan produksi sputum,
sesak nafas,penggunaan otot bantu nafas, dan peningkata
frekuensi pernafasan.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri pada klien
dengan tingkat kesadaran compos mentis.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan.
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis.
g. Abdomen
Inspeksi : adakah distensi abdomen, asites.
Auskultasi : bising usus.
Perkusi : untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).
Palpasi : untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri
tekan, hepatomegali, splenomegali.
h. Ektremitas
Pada saat inspeksi lihat adanya edema, gerakan, dan sensasi
harus diperhatikan, paralisis, sedangkan pada jari-jari
periksa adanya clubbing finger serta hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia urin) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi.
3. Perencanaan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7
C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan
benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai
dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang
gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak
dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau
“Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang
pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu
waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal
yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat (Doengoes, 2000). Implementasi
dibedakan menjadi :
a. Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi
masalah.
b. Saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent) adalah
tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim perawat dan
tim kesehatan lainnya.
c. Ketergantungan (dependent) adalah tindakan keperawatan atas
dasar rujukan profesi lainnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan dari
intervensi tersebut tercapai/tidak (Doengoes, 2000). Evaluasi
disusun menggunakan SOAP, yaitu :
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Machfoed, Moh. Hasan, dkk.2011. Buku Ajar Penyakit Saraf. Pusat Penerbitan
dan Percetakan Unair:Surabaya
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC.
PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 16 Maret 2019, pukul 07.10 WIB
Tanggal pengkajian : 16 Maret 2019, pukul 07.10 WIB
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. M
Usia : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Wonodri, Semarang
Diagnosa medis : Cedera kepala berat
Nomor register : 320985
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. S
Usia : 29 tahun
Alamat : Semarang
Hubungan dengan klien : Anak
B. KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran
C. PENGKAJIAN SAMPLE
1. Symptom
Keluarga mengatakan klien ditemukan terjatuh di kamar mandi dengan posisi telungkup sekitar pukul
06.30 WIB. Pada saat ditemukan klien sudah tidak sadarkan diri. Malam sebelumnya, menurut
anaknya klien mengeluh kepala pusing dan nggliyeng.
2. Allergy
Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi apapun.
3. Medication
Keluarga mengatakan klien sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi, klien sudah mengkonsumsi
obat tersebut sejak usia 40 tahun.
4. Past Illness
Keluarga mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.
5. Last Meal
Keluarga mengatakan klien terakhir tadi malam tanggal 15 Maret 2012 pukul 20.00 WIB (nasi, sayur,
dan lauk).
6. Event
Saat kejadian klien dibawa ke UGD RS Roemani Muhammadiyah, klien dalam kondisi tidak
sadarkan diri namun masih terdapat nafas spontan.
D. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Look : klien tidak berbicara, tidak sadarkan diri, tidak terdapat tanda-tanda cedera servikal.
Listen : jalan napas klien terdengar bunyi gurgling dan snoring.
Feel : napas klien masih dapat dirasakan.
2. Breathing
Inspeksi : RR 19 kali/menit, regular, I:E=1:2, tidak terdapat ada retraksi dinding dada
saat klien bernapas, pengembangan dada normal, simetris antara dada kanan
dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus tidak dapat dikaji karena penurunan kesadaran.
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : terdengar bunyi napas ronkhi basah dan halus pada kedua apeks paru dan
vesikuler pada lapang paru bagian basal.
3. Circulation
Frekuensi nadi klien 90 kali/menit, regular dan kuat, capillary refill < 2 detik pada ekstremitas atas
dan 3 detik pada ekstremitas bawah, akral teraba hangat, SpO2 99% (dengan bantuan O2 nasal kanul 4
lpm), tidak ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 230/100 mmHg.
4. Disability
- GCS klien 5 (E1M3V1), tingkat kesadaran koma.
- Pupil anisokor 5 mm/3 mm.
5. Exposure
- Suhu tubuh klien 36,7oC
- Terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra dengan diameter 3 cm.
- Terdapat luka VE pada jari-jari kaki kanan.
6. Foley catheter
- Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada daerah genetalia,
vesika urinaria teraba penuh.
7. Gastric tube
- Abdomen terlihat cekung, tidak terdapat distensi abdomen, bising usus 7 x/menit.
8. Heart monitoring/monitor EKG
- Terdapat gambaran EKG 3 lead: sinus takikardi dengan HR 112 x/menit.
-
E. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi : kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak berketombe, berwarna putih, tidak
terdapat lesi pada wajah, terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra
dengan diameter 3 cm, kulit wajah berwarna sawo matang (tidak pucat).
Palpasi : tidak ada benjolan di area kepala dan nyeri tekan tidak terkaji.
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil anisokor 5 mm/3 mm,
tidak ada lesi pada kulit sekitar mata.
Palpasi : tidak ada benjolan pada area mata dan nyeri tekan tidak terkaji.
c. Telinga
Inspeksi : telinga bersih, tidak ada lesi pada kulit area telinga, tidak ada pembengkakan pada
area telinga, pendengaran tidak terkaji.
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan tidak terkaji.
d. Hidung
Inspeksi : tidak ada lesi pada kulit area hidung, warna kulit hidung sawo matang, tidak ada
pembengkakan pada area hidung, tidak ada sekret yang keluar dari nares, nares
simetris, tidak terdapat napas cuping hidung.
Palpasi : tidak ada benjolan pada area hidung, kulit hidung teraba hangat, nyeri tekan tidak
terkaji.
e. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, mukosa bibir berwarna merah muda, mulut simetris, tidak
ada lesi pada area mulut.
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan tidak terkaji.
f. Leher
Inspeksi : tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada pembengkakan pada area leher, warna
kulit leher sawo matang, tidak ada deviasi trakea.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada benjolan pada area leher, nyeri tekan tidak terkaji, kelenjar istmus naik ketika
klien batuk.
g. Dada
Pulmo
Inspeksi : RR 19 kali/menit, regular, I:E=1:2, tidak terdapat ada retraksi dinding dada
saat klien bernapas, pengembangan dada normal, simetris antara dada kanan
dan kiri.
Palpasi : taktil fremitus tidak dapat dikaji karena penurunan kesadaran.
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : terdengar bunyi napas ronkhi basah dan halus pada kedua apeks paru dan
vesikuler pada lapang paru bagian basal.
Cordis
Inspeksi : ictus cordis tak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba pada rongga intercostal kelima kiri pada garis medio-
klavikularis.
Perkusi : terdengar bunyi redup yang memanjang dari garis medio-klavikularis di ruang
intercostal ketiga dextra sampai ruang intercostal kelima sinistra.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung I dan II murni tanpa adanya bunyi murmur dan gallop.
h. Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada jaringan parut dan lesi pada kulit perut, tidak ada spider
nevi.
Auskultasi : peristaltik usus 7 kali/menit.
Perkusi : terdengar bunyi timpani pada area lambung dan usus pada kuadran I, III dan IV,
terdengar bunyi dullness atau pekak pada kuadran II.
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada pembesaran jaringan hepar; nyeri tekan tidak terkaji.
i. Ekstremitas
Kekuatan otot /
Ekstremitas atas
Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill kurang dari 2 detik, turgor kulit kering.
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak terdapat lesi pada kulit ekstremitas bawah.
Palpasi : tidak terdapat benjolan, nyeri tekan saat tidak terkaji, capillary refill 3 detik, tidak
ada sianosis, akral teraba hangat.
j. Genitalia
Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada area genetalia.
2. Cairan dan Nutrisi
Keluarga mengatakan klien tadi malam (17/3/19) minum dan makan terakhir (nasi, sayur,
dan lauk).
3. Eliminasi
Keluarga mengatakan tidak mengetahui kapan terakhir kali klien BAB dan BAK. Namun
jika dilihat dari pengeluaran urin pada urine bag, haluaran urin klien yaitu sebanyak 900 ml
selama dipasang 2 jam.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan Kepala Tanpa Kontras
Interpretasi singkat: perdarahan luas pada daerah pons sinistra.
G. TERAPI OBAT : Tidak ada.
ANALISA DATA
No Tgl/Jam Data Fokus Diagnosa Keperawatan Ttd
1 16/3/19 DS: - Ketidakefektifan IGD
07.10 DO: bersihan jalan napas Tea
Terdapat sekret warna kuning berhubungan dengan m
kecoklatan. mukus dalam jumlah
SpO2 99 % (terpasang O2 nasal kanul 4 berlebihan.
lpm), RR 19 x/menit regular.
Terdengar suara napas tambahan:
snoring dan gurgling.
Terdengar ronkhi basah halus di kedua
apeks paru.
GCS 5 (E1M3V1)
Tingkat kesadaran = koma.
2 16/3/19 DS: Resiko ketidakefektifan IGD
07.10 Keluarga mengatakan menemukan perfusi otak berhubungan Tea
klien tidak sadarkan diri di kamar dengan aneurisma m
mandi dengan posisi telungkup jam serebri.
6.30 kemudian dibawa ke rumah sakit
jam 7.00.
Keluarga mengatakan klien
mempunyai riwayat hipertensi dan tadi
malam mengeluh kepalanya pusing.
DO:
SpO2 99 % (terpasang O2 nasal kanul 4
lpm).
TD 230/100 mmHg.
HR 90 kali/menit.
GCS 5 (E1M3V1).
Tingkat kesadaran koma.
Terdengar suara napas tambahan:
snoring dan gurgling.
Terdengar ronkhi basah halus di kedua
apeks paru.
Tampak jejas pada kepala bagian
oksipital sinistra dengan diameter 3
cm.
Capilary refill ekstremitas bawah 3
detik, ekstremitas atas < 2 detik.
Pupil anisokor dengan diameter 5
mm/3 mm.
Hasil CT Scan kepala tanpa kontras:
perdarahan luas pada daerah pons
sinistra.
RENCANA KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Positioning
keperawatan selama 2 jam, 1. Pertahankan kepatenan
bersihan jalan bersihan jalan napas klien menjadi jalan napas dengan posisi jaw
napas efektif dengan kriteria hasil: thrust/head tilt chin lift.
berhubungan 1. Tidak terdengar gurgling
dengan mukus (skala 3). Respiratory Management
2. Tidak terdengar bunyi snoring 2. Lakukan pemasangan
dalam jumlah
(skala 3). oropharingeal airway.
berlebihan. 3. Suara ronkhi basah pada 3. Monitor frekuensi,
kedua apeks paru berkurang kedalaman pernapasan dan
(skala 3). saturasi oksigen.
4. Tidak ada sekret (skala 3). 4. Auskultasi bunyi napas
tambahan.
5. Lakukan
penghisapan/suction bila ada
indikasi.
2 Resiko Setelah dilakukan tindakan Cerebral Perfusion Promotion
ketidakefektifan keperawatan selama 2 jam tidak 1. Identifikasi faktor
perfusi otak terjadi ketidakefektifan perfusi penyebab penurunan
berhubungan jaringan otak, dengan kriteria kesadaran.
hasil: 2. Monitor status
dengan aneurisma
1. Tanda-tanda vital: neurologis.
serebri.
Peningkatan tekanan 3. Pantau adanya tanda-
darah [sistol < 230 tanda penurunan perfusi
mmHg, diastol < 100 serebral: GCS, memori,
bahasa, respon pupil dll.
mmHg] (skala 2).
4. Evaluasi pupil, batasan
HR 60-150 x/menit dan proporsinya terhadap
(skala 3). cahaya.
RR 18-24 x/menit 5. Monitor TTV, MAP, dan
(skala 5). saturasi oksigen klien.
T 36,0-37,5oC (skala 5). 6. Monitor input dan output
2. Tidak terjadi penurunan klien.
GCS (skala 5).
3. Tidak terjadi sianosis Oxygen Therapy
(skala 5). 7. Berikan oksigen sesuai
4. Tidak terjadi diaforesis keperluan.
(skala 5). 8. Monitor adanya oxygen
5. Tidak terjadi penurunan induced-hypoventilation.
kesadaran (skala 5). 9. Monitor adanya
6. Tidak terjadi tanda-tanda toksisitas oksigen dan
peningkatan TIK (skala 3). atelektasis.
Intracranial Pressure
Monitoring
10. Pertahankan posisi tirah
baring pada posisi kepala 15-
30o.
11. Pantau adanya tanda-
tanda peningkatan TIK.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.
Tgl/Jam Implementasi Respon Ttd
Dx
16/3/19 1 Membuka jalan napas dengan jaw S: - IGD
07.10 thrust dan kontrol servikal. O: Tea
Jalan napas klien terbuka, area m
servikal terfiksasi
1 Memasang OPA (oropharingeal S: - IGD
airway). O: Tea
Terdapat reflek batuk, OPA m
telah terpasang untuk
mempertahankan lidah, tidak
terdengar snoring
1 Melakukan suction pada daerah S: - IGD
mulut dan jalan napas atas. O: Tea
- Terdapat reflek batuk m
- Sekret yang keluar
berwarna kuning
kecoklatan
- Bunyi gurgling berkurang
1,2 Memasang O2 nasal kanul sebanyak S: - IGD
4 lpm. O: Tea
O2 nasal kanul 4 lpm m
terpasang, saturasi O2 klien
07.15 99%
2 Memonitor akral, saturasi oksigen S: - IGD
dan TTV serta MAP klien O: Tea
(memasang bedside monitor dan Akral hangat, saturasi O2 99%, m
oxymetri). TD 230/100 mmHg, HR 110
x/menit, t 36,6o C, RR 18
x/menit, MAP 143
1 Memonitor status pernapasan klien. S: - IGD
O: Tea
- RR klien 18 x/menit m
- Aus: ronkhi basah halus
pada kedua apeks paru
2 Mengecek nilai GDS klien. S: - IGD
O: Tea
07.20
GDS klien 367 mg/dl m
EVALUASI
No.
Tgl/Jam Evaluasi Ttd
Dx
16/3/19 1 S: - IGD
09.30 O: Tea
Saturasi oksigen 99%, RR 18 x/menit m
Ronkhi basah halus pada kedua apeks paru berkurang,
tidak terdapat bunyi snoring dan gurgling
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar berwarna kuning kecoklatan.
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan pemasangan OPA
Pertahankan pemberian oksigen
Monitor frekuensi, kedalaman pernapasan dan saturasi
oksigen.
Lakukan penghisapan/suction sesuai indikasi.
16/3/19 2 S: - IGD
09.30 O: Tea
Status kesadaran klien koma dengan GCS E1M3V1 m
Saturasi oksigen 99%
TD 230/100 mmHg, HR 112 x/menit, t 36,6o C, RR 18
x/menit, MAP 140
Ronkhi basah halus pada kedua apeks paru berkurang,
tidak terdapat bunyi snoring dan gurgling
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar berwarna kuning kecoklatan
Pupil anisokhor 5/3, reflek cahaya (-), kekuatan otot
A:
Masalah teratasi
P:
Motivasi keluarga untuk perawatan non ICU atau rawat
inap.
Monitor status neurologis.
Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral:
GCS, memori, bahasa, respon pupil dll.
Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya.
Monitor TTV, MAP, dan saturasi oksigen klien.
Monitor intake dan output klien.
Pertahankan pemberian oksigen sesuai keperluan.
Monitor adanya oxygen induced-hypoventilation.
Monitor adanya toksisitas oksigen dan atelektasis.
Pertahankan posisi tirah baring pada posisi kepala 15-30o.
Pantau adanya tanda-tanda peningkatan TIK.