Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA ANAK DENGAN


GANGGUAN SISTEM TUBUH PADA SISTEM ENDOKRIN YAITU
DIABETES MELITUS JUVENIL (DM JUVENIL)

Di susun untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas mata kuliah


Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)

Kelas 2A

Dosen Pengampu:
Ns. Fitri Wahyuni. S, M.Kep., Sp.Kep.An

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


mana atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dan semoga sholawat beserta salam
yang senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman. Dengan begitu penulis dapat menyusun makalah asuhan keperawatan yang
berjudul Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Gangguan Sistem
Tubuh pada Sistem endokrin yaitu Diabetes Melitus Juvenil (DM Juvenil).
Laporan asuhan keperawatan ini disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal.

Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini, tidaklah lepas dari


kendala dan hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran
dalam penyusunan makalah asuhan keperawatan ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala dan hambatan yang
penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Ibu Ns.Fitri Wahyuni.S,M.Kep.,Sp.Kep.An selaku dosen mata kuliah


Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya laporan asuhan
keperawatan ini
3. Rekan-rekan seperjuangan dengan program studi S1 Keperawatan yang
saling mengingatkan dan memotivasi penulis dalam penyusunan makalah
asuhan keperawatan ini

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak


kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan
datang.

i
Harapan dan tujuan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk semua pihak termasuk penulis, dan
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.

Padang, 26 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................6
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................7
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Diabetes Melitus Juvenil................................................................9
1. Anatomi Fisiologi...............................................................................................9
2. Definisi................................................................................................................9
3. Etiologi................................................................................................................10
4. Patofisiologi........................................................................................................11
5. Klasifikasi...........................................................................................................14
6. Manifestasi Klinis...............................................................................................14
7. Komplikasi..........................................................................................................17
8. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................18
9. Penatalaksanaan..................................................................................................19
10. Pathway...............................................................................................................24
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Diabetes Melitus Juvenil..............................27
1. Pengkajian Teoritis................................................................................................28
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis............................................................................31
3. Intervensi Keperawatan Teoritis............................................................................32
4. Implementasi Keperawatan Teoritis......................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis..............................................................................36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................38
B. Saran......................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi tetralogy of fallot........................................................................12


Gambar 2.2 Pathway Tetralogy Of Fallot Redington An, dkk (2009)................................13
Gambar 2.3 Manifestasi klinis tetralogy of fallot................................................................15
Gambar 2.4 Web Of Caussation Tetralogy Of Fallot..........................................................24

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis..........................................................................32

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung
kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada
sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis
karena terdapat kelainan VSD (Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal
(penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot
ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta membesar) Nursalam dkk
(2006).
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah
Tetralogy Of Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia,
jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga
kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada
masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama
usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal
sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95%
meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim (2012).
Kelainan ini lebih sering muncul pada laki-laki daripada perempuan. Dan
secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan
operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat
penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan
Arthur C (2006).
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu :

vi
1) trombosis serebri;
2) abses otak;
3) endokarditis bakterialis;
4) gagal jantung kongestif;
5) hipoksia.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda di ruang Melati terhubung mulai Januari 2016 sampai
dengan bulan Mei 2016 jumlah penderita Tetralogy Of Fallot sebanyak 11
orang pasien yang dirawat.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan kelainan kongenital pada
sistem kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)?”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis
pada Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menidentifikasi konsep penyakit pada Anak dengan


Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).

vii
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
c. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
d. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
e. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).
f. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular
yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF).

viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Tetralogy Of Fallot (TOF)


1. Anatomi Fisiologi Jantung
Anatomis pankreas merupakan glandular retroperitonial yang
terletak dekat dengan duodenum, memiliki 3 bagian yaitu kepala badan
dan ekor. Vaskularisasi pankreas berasal dari arteri splenica dan
arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior sedangkan islet sel
pankreas dipersyarafi oleh syaraf sympatis,syaraf parasympatis dan syaraf
sensoris serta neurotransmiter dan meuropeptida yang dilepaskan oleh
ujung terminal syaraf tersebut memegang peranan penting pada sekresi
endokrin sel pulau langerhans. Aktivasi nervus vagus akan mengakibatkan
sekresi insulin, glukagon dan polipetida pankreas. Sebagian besar pankreas
tersusun atas sel eksokrin yang tersebar pada lobulus ( acinus ) dipisahkan
oleh jaringan ikat dan dihubungkan oleh ductus pancreatikus yang
bermuara pada duodenum.
Bagian eksokrin pankreas memproduksi enzim - enzim bersifat
basa yang membantu pencernaan. Bagian endokrin pankreas merupakan
bagian kecil dari pankreas dengan massa sekitar 1 - 2 % massa pankreas
dengan bentuk granula - granula yang terikat pada acinus oleh jaringan
ikat yang kaya akan pembuluh darah dengan 2 jenis sel yang predominan
yaitu sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% - 75% bagian endokrin
pankreas merupakan dengan insulin sebagai hormon utama yang di
sekresikan. Sel A membentuk 18 - 20 % massa endokrin dengan glukagon
sebagai hormon sekresi utama, sedangkan sel D membentuk 4 - 6% massa
endokrin pankreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecil
dari pankreas mensekresikan polipeptida pankreas. Secara khusus tulisan
ini hanya membahas 2 hormon regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin
dan Glukagon.
Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi
glukosa kedalam sel otot dan hati terkait dengan kadar glukosa didalam

ix
darah, efek kerja insulin berlawanan dengan glukagon sebuah polipeptida
hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pankreas yang akan memicu
proses pembentukan glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan
glukoneogenesis.
Insulin dilepaskan oleh sel beta pankreas setelah terjadi transport
glukosa oleh GLUT-2 masuk kedalam sel beta, glukosa yang masuk
kedalam sel beta akan mengalami proses glikolisis oleh glikokinase
menjadi glukosa- 6 Phospate, yang mengaktifkan pembentukan Asetyl-Co
A masuk kedalam siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah menjadi
ATP ( Adenosine Tri Phospat ) sehingga meningkatkan jumlah ATP dalam
sel hal ini akan menginkativasi pompa kalium sensitif ATP, lalu
menginduksi depolarisasi dari membran plasma dan voltage dependent
calcium channel, menyebabkan influks calcium extrasel yang merangsang
pergerakan cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi terjadinya
pengikatan granula produsen insulin ke membran sel dan pelepasan insulin
kedalam peredaran darah.
Insulin disekresikan kedalam sistem pembuluh darah porta hepatik.
Pada individu normal kadar insulin setelah puasa semalam ( 8 jam )
berkisar antara 5 - 15 umol/L. Kadar insulin pada vena porta sekitar 3 kali
lipat dari kadar insulin pada plasma darah arteri. Sehingga kadar insulin
plasma darah pada sinusoid hati yang merupakan kombinasi dari 20%
campuran darah arteri dan 80% campuran darah dari vena porta berkisar
antara 15 - 45 umol/L. Sekresi insulin akan menurun pada keadaan
hipoglikemia, hiperinsulinemia, dan beberapa keadaan yang meningkatkan
pelepasan hormon katekolamin. Sekresi Insulin akan meningkat pada
keadaan hiperglikemia, hipoinsulinemia, peningkatan kadar asama amino
darah, asam lemak tidak teresterifikasi, seperti juga pada aktivasi
sistem syaraf parasympatis dan simpatis. Efek sistemik insulin sangat
luas mulai yang onset cepat seperti modulasi pompa ion Kalium dan
transport glukosa kedalam sel, onset moderat regulasi enzim pencernaaan
sampai lambat seperti modulasi dari sintesis enzim. Insulin berkerja
dengan berikatan dengan reseptor insulin pada berbagai sel, bentuk

x
reseptor adalah heterotetrametrik dengan ikatan 2 alpha dan 2 beta, rantai
alpha adalah situs pengikat insulin pada membran sel target. Walalupun
efek insulin pada berbagai sel begitu luas namun efek spesifik insulin
adalah pada otot rangka, insulin membuang 40% kelebihan gula tubuh
dengan memasukan gula kedalam otot rangka ( 80 % - 90 % ) dan sel - sel
lemak melalui reseptor insulin GLUT – 4.

2. Defenisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010),
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja
insulin atau kedua – duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh
darah.
Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak
cukup diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia
(WHO, 2017). Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas
yang diperantarai oleh imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup
penderita ini tergantung pada insulin eksogen (Chiang JL, 2014). Penyakit
DM dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya produksi insulin karena
penurunan fungsi pada sel - sel beta pankreas yang dikenal dengan DM
tipe 1 atau tidak efektifnya kerja insulin di jaringan yang dikenal dengan
DM 2. DM tipe 1 sering disebut Juvenile Diabetes atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) dengan jumlah penderita 5 – 10% dari seluruh
penderita DM dan biasanya terjadi pada anak-anak dan usia muda. DM
tipe 2 disebut juga Adult Diabetes atau Non Insulin Dependent Diabetes

xi
Mellitus (NIDDM). Jumlah penderita ini mencapai 90 – 95 % dari seluruh
penderita DM.
Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak
terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan
pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual,
muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengandeteksi dini,
pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang
Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan
kematian (Pulungan, 2010).
3. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab
diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah
factor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan
diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagaijaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

xii
4. Patofisiologi

Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada


bagian islet sel beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha,
sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel beta yang mengalami
penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta
pankreas di infiltrasi oleh limfosit ( insulitis), hal ini mengakibatkan
terjadinya atopikasi dari sel beta pulau langerhans pankreas dan sebagian
besar penanda immunologis yang melindungi pankreas dari serangan
limfosit hilang.

Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas


sampai sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan
pembentukan metabolit nitrit oksida,apoptosis, dan sitotoksisitas dari T
limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah
spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu
menjelaskan bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta
pankreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari
proses autoantigen.

Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung di mediasikan oleh


sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri.
Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan mengenai antigen serta agen
autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau
langerhans pankreas. Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode
menurut ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:

1. Periode pra-diabetes

Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena


baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai
berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang
berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.

xiii
2. Periode manifestasi klinis

Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini


sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin
sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula
darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit
melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat
di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin
dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel.

3. Periode honey-moon

Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan
diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan
insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat
badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam
hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua
bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.

4. Periode ketergantungan insulin yang menetap.

Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM.


Padaperiode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar
tubuh seumur hidupnya

5. Klasifikasi

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (International Society of


Pediatric and Adolescence atau ISPAD, 2009), antara lain :
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik

xiv
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon;
dll.

6. Manifestasi Klinis

Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala


awalnya tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di
samping kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis
juga tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian
DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1
pada anak.

Beberapa gejala yang sering menjadi pitfalldalam diagnosis DM tipe


1 pada anak di antaranya adalah:

1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran


kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan
ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak
tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik:kemungkinan diagnosis
adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik

xv
lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi
di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala
tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas:kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia.
Apabila disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai
malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya
adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda
dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah
tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut:seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis.
Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan
ketoasidosis.
5. Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada
kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis,
ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010).

7. Komplikasi

Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik.


Pada anak, komplikasi kronik jarang menimbulkan manifestasi klinis
signifikan saat masih dalam pengawasan dokter anak. Sebaliknya, anak
berisiko mengalami komplikasi akut setiap hari. Komplikasi akut terdiri
atas KAD dan hipoglikemia, Studi SEARCH menemukan bahwa sekitar
30% anakdengan DM tipe-1 terdiagnosis saat KAD. Kriteria KAD
mencakup hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara lain
adalah dehidrasi, takikardi, takipnea dan sesak, napas berbau aseton, mual,
muntah, nyeri perut, pandangan kabur, dan penurunan kesadaran.31
Seringkali gejala-gejala ini disalahartikan oleh orangtua maupun tenaga
kesehatan sebagai usus buntu, infeksi, atau penyakit lainnya.

Kelalaian ini dapat menyebabkan kematian. Anak yang


berkunjung secara rutin dan menetap pada dokter keluarga atau dokter
anak memiliki risiko yang lebih rendah terdiagnosis DM tipe-1 saat

xvi
KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis berhubungan signifikan
dengan penghasilan keluarga yang rendah, ketiadaan asuransi kesehatan,
dan pendidikan orang tua yang rendah. Pemantauan dan edukasi mengenai
hipoglikemia merupakan salah satu komponen utama tata laksana diabetes.
Terapi hipoglikemia diinisiasi saat kadar glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak
usia muda memiliki risiko tinggi hipoglikemia karena tidak mampu
mengomunikasikan keluhan. Gejala hipoglikemia diakibatkan oleh
aktivasi adrenergik (berdebar, gemetar, keringat dingin) dan
neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit konsentrasi). Pada anak
usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku seperti iritabilitas,
agitasi, tantrum, atau kurang aktif. Selain pemantauan komplikasi akut,
perlu juga dilakukan skrining komplikasi kronik yang dapat dibedakan
menjadi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi
mikrovaskular mencakup nefropati, retinopati, dan neuropati. Komplikasi
yang mengenai pembuluh darah besar adalah penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer
(klaudikasio, infeksi/ gangrene, amputasi).

8. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan jumlah hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) yang sesuai


dengan derajat desaturasi dan stenosis. Klien dengan kadar Hb dan Ht
normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi. Pada umumnya
Hb dipertahankan 16-1gr/dl dan hematokrit 50-60%. Nilai AGD
menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.

2. Radiologi

Arkus Aorta terletak disebelah kanan pada 25% kasus. Apek Jantung
kecil dan terangkat, vaskularisasi paru menurun. Gambar jantung
seperti sepatu boot.

xvii
3. Elektrokardiografi (EKG)

Deviasi sumbu QRS ke kanan, hipertropi ventrikel kanan, hipertropi


atrium kanan

4. Echokardiogram

 Echokardiogram 2 dimensi: Menentukan tipe Ventrikel Septal


Defek (VSD) apakah VSD subaortik atau subarterial doubly
commited, melihat overriding aorta, melihat deviasi septum
infundibular ke anterior.
 Echokardiogram berwarna dan dopler: Melihat aliran dari ventrikel
kanan ke aorta melalui VSD, menghitung perbedaan tekanan
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, berat nya derajat pulmonal
stenosis

5. Kateterisasi

Dilakukan untuk menilai dan mengukur arteri pulmonalis serta cabang


cabang nya, mencari anomaly arteri koroner, melihat ada tidaknya VSD
tambahan, melihat ada tidaknya kolateral dari aorta langsung ke paru.
(Sumber: Park MK, 2007).

Tabel 2.1 Rekomendasi skrining komplikasi vascular pada anak


dengan DM tipe-1 (ISPAD 2018)

9. Penatalaksanaan

xviii
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi
pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang
perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas
hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines.
2009)

Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:

1. Insulin

Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada


penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan
jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik
serta penyesuaian dosis yang diperlukan.

a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin


kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.

Tabel 2.2 Jenis Insulin dan profil kerja

xix
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada,
baik pada penyakitnya maupun penderitanya. Dosis insulin sisanya
disesuaikan untuk dosis preprandial dengan insulin kerja cepat atau
egular. Penentuan dosis insulin kerja cepat dapat menggunakan rasio
insulin terhadap karbohidrat yang dihitung dengan menggunakan
rumus 500, yaitu 500 dibagi dosis insulin harian total. Hasil yang
didapatkan adalah berapa jumlah gram karbohidrat yang dapat
dicakup oleh 1 unit insulin. Penyesuaian dosis insulin selanjutnya
ditentukan berdasarkan pola kadar gula darah sewaktu harian. Pada
pemberian insulin kerja cepat disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan gula darah sewaktu 1-2 jam setelah makan untuk
menentukan efikasi insulin. Peningkatan gula darah sebelum sarapan
memerlukan penyesuaian dosis insulin kerja menengah sebelum
makan malam atau sebelum tidur atau insulin kerja panjang.
Peningkatan gula darah setelah makan memerlukan peningkatan dosis
insulin kerja cepat atau egular. Jika peningkatan gula darah terjadi
sebelum makan siang atau makan malam, perlu dilakukan
penyesuaian dosis insulin basal atau insulin kerja cepat/ pendek
sebelum makan. Dosis insulin sebaiknya ditentukan berdasarkan
konsumsi makanan atau karbohidrat dan hasil pemeriksaan GDS.

Tabel 2.3 Dosis imsulin pada anak dengan DM Juvenil

c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen


konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split

xx
regimendapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang
diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
Regimen insulin bersifat individual, yaitu menyesuaikan usia, berat
badan, lama menderita, target kontrol glikemik, pola hidup, dan
komorbiditas. Regimen yang disarankan adalah basal bolus yang
diberikan dengan pompa atau insulin subkutan minimal 2 kali/hari
dengan menggunakan insulin basal dan insulin kerja cepat atau
pendek karena paling menyerupai sekresi insulin fisiologis.8
Kebutuhan insulin basal harian adalah berkisar antara 30% (jika
menggunakan insulin reguler) sampai 50% (jika menggunakan insulin
kerja cepat) dari total kebutuhan insulin. Pada pasien dengan insulin
regular. perbandingan insulin basal lebih kecil karena insulin reguler
juga memberikan efek basal.

d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik


dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.

e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari


beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun
usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat
badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.

2. Diet

Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada


upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Nutrisi yang baik
dibutuhkan agar tumbuh kembang anak dengan DM tipe-1 optimal,
serta mencegah komplikasi akut dan kronik. Prinsip dari terapi nutrisi
adalah makan sehat. Pasien disarankan untuk mengonsumsi buah,
sayur, produk susu, gandumutuh, dan daging rendah lemak dengan

xxi
jumlah sesuai usia dan kebutuhan energi. Untuk itu pemberian diet
terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak.

Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau


ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain
monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana
kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan
persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25%
makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total
kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.

3. Aktivitas fisik/exercise

Aktivitas fisik penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin


dan menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak, mempertahankan berat badan
ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung, meminimalisasi
komplikasi jangka panjang, dan meningkatkan metabolisme tubuh.
Rekomendasi aktivitas fisik pada anak dengan DM tipe-1 sama
dengan populasi umum, yaitu aktivitas ≥60 menit setiap hari yang
mencakup aktivitas aerobik, menguatkan otot, dan menguatkan tulang.
Aktivitas aerobik sebaiknya tersering dilakukan, sementara aktvitas
untuk menguatkan otot dan tulang dilakukan paling tidak 3 kali per
minggu. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas
fisik adalah

1) peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau urin


2+ merupakan kontraindikasi aktivitas fisik
2) riwayat hipoglikemia,

xxii
3) pemantauan gula darah, anak sebaiknya mengukur gula darah
sebelum, saat, dan setelah aktivitas fisik,
4) ketersediaan karbohidrat jika terjadi hipoglikemia,
5) keamanan dan komunikasi, sebagai contoh anak sebaiknya
menggunakan identitas diabetes.

Tabel 2.4 Penyesuaian diet, insulin dan pemantauan gula darah bagi anak
dengan DM Juvenil

Asupan cairan juga perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan


saat olahraga. Memastikan kecukupan aktivitas fisik penting karena
anak DM tipe-1 kurang aktif dibandingkan teman sebaya tanpa DM.
Mozzilo dkk25 menemukan bahwa remaja dengan DM tipe-1 yang
memenuhi rekomendasi aktivitas fisik (60 menit/hari minimal 5
hari/minggu) memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan
mereka yang tidak.

4. Edukasi

Edukasi memiliki peran penting dalam penangan DM tipe-1


karena didapatkan bukti kuat berpengaruh baik pada kontrol glikemik
dan keluaran psikososial. Edukasi dilakukan oleh tim multidisiplin
yang terdiri atas paling tidak dokter anak endokrinologi atau dokter
umum terlatih, perawat atau edukator DM, dan ahli nutrisi. Edukasi

xxiii
tahap pertama dilakukan saat pasien pertama terdiagnosis atau selama
perawatan di rumah sakit yang meliputi pengetahuan dasar mengenai
DM tipe-1, pengaturan makan, insulin (jenis, dosis, cara penyuntikan,
penyimpanan, dan efek samping), serta pertolongan pertama
kedaruratan DM tipe-1 (hipoglikemia, pemberian insulin saat sakit),
sementara tahap kedua dilakukan saat berkonsultasi di poliklinik.
Dalam penelitian oleh Pulgaron dkk,27 kemampuan berhitung dan
kepercayaan diri orang tua dalam menangani diabetes berhubungan
signifikan dengan kadar HbA1c anak. Edukasi pada masyarakat dan
tenaga kesehatan juga tak kalah penting dalam penatalaksanaan
diabetes. Studi oleh Vanelli dkk menemukan bahwa program
pencegahan KAD pada anak dengan diabetes melalui penyebaran
poster bermanfaat dalam menurunkan angka KAD.

5. Monitoring kontrol glikemik

Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang


diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan
memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin,
komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu
dipantau.

xxiv
Tabel 2.4 Target kontrol metabolik pada anak dengan DM Juvenil

10. Pathway
Gambar 2.1 Web Of Caussation Diabetes Melitus Juvenil
(DM Juvenil)

xxv
Reaksi Autoimun Genetik Lingkungan

Kegagalan fungsi sistem


imun
Kerusakan sel beta Pankreas Resiko
imun Ketidaksemibangan
Kadar Glukosa Darah
Defisiensi Insulin

Glukosa tidak diantar dari Glukoneogenesis meningkat


permukaan sel ke internal
Pada mata Hiperglikemia
Rangkaian reaksi
metabolisme menurun Deuresis osmotik
Retinopati

Produksi Energi menurun


Fungsi penglihatan menurun Poliuria
Intoleransi Aktivitas
Resiko Cedera Kekurangan Volume
Cairan
Liposis meningkat

Asam-asam lemak meningkat


Pada jaringan saraf

Badan keton meningkat


Neuropati

Kateoasidosis diabetik
Parastesia
Lama sembuh dan tirah baring
Meningkatnya Co2 dalam darah Rangsangan kulit menurun

Suplai O2 ke otak menurun Port of entre


Luka

Hipoksia jaringan perifer Resiko Infeksi


Kerusakan Integritas
Kulit
Nyeri abdomen, mual muntah

Anoreksia Ketidakefektifan Perfusi


Jaringan Perifer
Nutrsi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Juvenil (Dm Juvenil)

xxvi
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai
layanan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien.
Proses keperawatan adalah suatu mode yang sistematis dan
terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, hal ini difokuskan pada
reaksi dan respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik
aktual maupun potensial sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.

2) Keluhan Utama
(1) Keluhan Utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi
minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.

(3) Riwayat kesehatan dahulu

xxvii
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus
coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi.Riwayat kesehatan keluarga

(4) Riwayat perkembangan dan pertumbuhan


Meliputi usia, tingkat perkembangan, toleransi / kemampuan
memahami tindakan, koping, pengalaman berpisah dari keluarga /
orang tua, pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.
(5) Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat
kehamilan dapat mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
Letargi / disorientasi, koma.
(2) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
(3) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
(4) Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan

xxviii
memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD)
menurun (koma), aktifitas kejang.
(5) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
(6) Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
(7) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare, Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus
lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
(8) Integritas Ego Stress, ansietas
(9)Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
4) Pemeriksaan Penunjang
 Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
 Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
 Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
 Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
 Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
 Fosfor : lebih sering menurun
 Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)

xxix
 Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
 Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
 Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (
dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
 Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanyapancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
 Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada
( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .
( autoantibody)
 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
 Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
 Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu
klien, keluarga, dan komunitas terhadap maslaah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI, 2016) . Diagnosa keperawatan yang munkin muncul pada
kline Anak dengan Diabetes Melitus Juvenil (DM Juvenil) adalah :
1. Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubunga dengan
kurang terpapar informasi tentang menajemen diabetes
2. Deficit nutrisi berhubunga dengan ketidak mampuan
mengabsorbasi nutrient
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubunga dengan hipergilkimia

xxx
3. Intervensi Keperawatan Teoritis
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis.(SIKI, 2016) (SLKI,
2016) (SDKI, 2016).

NO SDKI SLKI SIKI


1. Resiko ketidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia
stabilan kadar glukosa keperawatan selama 1x24 jam Observasi
darah b.d kurang diharapkan kestabilan kadar - Identifikasi kemungkinan
terpapar informasi glukosa darah membaik, dengan penyebab hiperglikemia
tentang menajemen kriteria hasil : - Monitor kadar glukosa darah
diabetes 1. Mengantuk menurun - Monitor tanda dan gejala
2. Pusing menurun hiperglikemia
3. Lelah atau lesu menurun
4. Keluhan lapar menurun Terapeutik
5. Gemetar menurun - Konsultasi dengan medis jika
6. Kadar glukosa dalam darah tanda dan gejala hipergikemia
membaik tetap ada atau memburuk

Edukasi
- Anjurkan monitor kadar glukosa
secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
- Anjarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu

2. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi


ketidakmampuan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi:
mengabsorbasi diharapkan status nutrisi - Identifikasi status nutrisi
nutrient membaik, dengan kriteria hasil : - Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Perasaan cepat kenyang dan makanan
menurun - Identifikasi kebutuhan kalori dan
2. Nyeri abdomen menurn jenis nutrisi
3. Sariawan menurun - Monitor asupan makanan
4. Rambut rontok menurun - Monitor berat badan

Terapeutik:
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
- Fasilitasi meentukan pedoman
diet
- Berikan makanan tingi kalori dan

xxxi
tinggi protein

Edukasi:
- Anjurkan posisi uduk, jika perlu
- Anjurkan diet yang di
programkan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
sebelum makan

3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi


efektif b.d hiper keperawatan, selama 1x24 jam Observasi :
gilkimia diharapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi ferifer
meningkat,dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor resiko
1. Penyembuhan luka gangguan sirkulasi
meningkat - Monitor panas, kemerahan, nyeri,
2. Edema ferifer menurun atau bengkak pada ekstremitas
3. Nyeri ektremitas menurun
4. Kram otot menurun Terapeutik :
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
ketebatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku

Edukasi :
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan menggunakan obat
penurunan tekanan darah, anti
glukosa, dan penurunan
- Anjurkan perawatan kulit yang
tepat
- Anjurkan diet untuk memperbaiki
sirkulasi

xxxii
4. Implementasi Keperawatan Teoritis
Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang
telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta juga terperinci
sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian
implementasi merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata
dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang.
Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah
terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata
(Setiadi, 2012).
Pedoman implementasi keperawatan menurut (Dermawan, 2012)
1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
Ssetelah memvalidasi rencana.
2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Keamanan fisik dan psikologi pasien dilindungi.
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan renana asuhan

5. Evaluasi Keperawatan Teoritis


Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.

xxxiii
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas
dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai
dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi,
2012).

xxxiv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010), diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja
insulin atau kedua – duanya. Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM
akibat insulin tidak cukup diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga
terjadi hiperglikemia (WHO, 2017). Tipe -1 ini ditandai dengan
berkurangnya sel beta pankreas yang diperantarai oleh imun atau antibodi,
sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung pada insulin eksogen
(Chiang JL, 2014). Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala pada
dewasa, yaitu poliuria dan nokturia, polifagia, polidipsia, dan penurunan
berat badan. Gejala lain yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka
yang sukar sembuh, pandangan kabur, dan gangguan perilaku.
Pengkajian yang dilakukan pada anak dengan penyakit diabetes
juvenile adalah identitas klien, riwayat keperawatan, keluhan utama,
riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit yang diderita, riwayat
psikososial keluarga, kebutuhan dasar, pemerikasaan fisik.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak dengan
Diabetes Melitus Juvenil adalah :
1. Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubunga
dengan kurang terpapar informasi tentang menajemen
diabetes
2. Deficit nutrisi berhubunga dengan ketidak mampuan
mengabsorbasi nutrient
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubunga dengan
hipergilkimia

xxxv
Dengan diagnosa keperawata teoritis yang mungkin muncul pada
klien anak dengan Diabetes Melitus Juvenil tersebut, dapat dirancang suatu
asuhan keperawatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
terkhusunya dalam pemberian asuhan keperawatan yang terencana dan
dapat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan
yang ada sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.

B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk
pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat
agar memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap
masalah kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan
cultural yang komprehensif.

xxxvi
DAFTAR PUSTAKA

Sariani, Komang. 2019.Juvenil Diabetes Pada Anak. Diakses pada 26 Maret 2023. Di
akses dari https://id.scribd.com/document/430750103/Juvenile-Diabetes-Pada-
Anak
Sari, Hepi Nopita. 2021. Makalah Juvenil Diabetes. Di akses pada 26 Maret 2023. Di
akses dari https://id.scribd.com/document/528280423/Makalah-Juvenile-
Diabetes-Kelompok-9#
Bisma, Juli. 2019. Askep Pada Anak Diabetes Melitus Juvenil. Diakses pada 26 Maret
2023. Di akses dari https://id.scribd.com/document/427038928/Askep-Pada-
Anak-Diabetes-Melitus-Juvenile
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1, Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1,
Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1,
Jakarta Selatan: DPP PPNI

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai