Anda di halaman 1dari 6

Leukemia

A. Definisi Leukemia
merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi dini leukosit yang abnormal
dan ganas sehingga jumlah leukosit berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia (Hidayat, 2008).
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai
dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel
leukemik (Kemas et al, 2014).
B. Penyebab
Kanker darah atau leukemia pada anak tidak mudah diketahui secara dini apa
penyebabnya. Sementara yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik,
riwayat keguguran pada ibu, radiasi, bahan kimia (benzen), virus, kelainan genetik, ibu
yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol
saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orangtua, berat
lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal, dan diet (Handayani & Sulistyo, 2008).
C. Klasifikasi
Menurut Kemas et al. (2014) Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturitas dan
jenis turunan sel seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik akut
(LLA), leukemia mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik (LLK).
1) Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) AML merupakan leukemia yang terjadi pada
seri myeloid, meliputi neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan
sebagainya. Patogenesis utama AML adalah adanya blockade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
akibat terjadinya akumulasi blast di sumsum tulang (Esti et al, 2014).
2) Leukemia Limfositik Akut (LLA) Leukemia Limfosit Akut (LLA) adalah
keganasan klonal dari selsel precursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel- sel ganas
berasl dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini
merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anakanak (Fianza, 2007).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan sel yang terjadi akibat
proliferasi sel limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya. Penyebab
spesifik LLA belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial
yang berkaitan dengan genetik, imunologi, lingkungan, toksik, paparan virus,
ionization radiation (Maulyda et al., 2015).
3) Leukemia Mielositik Kronik (LMK) LMK merupakan suatu penyakit
mieloproliferatif ditandai dengan adanya peningkatan proliferasi sel induk
hematopoetik seri mieloid pada berbagai tingkat diferensiasi. Sebagian besar LMK
terdiagnosis pada fase kronik, dimana sepertiga dari fase ini tidak menunjukkan
gejala, tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat berubah ke fase selanjutnya yang
lebih agresif. Respon terapi pada fase yg lebih lanjut ( fase akselerasi dan fase krisis
blast) kurang memuaskan sehingga tujuan utama dari pengobatan LMK adalah agar
tidak berkembang ke fase ini (Muthia et al, 2012).
4) Leukemia Limfositik Kronik (LLK) LLK adalah keganasan hematologis yang
ditandai dengan akumulasi limfosit B neoplastik dalam darah, limfonodi, limpa,
hepar, dan sumsum tulang. LLK merupakan penyakit yang tidak bisa sepenuhnya
disembuhkan, deteksi dini dan pengobatan dapat mengendalikan progresifitas dari
penyakit ini, sedangkan pasien stadium akhir sering tidak responsif dengan
berbagai pengobatan (Muthia et al, 2012).

D. Patofisiologi
Sel leukemia ganas berasal dari sel prekursor pada elemen pembentuk darah. Sel-
sel ini dapat terakumulasi dan mendesak elemen normal dalam sumsum tulang, mengalir
kedalam darah perifer, dan akhirnya menginvasi organ dan jaringan tubuh. Penggantian
elemen hematopoietik normal oleh sel-sel leukemia mengakibatkan supresi sumsung
tulang, yang ditandai dengan penurunan produksi sel darah merah (SDM), SDP yang
normal, dan trombosit. Supresi sumsum tulang mengakibatkan anemia karena penurunan
produksi SDM, merupakan predisposisi terhadap infeksi akibat neutropenia, dan
kecenderungan perdarahan sebagai akibat trombositopenia. Hal ini menyebabkan anak
beresiko terhadap kematian akibat infeksi atau perdarahan. Infiltrasi pada organ
retikuloendolial (mis., limpa, hepar, dan kelenjar limfe) menyebabkan pembesaran yang
khas dan akhirnya fibrosis. Infiltrasi leukemik pada SSP mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan efek lainnya, bergantung pada area spesifik yang terkena.
Kemungkinan daerah yang terinfiltrasi lainnya mencakup ginjal, testis, prostat, ovarium,
traktus GI, dan paru-paru. Sel leukemik hipermetabolik akhirnya menolak semua sel nutrisi
tubuh yang penting untuk kelangsungan hidup. Pertumbuhan sel leukemik yang tidak
terkendali dapat mengakibatkan starvasi metabolik (Mary E., 2005).

E. Gambaran Klinik
Leukemia menimbulkan beberapa gejala yaitu:
1) Anemia akibat supresi sel darah merah, yang terdiri dari keletihan, pucat, dan takikardi.
2) Perdarahan akibat supresi trombosit, yang mencakup ptekie, purpura, hematuria,
epiktaksis, dan feses seperti dempul.
3) Imunosupresi akibat supresi sel darah putih, yang dimanifestasikan dengan demam,
infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk.
4) Gejala-gejala dari gangguan retikuloendotelial, yang mencakup hepatosplenomegali, nyeri
tulang, dan limfadenopati.
5) Gejala-gejala umum, yang mencakup penurunan berat badan, anoreksia, dan muntah (Mary
E, 2005).

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium/hematologik memperlihat kan adanya anemia normositik
normokromik dengan trombositopenia pada sebagian kasus. Jumlah leukosit total dapat
menurun, normal atau meningkat.
2) Pemeriksaan sediaan apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam jumlah
yang bervariasi. Sumsum tulang hiperseluler dengan bias lekomotik >30%. Sel-sel bias
tersebut dicirikan oleh morfologi, uji imonologik, dan analisa sito genetik. Fungsi lumbal
untuk pemeriksaan cairan cerebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa
tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia (Gofir, 2008).

G. Pentalaksanaan
Secara umum pengobatan yang tepat untuk kasus leukemia pada anak adalah
kemoterapi dan transplantasi sum-susm tulang belakang. Karena prevaliansi leukemia dan
limfoma pada anak cukup tinggi, sekitar 97-98% dapat mencapai remisi sempurna (Nelson,
2007).
Pengobatan kemoterapi umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
1) Tahap 1 (terapi induksi) Tujuan dari tahap awal pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia didalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada
tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.
2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera lakukan
terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan
setelah 6 bulan kemudian.
3) Tahap 3 (profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada
SSP. Perawatan yang digunakan pada tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih
rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang di
kombinasikan 21 dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan
sistem saraf pusat.
4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) Pada tahap ini dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun (Cahyono,
2012).

H. Komplikasi
Menurut Zelly, 2012 komplikasi leukemia yaitu:
1) Tombositopenia Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan
akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan oleh
beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan
hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa. Trombositopenia yang terjadi
bervariasi dan hampir selalu ditemukan pada saat leukemia didiagnosis.
2) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
adalah suatu sindrom yang ditandai dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik
berupa pembentukan dan penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan
trombus mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat mengakibatkan kegagalan
multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus berlangsung menyebabkan konsumsi faktor
pembekuan dan trombosit secara berlebihan sehingga mengakibatkan komplikasi
perdarahan berat. KID bukanlah suatu penyakit tetapi terjadinya sekunder terhadap
penyakit lain yang mendasari.
3) Fibrinolisis primer Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia akut
memiliki aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan fibrinolisis primer terutama pada
leukemia promielositik akut. Pada fibrinolisis primer, perdarahan disebabkan oleh
degradasi faktor pembekuan yang diinduksi plasmin seperti fibrinogen.
4) Perdarahan pada organ tubuh, seperti otak atau paru-paru.
5) Tubuh rentan terhadap infeksi.
6) Risiko munculnya jenis kanker darah lain, misalnya limfoma.
7) Infeksi: risiko infeksi meningkat pada leukemia
8) Gangguan perdarahan: autoimmune hemolytic anemia, disseminated intravascular
coagulation, leukostasis
9) Richter Transformation pada CLL
10) Gangguan neurologis: massa intraparenkimal, infiltrasi meningeal
11) Perdarahan: intrakranial, pulmonari, gastrointestinal
12) nfertilitas: akibat dari regimen terapi kemoterapi dan radiasi
13) Osteonekrosis sendi pada anak dengan leukemia
14) Gagal jantung
15) Gangguan endokrin
16) Neoplasma
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pengobatan yang dilakukan. Berikut ini
beberapa komplikasi akibat pengobatan leukemia:

 Graft versus host disease, yaitu komplikasi dari transplantasi sumsum tulang.
 Anemia hemolitik.
 Tumor lysis syndrome (sindrom lisis tumor).
 Gangguan fungsi ginjal.
 Infertilitas.
 Sel kanker muncul kembali setelah penderita menjalani pengobatan.

Anak-anak penderita leukemia juga berisiko mengalami komplikasi akibat pengobatan


yang dilakukan. Jenis komplikasi yang dapat terjadi meliputi gangguan sistem saraf pusat,
gangguan tumbuh kembang, dan katarak.

I. Prognosis
Prognosis leukemia tergantung pada faktor usia, penyakit komorbid, subtipe leukemia,
dan karakteristik sitogenik dan molekular leukemia pada masing-masing orang. Prognosis 5-
year relative survival rate:
 Acute lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 75%, usia ≥50 tahun sebesar 25%
 Acute myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 55%, usia ≥50 tahun sebesar 14%
 Chronic lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 94%, usia ≥50 tahun sebesar 83%
 Chronic myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 84%, usia ≥50 tahun sebesar 48%[3]

J. Pencegahan Leukemia
Belum ada cara yang efektif untuk mencegah leukemia hingga saat ini. Namun, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko Anda terkena leukemia, di
antaranya:

 Melakukan olahraga secara teratur.


 Menghentikan kebiasaan merokok.
 Menggunakan alat pelindung diri, terutama jika Anda bekerja di lingkungan yang rentan
terpapar bahan kimia, seperti benzena.

K. Pengobatan Leukemia
Dokter spesialis hematologi onkologi (dokter spesialis darah dan kanker) akan
menentukan jenis pengobatan yang dilakukan berdasarkan jenis leukemia dan kondisi pasien
secara keseluruhan. Berikut ini beberapa metode pengobatan untuk mengatasi leukemia:

 Kemoterapi, yaitu metode pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk


membunuh sel kanker, contohnya chlorambucil. Obat dapat berbentuk tablet minum atau
suntik infus.
 Terapi imun atau imunoterapi, yaitu pemberian obat-obatan untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan membantu tubuh melawan sel kanker. Jenis obat yang digunakan,
misalnya interferon.
 Terapi target, yaitu penggunaan obat-obatan untuk menghambat produksi protein yang
digunakan sel kanker untuk berkembang. Contoh jenis obat yang bisa digunakan
adalah penghambat protein kinase, seperti imatinib.
 Radioterapi, yaitu metode pengobatan untuk menghancurkan dan menghentikan
pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan sinar radiasi berkekuatan tinggi.
 Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur penggantian sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat.

Terkadang, prosedur operasi juga dilakukan untuk mengangkat organ limpa


(splenectomy) yang membesar. Organ limpa yang membesar dapat memperburuk gejala
leukemia yang dialami penderita.
DAFTAR PUSTAKA

DK, M AH. Acute myeloid leukemia: a comprehensive review and 2016 update.
Blood Cancer Journal. 2016 July; 6.7(e441).

BMJ Best Practice. bestpractice.bmj.com. [Online].; 2017 [cited 2017 September.


Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/273/basics/pathophysiology.html.

Mir MA, Liu D, Patel SC, Rasool HJ. Medscape. [Online].; 2017 [cited 2017 September.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/199313-overview#a4.\

Nichols EM, Jones R, Watson R, Pepper C, Fegan C, Marchbank KJ. Research Gate.
[Online].; 2015 [cited 2017 September. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/282702285_A_CD21_low_phenotype_with_no_eviden
ce_of_autoantibodies_to_complement_proteins_is_consistent_with_a_poor_prognosis_in_CLL

Hallek M, Cheson BD, Catovsky D, Calagaris-Cappio F, Dighiero G, Dohner H, et al. Guidelines


for the diagnosis and treatment of chronic lymphocytic leukemia: a report from the International
Workshop on Chronic Lymphocytic Leukemia updating the National Cancer Institute-Working
Group 1996 guidelines [published correction appears in Bloo. Blood Journal. 2008 December;
111(12).

National Heart, Lung, and Blood Institute. nhlbi.nih.gov. [Online].; 2011 [cited 2017 September.
Available from: https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/dic/signs.

Schiffer CA. uptodate.com. [Online].; 2016 [cited 2017 September. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/hyperleukocytosis-and-leukostasis-in-hematologic-
malignancies.

BMJ Best Practice. bestpractice.bmj.com. [Online].; 2017 [cited 2017 September.


Available from: http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/273/basics/pathophysiology.html

Anda mungkin juga menyukai