Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

TUMOR JINAK OVARIUM

Oleh :
Ester Priskila Sabatini (1902612210)
Felisa Septantriva Purnomo (1902612224)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/
RSUP SANGLAH DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, referat Minicex dengan judul “Tumor Jinak Ovarium” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Referat Minicex dalam bentuk Tinjaun Pustaka
ini disusun sebagai salah satu prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya (KKM) di Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Semua tahapan penyusunan referat Minicex ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya berkat dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. T.G.A. Suwardewa, Sp.OG (K), selaku Ketua Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.
2. Dr. dr. I G.N. Harry Wijaya Surya, Sp.OG (K), selaku penanggung jawab
pendidikan profesi dokter Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat Laporan
Kasus ini.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam
rangka penyempurnaan referat minicex ini. Akhir kata, semoga referat minicex ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Denpasar, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM..................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................................2
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Faktor Risiko...................................................................................................3
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................4
2.5 Etiopatogenesis...............................................................................................5
2.6 Temuan Klinis.................................................................................................9
2.7 Diagnosis......................................................................................................11
2.8 Komplikasi....................................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan............................................................................................12
BAB III SIMPULAN.............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi tumor ovarium berdasarkan WHO 2014...............................4


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. Tatalaksana massa adneksa pada wanita premenopause.....................13


BAB I

PENDAHULUAN

Ovarium mempunyai fungsi penting pada reproduksi dan menstruasi.


Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
perkembangan dan kematangan sel telur. Salah satu gangguan yang terdapat pada
ovarium adalah tumor ovarium. Tumor ovarium merupakan massa atau jaringan
baru yang bersifat abnormal yang terbentuk pada ovarium dan mempunyai bentuk
serta sifat yang berbeda dari sel jaringan aslinya. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya proliferasi dan differensiasi yang abnormal dari sel pada ovarium akibat
adanya mutasi gen yang mengatur proliferasi sel tersebut.1
Tumor ovarium termasuk dalam kelainan yang terbanyak dalam bidang
ginekologi, dengan angka insiden 80% tumor jinak dan sebagian besar merupakan
lesi yang bersifat kistik. Kasus tumor jinak ovarium merupakan kasus yang
terbanyak, mencapai sepertiga kasus ginekologi setiap tahunnya. Berdasarkan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia angka kejadian lesi non neoplastik di
Indonesia mencapai 37,2%, dan paling sering terdapat pada wanita berusia antara
20-50 tahun dan jarang pada pubertas.2 Penyebab pasti lesi neoplastik dan non
neoplastik ovarium masih belum ditemukan, namun ada beberapa faktor yang
meningkatkan risiko seorang wanita bisa mengalami lesi ovarium, diantaranya
adalah wanita yang melahirkan anak pertama pada usia tua (>35 tahun) atau tidak
memiliki anak, mempunyai riwayat keluarga yang mengidap lesi ovarium atau lesi
payudara.1
Tumor ovarium biasanya berkembang tanpa gejala sehingga baru
ditemukan saat pemeriksaan ginekologi rutin atau dari pemeriksaan ultrasonografi
oleh karena indikasi lain. Penanganan dari tumor jinak ovarium mulai dari
observasi hingga operatif tergantung dari gejala yang dialami serta tingkat
keparahan penyakit dapat menjadi spertimbangan penting dalam menentukan
tatalaksana yang tepat. Oleh karena itu dalam referat minicex ini dibahas
mendalam mengenai tumor jinak ovarium, sebab sangat penting bagi para dokter
untuk dapat mendiagnosa dengan tepat. Karena pengobatan dan terapi yang
diberikan tergantung kepada hasil diagnosis. Diharapkan referat minicex ini dapat
menambah pengetahuan dan memberi informasi mengenai ilmu kebidanan dan
kandungan.
1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tumor (dalam bahasa latin artinya ”pembengkakan”) adalah sekelompok
sel yang abnormal serta terbentuk dari hasil proses pembelahan sel yang
berlebihan dan tidak terkoordinasi. Tumor dikenal sebagai neoplasia. “Neo”
berarti “baru”, “plasia” berarti “pertumbuhan” atau “ pembelahan”. Neoplasia
mengacu pada pertumbuhan sel-sel di sekitarnya yang normal. Berdasarkan
pengertian tumor diatas, tumor dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu tumor
jinak (beningn) dan tumor ganas (malignan) atau kanker.3
Tumor ovarium adalah tumor yang berasal dari sel-sel ovarium yang dapat
bersifat jinak ataupun ganas. Hal ini disebabkan oleh karena adanya proliferasi
dan differensiasi yang abnormal dari sel pada ovarium akibat adanya mutasi gen
yang mengatur proliferasi sel tersebut. Tumor ovarium jinak dapat berupa non-
neoplasma atau neoplasma. Non-neoplasma disebabkan oleh radang atau
pengaruh lanjut dari seksresi endokrin, sedangkan neoplasma disebabkan
pertumbuhan sel- sel ovarium yang abnormal. Berdasarkan asal sel, tumor
ovarium terbagi menjadi tumor ovarium epitelial, tumor ovarium germinal, dan
tumor ovarium stroma.1,4

2.2 Epidemiologi
Tumor ovarium merupakan neoplasma yang paling sering terjadi pada
wanita dengan insidens 80% tumor jinak dan sisanya tumor ganas ovarium.
Tumor ovarium merupakan dua pertiga kanker yang terjadi pada kelompok usia
40 – 65 tahun. Insiden tumor ovarium mulai meningkat pada dekade ketiga, dan
semakin meningkat hingga puncaknya pada dekade ketujuh. Namun, lebih
spesifik lagi, setiap subtipe tumor ovarium memiliki puncak usia yang berbeda-
beda. Tumor sel germinal ovarium biasanya terjadi pada wanita usia muda (usia
rata-rata 19 tahun) dengan insiden 20 per satu juta wanita usia 18 tahun (usia
presentasi puncak). Tumor sex-cord-stroma ovarium lebih banyak dilaporkan pada
dekade keempat dan kelima. Sedangkan tumor epitel ovarium biasanya ditemukan
pada wanita pasca menopause (usia presentasi rata-rata adalah 56 tahun). Usia
rata-rata untuk
adenokarsinoma ovarium sekitar 60-65 tahun.4
Pada beberapa penelitian, tidak disebutkan adanya kecenderungan ras untuk
kejadian tumor sex-cord-stroma ovarium maupun tumor sel germinal ovarium.
Namun, terdapat predisposisi ras untuk tumor epitel ovarium dengan risiko lebih
tinggi pada ras Kaukasia dan risiko lebih rendah pada wanita kulit hitam. Clear
cell adenocarcinoma merupakan suatu subtipe tumor epitel ovarium, lebih banyak
ditemukan di Asia Timur dibandingkan Negara Barat.4
Berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker (BRK) Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang diperoleh dari 13 laboratorium
pusat patologi anatomi di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi relatif
tumor ovarium menempati urutan ke-4 dari 10 tumor tersering menurut tumor
primer yang terjadi pada wanita (4401 kasus) dan menempati urutan ke-6 tumor
tersering menurut tumor primer yang terjadi pada wanita di Jakarta (871 kasus).5

2.3 Faktor Risiko


Peningkatan risiko tumor ovarium epitel jinak dikaitkan dengan riwayat
keluarga kanker ovarium, sementara penurunan risiko dikaitkan dengan
peningkatan paritas, penggunaan kontrasepsi oral, menyusui, ligasi tuba dan
histerektomi. Wanita parous ditemukan memiliki risiko tumor jinak 50% lebih
rendah dibandingkan wanita nulipara. Selain itu, lebih dari 5 tahun penggunaan
kontrasepsi oral ditemukan terkait dengan penurunan risiko yang signifikan secara
statistik yaitu 60% dan tren penurunan risiko yang signifikan dengan
meningkatnya durasi penggunaan kontrasepsi oral juga dilaporkan. Dari penelitian
lain menunjukkan bahwa riwayat keluarga kanker ovarium mungkin merupakan
faktor risiko penting untuk tumor ovarium jinak serta kanker. Tingkat deteksi
tumor epitel jinak pada wanita dengan riwayat keluarga kanker ovarium hampir
empat kali lipat, yang menunjukkan bahwa kecenderungan genetik untuk kanker
ovarium juga merupakan predisposisi tumor ovarium jinak.6
Namun dari penelitian lain, kehamilan term dikaitkan dengan penurunan
risiko tumor epitel serosa dan musinosa jinak, tetapi peningkatan paritas
tampaknya tidak memberi perlindungan tambahan, dan penggunaan kontrasepsi
hormonal dan menyusui tidak dikaitkan dengan risiko. Ini sangat kontras dengan
kanker ovarium
epitel invasif, yang sangat terkait terbalik dengan paparan ini.7
Selain itu terdapat asosiasi teramati pada perokok yang lebih ditandai
untuk tumor jinak musinosa dari pada tumor jinak serosa, mirip dengan asosiasi
yang dilaporkan untuk kanker ovarium. Selain itu, pada sebuah penelitian
ditemukan indeks massa tubuh, baik yang terbaru maupun pada usia 20, lebih kuat
terkait dengan tumor jinak serosa daripada musinosa. Sindroma Polikistik
Ovarium juga dikaitkan dengan risiko tumor jinak serosa tetapi tidak pada
musinosa.7

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi World Health Organization (WHO) untuk tumor ovarium
membagi neoplasma ovarium menurut kemungkinan terbesar asal jaringannya,
dibagi menjadi : sel epitel (65%), sel germinal (15%), sex-cord stromal (10%),
metastase (5%), dan lain-lain. Tumor sel epithelial diklasifikasikan kembali
berdasarkan tipe sel (serosa, musinosa, endometrioid) dan atipik (jinak, borderline
atau maligna). Sebagian besar tumor epitel ovarium merupakan tumor ovarium
ganas.
Tabel 2.1 Klasifikasi tumor ovarium berdasarkan WHO 2014
Epithelial tumours
Serous tumours
Mucinous tumours
Endometrioid tumours
Clear cell tumours
Brenner tumours
Seromucinous
tumours
Undifferentiated
tumours Mesenchymal
tumours
Mixed epithelial and mesenchymal tumours
Sex cord-stromal
tumours Pure stromal
tumours Pure sex cord
tumours
Mixed sex cord-stromal
tumours Sertoli-Leydig cell
tumours Sex cord-stromal
tumours
Tabel 2.1 Klasifikasi tumor ovarium berdasarkan WHO 2014
Germ cell
tumours
Dysgerminoma
Yolk sac tumour
Embryonal carcinoma
Non-gestational
choriocarcinoma Mature
teratoma
Immature teratoma
Mixed germ-cell tumour
Monodermal teratoma and somatic-type tumours arising from a dermoid
cyst Struma ovarii
Carcinoidrmal
Neuroectodermal-type
tumours Sebaceous tumours
Other rare monodermal
teratomas Carcinoma
Germ cell-sex cord-stromal
tumours Gonadoblastoma
Mixed germ cell-sex cord
Miscellanous
tumours Mesothelial
tumours
Adenomatoid tumours

Klasifikasi histologis :
1. Epitel (65 persen dari semua kanker ovarium). Sekitar 15 persen dari
semua kanker ovarium epitel memiliki potensi keganasan yang rendah.
Epitel ini berasal dari epitel selom atau epitel endometrium ektopik. Epitel
selom akan menjadi epitel mullerian pada perkembangan embrio
2. Germ cell yang bermigrasi ke ovarium dari yolk sac (20 persen dari
seluruh kanker ovarium)
3. Sex cord stromal (5 persen dari semua ca. ovarium) terdiri atas sel
granulosa tumor (tipe yang paling sering). Tipe lainnya adalah Sertoli-
Leydig.
4. Lainnya, seperti sarkoma, metastatik

2.5 Etiopatogenesis
Etiopatogenesis kanker ovarium belum dapat dimengerti secara
keseluruhan, namun sampai saat ini, para ahli mengemukakan bahwa patogenesis
kanker ovarium ini berbeda – beda tergantung dari tipe histopatologi, latar
belakang kelainan genetik, dan kondisi inflamasi pre-kanker pada pasien.10
Studi profil
genetik dan biomarker kanker ovarium telah mengungkapkan bahwa setiap
subtipe tumor dikaitkan dengan "molekul unik". Profil ekspresi gen dapat dengan
mudah membedakan subtipe tumor ovarium. Mungkin karakteristik paling penting
dari setiap tumor adalah kombinasi dari perubahan genetik yang mendasari
perkembangannya dan mendorong perkembangannya. Di area ini, tumor ovarium
kembali menunjukkan heterogenitas. Tumor serosa derajat rendah, tumor
musinosa, dan tumor endometrioid dapat disebabkan karena adanya mutasi gen
seperti pada gen KRAS, BRAF, PTEN, -catenin, dan TFG-R, dimana gen-gen
tersebut termasuk dalam jalur pensinyalan yang mengendalikan pertumbuhan dan
proliferasi sel. Sebaliknya, tumor serosa derajat tinggi tampaknya muncul setelah
mutasi pada TP53 atau, pada kasus karsinoma ovarium familial, BRCA1, BRCA2,
MLH1, atau MSH2. Kelima gen tersebut adalah gen penekan tumor yang
berfungsi dalam pensinyalan dan perbaikan kerusakan DNA. Hal ini menunjukkan
bahwa kerusakan DNA merupakan faktor penting dalam etiologi karsinoma
ovarium serosa.11
Tumor serosa mengeluarkan cairan serosa yang berasal dari invaginasi
epitel permukaan ovarium.12 Tumor serosa dapat diklasifikasikan berdasarkan dari
jumlah jaringan fibrosanya yaitu kistadenoma, kistadenofibroma, adenofibroma,
kistadenoma papiler, kistadenofibroma papiler, dan adenofibroma papiler.13
Kistadenoma serosa tidak memiliki mutasi pada KRAS atau BRAF yang kontras
dengan tumor serosa borderline dan karsinoma serosa derajat ringan. Kebanyakan
kistadenoma serosa merupakan poliklonal, namun dapat juga terjadi kistadenoma
monoklonal. Kistadenoma monoclonal dan poliklonal berkembang sebagai
ekspansi hiperplastik dari inklusi epitel. Kistadenoma serosa menunjukkan
perubahan jumlah salinan DNA dalam sel epitel dalam beberapa kasus.14
Kistadenoma musinus ovarium timbul dari epitel germinal Mullerian dan
biasanya muncul setelah masa pubertas.15Asosiasi antara kistadenoma musinosa
dengan kista dermoid menunjukkan bahwa beberapa kistadenoma berasal dari sel
germinal dan asosiasi dengan tumor Brenner yaitu menujukan asal epitel
permukaan untuk subset lain.14,16 Mutasi KRAS terjadi pada 58% kasus. Studi
genetik morfologis dan molekuler telah melibatkan kista endometriotik dan
endometriosis dalam perkembangan endometrioid, clear cell dan tumor
seromukosa. Menurut beberapa penelitian, kistadenoma seromusinosa
kemungkinan berasal dari endometriosis.14
Kista dermoid muncul dari sel-sel germinal ovarium yang mengandung
derivasi well diffrentiated tissue seperti, rambut, darah, lemak, tulang, kuku, gigi,
tulang rawan dan kantong sebum. Jaringan inilah yang menimbulkan gambaran
ultrasonografi yang khas. Kista ini mungkin juga mengandung jaringan
tiroid.16Secara histologis, kista ini melibatkan setidaknya dua lapisan sel germinal
matang yang terdiferensiasi dengan baik (ektoderm, mesoderm, endoderm).17
Tumor sex-cord-stroma ovarium terdiri dari kelompok heterogen dan
dibentuk oleh beragam jenis sel yang muncul dari sex-cord primitif atau sel
stroma. Sel-sel stroma yaitu meliputi sel teka, sel fibroblas, dan sel Leydig,
sedangkan sex- cord primitif gonad meliputi sel granulosa dan sel sertoli. Oleh
karena beberapa sel penyusun tumor jenis ini terlibat dalam produksi hormon
steroid ovarium (seperti androgen, estrogen, dan kortikoid), tumor sex-cord
stroma ovarium biasanya dikaitkan dengan berbagai sindrom yang dimediasi
hormon. Tumor yang terbentuk dari sel ovarium (seperti sel granulosa dan sel
teka) sering hiperestrogenik. Sedangkan yang terdiri dari jenis sel testis (seperti
sel Sertoli dan Leydig) biasanya hiperandrogenik. Fibroma hampir selalu
merupakan tumor inert endokrin yang tersusun dari sel-sel stroma spindel yang
menghasilkan stroma kolagen. Tekoma terdiri dari sel-sel stroma sarat lipid yang
menyerupai sel teka, yang biasanya mengelilingi folikel ovarium, dan
menunjukkan aktivitas estrogenik dalam banyak kasus.18
Tumor Brenner adalah tumor stroma epitel yang berasal dari permukaan
ovarium atau mesothelium panggul. Tumor ini terjadi akibat metaplasia sel
transisional yang membentuk struktur histologi yang khas dan menyerupai
struktur urotelial.19,20 Tumor Brenner menunjukkan sarang sel epitel yang tumbuh
dalam stroma berserat.20
Pada kista fungsional seperti kista folikular disebabkan oleh folikel yang
tidak terbuka dan melepaskan sel telur saat tidak terjadi ovulasi. Folikel tersebut
secara bertahap akan terisi dengan cairan dan berubah menjadi kista. Jenis kista
lain, yaitu kista korpus luteum, terjadi ketika korpus luteum terisi darah. Korpus
luteum berkembang dari folikel yang melepaskan sel telur selama ovulasi.
Sementara itu, kista teka lutein banyak ditemukan terjadi pada wanita yang
memiliki pengobatan infertilitas dengan hormon. Hormon merangsang
pertumbuhan sel telur di ovarium sehingga kista dapat berkembang menjadi efek
samping pengobatan infertilitas dengan hormon.21
Teori Model Kanker Ovarium
Epitel Permukaan Ovarium
Pandangan tradisional kanker ovarium menyatakan bahwa semua subtipe
tumor memiliki asal yang sama pada permukaan sel epitel ovarium. Epitel
permukaan ovarium adalah lapisan sel mesothelial yang berbentuk pipih-kubus
yang menutupi bagian luar permukaan ovarium. Selama ovulasi, pecahnya folikel
dan pelepasan oosit akan menimbulkan trauma fisik pada permukaan ovarium
yang dapat menimbulkan kerusakan pada epitel permukaan ovarium sehingga
epitel permukaan ovarium harus diperbaiki. Proses kerusakan dan perbaikan ini
akan terjadi secara terus-menerus selama masa reproduksi wanita. Dengan
demikian, sel- sel epitel permukaan ovarium menunjukkan tingkat plastisitas yang
tinggi dan mengakibatkan terjadinya remodeling jaringan; sel-sel ini
mengekspresikan penanda epitel dan mesenkimal dan dapat bertransisi dari
fenotipe epitel menjadi mesenkimal. Selain trauma fisik, sel-sel epitel permukaan
ovarium dapat menjadi sasaran sitokin inflamasi terkait ovulasi dan spesies
oksigen reaktif yang mampu merusak DNA. Kerusakan DNA yang akut oleh sel-
sel epitel permukaan ovarium dapat menyebabkan sel-sel tersebut rentan untuk
mengalami transformasi. Seiring dengan pertambahan usia wanita, invaginasi
permukaan ovarium ke dalam stroma kortikal akan meningkat. Invaginasi ini
sering terperangkap di dalam stroma dan membentuk struktur yang disebut
"cortical inclusion cysts" (CICs). Ketika berada di dalam ovarium, sel-sel epitel
yang melapisi CIC ini akan terpapar dengan lingkungan baru yang banyak
mengandung hormone. Hal ini diperkirakan menginduksi terjadinya diferensiasi
atau "metaplasia" ke dalam epitel yang lebih kompleks dan dapat menyerupai
organ-organ yang diturunkan dari Müllerian. Pada wanita yang mengalami
endometriosis atau endosalpingiosis, sisa-sisa sel epitel turunan Müllerian dapat
melekat pada permukaan ovarium dan masuk ke dalam CIC. Beberapa hormon
yang bekerja pada ovarium (misalnya gonadotropin, estrogen, dan androgen)
memiliki sifat yang mendorong pertumbuhan yang dapat memicu proliferasi sel
epitel di dalam CIC. Jika kerusakan sel DNA terjadi pada
sel-sel epitel, maka sel-sel tersebut mungkin dapat menjadi target utama untuk
transformasi neoplastik, yang pada akhirnya menimbulkan karsinoma ovarium.11
Two-Pathway Model
Teori lain adalah Two-Pathway Model. Teori ini mendorong formulasi
model baru yang mengklasifikasikan semua tumor ovarium sebagai Tipe I atau
Tipe
II. Tumor tipe I mencakup semua histotipe utama (serosa, endometrioid, clear cell,
dan transitional cell/brenner type) tetapi menunjukkan fitur nuklir dan arsitektur
derajat rendah, pertumbuhan lambat, dan dapat dikaitkan dengan lesi prekursor
ovarium jinak yang jelas. Perubahan genetik yang paling umum terjadi di antara
tumor tipe I adalah mutasi KRAS dan BRAF, dimana keduanya mengaktifkan jalur
pensinyalan MAPK onkogenik. Mutasi KRAS juga terjadi pada 60% musinosa, 5-
16% sel jernih, dan 4-5% karsinoma tipe endometrioid. Mutasi PTEN, yang
biasanya menghasilkan pensinyalan PI3K konstitutif, terjadi pada 20% neoplasma
tipe endometrioid. Jalur MAPK dan PI3K akan menyatu sebagai faktor terjemahan
hilir yang umum, eIF4B, yang mungkin mewakili jalur penting dalam pensinyalan
perkembangan tumor tipe I. Sementara itu mutasi KRAS juga terjadi pada 60%
musinosa, 5-16% sel jernih, dan 4-5% karsinoma tipe endometrioid. Sedangkan,
pada tumor ovarium tipe II, banyak ditemukan akibat mutasi gen TP53 (50-80%)
serta akibat terjadinya amplifikasi gen dan ekspresi berlebih dari onkogen
HER2/neu (10-20%), dan AKT2 (12–18%).11

2.6 Temuan Klinis


1. Tumor Epitel Ovarium
a) Kistadenoma Serosa
Kistadenoma serosa merupakan suatu lesi jinak yang umumnya
unilokular, dengan permukaan halus, dan mengandung cairan kuning yang
tipis dan jernih. Batas sel kista bercampur antara yang bersilia dan sel
sekretori yang mirip dengan endosalpinx. Tumor ini dapat tumbuh besar
memenuhi kavitas abdomen, namun biasanya lebih kecil dari bagian
musinosa. Proliferasi lokal dari stroma dapat menyebabkan projeksi
papiler pada kista dan membentuk kistadenoma serosa.
b) Kistadenoma Musinosa
Lebih besar ukuran tumor, lebih besar pula kemungkinan tumor
tersebut adalah musinosa. Tumor ini umumnya asimptomatis dan pasien
datang dengan keluhan massa di abdomen atau keluhan abdomen yang
tidak spesifik. Secara histologis, tumor ini biasanya memiliki dinding yang
halus, umumnya multilokular. Permukaan internal dilapisi dengan sel
kolumnar yang tinggi.
c) Kistadenoma Endometrioid
Tumor endometrioid dicirikan dengan proliferasi dari stroma jinak
yang tidak spesifik dimana ditemukan kelenjar endometrial yang halus.
Pada tumor ini ditemukan adenofibroma endometrioid non tipikal dan
proliferatif.
2. Tumor Sel Germinal
a) Kista Dermoid (Mature Teratoma)
Kista dermoid mengandung jaringan yang terdiferensiasi dengan
baik sel yaitu rambut dan gigi. Tumor ini biasnaya jinak dan sering
asimptomatis namun dapat menyebabkan komplikasi berupa torsi atau
rupture uterus. Kista dermoid mengandung rambut dan sebum, yang
membentuk komponen solid ireguler yang mengandung cairan. Tumor ini
dapat tumbuh besar mencapai berat beberapa kilogram.8
3. Tumor Sex-cord-Stroma Ovarium
a) Tumor Sel Teka (Tekoma)
Tumor ini dapat terjadi pada berbagai usia, walaupun umumnya
ditemukan pada wanita post menopause. Secara histologis, tumor dipenuhi
dengan lemak yang mengandung sel yang serupa dengan sel teka. Tumor
ini juga memproduksi estrogen. Tumor ini sering disertai dengan
perdarahan uterus dan perdarahan post menopause. Ukuran tumor ini
bervariasi dari tidak terpalpasi hingga mencapai ukuran 20 cm. Umumnya
tumor ini jarang unilateral dan cenderung jinak.8
b) Fibroma
Fibroma merupakan tumor yang tidak memproduksi hormon dan
paling sering terjadi pada beberapa tahun sebelum menopause. Ukurannya
bervariasi hingga mencapai lebih dari 20 cm. Tumor ini multinoduler,
membentuk sel yang memproduksi kolagen. Sering merupakan bagian dari
sindrom Meig’s, dimana pasien ditemukan massa pada pelvis dengan
asites dan hidrotoraks.8
4. Tumor Kistik Ovarium
Tumor kistik ovarium memiliki gejala yang tidak menentu,
terkadang hanya ketidaknyamanan pada perut bagian bawah. Pasien akan
merasa perutnya membesar dan menimbulkan gejala perut terasa penuh
dan sering sesak nafas serta gangguan buang air kecil karena perut tertekan
oleh besarnya kista.9
a) Kista Folikular
Kista folikular memiliki ukuran bervariasi 3 – 8 cm. Umumnya
kista folikular bersifat asimptomatis, namun perdarahan dan torsio tetap
dapat terjadi. Kista yang besar dapat menyebabkan nyeri pelvis,
dispareunia, dan perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan
gangguan pola ovulasi.8
b) Kista Korpus Luteum
Kista yang unilokular dengan dinding tipis berukuran 3 – 11 cm.
Kista korpus luteum dapat menyebabkan nyeri lokal. Kista ini juga
berhubungan dengan amenorea atau menstruasi yang terlambat, hal itu
menstimulasi gambaran klinis dari kehamilan ektopik. Kista korpus luteum
dapat berhubungan dengan torsio ovarium sehingga dapat menyebabkan
nyeri hebat, atau dapat menyebabkan ruptur atau perdarahan, sehingga
pada beberapa kasus didapatkan pasien dengan tanda peritoneum dan
abdomen akut.8

2.7 Diagnosis
Diagnosis tumor jinak ovarium diawali dari anamnesa lengkap mengenai
keluhan rasa tidak nyaman, nyeri, lokasi, dan derajat nyeri serta onset timbulnya
rasa nyeri tersebut. Faktor risiko seperti usia tua dan riwayat keluarga dengan
kanker ovarium juga harus digali pada anamnesis. Pemeriksaan fisik harus
dilakukan meliputi pemeriksaan survei nodul dan payudara, perut, dan pelvis
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, serta auskultasi. Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan massa pada pelvis. 8
Pemeriksaan penunjang dilakuan atas indikasi tertentu guna memperoleh
ketarangan yang lebih lengkap. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam
kasus tumor jinak ovarium antara lain:9
1) Ultrasonografi (USG): menentukan letak, batas, dan permukaan tumor
melalui abdomen atau vagina, apakah tumor berasal dari ovarium, uterus,
atau kandung kemih, dan apakah tumor kistik atau solid.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI): menentukan lokasi dengan lebih
mendetail dan melihat apakah ada penyebaran (metastasis).
3) Foto rontgen: menentukan adanya hidrotoraks, apakah di bagian dada
terdapat cairan yang abnormal atau tidak seperti gigi dalam tumor.
4) Pemeriksaan darah: tes petanda tumor (tumor marker) CA-125 adalah
suatu protein yang konsentrasinya sangat tinggi pada sel tumor khususnya
pada kanker ovarium. Pada tumor ganas ovarium didapatkan tumor
marker CA- 125 meningkat.

2.8 Komplikasi
Tumor jinak ovarium dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti
perdarahan yang keluar sedikit-sedikit dan terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan pembesaran kista jika terjadi di dalam kista serta menyebabkan
kondisi anemia. Torsio kista ovarium dapat terjadi pada tumor yang bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsio kista ovarium dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi akut sehingga terjadi nekrosis. Ruptur dinding kista juga dapat
terjadi jika terjadi trauma pada abdomen. Komplikasi lain seperti degenerasi
menjadi keganasan, infeksi, perubahan siklus menstruasi, dan konstipasi karena
penekanan oleh massa tumor juga dapat terjadi.22

2.9 Penatalaksanaan
Tatalaksana optimal untuk pasien dengan tumor jinak ovarium dapat
diperoleh dengan menggabungkan seluruh informasi dari riwayat, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dialami serta tingkat keparahan
penyakit dapat menjadi spertimbangan penting dalam menentukan tatalaksana
yang tepat. Pertimbangan tersebut menentukan apakah pasien perlu operasi atau
masih perlu diobservasi. Jika perlu dilakukan operasi, penentuan dan perencanaan
prosedur operasi dilakukan oleh pasien dan dokter spesialis. Jika dipertimbangkan
untuk dilakukan observasi,maka tentukan batas waktu serta batas perubahan atau
perkembangan penyakit tersebut. Indikasi dilakukan operasi pada tumor jinak
ovarium diantaranya:22
 Struktur kistik ovarium berukuran >5 cm yang telah diobservasi selama
6-8 minggu tanpa regresi
 Lesi solid ovarium
 Lesi ovarium dengan vegetasi papiler pada dinding kista
 Massa adneksa dengan diameter >10 cm
 Asites
 Massa adneksa yang terpalpasi pada wanita premenarche dan
pascamenopause
 Suspek torsio atau rupture

Ukuran <10 cm, mobile, kistik, Ukuran >10 cm, solid,


unilateral, tidak ada bukti asites terfiksir, bilateral,
terdapat ascites

Ukuran massa
Observasi 4 – 6 minggu menetap atau Pembedaha
membesar n

Massa menghilang
atau mengecil

Kontrol rutin

Gambar 2.1 Tatalaksana massa adneksa pada wanita premenopause


Terdapat 2 tindakan pembedahan yang utama yaitu: laparaskopi dan
laparatomi. Prinsip pengobatan kista dengan operasi adalah sebagai berikut:23
1) Apabila kistanya kecil (<5 cm) dan pada pemeriksaan sonogram tidak
terlihat tanda-tanda keganasan, operasi dapat dilakukan dengan dengan
laparaskopi. Dengan cara ini, alat laparaskopi dimasukkan kedalam rongga
panggul dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut dengan sayatan
searah garis rambut kemaluan.
2) Apabila kistanya agak besar (> 5 cm), biasanya pengangkatan kista
dilakukan dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.
Pada laparatomi, kista sudah dapat diperiksa apakah sudah mengalami
proses keganasan (kanker) atau tidak. Apabila kista sudah dalam proses
keganasan, operasi laparatomi dapat dilakukan dengan pengangkatan
ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
BAB III

SIMPULAN

Tumor ovarium adalah massa atau jaringan baru yang bersifat abnormal
yang terbentuk pada ovarium dan mempunyai bentuk serta sifat yang berbeda dari
sel jaringan aslinya. Tumor ovarium dapat berkembang dari tiga jenis sel, yaitu sel
epitel, sel stroma (termasuk sel granulosa, teka, dan hilus), atau sel germinal
(oosit). Dalam setiap subtipe, tumor lebih lanjut digambarkan sebagai jinak,
ganas, atau borderline dan, tergantung pada subtipe tumor, diklasifikasikan
sebagai kelas rendah atau tinggi. Etiopatogenesis kanker ovarium belum dapat
dimengerti secara keseluruhan, namun sampai saat ini bahwa patogenesis kanker
ovarium berbeda- beda tergantung dari tipe histopatologi, latar belakang kelainan
genetik, dan kondisi inflamasi pre-kanker pada pasien. Peningkatan risiko tumor
ovarium epitel jinak dikaitkan dengan riwayat keluarga kanker ovarium dan
merokok. Diagnosis tumor jinak ovarium diawali dari anamnesa lengkap,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana optimal untuk pasien
dengan tumor jinak ovarium dapat diperoleh dengan menggabungkan seluruh
informasi dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta
pertimbangan gejala dan keparahan dari kondisi pasien. Hal tersebut menentukan
apakah pasien perlu operasi atau masih perlu diobservasi. Jika perlu dilakukan
operasi, penentuan dan perencanaan prosedur operasi dilakukan oleh pasien dan
dokter spesialis. Operasi yang dapat dilakukan adalah laparoskopi dan laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari MI, Subekti BE , Eduard. Pengelolaan Anestesi pada Pasien Neoplasma


Ovarium Kistik Berukuran Besar dengan Anemia Tanpa Komplikasi. J
AgromedUnila Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2017;4(1): 81- 85.
2. Wiknjosastro,H. Ilmu kandungan. Ed III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo; 2011.p. 279-286.
3. Ariani, Sofi. Stop Kanker. Yogyakarta: Istana Media. 2015.
4. Ferdiansyah T, Sofian A, Fatmawati. Hubungan tumor marker CA-125 dengan
sifat dan tipe sel tumor ovarium di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2014
5. Fachlevy AF, Abdullah Z, Russeng S. Faktor Risiko Kanker Ovarium di RSUP
Wahidin Sudirohusodo Makassar.Universitas Hasanuddin.2013
6. Jordan S, Green A, Webb P. Benign Epithelial Ovarian Tumours—cancer
Precursors or Markers for Ovarian Cancer Risk?. Cancer Causes &
Control.2006;17(5):623–632. doi:10.1007/s10552-005-0370-y
7. Jordan SJ, Green AC, Whiteman DC, Webb PM. Risk Factors for Benign Serous
and Mucinous Epithelial Ovarian Tumors. Obstetrics & Gynecology.
2007;109(3):647–654. doi:10.1097/01.aog.0000254159.75977.fa
8. DeCherret, A., Nathan, L, Goodwin, M, Laufer, N, Roman, A. Current
Diagnosis & Treatment in Obstetrics and Gynaecologic 11th Edition. Mc Graw
Hills. USA,2012.
9. Adriaansz, G. Tumor Jinak Organ Genitalia. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2011.
10. Anglesio MS,Wiegand KC,Melnyk N, Chow C, Salmanca C,et al.Correction:
Type-specific Cell Line Models for Type-Specific Ovarian Cancer Research.
2013. PLOS ONE(8)10:10.1371/annotation/856f0890-9d85-4719-8e54-
c27530ac94f4. https://doi.org/10.1371/annotation/856f0890-9d85-4719-8e54-
c27530ac94f4
11. Karst AM, Drapkin R. Ovarian Cancer Pathogenesis: A Model in Evolution.
Journal of Oncology. 2010;932371: https://doi.org/10.1155/2010/932371
12. Fatema N, Mubarak Al Badi M. A Postmenopausal Woman with Giant Ovarian
Serous Cyst Adenoma: A Case Report with Brief Literature Review. Case Rep
Obstet Gynecol. 2018;2018:5478328. Published 2018 Apr 4.
doi:10.1155/2018/5478328
13. Abu Sulb A, Abu El Haija M, Muthukumar A. Incidental finding of a huge
ovarian serous cystadenoma in an adolescent female with menorrhagia. SAGE
Open Med Case Rep. 2016;4:2050313X16645755. Published 2016 May 11.
doi:10.1177/2050313X16645755
14. Limaiem F, Mlika M. Ovarian Cystadenoma. [Updated 2019 Nov 24]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536950/
15. Baradwan S, Alalyani H, Baradwan A, et al. Bilateral ovarian masses with
different histopathology in each ovary. Clin Case Rep. 2018;6(5):784-787.
Published 2018 Mar 5. doi:10.1002/ccr3.1466
16. Farahani L, Morgan S, Datta S. Reprint of: Benign ovarian cysts. Obstetrics,
Gynaecology and Reproductive Medicine. 2017;27(7):226 - 230
17. Sahin H, Abdullazade S, Sanci M. Mature cystic teratoma of the ovary: a cutting
edge overview on imaging features. Insights Imaging. 2017;8(2):227-241.
doi:10.1007/s13244-016-0539-9
18. Horta M, Cunha TM. Sex cord-stromal tumors of the ovary: a comprehensive
review and update for radiologists. Diagn Interv Radiol. 2015;21(4):277-286.
doi:10.5152/dir.2015.34414
19. Borah T, Mahanta RK, Bora BD, Saikia S. Brenner tumor of ovary: an incidental
finding. J Midlife Health. 2011:2(1):40-41. doi:10.4103/0976-7800.83273
20. Zhao Y, Mao X, Yao L, ShenJ. Computed tomography imaging features of
benign ovarian Brenner tumors. Oncology Letters. 2018;16:1141-1146.
https://doi.org/10.3892/ol.2018.8766
21. InformedHealth.org [Internet]. Cologne, Germany: Institute for Quality and
Efficiency in Health Care (IQWiG); 2006-. Ovarian cysts: Overview. 2019 Mar
28. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539572/
22. Philip, J. et al. William’s Gynecology [Digital E-Book] Gynecologic Oncology
Section. Ovarian Tumors and Cancer. McGraw-Hills. 2015.
23. Sjamsuhidayat, R., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, 2; Jakarta, 2016

Anda mungkin juga menyukai