TINJAUAN PUSTAKA
c. Defisit Verbal
1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata tunggal.
2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara
tetapi tidak
masuk akal.
3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
4) Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek
dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan
untuk berkonsentrasi, alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
5) Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah,
perasaan isolasi.
7. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131)
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit
vaskular perifer.
8. Pencegahan
Pencegahan stroke yang efektif dengan cara menghindari faktor
resikonya,banyak faktor resiko stroke yang bisa di modifikasi.
Sebagian dari pencegahan stroke caranya :
a. Kontrol tekanan darah. hipertensi merupakan penyebab serangan stroke.
b. Kurangi atau hentikan merokok. Karena nikotin dapat menempel di
pembuluh darah dan menjadi plak, jika plaknya menumpuk bisa
menyumbat pembuluh darah.
c. Olahraga teratur. Olahraga teratur bisa meningkatkan ketahanan jantung
dan menurunkan berat badan
d. Perbanyak makan sayur dan buah. Sayur dan buah mengandung banyak
antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas, selain itu sayur dan
buah rendah kolesterol
e. Suplai Vitamin E yang cukup. Para peneliti dari Columbia Presbyterian
Medical Center melaporkan bahwa konsumsi vitamin E tiap hari
menurunkan resiko stroke sampai 50% vitamin E juga menghaluskan
kulit.
9. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional
pengelolaan stroke di Indonesia, 2001 mengemukakan hal-hal berikut:
1) Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi
tubuh;
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu
berikan oksigen 0-2 liter/menit sampai ada hasil gas darah;
3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten;
4) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 1997,
mengemukakan bahwa peningkatan tekanan darah yang sedang tidak
boleh diobati pada fase akut stroke iskemik. Konsensus nasional
pengelolaan stroke di Indonesia, 1999, mengemukakan bahwa
tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila terdapat salah
satu hal berikut :
a) Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit.
b) Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit.
c) Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua
kali pengukuran selang 30 menit.
d) Disertai infark miokard akut/gagal jantung atau ginjal akut.
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke
diakibatkan oleh:
a) Stres dari pada stroke
b) Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
c) Tekanan intrakranial yang meninggi.
d) Kandung kencing yang penuh
e) Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke
tempat yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri
dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
5) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke,
disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam
serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui
bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran
infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/dl harus
diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia (>250 mg%) harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips
kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera
dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan
diobati penyebabnya.
6) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat
antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan
suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33 ºC
atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan
oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia.
Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama
kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar
jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
7) Nutrisi peroral
Hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
8) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan.
Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid,
hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
9) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis
rendah subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke:
a) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non
haemoragic, diberikan dalam 24 jam sejak serangan
gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
b) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan
platelet. Obat ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
c) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral,
obat ini merilekskan otot polos pembuluh darah.
d) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah
kapiler mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi
dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.
10) Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi
merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca
stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah
emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum
mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin
akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang
jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman
kepada keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi
perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah
pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik
positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif,
serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk
belajar kembali satu keterampilan.
11) Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang
sistematik dan evaluasi dari defisit dan perbaikan fungsi pasien.
Fokus perawatan adalah langsung membantu pasien belajar kembali
kehilangan keterampilan yang dapat membentu kembali
kemungkinan kemandirian pasien. Pada fase ini pasien dimonitor
secara hati-hati untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang
lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita lakukan adalah
sebagai berikut :
a) Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri “personal
hygiene” semampunya.
b) Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai
cara pasien mengkompensasi ketidakmampuan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
d) Berikan spesial perawatan kulit.
e) Berikan privasi dengan menggunakan penutup jika klien
belajar keahlian baru seperti belajar makan sendiri.
f) Berikan support emosional.
g) Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk
berpartisipasi.
12) Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlukan
suatu program untuk membimbing klien dan keluarga yang tercakup
dalam perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera
setelah klien masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota
tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik adalah perencanaan
pulang yang tersentralisasi, terorganisir, dan melibatkan berbagai
anggota tim kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan mutlak harus
mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan rencana
pemulangan klien, sehingga klien mendapatkan pelayanan yang
holistik dan komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a) Mempersiapkan klien untuk menyesuaikan diri dengan
rumah dan masyarakat;
b) Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki dan
mempertahankan status kesehatannya;
c) Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri
klien jika terdapat gejala sisa (cacat);
d) Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus
diterima oleh klien selama perawatan maupun dalam persiapan untuk
pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam
proses rencana pemulangan. Informasi untuk klien dan keluarga:
a) Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.
c) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien
bisa membaca.
d) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama
perawatan dan pengobatan.
e) Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus
dilaporkan kepada tim kesehatan.
f) Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam
pengawasan dan perawatan klien.
g) Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila
klien perlu pertolongan medis.