Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO I

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Dosen Pembimbing:
Ners. Dini Rudini S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Reda Evinta G1B120001
Dewi Mentari G1B120002
Reza Nafasha G1B120004
Halijah G1B120005
Wike Astaria G1B120006
Fina Sintia G1B120007
Dewi Anggi Saputri G1B120008
Memy Lorentika G1B120009
Muly Okti Viana G1B120010
Reren Gianovanza G1B120011
Serly Fadila Riansyah G1B120012
Meli Alisia G1B120013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami masih diberi
kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Tutor Skenario 1 Mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah tentang Asuhan Keperawatan Asma dengan baik dan
tepat waktu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ners. Dini Rudini
S.Kep., M.Kep. selaku dosen pembimbing Tutorial Kelompok 1.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan


wawasan yang lebih luas bagi siapa saja yang membaca laporan ini.

Jambi, 03 September 2021

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3
1.4.1. Mahasiswa ......................................................................................... 3
1.4.2. Masyarakat ........................................................................................ 3
1.4.3. Tenaga Kesehatan ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 4
2.2 Suara / Bunyi Napas pada Manusia .......................................................... 5
1. Bunyi Napas Normal ................................................................................ 5
2. Bunyi Napas Tambahan ........................................................................... 6
2.3 Pola Pernapasan ........................................................................................ 8
2.4 Otot Bantu Pernapasan ............................................................................. 9
2.5 Auskultasi ............................................................................................... 10
2.6 Analisis Gas Darah ................................................................................. 12
2.7 Asuhan Keperawatan .............................................................................. 14
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................... 23
STEP 1 ............................................................................................................... 23
STEP 2 ............................................................................................................... 26
STEP 3 ............................................................................................................... 27
STEP 4 ............................................................................................................... 30
STEP 5 ............................................................................................................... 31
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................... 32
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32
4.2 Saran ....................................................................................................... 32

ii
4.2.1 Bagi Mahasiswa .............................................................................. 32
4.2.2 Bagi Masyarakat.............................................................................. 32
4.2.3 Bagi Petugas Kesehatan .................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2011). Kejadian pola nafas tidak efektif
dapat dijumpai pada pasien dewasa maupun anak. Keefektifan jalan napas
sangat dipengaruhi oleh keadaan sistem kesehatan paru. Beberapa kelainan
sistem pernapasan seperti obstruksi jalan napas, atau keadaan yang dapat
mengakibatkan obstruksi jalan napas, infeksi jalan napas, serta gangguan
gangguan lain yang dapat menghambat pertukaran gas, empisema dan
bronchitis kronis. Hal ini perlu diantisipasi dan di tangani dengan baik agar
tidak terjadi kegawatan napas. Pada kasus pernafasan yang sering dijumpai
pada anak adalah sindrom gawat nafas atau Respirasi Distress Syndrom
(RDS) yang merupakan gangguan pernafasan sering terjadi pada bayi dengan
tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami RDS (Lissuer dan Fanaroff, 2009). Di dalam (NURIYANTI,
2017). Syndrome distress pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease (HMD) (Suriadienta Yulianni,
2006) RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang
bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup
bulan (Donna L. Wong. 2003) (workneh, 2017).

Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi


dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar kapiler
(Heardman, 2012). Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau
kekurangan oksigen dan pembuangan karbondioksida pada membrane
alveolus kapiler (Rosernberg, 2010). Gangguan pertukaran gas adalah

1
kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbondioksida
dimembran kepiler alveolar (Wilkinson, 2012).

Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidak mampuan


membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan
napas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Bersihan jalan napas
merupakan ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas(NANDA, 2018).
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa bersihan jalan napas tidak efektif
adalah kondisi ketika individu mengalami ancaman pada status pernapasannya
sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif(Carpenito &
Moyet, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat dianggap pada laporan ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara menentukan diagnosa keperawatan pada diagnosa
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak
efektif dan gangguan pertukaran gas?
2. Apa saja bunyi nafas pada manusia?
3. Apa saja jenis pola napas pada manusia?
4. Apa saja jenis otot bantu napas?
5. Bagaimana teknik auskultasi?
6. Bagaimana cara membuat askep respirasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan makalah ini terdiri dari dua tujuan, yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Setelah dilakukan pembelajaran diharapkan Mahasiswa memberikan


pengetahuan kepada masyarakat tentang Bersihkan jalan nafas tidak efektif,
pola nafas tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas secara umum,
Mengetahui cara pembuatan askep respirasi.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas
tidak efektif, gangguan pertukaran gas.
2. Untuk mengetahui suara nafas pada manusia
3. Untuk mengetahui pola pernafasan
4. Untuk mengetahui otot bantu pernafasan

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1. Mahasiswa
Agar mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan dapat mampu
memahami serta mengembangkan pengetahuannya tentang asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia dengan bersihan jalan nafas tidak
efektif.

1.4.2. Masyarakat
Agar masyarakat dapat mengetahui dan mencegah tentang penyakit
pneumonia dengan bersihan jalan nafas tidak efektif yang baik dan benar.

1.4.3. Tenaga Kesehatan


Agar tenaga kesehatan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang gambaran asuhan keperawatan pada pasien
pneumonia dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
BJN atau Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif adalah ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas. (Nanda NIC-NOC) dan (SDKI
edisi 1 revisi III, 2017)
Gejala dan data mayor:
Subjektif :-
Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi
Gejala dan data minor:
Subjektif : Dispnea, sulit bicara, ortopnea
Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah
2. Pola Napas Tidak Efektif
Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2011).
Gejala dan data mayor:
Subjektif : Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu pernpasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal
Gejala dan data minor:
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan pulsed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thorakx anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun

4
3. Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler. dan (SDKI edisi 1 revisi
III, 2017)
Gejala dan data mayor:
Subjektif : Dispnea
Objektif : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, Takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan
Gejala dan data minor:
Subjektif : Pusing , penglihatan kabur
Objektif : Sianosis, diagoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola
napas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.

2.2 Suara / Bunyi Napas pada Manusia


1. Bunyi Napas Normal
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih. Frekuensi pernapasan normal pada manusia
dibedakan berdasarkan umur, yaitu Anak – anak (6-12 thn) : 18-30
nafas/menit, Remaja (12-18 thn ) : 12-16 nafas /menit, Dewasa (19-59 thn
) : 12-20 nafas/menit, dan Lansia (60 thn ke atas): 28 nafas /menit .
Jenis bunyi napas normal:
a. Bronchial
Bronchial sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau
daerah suprasternal notch.
b. Vesikular
Vesikular terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c. Bronchovesikular

5
Bronchovesikular merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan
vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang
sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di
daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

2. Bunyi Napas Tambahan


a. Crackles
Crackles dalah bunyi yang berlainan, non kontinue akibat penundaan
pembukaan kembali jalan napas yang menutup. Terdengar selama :
inspirasi.Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti :
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Jenis crackles:
1) Fine crackles / krekels halus
Terdengar selama : akhir inspirasi. Karakter suara : meletup,
terpatah- patah. Penyebab : udara melewati daerah yang lembab di
alveoli atau bronchioles /penutupan jalan napas kecil. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
2) Krekles kasar
Terdengar selama : ekspirasi. Karakter suara : parau, basah, lemah,
kasar, suara gesekan terpotong. Penyebab : terdapatnya cairan atau
sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika
klien batuk.
b. Wheezing / Mengi
Wheezing / Mengi Adalah bunyi seperti bersiul, kontinue, yang
durasinya lebih lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi dan
ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi. Mengi berasal
dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar
bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma.
Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yang
menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk.
Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang berhubungan
dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada
asma dan bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena

6
perubahan temperature, allergen, latihan jasmani, dan bahan iritan
terhadap bronkus.
c. Ronchi
Ronchi adalah bunyi gaduh yang dalam yang erdengar selama
ekspirasi. Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar
salurannya, mempunyai suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar
jelas pada orangngorok
Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat
obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau
tumor.
Jenis Ronchi:
- Rochi Kering
Ronchi kering adalah suatu bunyi tambahan yang terdengar
kontinue terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret
pada bronkus. Ada yang high pitch (menciut) misalnya pada asma
dan low pitch karena secret yang meningkat pada bronkus yang
besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
- Ronchi basah (Krepitasi)
Ronchi basah (krepitasi) adalah bunyi tambahan yang terdengar
tidak kontinue pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering
yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau
bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki
halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada
pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada
bronkiekstatis.
d. Pleural Friction Rub
Pleural Friction Rub adalah suara tambahan yang timbul akibat
terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi
kasar. Karakter suara : kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura.
Terdengar selama : akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak
dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada
permukaan anterior lateralbawah toraks.

7
Pleural Friction Rub terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan
dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar pada akhir inspirasi dan
permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri
pleura. Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering
didapatkan pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis
2.3 Pola Pernapasan
Pola pernapsan yang efketif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang
memberikan ventilasi adekuat. Sedangkan pola pernapasan tidak efektif adalah
inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Adekuat
menurut KBBI adalah suatu keadaan dimana saling mamdaia atau memenuhi
syarat.
Jenis pola pernapasan tidak efektif (abnormal):
a. Dyspnea : perasaan sesak dan berat pada saat bernafas. Dyspnea
dapat disebabkan karena perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan,
kerja berat atau berlebihan, serta karena faktor psikologis.
Intervensi dyspnea :
Intervensi yang dilakukan penulis untuk pasien diagnosa keperawatan
yang diambil adalah managemen jalan nafas, monitor pernafasan, dan
memberikan posisi kepala lebih tinggi dari kepala/semi fowler (Bulechek.
et al., 2013). Dengan rasional pemberian kepala lebih tinggi dari tempat
tidurdapat mempermudah fungsi pernapasan dengan adanya gravitasi,
peningkatan pemberian oksigenasi. Monitor tanda-tanda vital klien,
mempunyai rasional dapat memberikan gambaran lengkap tentang
keterlibatan vascular perbandingan dari tekanan. Pemberian obat analgetik
untuk upaya farmakologi dengan rasional dapat menurunkan dapat
menurunkan tekanan darah dan menurunkan sesak napas. Dan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan sesak nafas
klien berkurang dengan kriteria hasil pola napas klien kembali efektif dan
sesak napas klien berkurang (Kushariyadi, 2010).
b. Bradypnea : penurunan frekuensi napas atau pernafasan yang
melambat, keadaan ini ditemukan pada depresi pusat pernafasan. Bisa

8
terjadi saat tidur, minum alkohol, narkotik opiat, peningkatan tekanan
intrakranial.
c. Takipnea : bernafas dengan cepat. Keadaan ini biasanya
menunjukkan adanya penurunan keteregangan paru atau rongga dada.
Biasanya disebabkan oleh Penyakit keterbatasan paru, pleuris.
d. Hiperventilasi : cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah
oksigen dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Proses ini
ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, nafas pendek, adanya
nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan
demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa,
atau gangguan psikologis.
e. Kussmaul : pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam. Disebabkan oleh Asidosis
metabolik, umumnya terlihat pada asidosis diabetik, uremia.
f. Cheyne-stokes : pernafasan cepat dan dalam kemudian berangsur angsur
dangkal dan diikuti periode yang berulang secara teratur.
2.4 Otot Bantu Pernapasan
Menurut Djojodibroto (2009), yang digolongkan ke dalam struktur pelengkap
sistem pernafasan adalah struktur penunjang yang diperlukan untuk
bekerjanya sistem pernafasan tersebut. Struktur pelengkap itu sendiri terdiri
dari costae dan otot, difragma serta pleura. Dinding dada atau dinding thoraks
dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit. Tulang pembentuk dinding thoraks
antara lain costae (12 buah), vertebra thoracalis (12 buah), sternum, clavicula
dan scapula. Sementara itu, otot pembatas rongga dada terdiri dari:
a. Otot ekstremitas superior
- Musculus pectoralis major
- Musculus pectoralis minor
- Musculus serratus anterior
- Musculus subclavius
b. Otot anterolateral abdominal
- Musculus abdominal oblicus externus
- Musculus rectus abdominis

9
c. Otot thorax intrinsic
- Musculus intercostalis externa
- Musculus intercostalis interna
- Musculus sternalis
- Musculus thoracis transversus
Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai
otot pernafasan. Menurut kegunaannya, otot otot pernafasan dibedakan
menjadi otot untuk inspirasi, dimana otot inspirasi terbagi menjadi otot
inspirasi utama dan tambahan. serta otot untuk ekspirasi tambahan.
a. Otot inspirasi utama (principal)
- Musculus intercostalis externa
- Musculus intercartilaginus parasternal
- Otot diafragma
b. Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) sering juga disebut
sebagai otot bantu nafas
- Musculus sternocleidomastoideus
- Musculus scalenus anterior
- Musculus scalenus medius
- Musculus scalenus posterior

Saat pernafasan biasa (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak diperlukan


kegiatan otot, cukup dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan
keluar saat ekspirasi berlangsung. Namun, ketika seseorang mengalami
serangan asma, seringkali diperlukan active breathing, dimana dalam keadaan
ini untuk ekspirasi diperlukan kontribusi kerja otot-otot seperti:
- Musculus intercostalis interna
- Musculus intercartilagius parasternal
- Musculus rectus abdominis
- Musculus oblique abdominus externus

2.5 Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang
berasal dari dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas, durasi dan

10
kualitasl, dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Frekuensi adalah
ukuran jumlah getaran sebagai siklus per menit. Siklus yang banyak perdetik
menghasilkan bunyi dengan frekuensi tinggi dan sebaliknya. Intensitas adalah
ukuran kerasnya bunyi dalam desibel, lamanya disebut durasi.
Stetoskop yang dianjurkan adalah stetoskop binaural. Stetoskop ini terdiri
atas 2 bagian, yaitu bagian yang menempel ke permukaan tubuh penderita dan
ear pieces/ ear plug yang masuk ke telinga pemeriksa. Kedua bagian ini
dihubungkan oleh suatu pipa lentur berdinding tebal untuk meredam suara-
suara sekitarnya. Bagian yang menempel ke permukaan tubuh penderita
adalah membran/diafragma, terdiri atas suatu membran berdiameter 3,5 – 4
cm atau bagian yang berbentuk mangkuk/ bell berbentuk corong dengan
diameter 3,8 cm yang dikelilingi karet.
Membran/diafragma akan menyaring suara dengan frekuensi rendah
bernada rendah (low frequency, low pitched) sehingga yang terdengar adalah
suara bernada tinggi. Bagian mangkuk akan menyaring suara dengan frekuensi
tinggi (high frequency, high pitched) sehingga suara yang terdengar adalah
suara bernada rendah bila mangkuk ditekan lembut pada kulit. Bila mangkuk
ditekan keras pada kulit, maka kulit dan mangkuk akan berfungsi seperti
membran, sehingga yang terdengar adalah suara berfrekuensi tinggi.
Teknik auskultasi:
Dalam melakukan auskultasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
 Suasana harus tenang, suara yang mengganggu dihilangkan.
 Membuka pakaian pasien untuk mendengarkan bagian tubuh yang
diperiksa.
 Hangatkan bagian membran/ diafragma atau mangkuk stetoskop agar
tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.
 Menjelaskan kepada pasien apa yang ingin kita dengarkan. Menjawab
dengan baik setiap pertanyaan pasien terkait apa yang akan dan sudah
kita periksa.
 Jangan menekan terlalu keras bila menggunakan bagian mangkuk.
 Menggunakan bagian diafragma untuk mendengarkan suara jantung
yang normal dan bising usus.

11
 Pasangkan kedua ear pieces ke dalam liang telinga sampai betul-betul
masuk, tetapi tidak menekan.
 Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara nafas dasar dan suara
nafas tambahan. Hal ini dilakukan di seluruh dada dan punggung dengan
titik auskultasi sama seperti titik perkusi. Auskultasi dimulai dari atas ke
bawah, dan dibandingkan kanan dan kiri dada. Auskultasi paru pada
bayi suara nafas akan terdengar lebih keras dan lebih ramai
dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena pada bayi
stetoskop terletak lebih dekat dengan sumber suara.
 Lakukan auskultasi secara urut dan sistematis. sebaiknya yang dapat
masuk antara 2 iga (dalam ruang antar iga).
Secara umum garis imajiner yang di pakai dalam pengkajian dada adalah:
- Garis mid sternalis
- Garis mid clavicularis
- Garis axilaris anterior
- Garis axilaris posterior
- Garis mid axilaris
- Garis mid spinalis
- Garis mid skapularis
- Garis intra skapularis
- Garis inter skapularis
2.6 Analisis Gas Darah
a. Tekanan Parsial Karbondioksida (PCO2)
PCO2 adalah ukuran tekanan karbon dioksida terlarut dalam darah, hal ini
menunjukkan seberapa baik CO2 dapat mengalir keluar dari tubuh. Kadar
PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah
arteri ,kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan kemoreseptor
sentral .

Nilai normal PCO2 yaitu : 4,6- 6,0 kPa atau 35-45 mmHg

Apabila terjadi peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan kondisi


asidosis respiratorik atau keadaan dimana kadar asam di dalam darah yang

12
lebih tinggi dari normal karena terjadi peradangan paru – paru. Jika terjadi
penurunan PCO2 maka akan terjadi kondisi alkalosis respiratori dimana
keadaan ini merupakan suatu keadaan saat darah menjadi basa karena
pernapasan yang cepat dan dalam (James,Baker ,dan Swain ,2008)

b. Tekanan Oksigen (PO2)


Nilai normal PO2 yaitu 80-100 mmHg.
Kadar PO2 60-80 mmHg disebut dengan hipoksemia ringan, kadar PO2
40-60 mmHg disebut dengan hipoksemia sedang, dan kadar PO2 (< 40
mmHg) disebut dengan hipoksemia berat. Nilai PO2 (< 60 mmHg)
mengindikasikan diperlukannya terapi oksigen tambahan (Bararah &
Jauhar, 2013).
c. pH Arteri
1) pH arteri menurun rentang <7,4
Penyebab : pH darah menurun atau menjadi asam disebabkan karena
tingginya karbon dioksida di dalam darah atau kemungkinan lain
seperti Gagal ginjal, syok, ketoasidosis diabetik, Bernapas cepat saat
nyeri atau cemas.
2) pH arteri meningkat rentang >7,4
Penyebab : pH darah meningkat atau menjadu basa disebabkan karena
tingginya karbon bikarbonat dalam darah atau kemungkinan lain
seperti muntah kronis, hypokalemia, penyakit paru, termasuk
pneumonia atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
d. Cara Menganalisis Gas Darah
1) Pertama-tama perhatikan pH, jika menurun klien mengalami asidemia,
dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika
meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis
metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi
ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal,
sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan
dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran.
2) Perhatikan variable pernafasan, PaCO2 dan metabolic, HCO3 yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan

13
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran. Gangguan ini
bias diketahui dari PaCO2 normal, meningkat atau menurun dan
HCO3 normal, meningkat atau menurun. Pada gangguan asam basa
sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama
dan penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
3) Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah
terjadi hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer,
jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer maka kompensasi
sedang berjalan.
4) Buat penafsiran tahap akhir sama ada ia gangguan asam basa
sederhana, gangguan asam basa campuran Rentang nilai normal:
 pH : 7, 35-7, 45
 TCO2 : 23-27 mmol/L
 PCO2 : 35-45 mmHg
 BE : 0 ± 2 mEq/L
 PO2 : 80-100 mmHg
 saturasi O2 : 95 % atau lebih
 HCO3 : 22-26 mEq/L
2.7 Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal pengkajian :

Nomor registrasi :

Diagnose medis :

1. Identitas

a. Biodata pasien

- Nama pasien : Tn.H

- Jenis kelamin : laki-laki

14
- Tempat/tanggal lahir :

- Umur : 40 tahun

b. Biodata penanggung jawab

- Nama :

- Jenis kelamin :

- Hubungan dengan klien :

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

- Klien mengalami sesak nafas (dyspnea) dan cepat lelah

b. Riwayat kesehatan sekarang

- Hasil pemeriksaan: auskultasi paru terdengar suara whezing,


pernafasan cuping hidung, pasien terlihat menggunakan otot
bantu nafas, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 37,8 ºC,
respirasi 30 kali/menit, nadi 89 kali/menit. Hasil analisa gas
darah pH 7.28, PaCO2 52 mmHg, HCO3 24 mmHg PO2 80
mmHg, SaO2 94%.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

- Keluarga mengatakan klien memiliki riwayat asma sejak kecil

d. Riwayat kesehatan keluarga

- Tidak terkaji

e. TTV dan atropometri

- TD : 120/80 mmHg

- N : 89x/mnt

- S : 37,8°

15
- RR : 30x/mnt

- TB : tidak terkaji

- BB : tidak terkaji

f. Hasil analisa gas darah

- pH : 7,28

- PaCO2 : 52 mmHg

- PO2 : 80 mmHg

- HCO3 : 24 mmHg

- SaO2 : 94%

g. Pemeriksaan fisik

- Keadaan umum

Tingkat kesadaran : composmentis

Kondisi : lemah

- Kepala dan leher

Wajah : tidak terkaji

Hidung : pernafasan cuping hidung

Mulut : tidak terkaji

Tenggorokan : tidak terkaji

Leher : tidak terkaji

- Dada (thorax)

Inspeksi : klien terlihat menggunakan otot bantu


nafas

Palpasi : tidak terkaji

16
Perkusi : tidak terkaji

Auskultasi : terdengar suara wheezing pada paru

- Perut (abdomen)

Inspeksi : tidak terkaji

Palpasi : tidak terkaji

Perkusi : tidak terkaji

Auskultasi : tidak terkaji

- Ekstremitas : tidak terkaji

- Genitalia : tidak terkaji

B. ANALISA DATA

DS

- Pasien mengeluh sesak nafas


- Cepat lelah
- Mempunyai riwayat asma sejak kecil
DO
- Paru terdengar wheezing
- Pernafasan cuping hidug
- Pasien terlihat menggunakan otot bantu nafas
- TD 120/80 mmHg
- Suhu 37,8°C
- RR 30x/mnt
- N 89x/mnt
- Ph 7,28
- PaCo2 53 mmHg
- SaO2 94%
- PO2 80 mmHg

17
No. Sign/symptom Etiologi Problem

1. DS : Spasme Bersihan jalan nafas


jalan nafas tidak efektif
- Sesak nafas (dispnea)
DO :

- Paru terdengar whezing


- RR 30x/mnt
2. DS : Depresi Pola nafas tidak
pusat efektif
- Dipsnea
pernafasan
DO :

- Pasien terlihat menggunakan otot


bantu nafas
- Pernafasan cuping hidung
- RR 30x/mnt
3. DS : Ketidaksei Gangguan
mbangan Pertukaran Gas
- Dispnea
ventilasi-
DO :
perfusi
- PaCO2 meningkat (52 mmHg)
- pH arteri menurun (7,28)
- Terdengar suara wheezing
- Pernafasan cuping hidung
- RR 30x/mnt

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan


nafas ditandai dengan dispnea. Pada paru terdengar suara wheezing,
respirasi pasien 30 kali/menit.

18
BJN atau Bersihan Jalan Nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas (Nanda NIC-NOC).

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan


ditandai dengan dispnea. Pasien terlihat menggunakan otot bantu
nafas, respirasi 30 kali/menit dan pasien terlihat bernafas cuping
hidung.

Pola napas tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi dan


atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasiadekuat (PPNI, 2016).

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi ditandai dengan dispnea. Pasien terlihat bernafas
cuping hidung, adanya bunyi nafas tambahan (wheeezing), respirasi 30
kali/menit, pasien terlihat menggunakan otot bantu nafas, pH arteri
menurun (7.28) dan PaCo2 meningkat (52 mmHg).
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada
oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-
kapiler (Nanda NIC-NOC).

D. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi

Bersihan jalan Setelah dilakukan - Monitor pola napas (frekuensi,


nafas tidak tindakan keperawatan kedalaman, usaha napas)
efektif selama 3x24 jam
- Monitor bunyi napas tambahan
berhubungan pasien menunjukkan :
dengan spasme - Monitor sputum (jumlah, warna aroma)
Tidak adanya tanda-
jalan nafas
tanda dispnea - Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-lif dan shin-lift (jaw-trust
 Tidak ada suara
jika curiga trauma servikal)
nafas tambahan
 Pola nafas - Posisikan semi-fowler atau fowler
kembali normal

19
- Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

- Berikan oksigen jika perlu

Pola napas tidak Setelah dilakukan - Monitor pola napas (frekuensi,


efektif tindakan keperawatan kedalaman, usaha napas)
berrhubungan selama 3x24 jam
- Monitor bunyi napas tambahan
dengan depresi pasien menunjukkan :
pusat pern - Monitor sputum (jumlah, warna aroma)
 Pola nafas normal
apasan
 Frekuensi nafas - Pertahankan kepatenan jalan napas
normal dengan head-lif dan shin-lift (jaw-trust
jika curiga trauma servikal)

- Posisikan semi-fowler atau fowler

- Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

- Berikan oksigen jika perlu

Gangguan Setelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan


pertukaran gas tindakan keperawatan upaya napas
berhubungan selama 3x24 jam
- Monitor pola napas
dengan pasien menunjukkan :
ketidakseimbang - Monitor kemampuan batuk efektif
 pH Normal
an ventilasi-
 Hasil AGD - Monitor adanya sumbatan jalan napas
perfusi
Normal
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Tidak adanya
komplikasi - Auskultasi bunyi napas

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor nilai AGD

20
E. IMPLEMENTASI

DIAGNOSA IMPLEMENTASI PARAF


Bersihan - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
jalan napas
- Monitor bunyi napas tambahan
tidak efektif
- Monitor sputum (jumlah, warna aroma)

- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lif dan shin-


lift (jaw-trust jika curiga trauma servikal)

- Posisikan semi-fowler atau fowler

- Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

- Berikan oksigen jika perlu

Pola Nafas - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


Tidak Efektif
- Monitor bunyi napas tambahan

- Monitor sputum (jumlah, warna aroma)

- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lif dan shin-


lift (jaw-trust jika curiga trauma servikal)

- Posisikan semi-fowler atau fowler

- Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada jika perlu

- Berikan oksigen jika perlu

Gangguan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas


Pertukaran
- Monitor pola napas
Gas

21
- Monitor kemampuan batuk efektif

- Monitor adanya sumbatan jalan napas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Auskultasi bunyi napas

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor nilai AGD

F. EVALUASI

DIAGNOSA EVALUASI PARAF


Bersihan Jalan S:-
Napas O: Setelah dilakukan perawatan pada hari ke 3
Pasien terlihat Tidak adanya tanda-tanda dispnea,
Tidak ada suara nafas tambahan, Pola nafas kembali
normal
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Pola Nafas Tidak S: -
Efektif O: Setelah dilakukan perawatan pada hari ke 3 Pola
nafas pasien normal dan Frekuensi nafas normal
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Gangguan S: -
Pertukaran Gas O: Setelah dilakukan perawatan pada hari ke 3 pasien
menunjukan pH Normal, Hasil AGD Normal dan
Tidak adanya komplikasi
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

22
BAB III

TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang penyakit dalam,


dengan keluhan sesak nafas, cepat lelah. Keluarga mengatakan pasien memiliki
riwayat asma sejak masih kecil. Hasil pemeriksaan: auskultasi paru terdengar
suara whezing, pernafasan cuping hidung, pasien terlihat menggunakan otot bantu
nafas, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 37,8 ºC, respirasi 30 kali/menit, nadi 89
kali/menit. Hasil analisa gas darah pH 7.28, PaCO2 52 mmHg, HCO3 24 mmHg
PO2 80 mmHg, SaO2 94%. Perawat menegakan diagnose bersihan jalan napas,
polanapas tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas. Mahasiswa keperawawatan
ingin mengetahui bagaimana cara menegakan ketiga diagnose keperawatan
tersebut, bagaimana cara mengkaji data ketiga diagnose tersebut, bagaimana
nyusun rencana asuhan keperawatan ketiga diagnose tersebut, dan evaluasi ketiga
diagnose tersebut.

STEP 1

1. Asma
 Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang
lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada
jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon
secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
 Asma : Bahasa medis dari sesak nafas.
 Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran
pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran
napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas,

23
penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-
batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik
muda atau tua.
2. Respirasi
 Respirasi adalah
prosesmenghasilkan energi denganmemecah molekul kompleks menjadi
molekul yang lebih sederhana. Proses respirasi umumnya memecah
molekul gula sederhana menjadi karbon dioksida, uap air dan energi.
Semua jenis jasad renik melakukan respirasi. Dalam pengertian kegiatan
kehidupan sehari-hari, respirasi dapat disamakan dengan pernapasan.
3. Pernapasan cuping hidung
 Pernapasan cuping hidung adalah kedua hidungnya kembang kempis.
Pernapasan cuping hidung biasa terjadi apabila dalam keadaan sesak.
Sehingga tubuh akan merespon dengan meningkatkan frekuensi
pernapasan guna memenuhi suplai oksigen kedalam tubuh.
4. Auskultasi
 Auskultasi adalah metode pemeriksaan untuk mendengarkan bunyi dari
dalam tubuh dengan menempelkan stetoskop di area tertentu.
Pemeriksaan bunyi jantung dilakukan pada dada sebelah kiri, sedangkan
pemeriksaan bunyi paru-paru dilakukan pada seluruh bagian dada.
 Auskultasi, adalah sebuah istilah kedokteran, di mana seorang dokter
mendengarkan suara di dalam tubuh pasien. Biasanya jantung, paru, dan
usus dapat diauskultasi untuk mendapatkan informasi fungsinya.
 Auskultasi : metode pengkajian fisik yg menggunakan stetoscope utk
mempertegas pendengaran
5. Pola Napas
 Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat). Kejadian pola nafas tidak efektif dapat
dijumpai pada pasien dewasa maupun anak. Keefektifan jalan napas
sangat dipengaruhi oleh keadaan sistem kesehatan paru.
6. Suara wheezing

24
 Mengi, atau disebut juga wheezing, adalah suara khas yang dihasilkan
ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit. Suara
mengi (napas berbunyi), yang terdengar seperti siulan yang sangat lirih,
akan jadi semakin keras saat Anda mengembuskan atau menghirup
napas.Wheezing merupakan suara pernapasan berfrekuensi tinggi yang
nyaring, dimana terdengar di akhir ekspirasi / saat menghembuskan napas.
Wheezing terjadi oleh karena adanya penyempitan saluran pernapasan
bagian ujung / dalam.
 Wheezing atau bunyi napas mengi adalah sebuah keadaan dimana suara
napas ketika ekspirasi (mengeluarkan napas) terdengar tinggi atau seperti
meniup peluit.
7. Analisis gas darah
 Analisis gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) test adalah tes
untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam basa
(pH) di dalam darah. Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk
memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat pertukaran oksigen
dan karbon dioksida.
 Pemeriksaan analisa gas darah atau (Blood Gas Analysis/ BGA) adalah
suatu pemeriksaan untuk mengetahui tekanan gas karbondioksida (CO2),
oksigenasi, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau
kekurangan basa.
 untuk memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat pertukaran
oksigen dan karbon dioksida. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang
sedang menggunakan alat bantu napas untuk memonitor kondisi serta
mengetahui apakah pengaturan alat sudah sesuai.
 Analisis gas darah merupakan pemeriksaan yang esensial dalam ilmu
kedokteran gawat darurat, yang mampu memberikan informasi berharga
mengenai status asam basa, ventilasi maupun oksigenasi dari pasien.
Analisis gas darah arteri merupakan prosedur yang sering dikerjakan dan
merupakan standar baku untuk menentukan status asam basa, ventilasi
dan oksigenasi pasien. Sampel yang paling baik dalam pemeriksaan gas
darah adalah menggunakan darah arteri (karena paling mencerminkan

25
status pertukaran gas di paru-paru). Darah arteri dan vena berbeda dalam
pH, PCO2, dan PO2, pH arteri biasannya lebih tinggi sedikit
dibandingkan dengan pH vena, saturasi oksigen dan tekanan oksigen
arteri juga lebih tinggi dibandingkan darah vena, sedangkan tekanan
karbondioksida arteri lebih rendah dibandingkan darah vena.
8. Gangguan pertukaran gas
 Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigen dan
atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler yang
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, yang ditandai
dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardi,
pH arteri meningkat/menurun, dan bunyi suara nafas tambahandimana
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
 Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi
dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar kapiler
 Gangguan pertukaran gas : kelebihan o2 dan atau eliminasi co2 pada
membran alveolar kapiler
 gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi
atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolus. Gangguan
pertukaran gas adalah suatu kondisi ketika individu mengalami
penurunan aliran gas yang termasuk didalamnya adalah oksigen dan
karbondioksida antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular di dalam
tubuh.

STEP 2

1. Apa hubungannya antara masalah pernapasan dengan usia pasien?


2. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien sehingga ditegakkan adanya gangguan
pertukaran gas?
3. Apa saja DS dan DO dari kasus tersebut?
4. Apa yang menyebabkan pola napas pasien tidak efektif?

26
5. Pada kasus gejala sesak napas dan mudah lelah diakibatkan karena riwayat
asma sejak lahir. Apakah ada factor lain yang menyebabkan pasien yang
berumur 40 tahun mengalami sesak napas dan mudah lelah?
6. Apa penyebab utama permasalahan pernapasan pasien?
7. Apa tindakan pertama yang harus dilakukan perawat terhadap pasien yang
mengalami gangguan pernapasan?

STEP 3

1. Sistem kekebalan tubuh yang lemah. Seiring bertambahnya usia, sistem


kekebalan tubuh juga semakin melemah. Akibatnya, kemampuan tubuh
dalam melawan bakteri atau virus penyebab pneumonia juga menurun. Itulah
sebabnya, lansia lebih berisiko terkena penyakit ini. Proses pernapasan
manusia dimulai dari menghirup oksigen, melakukan pertukaran dengan
karbon dioksida di paru-paru, lalu dikeluarkan bersama dengan uap air lewat
rongga hidung. Walaupun prosesnya sama di tiap manusia, rupanya terdapat
beberapa faktor yang dapat memengaruhi frekuensi pernapasan pada
manusia.Salah satunya usia. Sebagai contoh bayi memiliki frekuensi
pernapasan yang lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
disebabkan karena bayi masih berada dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak untuk
mendukung tumbuh kembangnya.semakin tua usia manusia maka semakin
lambat frekuensi pernapasan.
2. Karena dlm pemeriksaan trdpt pernapasan suara cuping hidung, ph darah
arteri abnormal krn kurang dari 7,35 - 7,45 yg dinilai terlalu asam / asidosis,
ph px 7,28, dan ph arteri abnormal krn tekanan parsial co2 / paco2 52mmhg,
krn normalnya 38-42 mmhg
3. DS: Sesak nafas, cepat lelah, dan keluarga mengatakan padien memiliki
riwayat asama sejak masih kecil. DO: Dari hasil pemeriksaan: auskultasi
patu terdengar suara wheezing, pernafasan cuping hidung, pasien terlihat

27
menggunakan otot bantu nafas, dan didapatkan tekanan darah 120/80
milimeter air raksa, suhu 37,8°C, respirasi 30 kali/menit, nadi 89
kali/menit.Dan didapatkan analisa gas darah derajat keasaman 7.28, PaCO2
52 milimeter airraksa, HCO3 24 milimeter airraksa, Po2 80 milimeter air
raksa, dan SaO2 94%
4. Menurut wilkinson (2007) penyebab dari masalah ketidakefektifan pola
nafas antara lain ansietas, kelelahan otot-otot respirasi, penurunan
energi/kelelahan, nyeri, dan disfungsi neuromuskular.Penyebab dari pola
napas tidak efektif adalah depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas
(misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas
dinding dada, deformitas tulang dada, imaturitas neurologia, posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, dan efek agen
farmakologis
5. Penyebab sesak napas : Depresi pusat pernapasan, Hambatan upaya napas
(mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), Deformitas dinding
dada, Deformitas tulang dada, Gangguan neuro muscular, Gangguan
neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG) positif, cedera kepala,
gangguan kejang), Imaturitas neurologis, Penurunan energy, Obesitas, Posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru, Sindrom hipoventilasi, Kerusakan
inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), Cedera pada medulla
spinalis, Efek agen farmakologis, Kecemasan
6. Keluhan sesak nafas yang dialami pasien yang telah lama menderita asma ini
terjadi ketika saluran udara (bronkus) mengalami iritasi, sehingga menjadi
bengkak, menyempit, dan terus memproduksi lendir berlebih. Kondisi
penyempitan atau menegangnya bronkus disebut juga dengan bronkospasme,
dengan adanya kondisi ini dapat menyebabkan pasien mengalami
mengi/whezing, kesulitan bernafas sehingga terlihat menggunakan otot bantu
nafas dan lebih cepat lelah.
7. Perawat bisa memberikan pengobatan,Pengobatan akan diberikan sesuai
penyebab dan tingkat keparahan kondisi. Obat antipiretik dan analgetik,
seperti ibuprofen atau paracetamol, untuk meredakan demam dan nyeri. Obat
untuk meredakan batuk. Jika sudah parah , Selama rawat inap di rumah sakit,

28
penderita akan diberikan penanganan berupa: Pemberian antibiotik atau obat
lain melalui suntikan, Pemberian oksigen tambahan melalui selang atau
masker oksigen, untuk mempertahankan kadar oksigen dalam darah,
Pemberian cairan infus, untuk menjaga keseimbangan cairan dan kecukupan
nutrisi, Rehabilitasi paru, untuk memaksimalkan penyerapan oksigen dengan
melakukan latihan pernapasan.

29
STEP 4

Laki-Laki
40 Tahun

Ruang Penyakit Dalam

DS: DO:
1. Sesak Nafas Pemeriksaan TTV:
2. Cepat Lelah
TD: 120/80 mmHg
3. Pasien memiliki riwayat asma sejak
RR: 30 x/mnt
kecil
N: 89 x/mnt
S: 37,8 oC

Hasil Analisa:
Hasil Pemeriksaan:
1. Gas Darah pH 7.28
2. PaCO2 52 mmHG 1. Auskultasi paru terdengar suara wheezing

3. HCO3 24 mmHG PO2 2. Pernafasan cuping hidung


3. Pasien terlihat menggunakan otot bantu nafas

Diagnosa:
1. Bersihan Jalan Nafas
2. Pola Nafas Tidak Efektif
3. Gangguan Pertukaran Gas

Menegakkan 3 Diagnosa:

1. Bagaimana cara mengkaji data ketiga diagnosa

2. Bagaimana menyusun rencana ASKEP 3 diagnosa

3. Evaluasi ketiga diagnosa 30


STEP 5

Bagaimana cara menegakan ketiga diagnose keperawatan tersebut,


bagaimana cara mengkaji data ketiga diagnose tersebut, bagaimana nyusun
rencana asuhan keperawatan ketiga diagnose tersebut, dan evaluasi ketiga
diagnose tersebut.

Jawab:

31
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari kasus tersebut, ada tiga diagnosa yang didapat oleh
perawat. Antara lain yaitu bersihan jalan napas (BJN) karena kondisi
pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif,
pola napas tidak efektif (PTE) yang mana inspirasi dan/atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi adekuat, dan gangguan pertukaran gas (GPG) karena
kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eleminasi karbondioksida pada
membran alveolus.

Dengan demikian, perawat melakukan penyusunan dalam Asuhan


Keperawatan dengan ketiga diagnosa tersebut. Asuhan Keperawatan yang
dimulai dengan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan dengan adanya laporan ini, pembaca khususnya
kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat memahami mengenai
diagnosa BJN, PTE dan GPG yang diberikan oleh perawat kepada
pasien, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
benar.

4.2.2 Bagi Masyarakat


Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita.

4.2.3 Bagi Petugas Kesehatan


Diharapkan dengan adanya laporan ini, tenaga Kesehatan
dapat melakukan asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan yang lebih akurat dan lengkap sesuai dengan keadaan

32
klien guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang
perkembangan kondisi klien serta tindakan yang telah dilakukan
terhadap pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Diseases Control and Prevention (2018). Carbon Monoxide Poisoning.
What is Carbon Monoxide?

Bass, J. Dyspnea. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods:
The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition.

Donna D. Ignatavicius dan Marylin V. Bayne, 1991

Dr Gde M, Dr Tjokorda GAS. Ilmu Anestesia Dan Reanimasi. Indeks 2017

Nanda NIC-NOC, 2017

National Institute of Health (2019). U.S. National Library of Medicine


MedlinePlus. Low Blood Pressure.

Poltekkes,2020. Pola Napas. Diakses pada 01 September 2021

SDKI Edisi 1 Cetakan III (Revisi), 2017

Simdos.unud.ac.id. 2017. Analisa gas darah dan aplikasinya di klinik.


Simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ff76a052cc9d611d598a
2b4380afb62c.pdf

Stikesmukla, 2017. Pemeriksaan fisik paru. Diakses pada 01 September 2021

34

Anda mungkin juga menyukai