STROKE
STASE KEPERAWATAN GADAR KRITIS
RSUD DR. KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN
Disusun oleh :
Anggi Try Hutami
(P07220219078)
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Rendi dan Margareth (2015) :
1. Infark otak (80%)
a. Emboli
Emboli kardiogenik, fibrilasi atrium dan aritmia lain, thrombus mural
dan ventrikel kiri, penyakait katub mitral atau aorta, endokarditis
(infeksi atau non infeksi).
b. Emboli paradoksal
Emboli arkus aorta, aterotrombotik (penyakit pembuluh darah
sedang-besar), penyakit eksrakanial, arteri karotis interna, arteri
vertebralis.
c. Penyakit intracranial
Arteri karotis interna, arteri serebri interna, arteri basilaris, lakuner
(oklusi arteri perforans kecil).
2. Pendarahan intraserebral (15%)
Hipertensi, malformasi arteri-vena, angipati amiloid.
3. Pendarahan subaraknoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark/pendarahan)
Trobus sinus dura, diseksi arteri karotis/vertebralis, vaskulitis sistem
saraf pusat, penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intra cranial yang
progresif), migren, kondisi hiperkoagulasi, penyalahgunaan obat, dan
kelainan hematologist (anemia sel sabit, polisistema, atau leukemia),
serta miksoma atrium.
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah
timbulnya defisit neurologist, secaara mendadak/subakut, di dahului gejala
prodromal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya
kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi
pada usia > 50 tahun. Menurut WHO dalam International Statistic
Dessification Of Disease And Realeted Health Problem 10th revitoan, stroke
hemoragik dibagi atas Pendarahan Intra Serebral (PIS) dan Pendarahan
Subaraknoid (PSA) (Rendi, Margareth, 2015).
Stroke akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri
kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau
emosi/marah, sifat nyeri kepala hebat sekali, mual dan muntah sering
terdapat pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat
masuk koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara setengah
jam s.d dua jam, dan 12% terjadi setelah dua jam, sampai 19 hari) (Rendi,
Margareth, 2015).
Pada pasien PSA gejala prodormal berupa nyeri kepala hebat dan
akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala/tanda
rangsang maningeal, oedema pupul dapat terjadi bila ada subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis
interna. Gejala neurologis tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya (Rendi, Margareth, 2015).
Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa kelumpuhan wajah atau
anggota badan (hemiparesis yang timbul mendadak), gangguan sensabilitas
pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik), perubahan
mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), afasia
(bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan),
disartria (bicara pelo/cadel), gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler,
atau diplopia), ataksia (trunkal/anggota badan), vertigo, mual dan muntah,
atau nyeri kepala (Rendi, Margareth, 2015).
D. KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke menurut Corwin (2009) adalah :
1. Stroke non hemoragik
a. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak
perlahan karena proses arterosklerosis cerebral dan perlambatan
sirkulasi serebral.
b. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak
akibat abnormalitas patologik pada jantung. Embolus biasanya
menyumbat arteri cerebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan pendarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada daerah otak tertentu. Kejadiannya biasanya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
psien umunya dapat menurun.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi stroke berbeda berdasarkan jenis stroke, iskemik dan
hemorhagik yaitu (Permana, 2018) :
1. Stroke iskemik
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang.
Nilai kritis CBF adalah 23 ml/100 gr/mnt, dengan nilai normal 50
ml/100 gr/mnt. Penurunan CBF di bawah nilai normal dapat
menyebabkan infark. Suatu penelitian menyebutkan bahwa nilai CBF
pada pasien dengan infark adalah 4,8-8,4 ml/100 gr/mnt. Patofisiologi
stroke iskemik dibagi menjadi dua bagian yaitu vaskular dan
metabolisme. Iskemia disebabkan karena terjadi oklusi vaskular. Oklusi
vaskular yang menyebabkan iskemia ini dapat disebabkan oleh emboli,
thrombus, plak, dan penyebab lainnya. Iskemia menyebabkan hipoksia
dan akhirnya kematian jaringan otak. Oklusi vaskular yang terjadi
menyebabkan terjadinya tanda dan gejala pada stroke iskemik yang
muncul berdasarkan lokasi terjadinya iskemia. Sel-sel pada otak akan
mati dalam hitungan menit dari awal terjadinya oklusi. Hal ini berujung
pada onset stroke yang tiba-tiba .
Gangguan metabolisme terjadi pada tingkat selular, berupa
kerusakan pompa natrium-kalium yang meningkatkan kadar natrium
dalam sel. Hal ini menyebabkan air tertarik masuk ke dalam sel dan
berujung pada kematian sel akibat edema sitotoksik. Selain pompa
natrium-kalium, pertukaran natrium dan kalsium juga terganggu.
Gangguan ini menyebabkan influks kalsium yang melepaskan berbagai
neurotransmiter dan pelepasan glutamat yang memperparah iskemia
serta mengaktivasi enzim degradatif. Kerusakan sawar darah otak
(membran pemisah sirkulasi darah dari cairan ekstraselular otak) juga
terjadi, disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah oleh proses di atas,
yang menyebabkan masuknya air ke dalam rongga ekstraselular yang
berujung pada edema. Hal ini terus berlanjut hingga 3-5 hari dan sembuh
beberapa minggu kemudian. Setelah beberapa jam, sitokin terbentuk dan
terjadi inflamasi.
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak bersifat neurotoksik dan
berperan dalam perluasan kerusakan sel. Hal ini terjasi apabila kadar
glukosa darah otak tinggi seehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia. Stroke iskemik dapat berubah menjadi stroke
hemorhagik. Pendarahan yang terjadi tidak selalu menyebabkan defisit
neurologis. Defisit neurologis terjadi apabila perdarahan yang terjadi
luas. Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya sawara darah otak,
sehingga sel darah merah terekstravasasi dari dinding kapiler yang
lemah.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemorhagik dibagi menjadi pendarahan intraserebral dan
pendarahan subaraknoid
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan masuk ke parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial
dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Hal ini dapat disebabkan oleh
diathesis perdarahan dan penggunaan antikoagulan seperti heparin,
hipertensi kronis, serta aneurisma.
Masuknya darah ke dalam parenkim otak menyebabkan
terjadinya penekanan pada berbagai bagian otak seperti serebelum,
batang otak, dan thalamus. Darah mendorong struktur otak dan
merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau
ke rongga subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningen. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang menimbulkan tanda dan gejala
seperti nyeri kepala hebat, papil edema, dan muntah proyektil
b. Perdarahan subaraknoid
Lokasi pendarahan umumnya terletak pada daerah ganglia
basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia
basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan kadang-
kadang ruptur ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
sistem ventrikuler ke dalam rongga subaraknoid. Adanya perluasan
inttraventrikuler sering berakibat fatal
F. PATHWAY
Faktor pencetus hipertensi, merokok
Stroke hemoragik
Arteri vertebra basil laris Kerusakan N.VII (Fasialis), N.IX Penurunan fungsi N.X
(Glosofaringeus), N.XII (Hipoglosus) (Vagus), N.IX
(Glosofaringeus)
Disfungsi N,XI Assesoris
Kontrol otot fasial/oral menjadi lemah
Proses menelan tidak efektif
Penurun fungsi motoric,
anggota gerak Kehilangan fungsi tonus otot
musculoskeletal fasial/oral Refluks disfagia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Padila (2015) pemeriksaan penunjang pasien stroke terdiri atas:
1. Diagnostik
Scan kepala, angiografi serebral, EEG44, Fungsi lumbal, MRI, dan X ray
tengkorak
2. Pemeriksaan laboratorium
Hitung darah lengkap, kimia klinik, masa protombin, urinalisis
I. PENATALAKSANAAN
Stroke dapat dilakukan pengobatan dengan cara (Padila, 2015) :
1. Konservatif
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit denganpemasangan infus
b. Mencegah peningkatan TIK dengan obat antihipertensi, deuritika,
vasodiator perifer, antikoagulan, diazepam bila kejang, anti tukak
misal cimetidine, kortikosteroid (pada kasus ini tidak ada manfaatnya
karena pasien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress
ulcer/perdarahan lambung), dan manitol luntuk mengurangi edema
otak.
2. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang
menetap akan membahayakan kehidupan pasien.
3. Pada fase sub akut/pemulihan (>10 hari) perlu :
Terapi wicara, terapi fisik, dan stoking anti embolisme
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas :
a. Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta
status hubungan dengan pasien.
2. Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami
bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
6. Pengkajian data
a. Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP,
sianosis, pucat.
c. Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.
d. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
e. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare
atau konstipasi.
f. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
h. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi
atau takikkardi)
c) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat
/ aktivitas
d) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
3) Head to toe examination :
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak,
kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta
kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit,
edema, clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
(1) Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus
cordis (normal : ICS ke5)
(2) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi
atau hepertrofi ventrikel
(3) Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
(4) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup
atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi
isimetris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan
arteri pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-
kira pada permulaan diastole. (BJ II normal selalu lebih
lemah daripada BJ I)
k) Saraf Kranial :
- N.I Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut
sensorik untuk indera penghidu. Mata pasien
terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat
hidung untuk diidentifikasi.
- N.II Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan
menyuruh pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan
akan kacamata sebelum pasien sakit harus
diperhatikan.
- N.III Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar
otot mata
- N.IV Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata
- N.V Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3
bagian: optalmikus, maksilaris, dan madibularis.
Bagian sensori dari saraf ini mengontrol sensori
pada wajah dan kornea. Bagian motorik mengontrol
otot mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai
dengan menilai reflak kornea; jika itu baik pasien
akan berkedip ketika kornea diusap kapas secara
halus. Kemampuan untuk mengunyah dan mengatup
rahang harus diamati.
- N.VI Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara
bersamaan karena ketiganya mempersarafi otot
ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh
pasien untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke
segala arah.
- N.VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan
dengan pengecapan pada dua pertiga anterior lidah.
Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot
ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari
paralisis fasial perifer adalah bell’s palsi.
- N.VIII Akustikus : Saraf ini dibagi menjadi cabang-
cabang koklearis dan vestibular, yang secara
berurutan mengontrol pendengaran dan
keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan
konduksi tulang dan udara. Saraf vestibular mungkin
tidak diperiksa secara rutin namun perawat harus
waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari
pasien.
- N.IX Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang
dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa. Motorik: Mengendalikan
organ-organ dalam
- N.X Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai
bersama-sama. Saraf Glosofaringeus mempersarafi
serabut sensori pada sepertiga lidah bagian posterior
juga uvula dan langit-langit lunak.Saraf vagus
mempersarafi laring, faring dan langit-langit lunak
serta memperlihatkan respon otonom pada jantung,
lambung, paruparu dan usus halus. Ketidak
mampuan untuk batuk yang kuat, kesulitan menelan
dan suara serak dapat merupakan pertanda adanya
kerusakan saraf ini.
- N.XI Asesoris Spinal : Saraf ini mengontrol otot-
otot sternokliedomostoid dan otot trapesius.
Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien
mengangkat bahu atau memutar kepala dari satu sisi
ke sisi lain terhadap tahanan, bisa juga di bagian
kaki dan tangan
- N.XII Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan
lidah. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis
tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi sekunder
terhadap kerusakan saraf, maka akan mengarah pada
sisi yang terjadi lesi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kinerja ventrikel kiri, tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut,
hipertensi, dan hiperkolesteronemia (D.0017)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak (D.0054)
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral, dan gangguan neuromuskuler (D.0119)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap terakhir proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
(Hidayat,2011) tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemapuan klien dalam
mencapai tujuan.hal ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan
1. Mengakhiri tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta
PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI: Jakarta
Hartati, Juni. 2019. Karya Ilmiah Akhir Ners Asuhan Keperawatan pada Tn. Y dengan
Stroke Hemoragik dalam Pemberian Inovasi Intervensi Posisi Elevasi Kepala
30 Derajat di Ruang Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
STIKES Perintis : Bukittinggi. Diakses pada tanggal 22 Mei 2022 pukul 19.31
WITA
Hasan, dkk. 2020. Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral dengan
Penurunan Kesadaran pada Klien Stroke Hemoragik setelah di berikan Posisi
Kepala Elevasi 30 Derajat. Diakses pada tanggal 22 Mei 2022 pukul 23.31
WITA