Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1. Perawatan Paliatif Pada Pasien Stroke
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis. (UPF, 2014)
Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan otak baik
secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Patologis
ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding
pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen
pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
(Doenges, 2015)
Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis.
Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada
dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh
lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
1.1.2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2014) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
A. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,
dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebral atau embolisme serebral.

1
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
B. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya,
yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba
dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
C. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
D. Haemorhagi serebral
 Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawata n segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
 Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
 Haemorhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
 Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila
haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam
bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
1.1.3. Faktor Resiko pada Stroke (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131) :
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.

2
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
B. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
C. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
D. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
E. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
F. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
G. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
H. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
I. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
J. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
K. Penyalahgunaan obat ( kokain)
L. Konsumsi alcohol
M. Lain – lain

3
Lanjut usia, penyakit paru – paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
1.1.4. Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
A. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
1. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.
2. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurologi Defisit(RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis yang
berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali
(dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu).
3. In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala
gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.
4. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke )
merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil
selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
B. Stroke Haemorrhagi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni di
rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada juga
perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan
subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-
gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi
berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.
1.1.5. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan
patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-
cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang
paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif
yang sama . Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang
secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada
pagi hari dan sore hari.

4
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik .
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat
merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada
keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar
93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
1.1.6. Manifestasi Klinis Stroke
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
A. Defisit Lapang Penglihatan
 Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
 Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas
objek.
 Diplopia
Penglihatan ganda.

5
B. Defisit Motorik
 Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
 Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas.
 Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
 Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
C. Defisit Verbal
 Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu
bicara dalam respon kata tunggal.
 Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
 Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
 Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
 Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi
1.1.7. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131)
A. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
 Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
 Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
B. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)

6
 Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
 Infark miokard
 Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
 Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
C. Komplikasi Jangka panjang
 Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit
vaskular
perifer.
1.1.8. Pencegahan
Pencegahan stroke yang efektif dengan cara menghindari faktor resikonya,banyak
faktor resiko stroke yang bisa di modifikasi.
Sebagian dari pencegahan stroke caranya :
 Kontrol tekanan darah. hipertensi merupakan penyebab serangan stroke.
 Kurangi atau hentikan merokok. Karena nikotin dapat menempel di
pembuluh darah dan menjadi plak, jika plaknya menumpuk bisa menyumbat
pembuluh darah.
 Olahraga teratur. Olahraga teratur bisa meningkatkan ketahanan jantung dan
menurunkan berat badan
 Perbanyak makan sayur dan buah. Sayur dan buah mengandung banyak
antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas, selain itu sayur dan buah
rendah kolesterol
 Suplai Vitamin E yang cukup. Para peneliti dari Columbia Presbyterian
Medical Center melaporkan bahwa konsumsi vitamin E tiap hari menurunkan
resiko stroke sampai 50% vitamin E juga menghaluskan kulit.
1.1.9. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
A. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi
B. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
C. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

7
D. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
1.2 Konsep Perawatan Paliatif Pada Pasien Dengan Stroke Kronis
A. Konsep Kehilangan
i. Pengertian
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau
seseorang tidak lagi ditemui atau diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilagan secara
berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress
lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang
yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress
emosional lebih besar dibandingkan dengan saudaranya yang tidak pernah
bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau
dirasakan. Makin dalam makna dari apa yang hilang maka akan makin besar
perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan
maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal
untuk pertama kalinya), kehilangan situsional (kehilangan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal seperti kematian
mendadak dari orang yang dicintai), atau keduanya.
 Kehilangan obyek eksternal, yaitu mencakup segala kepemilikan yang
telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana
alam.
 Kehilangan lingkungan yang telah dikenal, yaitu meninggalkan
lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau perpindahan
secara permanen.
 Kehilangan orang terdekat, yaitu mencakup kehilangan orang tua,
pasangan, anak-anak, dan orang-orang yang dikenal.
 Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
dan psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak,
mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis
mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas,
kekuatan, atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk
kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan
repspect atau cinta. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan

8
akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri.
 Kehilangan hidup. Seseorang yang menghadapi kematian menjalani
hidup, didasarkan berpikir dan merespon terhadap kejadian dan orang
sekitarnya sampai terjadi kematian. Sebagian menganggap kematian
menjadi jalan masuk ke dalam kehidupan setelah kematian yang akan
mempersatukannya dengan orang yang akan dicintai di surga. Sedangkan
orang lain takut berpisah, dilalaikan, kesepian, atau takut cedera.
Ketakutan terhadap kematian sering menyebabkan individu lebih
tergantung. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan, termasuk
keputusan medis, interpersonal, psilkologis, seperti halnya dalam
menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase kronis, klien bertempur
dengan penyakit dan pengobatannya. Akhirnya terdapat pemulihan atau
fase terminal. Kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat
mengalami pemulihan. Klein yang mencapai fase terminal ketika
kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi bisa terjadi.
ii. Duka, Bergabung dan Kehilangan karena Kematian
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran,perasaan dan
aktifitas yang mengikuti kehilangan.keadaan ini mencangkup dukacita dan
berkabung.dukacita adalah proses mengalami reaksi psikologis ,sosial,
fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon ini termasuk
keputusan,kesepian, ketidakberdayaan ,kesedihan, rasa bersalah dan
marah. Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilanmgan dan
mencangkup berupaya untuk melewati dukacita. Proses dukacita dan
berkabung bersifat mendalam,internal, menyedihkan, berkepanjangan.
Tujuan dukacita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan
mengintregasikankehilangan kedalam pengalaman hidup klien.
iii. Respon dukacita khusus, dukacita adaptif dan dukacita terselubung
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi,
perencanaan dan pengenalan psikososial. Dukacita yang adaptif terjadi
pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka
panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eriktomatosus
sistemik,klien mungkin merasa sangat sehat tetapi mulai berduka dalam
merespon informasi tentang kehilangan dimasa mendatang yang berkaitan
dengan penyakit.dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencangkup
melepas harapan, impian dan harapan terhadap masadepan jangka panjang.

9
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau
tidak dapat dikenali,rasa berkabung yang luas,atau didukung secara sosial. Konsep
mengenali bahwa masyarakat mempunyai serangkaian norma mengenai aturan
berduka yang berupaya untuk mengkhususkan siapa,kapan, dimana, bagaimana,
berapa lama dan kepada siapa oranmg itu harus berduka. Keunikan dari dukacita
terselubung menimbulkan situasi dimana perawat sering menjadi pengganti sosial
dan kekeluargaan bagi klien.
B. Konsep Perawatan Paliatif
A. Pengkajian
Selama pengkajian perawat tidak boleh berasumsi tentang bagaimana atau
klien atau keluarganya mengalami duka cita. Perawat harus menghindari
membuat asumsi bahwa perilaku tertentu menandakan duka cita, sebaliknya
perawat harus memberi kesempatan pada klien untuk menceritakan apa yang
sedang terjadi dengan cara mereka sendiri. Pengkajian tentang klien dan
keluarganya dimulai dengan menggali makna kehilangan bagi mereka.
Perawat mewawancarai klien dengan keluarga dengan menggunakan
komunikasi yang tulus dan terbuka, dengan menekankan keterampilan
mendengar dan mengamati respond an perilaku mereka. Perawat mengkaji
bagaimana klien bereaksi dan bukan bagaimana klien seharusnya bereaksi.
Pertimbangan terhadap variable ini memberi perawat data dasar yang luas
sehingga dari data tersebut dapat dibuat perawatan yang sifatnya individual
bagi klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Perawat mengumpulkan data untuk membuat diagnose keperawatan
mengenai duka cita atau reaksi klien terhadap duka cita. Mengidentifikasi
batasan karakteristik yang membentuk dasar untuk mendiagnosa akurat juga
mengembangkan intervensi dalam rencana perawatan.Perilaku yang
menandakan duka cita maladaptive termasuk yang berikut ini:
1. Aktivitas berlebihan tanpa rasa kehilangan
2. Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga
3. Permusuhan terhadap orang tertentu
4. Depresi, agitasi dengan ketenangan, agitasi, insomnia, perasaan tidak
berharga, rasa bersalah yang berlebihan, dan kecenderungan untuk bunuh
diri
5. Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang
berhubungan dengan budaya klien.

10
6. Ketidakmampuan untuk mendiskusikan kehilangan tanpa menangis
(terutama lebih dari 1 tahun) serta terjadi kehilangan.
7. Rasa kesejahteraan yang salah.
Contoh diagnose keperawatan Nanda yang berhubungan dengan duka cita:
 Duka cita adaptif yang berhubungan dengan :
Potensial kehilangan orang terdekat yang dirasakan
Petensial kehilangan kesejahteraan bisiopsikososial yang dirasakan
Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan
 Duka cita maladaptive yang berhubungan dengan:
Kehilangan obyek potensial atau actual
Rintangan respons berduka
Tidak ada antisipasi terhadap berduka
Kehilangan orang terdekat
 gangguan persediaan yang berhubungan dengan:
Berduka yang tidak sesuai
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d.: Respon
duka cita yang bertahap
 Perubahan koping keluarga yang b.d.: Preokupasi sementara oleh
orang terdekat yang mencoba untuk menangani konflik emosional
dan personal
 Penderita (antisipasi berduka) dan tidak mampu untuk menerima
atau bertindak secara efektif dalam kaitannya dengan kebutuhan
klien
 Perubahan proses keluarga b.d. :Transisi atau krisis situasi
 Keputusan b.d. : Kekuarangan atau penyimpangan kondisi
fisiologis
 Stress jangka panjang
 Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa
 Isolasi sosial b.d. : Sumber pribadi tidak akurat
 Distress spiritual (distress jiwa manusia) b.d. : Perpisahan dari
ikatan keagamaan dan kultural
 Gangguan pola tidur b.d. : Stress karena respon berduka
C. Perencanaan
Tujuan bagi klien dengan kehilangan mencakup akomudasi duka cita,
menerima realitas kehilangan, mencapai kebali rasa harga diri, dan
mempebarui aktivitas atau hbungan norma. Kebutuhan fisiologis,

11
perkembangan, dan spiritual juga harus di penuhi. Perawat harus lebih toleran
dan rela untuk meluangkan waktu lebih lama bersama klien menjelang ajal
untuk mendengarkan klien dalam mengekspresikan duka cita dan untuk
mempertahankan kualitas hidup mereka. Tujuan tambahan bagi klien
menjelang ajal antara lain:
1. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan
2. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
3. Mempertahankan harapan
4. Mencapai kenyamanan spiritual
5. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi
D. Implementasi
Sensitivitas terhadap klien adalah yang paling penting agar perawat dapat
berfungsi secara afektif. Perawat juga harus sensitive terhadap budaya,
etnisitas, gaya hidup, atau kelas sosial klien dan keluarganya. Mereka harus
sensitive terhadap keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Jika klien
ingin menghindari perasaan emosional yang dapat diekspresikan ketika
seseorang membentuk ikatan dengan klien yang sedang melawan hidup dan
mati , maka perawat harus sensitive terhadap kebutuhan mereka sendiri.
E. Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya
Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat menuntut dan
menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk
meraih kembali martabatnya dapat menjdi salah satu penghargaan terbesar
keperawatan. Klien mungkin mengalami banyak gejala selama berbulan –
bulan sebelum terjadi kematian. Perawat dapat berbagi penderitaan klien
menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara yang meningkatkan kulitas
hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian.
i. Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan
peredaan psikobiologis. Perawat member berbagai tindakan penenangan
bagi klien sakit terminal. Control nyeri terutama penting karena nyeri
menganggu tidur, nafsu makan, mobilitas dan fungsi psikologis.
Ketakutn terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Makin cepat
klien menjelang ajal mendapat peredaan nyeri, makin banyak energy
yang mereka miliki untuk berprtisipasi dalam aktivitas kualitas hidup.
Pemberian kenyamanan bagi klien sakit terminal juga mencakup
pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi yang didapat klien.

12
ii. Pemeliharaan Kemandirian
Pilihan yang penting bagi klien yang menjelang ajal adalah memilih
tempat perawatan. Bnyak pilihan selain dari perawatan akut dirumah
sakit. Perawatan hospice memungkinkan perawatan komprehensif
dirumah. Perawat harus menginformasikan klien tentang pilihan ini.
iii. pencegahan Kesepian dan Isolasi
Jika perawat tidak terikat atau menghindari pembahasan tentang situasi
yang dialami klien, maka klien menjelang dapat mengalami kesepian
yang mendalam. Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman
untuk merespon secara efektif terhadap klien menjelng ajal. Kematian
menimbulkan kegagalan bagi banyk pemberi perawatan kesehatan.
Dirumah sakit, seseorang menjelang ajal sering ditempatkan diruang
tersendiri untuk menghindari pemajanan terhadap orang lain tentang
penderitaan. Tanpa stimulasi sensori yang bermakna, orang menjelang
ajal mungkin merasa diabaikan dan di isolasi. Untuk mencegah kesepian
dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan
kualitas lingkungan. Memberikan stimulasi lingkungan yang bermakna
dengan menenangkan klien. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika
terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat
selalu memberikan dukungan ini. Untuk memberikan perawatan yang
diperlukan oleh klien menjelang ajal, mungkin ada baiknya untuk
memberi dorongan dan dukungan pada keluarga klien atau orang terdekat
untuk tetap bersama.
iv. Peningkatan Ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti yang lebih besar dari
sekedar meminta kunjungan rohaniawan. Perawat dapat member
dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan.
Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan
mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan.
Klien menjelang ajal dapat merasa bersalah jika hidup mereka dianggap
sebagi tidak bermakna. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapan dan
cinta. Cinta dapat dengan baik diekspresikan melalui perawatan yang
tulus dan penuh simpati. Perawat dan keluarga dapat memberikan
ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi,
mengekspresikan empati, berdoa dengan klien, membaca literature yang
member inspirasi dan memainkan music. ( Stepnick & Perry, 1992 )

13
v. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus mendukung melewati waktu menjelang ajal dan
kematian dari orang yang mereka cintai. Perawat harus mengenali niali
anggota keluarga sebagi sumber dan membantu mereka untuk tetap
berada dengan klien menjelang ajal. Menghargai dukacita adalah langkah
pertama perawat dalam mengembangkan hubungan sportif dengan
keluarga. Sebelum menggunakan anggota keluarga sebagai sumber,
perawat harus menetapkan apakah mereka ingin dilibatkan. Perawat
mengkaji peran keluarga sebagai pengamat, pendengar, atau pemberi
perawatan. Penyakit terminal menempatkan tuntutan yang besar pada
sumber social dan financial. Ketegangan emosional sering mengganggu
saluran komunikasi normal. Benolil (1985) menggambarkan situasi yang
membuat sulit bagi keluarga untuk mengatasi tuntutan penyakit terminal.
vi. Perawatan hospice
Program hospice adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang
dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan
nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin
sepanjang proses menjelang ajal. Terdapat berbagai tipe program
hospice. Komponen perawatan rumah dari program hospice dioperasikan
oleh rumah sakit atau lembaga perawatan kesehatan yang terpisah.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengontrol
gejala ketimbang pengobatan penyakit. Perawatn klien di koordinasikan
antar lingkungan rumah dan klien. Keluarga menjadi pemberi perawatan
primer, pemberian medikasi dan pengobatan.
F. Perawatan Setelah Kematian
Perawat mungkin menjadi orang yang paling tepat untuk merawat tubuh
klien setelah kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah
terbina selama fase sakit, dengan demikian perawat mungkin lebih sensitife
dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitifitas. Setelah
kematian tubuh mengalami berbagai perubahan fisik. Tubuh klien harus
ditagani secepat mungkin setelah kematian untuk mencegah kerusakan
jaringan atau perubahan bentuk tubuh. Jika keluarga meminta donasi organ,
maka tindakan yang sesuai harus dilakukan dengan segera.
Perawat memberi kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien.
Kesempatan ini membantu untuk menunjukkan bahwa inilah kesempatan
untuk “mengucapkan selamat tinggal pada orang yang mereka cintai,

14
terutama selaki keluarga tidak ada ketika terjadi kematian. Jika keluarga ragu-
ragu, perawat harus member kesempatan bagi mereka untuk memikirkan hal
tersebut. jika mereka memutuskan untuk tidak melihat tubuh klien, perawat
menerima keputusan mereka tanpa menghakimi. Jika keluarga memutuskan
untuk melihat tubuh klien, mereka harus ditengangkan bahwa mereka tidak
akan sendiri. Perawat akan dengan senang hati menemani mereka atau akan
mengatur siapa saja yang ingin bersama mereka. Perawat harus meluangkan
waktu sebanyak mungkin dalm membantu keluarga yang berduka dan
memberi tawaran untuk menghubungi pelayangn lingkungan lainnya seperti
pelayanan social dan penasehat spiritual. Keluarga kini menjadi klien.
Sebelum keluarga melihat tubuh klien, perawat menyiapkan tubuh klien
dan ruangan untuk meminimalkan stress dari pengalaman ini. Perawat
menyingkirkan benda dan peralatan dari pandangan. Perawat menyipkan
tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin.
Tubuh klien diletakan dalam posisi terlentang dengan lengan disamping,
telapak tangan menghadap kebawah, ataumelipat badan diatas dada. Perawat
meletakkan bantal atau gulungan handuk di bawah kepala untuk mencegah
perubahan warna akibat penimbunan darah. Kelopak mata biasanya tetap
tertutup jika ditahann selama beberapa detik. Jika hal ini tidak berhasil, bola
kapas lembab akan menahan kelopak mata menutup. Perawat membersikan
bagian tubuh yang basah dan membalut tubuh dengan gaun yang bersih,
menyisir atau menyikat ranbut dan menutupi tubuh sampai bahu dengan linen
bersih. Keluarga mungkin ikut berpartisipasi dalm proses ini dan harus
diberika kesempatan.
Setelah tubuh disiapkan, keluaga diundang ke dalam ruangan. Umumnya
anggota keluaraga dapat mengatasi lebih baik jika mereka tidak sendiri.
Perawat atau anggota keluarga yang lain harus hadir untuk memberikan
dukungan motivasi kepada anggota lainnya. Perawat dapat memberi contoh
kepada keluarga bagaimana menunjukkan rasa kasih sayang kepada jenasah.
Penting artinya untuk tidak memburu-buru keluarga ketika mereka
melakukan waktu bersama jenasah. Setelah keluarga pergi, sesuai dengan
kebijakan tertentu rumah sakit, perawat mamasang tanda yang menyebutkan
nama dan informasi lain pada pergelangan tangan jenasah klien dan
pergelangan kaki atau ibu jari kakinya. Gaun dilepaskan dan tubuh dibungkus
rapat dengan kain katun, dalam kantung besar dari pelastik atau katun. Tanda
identivikasi lainnya dipasang pada kantung tersebut. Jika klien mempunyai
penyakit infeksi menular, pelebelan khusus digunakan unruk mewaspadakan

15
mereka yang memindahkan atau menyimpan peralatan lain. Jenasah
kemudian dipindahkan kekamar mayat. Perawat bertanggung jawab untuk
melepaskan kepemilikan pribadi jenasah dan mencatat semua ini dalam
catatan medis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke : Waspadai Ancamannya. Jakarta: Andi Publisher.

Mansyoer,Arief.(2013). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

.Tarwoto, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Bandung: Sagung Seto

17

Anda mungkin juga menyukai