Anda di halaman 1dari 31

STASE 1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUAHAN KEBIDANAN PADA NN. Y 17 TAHUN DENGAN


DISMENORE PRIMER

Laporan ini diajukan untuk memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik (Stase 1)
di Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Dosen Pengampu:
Laila Putri, SST, M. Keb

Disusun Oleh

IRMA HENDRAWATI
NIM P20624822019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi atas rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini dengan judul “Pengaruh

Aromaterapi terhadap Penurunan nyeri Disminore pada Remaja”.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang dimiliki,

penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari

sempurna. Namun penulis berharap sekecil apapun Laporan Pendahuluan ini dapat

memberikan manfaat bagi bagi pembaca pada umumnya.

Banyak halangan dan kesulitan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan

Laporan Pendahuluan ini, namun atas bantuan dan dorongan berbagai pihak, baik

berupa sarana, petunjuk ataupun penjelasan yang diberikan yang sangat membantu

kelancaran penyusunan Laporan Pendahuluan ini. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Hj. Ani Radiati R, Spd, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Tasikmalaya.

2. Nunung Mulyani, APP. M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Tasikmalaya.

3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana

Terapan Kebidanan dan Profesi Bidan Tasikmalaya.

4. Laila Putri, SST, M. Keb selaku Pembimbing dan Penguji laporan

Pendahuluan yang telah memberikan bimbingan, dan arahan dalam

penyusunan Laporan Pendahuluan ini.

5. Imas Mulyati U, SST selaku Bidan Koordinator Puskesmas Selaawi


6. Sri Restina, S. Tr Keb selaku Pembimbing dan Penguji Lahan yang telah

memberikan bimbingan, dan arahan dalam penyusunan Laporan Pendahuluan

ini.

Akhir kata, semoga budi baik serta jasa-jasa semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan ini mendapat pahala yang

setimpal dari Allah SWT. Aamiin.

Garut, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Tujuan .......................................................................................................... 8

C. Manfaat ........................................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 10

A. Konsep Dismenore ..................................................................................... 10

B. Asuhan Komplementer pada Remaja dengan Dismenore .......................... 19

C. Penatalaksanaan Sesuai SOP di Puskesmas ............................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (Who Health Organization) definisi remaja adalah suatu

masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-

tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.

Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari

ketergantungan menjadi keadaan yang relatif lebih mandiri. Pendapat tentang

usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, maupun lembaga

kesehatan. Menurut WHO (Who Health Oganization) remaja merupakan

periode usia 10 – 20 tahun. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) usia

remaja berada dikisaran usia 15 sampai 24 tahun. Menurut Departemen

Kesehatan remaja adalah mereka yang berusia 10 – 19 tahun dan belum

menikah. Sementara itu, BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak

Reproduksi) batasan usia remaja adalah usia 10 – 21 tahun (Sarwono, 2015).

Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, banyak

perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja. Perubahan yang terjadi yaitu

perubahan secara fisik yang merupakan gejala primer dari pertumbuhan

remaja. Sedangkan perubahan psikologis muncul akibat dari

perubahanperubahan fisik remaja tersebut (Sarwono, 2015). Masa remaja

ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer, hal tersebut dipengaruhi

oleh mulai bekerjanya kelenjar reproduksi. Kejadian yang muncul saat


pubertas adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin

sekunder, menarch dan perubahan psikis. Pada wanita, pubertas ditandai

dengan terjadinya haid atau menstruasi (Larasati, 2016).

Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding endometrium yang

disertai dengan pendarahan yang terjadi secara berulang setiap bulan selama

masa usia subur. Lama siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari, namun

adanya variasi umum terjadi. Durasi rata-rata terjadinya menstruasi adalah 5

hari (berkisar 1 hingga 8 hari), dan kehilangan darah ratarata sebanyak 50 ml

berkisar 20 hingga 80 ml), namun ini semua bervariasi. Usia wanita, status fisik

dan emosional, serta lingkungan juga memengaruhi regularitas siklus

menstruasinya (Larasati, 2016).

Menstruasi dapat menimbulkan gangguan yang cukup berarti bagi

perempuan. Salah satu gangguan yang paling sering terjadi saat menstruasi

adalah Dismenore. Dismenore yaitu nyeri yang dirasakan pada perut bagian

bawah dan terjadi sebelum, selama atau sesudah menstruasi. Dismenore dibagi

menjadi dua berdasarkan ada tidaknya kelainan yang menyertai yakni

Dismenore primer yaitu nyeri yang terjadi selama menstruasi karena adanya

kontraksi miometrium karena produksi prostaglandin tanpa adanya kelainan

pada pelvis serta Dismenore sekunder yaitu nyeri yang dirasakan disertai

kelainan pada pelvis. Angka kejadian Dismenore di dunia sangat besar.

Examination Survey (NHANES) Dismenore mayoritas terjadi pada remaja

dengan angka kejadian sebesar 43-93% (Nurul, 2018). Sinha, Srivastava,

Sachan dan Singh (2016) menyatakan dalam penelitiannya bahwa prevalensi


Dismenore pada remaja (rentang usia 10-19 tahun) di India sekitar 73,9%.

Sementara angka kejadian Dismenore pada remaja di Indonesia diperkirakan

55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh nyeri menstruasi (Sinha,

2017). Sedangkan penelitian yang di lakukan oleh Putri SA (2017) jumlah

kejadian Dismenore pada siswi kelas XI SMA N 52 Jakarta sebesar 86%

(Juliana, 2019).

Nyeri yang dirasakan saat menstruasi sering menimbulkan

ketidaknyamanan pada wanita sehingga dapat mengakibatkan wanita tersebut

tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Banyak cara untuk menghilangkan

atau menurunkan Dismenore, baik secara farmakologis, non farmakologis dan

gabungan. Perilaku dalam mengatasi nyeri Dismenore pada remaja dapat

dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pergi ke rumah sakit, pusat

kesehatan masyarakat, dokter pribadi, mengonsumsi obat herbal, minum obat

dari toko terdekat, kompres hangat, dan beristirahat (Gustina & Djannah,

2017). Penggunaan cara farmakologis untuk menurunkan intensitas nyeri pada

kejadian Dismenore memiliki berbagai resiko apabila digunakan dalam dosis

tinggi, salah satunya adalah gangguan pada saluran pencernaan dan kerusakan

pada ginjal. Oleh karena itu, diperlukan penanganan secara non farmakologis

sehingga dapat meminimalkan efek samping yang diperoleh. Cara Salah satu

metode yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri Dismenore adalah

Massage effleurage dan penggunaan aromaterapi.

Massage effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa usapan

yang mengalir dengan lembut. Dengan Massage effleurage, hipoksia pada


jaringan akan berkurang sehingga kadar oksigen di jaringan meningkat yang

menyebabkan nyeri berkurang. Selain itu, Massage effleurage dapat

meningkatkan pelepasan hormon endorfin sehingga ambang nyeri meningkat.

Salah satu teknik Massage yang efektif falam mengurangi Dismenore adalah

Massage aromaterapi. Melalui Massage aromaterapi, kandungan dari minyak

esensial yang memiliki daya penyembuhan dapat lebih optimal untuk diserap

oleh organ tubuh yang memerlukan perwatan. Aromaterapi adalah istilah lain

dari minyak essensial yang mempunyai aroma serta berguna sebagai terapi.

Aromaterapi dapat memicu respons biokimia tertentu di otak yang pada

gilirannya mengaktifkan fungsi tertentu dari tubuh dan pikiran seseorang untuk

memberikan kesejahteraan (Hikmah, 2018).

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Posyandu

Remaja, hasil yang didapatkan yaitu dari 20 remaja perempuan 15 orang

diantaranya sudah menstruasi dan mengalami Disminore di hari pertama

sampai hari ke tiga, bahkan nyeri yang dirasakan kadang kala terjadi 1-2 hari

sebelum menstruasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

memberikan asuhan kebidanan pada remaja dengan Dismenore menggunakan

terapi komplementer dengan Massage effleurage serta penggunaan kompres

hangat dan music rilekasasi.


B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan kebidanan pada remaja dengan Dismenore

menggunakan terapi komplementer dengan Massage effleurage serta

penggunaan kompres hangat dan music rilekasasi?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari laporan Pendahuluan ini adalah untuk mengetahui

pelaksanaan dari asuhan kebidanan pada remaja dengan Dismenore

menggunakan terapi komplementer dengan Massage effleurage serta

penggunaan kompres hangat dan music rilekasasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Konsep Remaja

b. Mengetahui Konsep Disminore

c. Mendapatkan gambaran dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada

remaja dengan Disminore dan kesesuaiannya dengan teori dan

evidence based practice.

d. Mendapatkan gambaran cara penatalaksanaan non farmakologis pada

remaja dengan Dismenore

D. Manfaat

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan mengenai pemberian

asuhan kebidanan pada remaja, dengan memprioritaskan keamanan pada

klien serta pemberian pelayanan berkualitas. Selain itu, dapat


meningkatkan pelayanan non farmakologis dengan memberikan asuhan

komplementer, sehingga dapat mengurangi efek samping.

2. Bagi Institusi Kebidanan

Dapat menjadi salah satu referensi bagi institusi pendidikan kebidanan

dalam membekali mahasiswanya dengan kemampuan dalam memberikan

asuhan kebidanan pada remaja.

3. Bagi Remaja

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan remaja mengenai terapi

nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri Dismenore primer dan dapat

diterapkan pada saat mengalami Dismenore primer.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Remaja

Masa remaja merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam

siklus hidup manusia dimana terjadi perubahan yang sangat dramatis baik

perubahan fisik, seksual, psikologis, maupun mental. Usia remaja biasanya

memiliki rasa penasaran yang tinggi dan cenderung bertindak tanpa

mempertimbangkan risiko. Tahap remaja memiliki tugas perkembangan yang

berhubungan dengan kemandirian dan pembentukan identitas sebagai bentuk

kematangan pribadi (Olivia et al., 2021).

Pada masa remaja ditandai dengan hadirnya pubertas. Pubertas

merupakan masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode di mana

seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual, serta mampu

mengadakan proses reproduksi. Pubertas berhubungan dengan pertumbuhan

yang pesat dan timbulnya ciri-ciri seksual sekunder. Pada remaja

perempuan, pubertas ditandai dengan secara periodik mengalami peristiwa

reproduksi yaitu menstruasi. Menstruasi adalah perdarahan yang teratur dari

uterus (Kusmiran, 2011). Setiap perempuan memiliki pengalaman menstruasi

yang berbeda-beda, dimana beberapa perempuan mendapatkan menstruasinya

tanpa keluhan, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami periode

menstruasinya disertai disertai dengan keluhan sehingga menyebabkan

rasa ke tidaknyaman dan terkadang mengganggu aktifitas. Umumnya


menstruasi terjadi pada rentang usia 9-12 tahun, namun ada sebagian remaja

perempuan yang mengalami menstruasi lebih lambat yaitu pada rentang

usia 13-15 tahun. Kondisi remaja yang sudah mengalami menstruasi secara

emosional akan mengalami ketidak stabilan, hal ini disebabkan oleh faktor-

faktor hormon yang mempengaruhi. (Riyanti & Jannah, 2020)

B. Konsep Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Dismenore adalah nyeri yang timbul pada saat menstruasi, biasanya

dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid

dapat terjadi bervariasi mulai dari ringan sampat berat. Keparahan nyeri

berhubungan dengan lama dan jumlah darah haid. Biasanya nyeri muncul

sebelum keluarnya haid dan meningkat pada hari pertama dan kedua

(Purnamasari, 2014).

Dismenore adalah keluhan ginekologi akibat ketidakseimbangan

hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa

nyeri yang paling sering terjadi pada wanita haid. Prostaglandin

menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus dan pada kadar yang

berlebihan akan mengaktivasi usus besar (Purnamasari, 2014).

Dismenore merupakan nyeri saat menstruasi terjadi akibat

peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan produksi prostaglandin

menyebabkan kontraksi otot rahim lebih kuat. Sebelum menstruasi,

prostaglandin meningkat dan begitu menstruasi terjadi, kadar

prostaglandin menurun. Penurunan produksi prostaglandin mengakibatkan


rasa sakit cenderung berkurang setelah beberapa hari menstruasi

(Nugroho, 2014).

2. Klasifikasi Dismenore

a. Dismenore Primer

Dismenore primer merupakan rasa nyeri yang timbul sejak hari

pertama haid dan akan segera pulih setelah stabilnya hormon tubuh.

Nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat- alat genital

dan merupakan hal yang normal dirasakan oleh wanita pada saat

menstruasi, namun diduga berasal dari kontraksi rahim yang

dirangsang oleh prostagalandin. Wanita yang mengalami Dismenore

memiliki kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan wanita yang tidak mengalami Dismenore (Khani, 2015).

Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche

biasanya setelah 12 bulan atau lebih. Rasa nyeri timbul sebelum, saat

menstruasi dan setelahnya. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-

jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat

menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri

dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan

sebagainya.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh

penyakit ginekologi, seperti endometriosis, adenomiosis, peradangan

tuba falopi, perlengketan abnormal antara organ di dalam perut dan


pemakaian IUD. Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada

usia 20 tahun, namun lebih jarang terjadi dan hanya terjadi pada 25%

wanita yang mengalami Dismenore (Nugroho, 2014).

3. Derajat Nyeri

Menurut Anderson dan Milson (Hartiti, 2011) membagi tingkatan

nyeri haid (Dismenore), yaitu:

a. Derajat 0: nyeri sangat ringan dan aktivitas sehari-hari tidak

terpengaruh.

b. Derajat 1 nyeri ringan: tidak memerlukan obat-obatan dan aktivitas

seharihari tidak terganggu.

c. Derajat 2 nyeri sedang, memerlukan obat-obatan dan aktivitas sehari-

hari terganggu tapi jarang mangkir dari sekolah atau pekerjaan.

d. Derajat 3 nyeri berat, yang tidak berpengaruh walau diberi obat-

obatan dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari selain itu

timbul keluhan mualmuntah, nyeri kepala, dan kelelahan.

4. Pengukuran Derajat Dismenore

Intensitas nyeri menunjukkan seberapa banyak nyeri yang dialami

seseorang. Pasien biasanya mampu mendeskripsikan intensitas nyeri yang

mereka rasakan dalam waktu yang relative cepat. Intensitas nyeri sering

diungkapkan dengan menggunakan kata-kata seperti, ‘tidak ada nyeri’,

‘ringan’, ‘sedang’, ‘berat’ atau bisa juga menggunakan skoring untuk

menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Mengkaji nyeri tidak hanya


sebatas menilai intensitas nyeri, kualitas nyeri tersebut terhadap yang

mengalaminyanya (Nugroho, 2014).

Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif, individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dapat dirasakan jauh

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat

dilakukan dengan menggunakan berbagai alat ukut nyeri seperti skala

pendeskripsi Verbal Deskriptor Scale (VDS) merupakan sebuah garis yang

terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini diranking dari ‘tidak terasa nyeri’

sampai ‘nyeri yang tidak tertahankan’, Visual Analog Scale, Skala Nyeri

Numerik dan masih banyak lagi alat pengukur nyeri (Tamsuri, 2004).

Namun, menurut Potter & Perry (2005) skala pengukuran nyeri numerik

sangat tepat untuk digunakan dalam mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah intervensi teraupetik.

Gambar 2.1 Skala Nyeri Verbal Raring Scale (VRS) menurut Smeltzer et

al (2010)

Keterangan

0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-9 : nyeri berat terkontrol

10 : nyeri berat tidak terkontrol

5. Etiologi Dismenore

Dismenore terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin

dalam jumlah yang tinggi, akibat pengaruh progesterone selama fase luteal

pada siklus haid. Nyeri pada saat menstruasi disebabkan oleh peningkatan

sekresi prostaglandin pada darah menstruasi yang meningkatkan kontraksi

uterus yang normal. Prostaglandin juga meningkatkan kotraksi otot polos

dan kontraksi pembuluh darah uterus, dengan demikian memperburuk

hipoksia uterus yang normalnya berkaitan dengan mentruasi akibatnya

kontraksi otot menjadi sangat hebat dan terjadi hipsia yang menyebabkan

nyeri pada saat haid atau lebih dikenal dengan Dismenore (Wilkins, 2014).

Wanita yang mengalami Dismenore primer akan menghasilkan

hormon protaglandin dalam jumlah yang banyak pada saat menstruasi dan

sangat sensitif terhadap hormon tersebut. Prostaglandin merupakan

hormon yang dikeluarkan pada saat persalinan dan salah satu hormon yang

berperan terhadap kontraksi rahim. Oleh karena itu, hormon prostaglandin

menyebabkan otot rahim yang masuk ke dalam spasma, yang

mengakibatkan rasa sakit seperti kram (Wilkins, 2014).

Prostagalandin berperan dalam mengatur berbagai proses tubuh,

termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan


kontraksi uterus. Kadar prostaglandin yang meningkat saat menstruasi

akan menyebabkan kontraksi uterus, dan hal ini menyebabkan terjadinya

nyeri yang hebat, yaitu Dismenore. Aktivitas usus besar juga meningkat

akibat peningkatan kadar prostagalandi yang menimbulkan gejala, seperti

nyeri kepala, pusing, rasa panas dan dingin pada muka, diare serta mual

yang mengiringi nyeri pada waktu haid (Wilkins, 2014).

6. Patofisiologi

Peningkatan sintesis dan pelepasan prostaglandin, terutama PGF2 dari

endometrium uterus selama periode menstruasi. Prostaglandin ini pada

gilirannya menyebabkan kontraksi otot polos di banyak jaringan yang

berdekatan. Kontraksi otot polos rahim menyebabkan nyeri kolik, nyeri

spasmodik dan kerja keras seperti di perut bagian bawah dan nyeri

punggung bagian bawah yang merupakan karakteristik Dismenore. Juga,

sekresi prostaglandin menyebabkan kontraksi otot polos saluran gastric-

intestinal, yang dapat menyebabkan mual, muntah dan diare (Khani,

2015).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksaan Dismenore terbagi dalam dua tindakan yaitu secara

farmakologi dan non farmakologi menurut Purwaningsih & Fatimah

(2011) yaitu:

a. Farmakologi

1) Pemberian obat analgetik


Obat-obat analgetik paten yang beredar untuk mengobati nyeri

haid yaitu: Novalgin, ponstan, asetaminofen, ibuprofen.

2) Terapi dengan Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID)

Obat yang termasuk dalam golongan NSAID adalah ibuprofen,

indomestein, dan naproksen. Pengobatan hendaknya diberikan 1-

3 hari sebelum haid, dan pada hari pertama haid.

3) Dilatasi Kanalis Servikalis

Dilatasi kanalis servikalis memberikan keringanan karena

memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di

dalamnya.

4) Terapi Hormonal

Tindakan ini bersifat sementara agar dapat melakukan aktivitas

dan untuk membuktikan bahwa gangguan merupakan Dismenore.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil

kombinasi kontrasepsi.

b. Non Farmakologis

1) Kompres Hangat

Suhu panas dapat meminimalkan ketegangan otot. Nyeri akan

berkurang setelah otot rileks. Kompres hangat dapat dilakukan

dengan menggunakan handuk atau botol yang diisi air hangat.

Pengompresan dapat dilakukan pada daerah yang terasa kram

seperti pada perut atau pinggang bagian belakang.

2) Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat mengurangi stres yang timbul

etika PMS (Pre Menstruasi Sindrom) atau saat menstruasi.

Berolahraga juga dapat meningkatkan produksi hormon endorfin

otak yang berguna sebagai penawar rasa sakit yang alami dalam

tubuh.

3) Minum Air Putih

Minum air putih 8 gelas sehari mampu mengurangi rasa nyeri saat

menstruasi. Minum air putih dapat mencegah pengumpulan darah

dan melancarkan peredaran darah.

4) Melakukan Pemijatan

Pemijatan dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan. Pemijatan

dilakukan dengan jari telunjuk membuat gerakan melingkar pada

perut bagian bawah.

5) Relaksasi

Relaksasi merupakan metode alami dalam mengatasi nyeri.

Relaksasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menenangkan

pikiran kemudian menarik nafas dalam selama lima detik melalui

hidung dan dapat dihembuskan perlahan-lahan melalui mulut.

Tubuh akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan

hormonhormon yang menyebabkan stres dalam kondisi rileks.

6) Melakukan Akupuntur dan Akupresur


Tujuan akupuntur dan akupresur adalah menyeimbangkan

hormon yang berlebih karena Dismenore merupakan nyeri yang

berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon.

C. Asuhan Komplementer pada Remaja dengan Dismenore

1. Massage Effleurage dalam Mengatasi Dismenore

a. Konsep Dasar Massage Effleurage

Massage effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa usapan

yang mengalir dengan lembut. Effleurage merupakan Massage dengan

ujung jari yang ditekan dengan lembut dan ringan di atas perut dan di paha

atas. Massage effleurage diusap dengan ringan, tetapi tidak memberikan

tekanan yang kuat, ujung jari tidak pernah terlepas dari permukaan kulit

(Wildiyah, 2012).

Tujuan Massage effleurage adalah membantu meredakan masalah

haid, seperti nyeri haid, rasa sakit, pra menstruasi, haid tidak teratur, dan

lain-lain (Wildiyah, 2012).

Massage effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa usapan

yang mengalir dengan lembut. Dengan Massage effleurage, hipoksia pada

jaringan akan berkurang sehingga kadar oksigen di jaringan meningkat

yang menyebabkan nyeri berkurang. Selain itu, Massage effleurage dapat

meningkatkan pelepasan hormon endorfin sehingga ambang nyeri

meningkat. Berdasarkan penelitian Hikmah dkk (2018) dapat diketahui

bahwa Massage effleurage menggunakan minyak aromaterapi, hipoksia

yang terjadi pada jaringan akan berkurang karena kadar oksigen pada
jaringan meningkat sehingga nyeri yang dirasakan berkurang. Selain itu,

juga dapat terjadi peningkatan sirkulasi darah dan penurunan stress dan

meredakan otot yang kaku. Setelah diberikan Massage akan terjadi

pelepasan hormon endorfin yang dapat meningkatkan ambang nyeri yang

dirasakan sehingga nyeri akan terasa berkurang. Berdasarkan penelitian

tersebut, didapatkan hasil penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh

responden setelah diberikan Massage effleurage menggunakan minyak

aromaterapi. Mayoritas responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak

16 orang (66,67%) dan sisanya mengalami nyeri sedang serta tidak

merasakan nyeri masing-masing sebanyak 4 orang (16,67%). Perbedaan

intensitas nyeri Dismenore lebih signifikan pada kelompok yang diberikan

Massage effleurage menggunakan minyak aromaterapi mawar

dibandingkan sweet almond oil. Massage effleurage dilakukan selama 15

menit dengan cara meletakkan salah satu atau kedua telapak tangan pada

perut kemudian digerakkan melingkar secara bersamaan ke arah umbilikus

kemudian ke simphisis pubis atau melingkar ke 1 arah (Hikmah, 2018).

Penelitian Sahr et al (2015) mengenai “The Effect of Self

Aromatherapy Massage of The Abdomen on The Primary

Dysmenorrhoea”, penelitian ini 75 orang dibagi menjadi 3 kelompok yakni

kelompok yang mendapatkan perlakuan Massage effleurage selama 15

menit menggunakan minyak aromaterapi mawar sebanyak 5 tetes yang

dilarutkan pada 4% minyak almond, kelompok yang mendapatkan

perlakuan Massage effleurage selama 15 menit menggunakan 5 tetes


minyak almond dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan

apapun. Hasilnya yaitu pada kelompok yang diberikan Massage effleurage

menggunakan minyak aromaterapi mawar didapatkan penurunan

intensitas nyeri Dismenore sebelum dan sesudah diberikan tindakan,

dimana nyeri saat sebelum diberikan tindakan adalah 8,28 ± 1,02 menjadi

5,96 ± 1,92 sesudah diberikan tindakan (Sahr et al, 2015).

Mekanisme penurunan intensitas nyeri Dismenore dengan pemberian

Massage effleurage menggunakan aromaterapi melibatkan 2 tindakan

yaitu: aromaterapi memicu sistem limbik yang berperan dalam

mengurangi nyeri, dan Massage effleurage menggunakan minyak esensial

dapat melancarkan sirkulasi darah dan mengurangi spasme yang

menyebabkan nyeri. Sebagai tambahan, efek dari mawar sebagai analgesik

dan antispasmodik. Ketika minyak aromaterapi digunakan pada proses

Massage, minyak aromaterapi tersebut tidak hanya dihirup melalui indera

penciuman namun juga dapat diserap melalui kulit kemudian masuk ke

jaringan dan sistem peredaran darah dimana selanjutnya disalurkan ke

organ yang memerlukan perawatan sehingga nyeri yang dirasakan akan

berkurang (Marzouk et al, 2015).

b. Teknik Massage Effleurage

Teknik Massage effleurage mulailah dengan tangan pada kedua sisi

pusar. Gerakan tangan ke arah atas dan ke arah luar pusar, dan kembali ke

bagian pubis. Pindahkan kembali tangan kearah pusar. Massage dapat


diperluas sampai paha. Gerakan jari menyilang perut dari satu sisi ke sisi

lainnya. Massage effleurage dilakukan selama 15 menit (Wildiyah, 2012).

c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi Massage effleurage

Hal-hal yang harus diperhatikan ketika Massage menurut Yuniarto

(2012) adalah sebagai berikut:

1) Massage tidak dilakukan bilamana didapatkan kondisi-kondisi

tertentu, seperti: jantung tidak baik, tekanan darah tinggi, sendi-sendi

dan kelenjar yang membengkak, kulit yang lecet, dan pembuluh

kapiler pecah.

2) Massage membutuhkan suatu sentuhan yang pasti dan kuat, sehingga

membangkitkan kepercayaan pada orang yang diurut. Pengurut harus

memiliki tangan kuat yang fleksibel, tabiat yang tenang, dapat

menguasai diri.

3) Mengerjakan Massage merupakan gabungan atau kombinasi dari satu

atau lebih gerakan-gerakan dasar sesuai dengan kondisi orang yang

diurut serta hasil yang diinginkan. Hasil dari perawatan Massage akan

tergantung atas besarnya tekanan, arah gerakan, dan lamanya masing-

masing jenis pengurutan.

2. Terapi Kompres Hangat

Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan

dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain

secara konduksi, terjadi pemindahan panas dari buli-buli kedalam

tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan


akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang

dirasakan akan berkurang atau hilang.

Kompres air hangat adalah memberikan rasa hangat untuk

memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,

mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada

daerah tertentu. Kompres air hangat berfungsi untuk mengatasi atau

mengurangi nyeri dimana panas dapat meredakan nyeri dengan

mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,

meningkatkan aliran menstruasi, dan meredakan vasokongesti pelvis.

Fisiologi kompres hangat Kompres hangat sebagai metode yang

sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat

disalurankan melalui (konduksi botol air panas). Tujuan kompres hangat

adalah pelunakan jaringan fibrosa. Membuat pasokan aliran darah dan

memberikan ketenangan pada klien. Kompres hangat yang digunakan

berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi

darah, mengurangi kekakuan, dan menghilangkan sensasi rasa sakit. Untuk

mendapatkan hasil yang terbaik, terapi kompres hangat dilakukan selama

30 menit dengan 1 kali pemberian dan pengukuran intesitas nyeri

dilakukan dari 15-20 menit selama tindakan. Apabila panas digunakan

selama satu jam atau lebih maka aliran darah akan menurun akibat

vasokontriksi karena tubuh berusaha mengontrol kehilangan panas pada

area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas lokal secara

periodik akan mengembalikan efek vasodilatasi. Panas yang diberikan


secara terus menerus akan merusak sel epitel, menyebabkan kemerahan,

rasa perih, bahkan kulit menjadi melepuh. Pemberian panas akan

menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi)

sehingga dapat meningkatkan sirkulasi darah, meredakan iskemia pada sel

– sel miometrium, menurunkan kontraksi otot polos miometrium, dan

meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau

kekauan. Stimulasi kulit melalui pemberian kompres hangat juga dapat

meningkatkan produksi endorphin yang mampu menghalangi transmisi

stimulus nyeri, mengubah jumlah dan tipe stimulasi sensoris, serta dapat

bersifat analgesik. Efek analgesik dari terapi panas (kompres hangat)

disebabkan oleh kesamaan suhu jaringan superficial dengan jaringan

bagian dalam, tapi mekanismenya tidak diketahui.

Pemberian kompres hangat juga berpengaruh terhadap aktivitas

serabut saraf yang berdiameter besar dan kecil. Implus nyeri

dihantarkan oleh serabut saraf berdiameter kecil yang membuka

pintu gerbang sumsum tulang belakang kemudian diteruskan ke

farmatioretikulo batang otak selanjutnya dikirim ke talamus atau korteks

untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. Pemberian kompres

hangat akan merangsang serabut saraf yang berdiameter besar,

dimana letak serabut saraf yang berdiameter besar dan serabut saraf

yang berdiamater kecil berjalan parallel. Perangsangan pada

serabut saraf berdiameter besar akan menyebabkan pintu gerbang

spinal cord menutup sehingga implus nyeri tidak dapat memasuki


spinal cord dan tidak diteruskan ke cortex awareness untuk di

interpretasikan sebagai nyeri. (Kristin, 2018)

3. Musik Rileksasi

Mendengarkan musik dapat memproduksi zatendorphins (substansi

sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa

sakit/nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri di system saraf

pusat, sehingga sensasi nyeri menstruasi dapat berkurang, musik juga

bekerja pada system limbic yang akan dihantarkan kepada system saraf

yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi

kontraksi otot. Pada dewasa ini banyak jenis musik yang dapat

diperdengarkan namun musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik

bermakna medis adalah musik klasik, karena musik ini magnitude yang

luar biasa dalam perkembangan ilmu kesehatan, diantaranya memiliki

nada yanglembut, nadanya memberikan stimulus gelombang alfa,

ketenangan, dan membuat pendengarnya lebih rileks. Musik klasik adalah

esensi keteraturan dan membaca pada semua hal yang baik, adil dan

indah. Musik klasik akhir-akhir ini mulai diperkenalkan dan dipopulerkan

setelah banyak penelitian yang membahas dan mengkaji lebih dalam

tentang pengaruh positif musik klasik terhadap kehidupan baik untuk

kesehatan ataupun juga peranannya dalam pembelajaran.

D. Penerapan Women Center Care Pada Remaja


1. Sebuah pendekatan asuhan untuk perempuan berbasis women center

care :
a) Bekerja sebagai mitra dengan perempuan – menghormati

latar belakang dan situasi serta pandangan dari setiap perempuan.

b) Mempromosikan agar perempuan memiliki kapasitas untuk

merawat dirinya dan keluarganya.

c) Berkolaborasi dengan bidan dan profesi kesehatan lainnya

untuk layanan holistic yang diperlukan oleh perempuan.

2. Hak yang wajib didapatkan oleh seorang perempuan atau remaja :

a) Bidan menghormati dan melindungi hak perempuan, setiap hari

b) Bidan perlu lingkungan kerja yang aman dan mendukung

c) Perempuan dan Remaja Perempuan punya hak untuk bebas dari

bahaya, kekerasan & abuse, diskrimnasi

d) Perempuan dan remaja perempuan memiliki hak untuk

mengakses layanan kesehatan seksual dan Reproduksi.

E. Penatalaksanaan Dismenore Primer di Puskesmas

Penanganan Dismenore primer yang dialami oleh remaja di Puskesmas

yaitu dengan memberikan intervensi farmakologi. Upaya farmakologi yang

diberikan adalah dengan memberikan obat analgetik yang berfungsi sebagai

penghilang rasa sakit. Salah satu obat yang diberikan yaitu ibuprofen dengan

dosis 3 x 400 mg. Konsumsi obat dihentikan apabila nyeri akibat Dismenore

hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Khani et al. Comparative Effect of Cinnamon and Ibuprofen for Treatment of

Primary Dysmenorrhea: A Randomized Double-Blind Clinical Trial. Journal

of Clinical and Diagnostic Research. Vol. 9 (4): 4-7: 2015.

Ali, B., Al-Wabel, N. A., Shams, S., Ahamad, A., Khan, S. A., & Anwar, F. 2015.

Essential oils used in aromatherapy: A systemic review. Asian Pacific Journal

of Tropical Biomedicine. Vol. 5 (8): 601–611. 2015.

Al-Quadh, T. S., Zahra, U., Rehman, R., Rehman, R., Sadique, S., Nisar, S.,

AlQudah, T. S., & Tahtamouni, R. W. Lemon as a source of functional and

medicial inggrident: A review. International Journal of Chemical and

Biochemical Science. 1– 11. 2018.

Djumi Widarti, et al. Effectiveness of Warm Water Compress With Lemon

Aromatherapy and Lavender Aromatherapy Against Primary Dysmenorrhea

Pain Levels. Midwifery and Nursing Research (MANR). Vol. 3 (1): 41-48.

2021.

Gustina, E & Djannah, S. N. Impact of dysmenorrhea and health-seeking behavior

among female adolescents. International journal of public health science. Vol.

6 (2): 141-145. 2017.

Hartati, Walin dan Esti Dwi Widayanti. The Impact of Relaxation Front Effleurage

towards Dysmenorrhea Pain. Jurnal Riset Kesehatan. Vol. 4 (3): 793-797.

2015.
Igarashi M, Ikei H, Song C, Miyazaki Y. Effects Of Olfactory Stimulation With

Rose And Orange Oil On Prefrontal Cortex Activity. Complement Ther Med,

2014, Volume 22:1027-1031.

Indah Juliana, dkk. Hubungan Dismenore dengan Gangguan Siklus Haid pada

Remaja di SMAN 1 Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp). Vol. 7 (1): 1-8.

2019.

Kojo, Nancy H et al. Hubungan Faktor-faktor yang Berperan untuk Terjadinya

Dismenore pada Remaja Putri di Era Normal Baru. e-CliniC. Vol. 9 (2): 429-

436. 2021.

Larasati TA dan Alatas Faridah. Dismenore Primer dan Faktor Risiko Dismenore

Primer pada Remaja. Majority. Vol. 5 (3): 79-84. 2016.

Marzouk T., El-Nemer A., Baraka H. The Effect of Aromatheraphy Massage on

Alleviating Menstrual Pain in Nursing Students: A Prospective Randomized

CrossOver Study. Evidence Based Complementary and Alternative

Medicine, 2015: 1-6.

Namazi, M., Ali Akbari, S. A., Mojab, F., Talebi, A., Majd, H. A., & Jannesari, S.

2015. Effects of citrus Aurantium (bitter orange) on the severity of firststage

labor pain. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. Vol. 13 (3): 1011–

1018. 2015.

Nurul Hikmah, dkk. Pengaruh Pemberian Massage Effleurage Menggunakan

Minyak Aromaterapi Mawar terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dismenore

pada Remaja Putri di SMK Negeri 2 Malang Jurusan Keperawatan. Journal

of Issues in Midwifery. Vol. 2 (2): 34-45. 2018.


Parker MA, Sneddon AE, Arbon P. The menstrual disorder of teenagers (MDOT)

study: determining typical menstrual patterns and menstrual disturbance in a

large populationbased study of Australian teenagers. BJOG.

2010;117(2):185- 92.

Purnamasari, Wulan. Efektivitas Terapi Farmakologis dan Non-Famakologis

Terhadap Nyeri Haid (Dismenore) Pada Siswi XI di SMA Negeri 1

Pemangkat. Jurnal Proners Vol. 2: (1). 2014.

Purwaningsih, W., & Siti Fatmawati. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Rismaya, Irma dkk. Pemberian Air Kelapa Hijau dapat Menurunkan Dismenore.

Jurnal Kebidanan. Vol. 6 (3): 322-328. 2021.

Sarwono, Sarlito W (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeratik. Jakarta:

EGC.

Shahr, H.S.A., Saadat, M., Kheirkhah, M., Saadat, E. The effect of self

aromatherapy Massage of the abdomen on the primary dysmenorrhea. Journal

of Obstetry and Gynaecology. Vol. 35 (4): 382-385. 2015.

Sinha, S., Srivastava, J. P., Sachan, B., & Singh., R. B. A study of menstrual pattern

and prevalence of dysmenorrhea during menstruation among school going

adolescent girls in Lucknow district, Uttar Pradesh, India. International

journal of community medicine and public health. Vol. 3 (5): 1200-1203.

2017.
Ituga, A. S., Taqiyah, Y., & Agustini, T. (2020). Pengaruh Pemberian Terapi Musik

Klasik terhadap Penurunan Dismenore Primer pada Remaja Putri. Window

of Nursing Journal, 61-72

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2014. Textbook of Medical of Surgical Nursing.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Taufan, Nugroho. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Wildiyah. Pengaruh pemberian Effleurage Massage terhadap tingkat nyeri

Dismenorea pada mahasiswi di asrama Stikes Aisyiyah Yogyakarta. Jurnal

Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah Yogyakarta. 2012.

Olivia, K., Cahyani, A., Agushybana, F., & Nugroho, R.D. (2021).

PENGETAHUAN DAN SIKAP KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA PANTI ASUHAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2020

Relationship of Parents ’Communication and Reproductive Health

Knowledge and Attitude Among Orphan Adolescents in Klaten

District2020 Data Survei Demografi dan Ke. 12(1), 15–25.

https://doi.org/10.22435/kespro.v12i1.4432.15-25

Riyanti, N., & Jannah, M. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA

PUTRI TENTANG PENATALAKSANAAN DISMENOREA DENGAN

KEJADIAN DISMENOREA. Babul Ilmi Jurnal IlmiahMulti Science

Kesehatan, 12(2). https://doi.org/https://doi.org/10.36729/bi.v12i2.493

Anda mungkin juga menyukai