Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan FisiologiHolistikKeluargaBerencana Dan Kesehatan
Reproduksi
Program Studi PedidikanProfesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : FITRI ANGGRAINI
NIM : PO.62.24.2.20.338

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktik Kebidanan Fisiologi Holistik

Pada Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi

Telah Disahkan Tanggal Januari 2021

Mengesahkan,

Pembimbing Institusi ,

Seri Wahyuni, SST.,M.Kes


NIP. 19801019 200212 2 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Koordinator MK


Sarjana Terapan Kebidanan Dan Praktik Kebidanan Fisiologi Holistik Pada
Pendidikan Profesi Bidan Keluarga Berencana Dan Kesehatan
Reproduksi

Heti Ira Ayue, SST., M.Keb Eline Charla Sabatina Bingan, SST., M.Kes
NIP. 19781027 200501 2 001 NIP.19860621 200912 2 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
penyusun dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul "Fisiologis
Holistic Pada Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi”.Laporan
pendahuluan ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas pada program
studi Pendidikan Profesi Bidan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
Penyusun menyadari terwujudnya laporan pendahuluan ini tidak akan
terlaksana tanpa bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah
membimbing. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang terlibat.
Dengan segala kerendahan hari, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi mengevaluasi peningkatan laporan pendahuluan
ini, agar selanjutnya menjadi lebih baik.Harapan penyusun semoga laporan
pendahuluan ini dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Palangka Raya, Januari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan

kesehatan preventif yang utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut

WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu

pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

mengatur jarak kelahiran, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Tujuan program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan

kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012).

Program keluarga berencana memberikan kesempatan untuk

mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan

menggunakan metode kontrasepsi hormonal atau non hormonal. Upaya ini

dapat bersifat sementara ataupun permanen, meskipun masing-masing jenis

kontrasepsi memiliki tingkat efektifitas yang berbeda dan hampir sama

(Gustikawati, 2014).

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara

pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang akan

dipilih sesuai dengan kebutuhan serta keinginan bersama. Dalam hal ini bisa

saja pria yang memakai kontrasepsi seperti kondom, coitus interuptus

(senggama terputus) dan vasektomi. Sementara itu apabila istri yang


menggunakan kontrasepsi suami mempunyai peranan penting dalam

mendukung istri dan menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi.

Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai

kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB

aktif dengan PUS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan

peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara

PUS.Jumlah PUS Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2019 sebanyak

426.398 pasang. Dari seluruh PUS yang ada, sebanyak 311.370 PUS (71.4

persen) adalah peserta KB aktif.

Sebagian besar peserta KB aktif memilih alat kontrasepsi

seperti Suntik 46,5 persen, Pil KB sebanyak 20,8 persen dan implan sebesar

3.5 persen sedangkan alat kontasepsi yang paling sedikit digunakan adalah

Kondom 1 persen, AKDR 0.7 persen, MOW sebanyak 0.3 persen MOP

sebanyak 0.1 persen. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Kalimantan

Tengah tahun 2019 per Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah

Murung Raya yaitu 100 persen, diikuti Kota Palangka Raya 84,9,0 persen,

dan Barito Selatan 83,8 persen. Kabupaten dengan cakupan terendah Barito

Utara sebesar 43,4 persen, diikuti Kotawaringin Timur 55,8 persen, dan

Sukamara 58,5 persen.

Peserta Keluarga Berencana (KB) aktif di Kota Palangka

Raya hingga Desember 2018 tercatat ada 42.569 jiwa yang tersebar di lima
kecamatan. Rincian Kecamatan Pahandut 11.661 orang, Kecamatan Bukit

Batu 2.727 orang, Kecamatan Jekan Raya 21.713 orang, Kecamatan

Sabangau 5.742 oarang, dan Kecamatan Rakumpit 726 orang. Dari tujuh

alat kontrasepsi yang paling diminati masyarakat Palangka Raya untuk ber-

KB adalah jenis suntik yang mencapai 19.610 orang dan pil 15.591

orang.Sedangkan IUD 1.542 orang, MOW 1.054 orang, MOP 149 orang,

Kondom 1.046 orang, implan 3.577 orang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep KB?

2. Apa saja manfaat konsep KB?

3. Apa macam-macam metode KB?

4. Apa yang dimaksud dengan kespro?

5. Bagaimana cara mendeteksi dini kanker pada wanita?

C. Sasaran Asuhan

Ibu dengan KB dan Wanita Usia Subur ( Kesehatan Reproduksi )


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Keluarga Berencana

1. Definisi Keluarga Berencana

Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah

anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah

mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan

(Sulistyawati, 2013).

2. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk

keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga

dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga

bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

(Sulistyawati, 2013).

Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka

kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka diadakan

kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda,

dan menghentikan) maksud dari kebijakaan tersebut yaitu untuk

menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak

kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua


3. Konseling Keluarga Berencana

Konseling adalah suatu proses dimana seseorang membantu seorang lain

dalam membuat keputusan atau mencari jalan untuk mengatasi masalah,

melalui pemahaman tentang fakta dan perasaan yang terlibat di

dalamnya.

Konseling juga berarti relasi atau hubungan timbal balik antara dua

orang individu (konselor dengan klien) di mana konselor berusaha

membantu klien untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri

dalam hubungannya dengan masalah- masalah yang dihadapinya pada

saat ini dan yang akan datang.

Konseling KB merupakan percakapan tatap muka atau wawancara

antara klien dengan konselor, yang diselenggarakan dengan sengaja,

dengan tujuan membantu klien tersebut membuat keputusan yang sesuai

dengan kondisi dan keinginannya, serta pilihannya berdasarkan

informasi yang lengkap tentang alat kontrasepsi.

Pemilihan dan pemakaian alat KB yang didahului dengan Konseling KB

akan membuat peserta KB merasa aman dan nyaman. Rasa aman dan

nyaman dalam memakai alat KB bisa tercapai karena Konseling KB

membantu calon peserta KB supaya bisa memilih dan menggunakan

cara KB yang sesuai dengan keadaan diri dan kebutuhannya. Peserta

KB memilih sendiri alat KB yang dipakainya sesudah mendapatkan

penjelasan tentang bermacam-macam cara atau alat KB dan


kemungkinan yang bisa dialaminya kalau menggunakan alat atau cara

KB tersebut. Jadi, dengan Konseling KB peserta KB tahu persis,

mengapa dia memilih alat KB yang digunakannya. Dengan begitu dia

tidak akan mudah terpengaruh oleh omongan orang lain atau pe-

ngalaman orang lain yang kurang enak. Dia tahu bahwa pengalaman

yang kurang enak itu tidak terjadi pada semua orang. Dia tahu bahwa

alat KB yang dipakainya adalah usaha yang dilakukannya untuk dapat

memiliki KKBS. Dia tahu bahwa kalau dia tidak cocok memakainya,

masih ada cara KB lain yang bisa dipilih dan dicobanya lagi.

Konseling KB membuat peserta KB tidak akan ikut-ikutan orang lain

dalam memilih alat KB. Juga tidak akan menyebabkan dia terpaksa

memakainya, misalnya karena dibujuk, diancam, atau didesak orang

lain. Dia tahu bahwa alat KB itu dipakainya untuk kepentingannya

sendiri dan bukan untuk kepentingan petugas KB, dokter, bidan atau

orang-orang lain di lnigkungannya.

Dalam pelaksanaannya, Konseling KB mempunyai 3 persyaratan, yaitu:

suka rela (telah diberi informasi bahwa ada berbagai upaya penyelesaian

yang bisa dipilih), bahagia dan merasa senang karena dibantu, dan sehat

kliennya dan konselornya.

Konseling KB mempunyai manfaat untuk mengetahui kemantapan calon

peserta atau peserta KB dalam memilih dan menggunakan alat KB.

Dengan proses konseling KB bisa diketahui, apakah cara KB yang


dipilih dan dipakai oleh peserta KB benar-benar atas kemauan sendiri

atau karena mengikuti kehendak orang lain (dibujuk, dipaksa). Jika

konseling KB dilakukan, maka pilihan dan pemakaian cara KB bisa

lebih mantap dan menjamin kelestarian peserta KB. Mengapa begitu?

Karena alat KB tersebut dipilih secara sadar. Jadi, sewaktu memilih alat

KB, peserta sudah mempunyai pengetahuan yang cukup tentang manfaat

alat KB tersebut. Dia juga tahu macam-macam kemungkinan yang bisa

dialaminya. Dia juga tahu cara-cara mengatasinya kalau mengalami

kesulitan, misalnya keluhan-keluhan efek samping.

Pelaksanaan Konseling juga bertujuan untuk menghindari pengambilan

keputusan yang tidak rasional, menghindari penyesalan serta agar tidak

menghambat program KKB.

Dalam melaksanakan konseling KB disarankan memakai alat bantu atau

media konseling agar memudahkan pemahaman klien sehingga klien

dapat memutuskan menggunakan alat KB yang tepat. Adapun macam-

macam media konseling yang bisa digunakan antara lain: Lembar balik,

Q chard, Leaflet,Buku,Poster,Celemek Alat Reproduksi (Wanita dan

Pria),Alokon Kit, Alat dan obat KB,Video,ABPK

Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam

paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan

perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan Keluarga


Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat

kesehatan dan kesejahteraan.

4. Metode KB

a) Alamiah

Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi

sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode

kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe Laktasi (MAL),

Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks, Metode

Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal

dan lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana dengan alat

yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida.

b) KB Hormonal

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu

kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik) dan

yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi

terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormone

yang berisi progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani,

2010).

c) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

1) Profil
Intra Uterine Devices (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) merupakan salah satu kontrasepsi jangka panjang yang

efektif, aman, dan reversibel, dimana terbuat dari plastik atau

logam kecil yang dililit dengan tembaga dengan berbagai ukuran

dan dimasukkan ke dalam uterus.

2) Jenis

a) Copper-T

jenis ini berbentuk huruf T yang terbuat dari polietilen yang

bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan

tembaga ini memiliki efek anti fertilitas yang cukup baik. Jenis

ini melepaskan levonorgestrel dengan konsentrasi yang rendah

selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan

efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak

direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian

metode ini adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal

dan amenorrhea.

b) Copper-7

Berbeda dengan Copper-T, jenis IUD ini memiliki bentuk

seperti angka “7” dimana memiliki ukuran diameter batang

vertikal 32 mm dan dililit kawat tembaga dengan luas

permukaan 200 mm2. Fungsi bentuk seperti angka “7” ini

memudahkan dalam pemasangan kontrasepsi.


c) Multi Load,

Jenis Multi Load terbuat dari polietilen dengan dua tangan,

kanan dan kiri, berbentuk seperti sayap yang fleksibel. Jenis

ini memiliki panjang 3,6 cm dari atas hingga bawah dan lilitan

kawat tembaga memiliki luas permukaan 256 mm2 atau 375

mm2. Multi Load memiliki tiga ukuran yaitu standar, small,

dan mini.

d) Lippes Loop,

Merupakan jenis yang terbuat dari polietilen berbentuk spiral

atau huruf S bersambung. Lippes Loop terdiri dari empat jenis

yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya, yaitu

tipe A berukuran 25 mm dengan benang berwarna biru, tipe B

berukuran 27,5 mm dengan benang berwarna hitam, tipe C

berukuran 30 mm dengan benang berwarna kuning, dan tipe D

berukuran 300 mm dengan benang berwarna putih dan tebal.

Lippes Loop memiliki angka kegagalan yang rendah.

Keuntungan lain dari pemakaian jenis ini adalah apabila terjadi

perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus,

sebab terbuat dari bahan plastik. Jenis ini merupakan IUD

yang banyak digunakan.

3) Mekanisme Kerja
IUD memiliki cara kerja yang menghambat kemampuan sperma

untuk masuk kedalam tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi

sebelum ovum mencapai cavum uteri, mencegah sperma dan

ovum bertemu karena jalannya terhalangi, dan memungkinkan

untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

4) Pemasangan dan Pencabutan AKDR

a) Pemasangan AKDR

Alat dan bahan

o IUD dan o tenakulum (cunam peluru)

Inserter o pinset

o sarung tangan o klem

o kain steril o sonde rahim

(duk) lubang o gunting


o speculum

PERSIAPAN

Periksalah apakah alat – alat sudah disiapkan dengan lengkap

dan sudah disterilkan

Memberi salam dan anamnesis seperlunya

TINDAKAN

 Akseptor dipersilahkan berbaring dengan posisi litotomi,

tangan ada di samping badan atau di atas kepala agar


kedudukannya lebih santai dan otot tidak tegang Untuk

mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet

dengan bahan – bahan desinfektan. Agar tidak mudah

terkena kontaminasi dari kulit di sekitar alat genitalia pada

saat pemasangan IUD, maka dipasang duk (kain) steril yang

berlubang

 Spekulum yang ukurannya sesuai dipasang secara hati-hati

pada vagina, sampai porsio dapat ditampakkan dengan jelas.

Sekali lagi diamati apakah ada kelainan pada porsio dan

vagina yang merupakan kontra indikasi pemasangan IUD.

Rongga vagina dan permukaan porsio dibersihkan

dibersihkan dengan bahan desinfektan.

 Dengan hati-hati porsio bagian depan dijepit dengan

tenakulum, agar porsio dapat terfiksasi. Dilakukan sondase

rongga rahim dengan sonde rahim, perhatikan

kelengkungan sonde terhadap posisi dan kedudukan uterus

(ante atau retrofleksi). Tujuan melakukan sondase adalah

mengetahui arah serta panjang rongga rahim, sehingga

dapat menentukan ukuran IUD yang harus dipasang dan

kedudukan elips penghenti pada inserter.

 IUD Lippes Loop yang berbentuk seperti spiral, direndam

lebih dahulu dalam bahan desinfektan (biasanya larutan


yodium). IUD diregangkan sehingga hampir lurus dan

dimasukkan ke dalam inserter dari ujung yang menghadap

pasien. Secara perlahan, IUD dalam inserter didorong

sedemikian rupa sehingga benang IUD keseluruhannya

masuk ke dalam inserter dan ujung IUD mencapai tepat

sejajar dengan ujung inserter yang menghadap ke arah

pasien.

 Tangan kiri pemasang memegang pegangan tenakulum.

Tabung inserter yang didalamnya sudah ada IUD dan

pendorong Inserter secara halus dimasukkan ke dalam

rongga rahim melalui orifisium uteri eksternum dengan

tangan kanan sampai melalui kanalis servikalis (tidak

sampoai fundus). Dengan hati-hati IUD didorong dengan

pendorong inserter dan secara bersamaan tabung inserter

ditarik perlahan keluar rongga rahim.

 Tenakulum dilepas, dan diperiksa apakah bekas jepitan

pada porsio mengeluarkan darah. Darah yang keluar dari

luka bekas jepitan dan keluar dari orifisium uteri eksternum

dibersihkan dengan kasa kering. Benang IUD yang terlalu

panjang dipotong dengan gunting, sehingga benang yang

tertinggal terjulur dari orifisium uteri eksternum sampai

kira-kira 2 atau 3 cm dari introitus vagina. Dengan bahan


desinfektan dilakukan desinfeksi pada daerah orifisium uteri

eksternum dan luka bekas tenakulum.

 Spekulum dilepas dan sebelum mengakhiri pemasangan,

dilakukan pemeriksaan colok vagina untuk memastikan

bahwa seluruh IUD sudah masuk ke dalam rongga rahim

sehingga ujung IUD tidak teraba lagi, serta untuk

menempatkan benang IUD pada forniks anterior vagina

agar tidak memberikan keluhan pada suami saat koitus.

 Setelah selesai pemasangan ditanyakan pada akseptor,

apakah cukup nyaman dan tidak merasa pusing atau sakit

perut yang berlebihan. Awasi juga keadaan umum akseptor

sesudah pemasangan IUD

 Aksept or diminta untuk datang kembali ke klinik untuk

diperiksa pada 1 minggu, 1 bulan dan 3 bulan setelah

pemasangan serta sedikitnya tiap 6 bulan sesudahnya.

Tindak lanjut ini digunakan untuk mengetahui apakah adad

keluhan dari akseptor, ada tidaknya efek samping, ada

tidaknya kegagalan (kehamilan), dan tentu saja untuk

mengetahui apakah IUD masih terpasang dengan baik.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah IUD masih

terpasang adalah dengan mengajar akseptor melakukan

pemeriksaan terhadap dirinya sendiri.


 Akseptor diajar untuk memeriksa IUD sendiri dengan cara

membasuh tangan kemudian memasukkan jari tangannya ke

vagina hingga mencapai serviks uteri, dan meraba apakah

benang IUDnya masih bisa diraba, tetapi dianjurkan agar

tidak menarik benang IUD tertsebut. Apabila benang tidak

teraba, akseptor diminta untuk tidak melakukan koitus dan

segera datang ke klinik.

b) Pencabutan AKDR

 Akseptor dipersilahka n berbaring dengan posisi litotomi,

tangan ada di samping badan atau di atas kepala agar

kedudukannya lebih santai dan otot tidak tegang

 Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan

toilet dengan bahan – bahan desinfektan.

 Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari kulit di sekitar

alat genitalia pada saat pemasangan IUD, maka dipasang

duk (kain) steril yang berlubang

 Sesudah spekulum dipasang dan rongga vagina dibersihkan

sehingga serviks uteri dan benang IUD tampak jelas, maka

benang IUD dijepit dengan klem.

 Pada waktu mencabut, benang harus ditarik perlahan lahan.

Pencabutan yang terlalu kasar atau tergesa-gesa akan

berakibat putusnya benang IUD. Lebih bijaksana


pencabutan dilakukan dengan menegangkan benang IUD,

dan IUD akan tercabut dengan sebdirinya.

 Apabila benang IUD tidak tampak, benang putus atau pada

waktu pencabutan dirasakan tarikan berat, hendaknya

akseptor dikirimkan kepada dokter yang berwenang

menanganinya lebih lanjut dengan surat rujukan.

d) Alat Kontrasepsi Bawah Kulit

1) Profil

Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah

kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah

kulit lengan atas sebelah dalam .Bentuknya semacam tabung-

tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya

sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan

enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai.

Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon. Susuk tersebut akan

mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya

menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma.

Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada

juga yang diganti setiap tahun.

2) Jenis

a) Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4

cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg

Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.

b) Implanon

Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40

mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-

desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

c) Jadena atau indoplant

Terdiri dari 2 batang, yang berisi dengan 75 mg levonogestrel

dengan lama kerja 3 tahun

3) Mekanisme Kerja AKBK

Mekanisme kerja Implan menurut Wikjosastro (2007), adalah:

a) Mengentalkan lendir serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi

sperma

b) Menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga

tidak cocok untuk implantasi zigote

c) Pada sebagian kasus dapat pula menghalangi terjadinya ovulasi

4) Pemasangan Dan Pencabutan

Pemasangan

Persiapan alat pemasangan Implan menurut Handayani (2010):

1) Sabun antiseptik

2) Kasa steril
3) Duk/kain steril yang berlubang

4) Obat anestesi lokal

5) Semprit dan jarum suntik

6) Trokar No. 10

7) Sepasang sarung tangan steril

Teknik Pemasangan Implan

Teknik pemasangan alat kontrasepsi implan menurut Saifuddin

(2006), adalah sebagai berikut:

1) Persiapkan tempat pemasangan dengan larutan antiseptik

2) Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm diatas lipatan

siku pada bagian dalam lengan di alur antara otot biseps dan

triseps. Gunakan spidol untuk menandai dengan membuat garis

sepanjang 6-8 cm.

3) Setelah memastikan (dari anamnesis) tidak alergi terhadap obat

anestesi (1% tanpa Epinefrin) dan disuntikkan tepat dibawah kulit

sepanjang jalur tempat pemasangan. Pemberian anestesi juga dapat

dilakukan dengan semprotan

4) Keluarkan inserter dari kemasannya. Regangkan kulit di tempat

pemasangan dan masukkan jarum inserter tepat di bawah kulit

sampai masuk seluruh panjang jarum inserter. Untuk meletakkan

kapsul tepat di bawah kulit, angkat jarum inserter ke atas, sehingga

kulit terangkat.
5) Lepaskan segel inserter dengan menekan penopang pendorong

inserternya.

6) Putar pendorong inserter 900 atau 1800 dengan

mempertahankan pendorong inserter tetap di atas lengan.

7) Dengan tangan yang lain secara perlahan tarik jarum keluar dari

lengan sambil tetap mempertahankan penompang inserter di

tempatnya.

( Catatan : Prosedur ini berlawanan dengan suatu penyuntikan, di

mana pendorong didorong dan inserter dipertahankan).

Pencabutan

Teknik pengangkatan alat kontrasepsi Implan menurut Manuaba

(2010), adalah sebagai berikut:

1) Tahap desinfektan. Desinfeksi lapangan operasi dengan

betadine/isodin, yodium-alkohol, atau bahan desinfektan lainnya.

Setelah steril, lapangan operasi ditutup dengan duk steril.

2) Tahap insisi luka tempat pencabutan

a) Anestesi lokal. Tempat susuk KB dipasang

(diujung distal) dengan lidokain. Anestesi dibawah kapsul

susuk KB sehingga dapat mendorong ke permukaan kulit.

Anestesi diratakan dan ditunggu sekitar 2 menit.

b) Insisi tempat pencabutan. Dilakukan melintang

dibagian pangkal susuk KB ditusukkan. Insisi diperdalam


dan jaringan ikat lemak yang melekat pada kapsul susuk

KB sebagian dibersihkan dengan klem arteri.

3) Tahap pencabutan susuk KB. Tangan kanan mendorong satu kapsul

KB kearah luka insisi. Tangan kiri memegang pinset atau klem arteri

untuk menjepit atau menangkap kapsul susuk. Kapsul susuk KB

ditarik semaksimal mungkin ke arah luka insisi. Setelah kapsul susuk

KB yang elastis terpegang oleh pinset atau klem arteri, untuk

mengeluarkannya dapat ditempuh dua cara:

a) Bersihkan kapsul susuk KB dari jaringan ikat dengan pisau yang

dipegang oleh tangan kanan sampai tampak putih. Setelah tampak

putih (bebas dari jaringan ikat), alat tusuk ditusukkan pada kapsul

terus mengait keluar.

b) Tangan kanan mengambil alat tusuk dan menusukkan ke dalam

kapsul serta mengungkit kapsul ke arah luka insisi. Pinset atau klem

arteri dilepaskan dari tangan kiri. Tangan kiri mengambil pisau untuk

membebaskan sedikit demi sedikit kapsul dari jaringan ikat. Kapsul

terus diungkit ke arah luka insisi dan selanjutnya dengan mudah dapat

dikeluarkan dari implantasinya.

4) Setelah semua kapsul keluar dan tidak dijumpai perdarahan, tutup luka

dengan kasa steril, kemudian plester (band aid)

5) Tidak perlu jahitan pada kulit


6) Nasihatkan pada akseptor agar luka tidak basah selama kurang lebih 3

hari.

e) Kontrasepsi Mantap

1) MOW

Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang

mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi.

Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan

demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak

diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi

ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali.

Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah

kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh

dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak

harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam

perceraian, dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang

harus dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi

adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25–30 tahun,

jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.

2) MOP

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas

reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia alur

transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.


Indikasi kontrasepsi vasektomi.

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilisasi dimana fungsi

reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria

dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.

Kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi tindakan vasektomi

1. Infeksi kulit pada daerah operasi

2. Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien

3. Hidrokel atau varikokel

4. Hernia inguinalis

5. Filarisasi(elephantiasis)

6. Undesensus testikularis

7. Massa intraskotalis

8. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang

menggunakan antikoaglansia

B. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi

1. Definisi Kespro
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang
utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya. Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali
dan kata “produksi” yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi
istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang
disebut dengan organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk
reproduksi manusia.
Menurut BKKBN,(2001) definisi kesehatan reproduksi adalah
kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada
semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses
reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan
kecacatan.
Menurut WHO kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan dan segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU No. 23 Tahun 1992).
Definisi ini sesuai dengan WHO, kesehatan tidak hanya berkaitan
dengan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan sosial,
ditambahkan lagi (sejak deklarasi Alma Ata-WHO dan UNICEF) dengan
syarat baru, yaitu: sehingga setiap orang akan mampu hidup produktif,
baik secara ekonomis maupun sosial.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental,
dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi
dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya.
Kesehatan reproduksi berarti bahwa orang dapat mempunyai
kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan mereka memiliki
kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan
keinginannya, kapan dan frekuensinya.
Menurut Depkes RI, 2000 kesehatan reproduksi adalah suatu
keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan
sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang
pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari
penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan
seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Jadi, kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh
mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan
alat, fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan
reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit, melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan
memuaskan sebelum menikah dan sesudah menikah.
2. Kespro dalam pespektif gender
Gender adalah perbedaan terhadap sifat, peran, posisi perempuan dan
laki-laki yang dibuat oleh masyarakat dan dipengaruhi oleh sistem
kepercayaan/penafsiran agama, budaya, politik, sistem pendidikan dan
ekonomi.
Gender bukanlah kodrat atau ketentuan dari sang pencipta. Misalnya
keyakinan bahwa laki-laki itu kuat, kasar dan rasional, sedangkan
perempuan lemah, lembut dan emosional, bukanlah ketentuan kodrat
sang pencipta, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah yang panjang .
Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh perbedaan
kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu pembagian peranan
antara pria dengan wanita dapat berbeda antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya sesuai dengan lingkungan. Peran gender juga dapat
berubah dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan: pendidikan,
teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti, peran gender dapat
ditukarkan antara pria dengan wanita.
3. Isu-isu kesehatan perempuan
Perempuan selama ini selalu digambarkan sebagai pihak yang
termarginalkan. Berbagai macam kajian dan penelitian tentang
gambaran (representasi) perempuan dalam media selalu
menempatkan perempuan sebagai obyek tentang perempuan dan
isu lingkungan
4. Masalah-masalah kespro yang sering terjadi pada siklus reproduksi
perempuan
Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus
kehidupan perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan
reproduksi dilakukan sejak dari janin sampai liang kubur (from womb to
tomb) atau biasa juga disebut dengan “Continuum of care women cycle“.
Kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan sepanjang siklus
kehidupan perempuan hal ini disebabkan status kesehatan perempuan
semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatan saat
memasuki masa reproduksi yaitu saat hamil, bersalin, dan masa nifas.
Hambatan sosial, budaya, dan ekonomi yang dialami sepanjang hidup
perempuan merupakan akar masalah yang mendasar yang menyebabkan
buruknya kesehatan perempuan saat hamil, bersalin, dan masa nifas.
Tingkat pendidikan, kualitas dan kuantitas makanan, nilai dan sikap,
sistem kesehatan yang tersedia dan bisa diakses, situasi ekonomi, serta
kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam
menjalankan masa reproduksinya.
5. Mendeteksi dini kanker pada wanita
a) Kanker serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina.Kanker serviks merupakan
gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit
yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks.Kanker serviks
biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker
serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju kedalam rahim. Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli penulis dapat menyimpulkan bahwa
kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal yang terdapat
pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina.
b) Kanker Payudara
Payudara Kanker Payudara merupakan keganasan pada jaringan
payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun
lobulusnya.Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker
terbanyak di Indonesia.16 Kanker payudara memperlihatkan
proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus
payudara.Pada awalnya hanya terdapat hiperplasia sel dengan
perkembangan sel-sel yang atipikal.Sel-sel ini kemudian berlanjut
menjadi 18 karsiroma in situ dan menginvasi stroma. Kanker
membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi
massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi (kira-kira berdiameter
1 cm). Pada ukuran itu, sekitar 25% kanker payudara sudah
mengalami metastasis
Payudara merupakan salah satu organ yang sangat penting, baik
dari segi fungsinya maupun estetika. Namun bagian tubuh ini
sering terjangkit oleh kanker dansebagian besar menyerang wanita di
usia 40 – 45 tahun. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan jika
ditemukan pada stadium lanjut.Penyakit ini bisa diobati sampai
sembuh jika terdeteksi secara dini (Nucahyo, 2010).Kanker
payudara termasuk pembunuh lima besar akibat kanker dan
penyebab utama kematian pada wanita di dunia. Menurut Birhane
(2015), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa setiap hari ada 1
dari 8 orang wanita di dunia, didiagnosa mengalami kanker
payudara. Kasus baru dan kematian yang diakibatkan kanker
payudara di Amerika Serikat pada tahun 2016 diperkirakan
mencapai 246.600 penderita kasus baru dan 40.450 wanita
meninggal akibat kanker payudara. Jumlah ini membuat kanker
payudara menjadi pembunuh nomor 1 wanita di dunia (Zeena,
2016).
(1) Cara Sadari Sendiri
Langkah 1:
Mulai dengan melihat payudara dicermin dengan posisi pundak
tegap dan kedua tangan dipinggang:
 Payudara,dari ukuran,bentuk,dan warna yang biasa
diketahui.
 Payudara dengan bentuk sempurna tanpa perubahan
bentuk dan pembengkakan.Jika melihat perubahan
berikut ini,segera kedokter untuk berkonsultasi:
 Kulit mengkerut,terjad ilipatan,ada tonjolan.
 Puting berubah posisi biasanya seperti tertarik ke dalam.
 Kemerahan nyeri ,ruam-ruam, atau bengkak.

Langkah 2:

 Angkat tangan dan amati jika ada perubahan-perubahan


yang telah disebut pada langkah pertama.
Langkah 3:
 Saat bercermin, cermati apakah ada cairan yang keluar
dari kedua putting (baik itu cairan bening, seperti susu,
berwarna kuning, atau bercampur darah).
Langkah 4:
 Rasakan payudara dengan cara berbaring. Gunakan
tangan kanan untuk merasakan payudara kiri, begitu
sebaliknya. Gunakan pijatan pelan namun mantap (tapi
bukan keras) dengan tiga ujung anda (telunjuk, tengah,
dan manis). Jaga posisi ujung jari datar terhadap
permukaan payudara. Gunakan gerakan memutar, sekali
putaran mencakup seperempat bagian payudara.
 Pijat seluruh payudara dari atas sampai bawah, kiri
kanan,dari tulang pundak sampai bagian atas perut dan
dari ketiak sampai belahan payudara.
 Buat pola memutar untuk memastikan sudah memijat
seluruh payudara. Mulai dari puting, buat gerakan
memutar semakin lama semakin besar sampai mencapai
bagian tepi payudara.
 Bisa juga dengan gerakan naik turun. Gerakan ini bagi
sebagian besar perempuan diangap lebih efektif. Pastikan
merakan seluruh jaringan payudara dari depan (puting)
sampai bagian belakang. Gunakan pijatan ringan untuk
kulit dan jaringan tepat dibawah kulit, pijatan sedang
untuk bagian tengah payudara, dan pijatan kuat untuk
jaringan bagian dalam. Saat mencapai jaringan bagian
dalam, harus dapat merasakan tulang iga.
Langkah 5:
 Terakhir, rasakan payudara saat berdiri atau duduk. Atau
saat mandi karena bagi sebagian perempuan, mereka
merasa lebih mudah memijat saat kulit payudara dalam
keadaan basah dan licin. Lakukan dengan gerakan yang
sama seperti pada langkah 4.
C. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Dalam
Situasi Pandemi Covid 19

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dalam situasi Pandemi Covid-19


a. Pesan Bagi Masyarakat terkait Pelayanan Keluarga
Berencana Pada Situasi Pandemi Covid-19
1). Tunda kehamilan sampai kondisi pandemi berakhir
2). Akseptor KB sebaiknya tidak datang ke petugas
Kesehatan, kecuali yang mempunyai keluhan, dengan
syarat membuat perjanjian terlebih dahulu dengan petugas
Kesehatan.
3). Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa
pakainya, jika tidak memungkinkan untuk datang ke
petugas Kesehatan dapat menggunakan kondom yang
dapat diperoleh dengan menghubungi petugas PLKB atau
kader melalui telfon. Apabila tidak tersedia bisa
menggunakan cara tradisional (pantang berkala atau
senggama terputus).
4). Bagi akseptor Suntik diharapkan datang ke petugas
kesehatan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian
sebelumnya. Jika tidak memungkinkan, dapat
menggunakan kondom yang dapat diperoleh dengan
menghubungi petugas PLKB atau kader melalui telfon.
Apabila tidak tersedia bisa menggunakan cara tradisional
(pantang berkala atau senggama terputus)
5). Bagi akseptor Pil diharapkan dapat menghubungi petugas
PLKB atau kader atau Petugas Kesehatan via telfon untuk
mendapatkan Pil KB.
6). Ibu yang sudah melahirkan sebaiknya langsung
menggunakan KB Pasca Persalinan (KBPP)
7). Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta
pelaksanaan konseling terkait KB dapat diperoleh secara
online atau konsultasi via telpon
b. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan terkait Pelayanan Keluarga
Berencana pada Situasi Pandemi Covid-19
1). Petugas Kesehatan dapat memberikan pelayanan KB dengan
syarat menggunakan APD lengkap sesuai standar dan sudah
mendapatkan perjanjian terlebih dahulu dari klien :
a. Akseptor yang mempunyai keluhan
b. Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa
pakainya,
c. Bagi akseptor Suntik yang datang sesuai jadwal.
2). Petugas Kesehatan tetap memberikan pelayanan KBPP sesuai
program yaitu dengan mengutamakan metode MKJP (IUD
Pasca Plasenta / MOW)
3). Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan
Kader untuk minta bantuan pemberian kondom kepada klien
yang membutuhkan yaitu :
a. Bagi akseptor IUD/Implan/suntik yang sudah
habis masa pakainya, tetapi tidak bisa kontrol
ke petugas kesehatan
b. Bagi akseptor Suntik yang tidak bisa kontrol
kembali ke petugas Kesehatan sesuai jadwal
4). Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan
Kader untuk minta bantuan pemberian Pil KB kepada klien
yang membutuhkan yaitu : Bagi akseptor Pil yang harus
mendapatkan sesuai jadwal
5). Pemberian Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
serta pelaksanaan konseling terkait kesehatan reproduksi dan
KB dapat dilaksanakan secara online atau konsultasi via telpon
c. Hal Yang Perlu Diperhatikan oleh Petugas Kesehatan dalam
Pelaksanaan Pelayanan
1. Mendorong semua PUS untuk menunda kehamilan dengan
tetap menggunakan kontrasepsi di situasi pandemi Covid-
19, dengan meningkatkan penyampaian informasi/KIE ke
masyarakat
2. Petugas Kesehatan harus menggunakan APD dengan level
yang disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan dan
memastikan klien yang datang menggunakan masker dan
membuat perjanjian terlebih dahulu
3. Kader dalam membantu pelayanan juga diharapkan
melakukan upaya pencegahan dengan selalu menggunakan
masker dan segara mencuci tangan dengan menggunakan
sabun dan air mengalir atau handsanitizer setelah ketemu
klien
4. Berkoordinasi dengan PLKB kecamatan untuk ketersediaan
pil dan kondom di Kader atau PLKB, sebagai alternative
pengganti bagi klien yang tidak dapat ketemu petugas
Kesehatan
5. Melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran PL KB
dan kader dalam membantu pendistribusian pil KB dan
kondom kepada klien yang membutuhkan, yang tetap
berkoordinasi dengan petugas Kesehatan
6. Memudahkan masyarakat untuk untuk mendapatkan akses
informasi tentang pelayanan KB di wilayah kerjanya, missal
dengan membuat hotline di Puskemas dan lain-lain
2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Catin (Kespro Catin)
dalam situasi Pandemi Covid-19
a. Pesan bagi Calon Pengantin Pada Situasi Pandemi Covid-19
1). Bimbingan perkawinan, pemeriksaan kesehatan, konsultasi
keluarga dan bimbingan lainnya ditunda pelaksanaannya,
kecuali pelayanan administrasi dan pencatatan nikah
2). Materi KIE terkait kesehatan reproduksi calon pengantin
diharapkan tetap dibaca yang dapat diperoleh secara online,
salah satunya dapat
3). diakses melalui web bimbingan perkawinan
(www.bimbinganperkawinan.com) sampai kondisi pandemi
berakhir

b. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan terkait Calon


Pengantin pada Situasi Pandemi Covid-19
1). Bimbingan perkawinan, pemeriksaan kesehatan, konsultasi
keluarga dan bimbingan lainnya ditunda pelaksanaannya,
kecuali pelayanan administrasi dan pencatatan nikah.
2). Memantau calon pengantin untuk mandapatkan dan membaca
Materi KIE terkait kesehatan reproduksi calon pengantin
sampai kondisi pandemi berakhir.

D. Evidence Based Midwifery Pada KB dan Kespro


1. EBM Keluarga Berencana
a) Pengaruh Konseling Terhadap Pengetahuan dan Sikap Calon
Akseptor KB dalam Pemilihan AKDR Post Plasenta
Mujiati (2013) mengemukakan bahwa dalam pelayanan KB pasca
salin, sebelum mendapat pelayanan kontrasepsi, klien dan
pasangannya harus mendapat informasi dari petugas kesehatan secara
lengkap dan jelas agar dapat menentukan pilihannya dengan tepat.
Pelayanan KB pasca persalinan akan berjalan dengan baik bila
didahului dengan konseling yang baik, dimana klien berada dalam
kondisi yang sehat, sadar, dan tidak di bawah tekanan ataupun tidak
dalam keadaan kesakitan. Konseling pelayanan KB pasca persalinan
dapat menggunakan media lembar balik Alat Bantu Pengambilan
Keputusan (ABPK) ber-KB. Konseling KB pasca persalinan ini dapat
dilaksanakan pada waktu pemeriksaan kehamilan, saat mengikuti
kelas ibu hamil, selama proses persalinan, pasca persalinan, dan
sebelum/sesudah pelayanan kontrasepsi. Setelah dilakukan konseling
pada klien dan sudah ditentukan metode kontrasepsi yang dipilih,
klien memberikan persetujuannya berupa tanda tangan pada lembar
persetujuan tindakan medis (informed consent) untuk metode KB
AKDR, implan serta kontrasepsi mantap (tubektomi dan
vasektomi).Melakukan identifikasi potensi volume sampah.Bidan
merupakan tenaga kesehatan yang memiliki posisi yang strategis
dalam meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi, dan balita.Salah satu
peran bidan adalah konseling.Bidan adalah ujung tombak
pembangunan keluarga sejahtera dari sudut kesehatan dan
pemberdayaan lainnya.Karena itu, sebagai ujung tombak dalam
bidang kesehatan, bidan dituntut untuk berperan memberi pertolongan
dini atau memberi petunjuk dalam pelayanan kesehatan (Suyono,
2007).Diketahui dari 373 klinik di Indonesia, ternyata hanya 3 yang
dapat dikategorikan memenuhi standar konseling.Salah satu indikator
yang digunakan untuk mengukur standar itu adalah kecakapan
konselor dalam melayani klien (Starh, 2002). Konseling hendaknya
juga tidak berorientasi pada efisiensi yang lebih mempertimbangkan
faktor waktu, tetapi lebih kepada keefektifan yang mengutamakan
pencapaian keputusan terbaik (Zarfiel, 2002 ). Berdasarkan studi
pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di Puskesmas Kamal, dari
hasil wawancara langsung responden menyatakan bahwa kurang
mengerti dengan AKDR post plasenta dan ada yang menyatakan
kurang mengerti dengan kelebihan dan keterbatasan kontrasepsi
AKDR post plasenta. Dari studi pendahuluan tersebut dapat diketahui
bahwa bidan belum menjelaskan secara lengkap informasi saat
konseling awal kontrasepsi AKDR.
(Wardani, N. E. K., Irawati, D., & Wayanti, S. (2019). Pengaruh
Konseling Terhadap Pengetahuan dan Sikap Calon Akseptor KB
dalam Pemilihan AKDR Post Plasenta. Pamator Journal, 12(1).
https://doi.org/10.21107/pamator.v12i1.5172)
b) Hubungan Penggunan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan
Peningkatan Berat Badan Pada Akseptor Kb
Tujuan pembangunan program Keluarga Berencana Nasional di masa
mendatang adalah meningkatkan kualitas program KB untuk
mengetahui hak-hak kesehatan reproduksi,untuk itu pemerintah telah
mencanangkan program keluarga berencana dengan menyiapkan
berbagai metode kontrasepsi sehingga para pasangan usia subur (PUS)
bisa memilih metode kontrasepsi yang cocok dengan kondisi mereka
(BKKBN, 2012). Pertumbuhan penduduk di Indonesia cukup tinggi
yaitu 1.38% pertahun.Faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan
penduduk adalah tingginya angka kelahiran.Keadaan ini merupakan
salah satu masalah kependudukan Indonesia sehingga memerlukan
kebijakan kependudukan. Kebijakan tersebut dilakukan dengan cara
menurunkan tingkat pertumbuhan serendah-rendahnya. Cara efektif
untuk menurunkan angka pertumbuhan penduduk dengan jalan
mengikuti Keluarga Berencana (Octavianna, 2009). Menurut World
Health Organization (WHO), Kontrasepsi hormonal sebagai salah
satu alat kontrasepsi yang meningkat tajam. Cakupan pasangan usia
subur hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan
65-75 juta diantaranya terutama di Negara Berkembang menggunakan
kontrasepsi hormonal seperti pil, suntik dan implant. Kontrasepsi
hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif dan negatif
terhadap berbagai wanita.
(Handayani, Perwiraningtyas, & Susmini. (2019). Hubungan
Penggunan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Peningkatan Berat
Badan Pada Akseptor Kb. Nursing News, 4(1)).
c) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi
Metode Operasi Wanita (MOW)
Masalah yang terdapat di Indonesia adalah laju pertumbuhan
penduduk yang relatif masih tinggi. Penduduk pertengahan 2013
sebesar 248,8 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
1,48%. Laju pertumbuhan ditentukan oleh kelahiran dan kematian
dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan menyebabkan tingkat
kematian rendah, sedangkan tingkat kelahiran tetap tinggi hal ini
penyebab utama ledakan jumlah penduduk. Salah satu cara untuk
menekan jumlah penduduk dengan menggalakan program Keluarga
Berencana. (BPS, 2013).
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross
sectional study dengan maksud untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi metode operasi wanita
(MOW).Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan Kontrasepsi Metode Operasi Wanita
(MOW) di Kecamatan Palu Selatan. Sampel dalam penelitian ini
adalah pasangan usia subur ≥ 35 tahun berjumlah 99 responden.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square.
(Rahman, Z., Kunoli, F. J., & Amalinda, F. (2017). the Factors
Related To the Application of Contraception Method of Women
Operation (Mow).PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2),
153. https://doi.org/10.31934/promotif.v7i2.89)
d) Perbedaan Siklus Menstruasi Pada Akseptor Kontrasepsi Implan
Dengan Suntik Progestin (Dmpa) Di Bpm Sri Nirmala Palembang
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, ada
berbagai metode kontrasepsi antara lain metode modern kontrasepsi
hormonal diantaranya suntikan progestin dan implan. Suntikan 3
bulan (DMPA) memiliki salah satu efek samping utama yakni
perubahan siklus menstruasi, kejadian ini secara bertahap sampai
mengalami amenorea, 50% akseptor mengalami amenorea setelah satu
tahun menggunakan. Sementara pada implan secara bertahap lebih
teratur seiring dengan penurunan kadar steroid dalam serum. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan siklus menstruasi
pada akseptor kontrasepsi implan dengan suntik progestin
(DMPA).Ruang lingkup penelitian ini ditujukan kepada akseptor
Implan dan Suntik progestin (DMPA) dengan desain penelitian
analitik comparative.Sampel penelitian ini adalah 15 orang akseptor
Implan dan 15 orang Suntik Progestin (DMPA). Hasil yang diperoleh
dari uji Mann Whitney test nilai p value = 0,000 < 0,05. Kesimpulan
ada perbedaan siklus menstruasi pada akseptor kontrasepsi implan
dengan suntik progestin (DMPA). Saran kepada tenaga kesehatan
khususnya bidan dapat memberikan konseling terlebih dahulu kepada
calon akseptor alat kontrasepsi sehingga calon akseptor mengetahui
perubahan siklus menstruasi yang mungkin terjadi akibat dari
penggunaan alat kontrasepsi tersebut, sehingga bila akseptor tidak
dapat menerima perubahan siklus menstruasi yang mungkin terjadi,
mempunyai alternatif memilih alat kontrasepsi yang tidak merubah
siklus menstruasi.
(arundeng, M. (2019). Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil Kb
Kombinasi Dengan Perubahan Siklus Menstruasi Di Puskesmas
Sonder Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal
Keperawatan, 7(1).)
e) Relationship of the Role of Counselor, Knowledge, Trust, Values,
and Social Relationship in Contraception Acceptors’ Decision of
Using Intrauterine Device (IUD)
Health development is an effort implemented by all components of the
Indonesian nation to realise the highest degree of public health.
National Population and Family Planning Agency (BKKBN) realises
its seriousness to improve Family Planning (KB) health services.1,2
One effort to form a quality small family with long-term contraception
method (MKJP). The types of methods included in this group are the
established methods of contraception, implants, and intrauterine
contraception or Intrauterine Device (IUD).3,4 Based on data of
Indonesia Demographic and Health Survey (SDKI) in South Sumatera
Province 2012, the use of IUD contraception is smallest compared to
other methods of contraception, that is 6.25%.4,5 In the selection of
contraception, in addition to considering the effectiveness, side
effects, advantages and limitations of method contraception, there are
individual and external factors that infl uence the decision of the
acceptor candidate.6 In the Department of Obstetrics and Gynecology
Faculty of Medicine UNSRI RSMH Palembang in 2013 conducted
research on the factors that affect the scope of use of IUD in Family
Planning acceptor. Knowledge of effectiveness is a major factor in
determining IUDs in addition to counselling, affordability and parity
costs. Researchers would like to see the factors of acceptance of
Family Planning acceptor to use IUD contraception which can not be
separated from behaviour factor infl uenced by culture factor, consist
of knowledge, trust, values and social relationship owned by each
individual and role of the counsellor in infl uencing decision of
Family Planning acceptor to use IUD contraception.
We conducted a cross-sectional study in June 2017 until September
2017 in the Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Mohammad
Hoesin Hospital/Faculty of Medicine Universitas Sriwijaya
Palembang. A sample of 40 delivered women who met the inclusion
criteria. Data analysis was done by Chi- Square test and logistic
regression analysis using SPSS version 18. The inclusion criteria for
this study were women who would give birth aged 15-49 years and
were willing to take part in the study and had signed informed
consent. The exclusion criteria for this study were women with
contraindications for IUD insertion, women who would undoubtedly
undergo tubectomy, postpartum haemorrhage (HPP), temperature
≥380C, premature rupture of the membranes> 24 hours, severe
anaemia (Hb ≤8g / dL).
(Sulbahri, R. P., Azhari, A., Basir, F., & Theodorus, T. (2019).
Relationship of the Role of Counselor, Knowledge, Trust, Values, and
Social Relationship in Contraception Acceptors’ Decision of Using
Intrauterine Device (IUD). Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology, 7(1), 40. https://doi.org/10.32771/inajog.v7i1.828)
2. EBM Kesehatan Reproduksi
a) Hubungan Jenis Alat Kontrasepsi Dengan Gangguan Kesehatan
Reproduksi
Gangguan kesehatan reproduksi yang dialami wanita sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidup wanita di semua aspek
perannya.Prevalensi gangguan kesehatan reproduksi sangat tinggi,
bahkan lebih dari 90% wanita mengalaminya.Sebagian besar gangguan
kesehatan reproduksi dihubungkan dengan penggunaan alat
kontrasepsi. Penelitian tentang jenis alat kontrasepsi dan gangguan
kesehatan reproduksi seperti : keputihan, menorrhagia, perubahan
libido, benjolan pada payudara, kista, dan gangguan tidur sangat
diperlukan. Terdapat hubungan antara pemilihan jenis alat kontrasepsi
dengan keluhan menorrhagia (p=0.013), sementara untuk keputihan,
perubahan libido, benjolan pada payudara, kista, dan gangguan tidur
tidak berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi. Disarankan
untuk meningkatkan ketahanan tubuh wanita melalui perbaikan pola
aktivitas dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.(sumber: Ari
Sulistyawati,2018.Hubungan Jenis Alat Kontrasepsi Dengan Gangguan
Kesehatan Reproduksi )
b) Hubungan Antara Kemampuan Reproduksi, Kepemilikan Anak, Tempat
Tinggal, Pendidikan Dan Status Bekerja Pada Wanita Sudah Menikah
Dengan Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Di Indonesia Tahun 2017
Kontrasepsi hormonal, seperti suntik, pil dan implant adalah jenis alat
kontrasepsi yang di gunakan oleh wanita yang sudah menikah di
Indonesia, karena sangat efektif mencegah kehamilan dan mudah
penggunaannya, namun memiliki efek samping yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
kemampuan reproduksi, kepemilikan anak, tempat tinggal, pendidikan
dan status bekerja pada wanita sudah menikah dengan penggunaan alat
kontrasepsi hormonal.Jenis penelitian kuantitatif menggunakan data
SDKI tahun 2017 yang di analisis dengan uji korelasi bivariat dan
deskriptif ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis menunjukkan,
bahwa terdapat hubungan signifikan antara kemampuan reproduksi,
lokasi tempat tinggal, kepemilikan jumlah anak dan pekerjaan wanita
menikah dengan penggunaan kontrasepsi hormonal, akan tetapi
variabel pendidikan tidak ada hubungan. Kontrasepsi hormonal
disimpulkan sebagai jenis kontrasepsi yang efektif mencegah
kehamilan.Wanita menikah lebih banyak menggunakan kontrasepsi
suntik, kemudian pil dan implant. Wanita menikah disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi suntik, karena efektif mencegah kehamilan,
efek samping yang ringan dan mudah penggunaannya, tetapi perlu
memperoleh informasi yang benar terlebih dahulu dari petugas
kesehatan.(Sumber : Diyah Herowati,Mugeni Sugiharto,2019.
Hubungan Antara Kemampuan Reproduksi, Kepemilikan Anak,
Tempat Tinggal, Pendidikan Dan Status Bekerja Pada Wanita Sudah
Menikah Dengan Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Di Indonesia
Tahun 2017 )
c) Edukasi Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Untuk Kesehatan
Reproduksi Dalam Situasi Darurat Bencana Pada Bidan Desa Di
Kecamatan Langsa Lama Kota Langsa
Indonesia adalah salah satu negara yang rawan bencana di dunia.
Berlokasi di Pacific Ring of Fire, Indonesia sering menghadapi
situasi darurat bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi,
banjir, tanah longsor, kemarau dan kebakaran hutan yang sering kali
menimbulkan dampak buruk. Dalam situasi darurat bencana,
kebutuhan akan kesehatan reproduksi sering kali terabaikan. Risiko
komplikasi pada perempuan ketika melahirkan dapat meningkat,
karena terpaksa harus melahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan
terlatih.Risiko terhadap kekerasan seksual, kehamilan yang tidak
diinginkan dan penularan infeksi HIV dapat juga terjadi dalam
situasi bencana. Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi pada
situasi bencana akan menyelamatkan jiwa. Penyediaan pelayanan
kesehatan reproduksi melalui Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan Reproduksi dapat membantu mengurangi risiko
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada situasi darurat
bencana. Tujuan kegiatan adalah Meningkatkan pemahaman Bidan
Desa, kader, wanita usia subur melalui edukasi tentang PPAM untuk
Kesehatan Reproduksi dalam situasi darurat bencana di Desa
Merandeh Kec. Langsa Baro dan Gampong Jawa Kec.Kota
Langsa.Metode yang digunakan adalah program pendidikan
masyarakat melalui edukasi tentang PPAM untuk Kesehatan
Reproduksi dalam situasi darurat bencana pada bidan desa.Berdasarkan
hasil yang diperoleh. (sumber : Nora Veri,dkk.2020, Edukasi Paket
Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Untuk Kesehatan Reproduksi
Dalam Situasi Darurat Bencana Pada Bidan Desa Di Kecamatan
Langsa Lama Kota Langsa)
d) Edukasi Program Keluarga Berencana (Kb) Pada Wanita Usia Subur
Selama Masa Pandemi Covid 19
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam
mewujudkan hak-hak reproduksi serta penyelenggaraan pelayanan,
pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga
dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak, dan usi ideal
melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina ketahanan serta
kesejahteraan anak maka perlu dilakukan sosialisasi program keluarga
berencana (KB) pada wanita usia subur selama masa pandemi
COVID19.
(Sumber :Tria Monja,2020. Edukasi Program Keluarga Berencana
(Kb) Pada Wanita Usia Subur Selama Masa Pandemi Covid 19)
e) Keluarga Berencana: kegiatan kesehatan penting dalam pandemi SARS-
CoV-2
Selama beberapa bulan terakhir dunia telah hidup dengan ancaman
pandemi yang dipicu oleh SARS-CoV-2 (Covid-19), dan kepedihan
berita harian yang melaporkan bahwa jutaan orang terinfeksi dan ribuan
kematian telah terjadi dan itu penyebaran berkembang pesat.Di antara
tantangan penting yang dihadapi komunitas ilmiah di masa pandemi ini
adalah untuk menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan seperti
kemampuan orang tanpa gejala untuk menularkan virus, adanya
penularan perinatal atau intrauterin dan kurangnya informasi tentang
dampak infeksi pada embrio pada minggu-minggu pertama setelah
pembuahan.Selain itu, sejauh pengetahuan terbaik kami, tidak ada bukti
ilmiah mengenai kekhawatiran dan penderitaan wanita tentang
konsekuensi dari infeksi Covid-19 pada kehidupan reproduksi mereka.
Jawaban atas masalah ini akan berdampak besar pada kesehatan seksual
dan reproduksi (SRH) dan kehidupan jutaan wanita di seluruh
dunia.Meningkatkan penggunaan resep elektronik dan multi-isi ulang
bulan untuk wanita yang meminta penggunaan atau pengguna
kontrasepsi oral, patch kontrasepsi atau cincin vagina atau pil
kontrasepsi darurat setelah penapisan kriteria kelayakan.Bagi wanita
yang bermasalah atau ragu dengan metode kontrasepsi mereka, diskusi
melalui telepon atau komunikasi elektronik lainnya dapat menjadi
strategi untuk didorong.Janji tatap muka hanya dapat digunakan jika
efek samping dari metode yang dipilih membuatnya perlu.Juga wanita
yang memilih untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang yang
dapat dibalik (LARCs; alat kontrasepsi dalam rahim [IUD] dan sistem
dan implan) atau kontrasepsi suntik, perlu konsultasi tatap muka.Untuk
konsultasi ini dimungkinkan untuk menerapkan strategi yang
mengurangi kontak fisik sehingga menghasilkan lebih banyak waktu
antara konsultasi, menciptakan ruang terbuka di luar fasilitas untuk
pasien menunggu (di tempat di mana cuaca atau fasilitas mendukung
pengaturan semacam ini) dan menggunakan pengaturan pribadi.alat
pelindung untuk tenaga kesehatan dan wanita.(sumber : Luis
Bahamondes & Maria Y. Makuch)

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Perwiraningtyas, & Susmini. (2019). Hubungan Penggunan

Kontrasepsi Suntik 3 Bulan Dengan Peningkatan Berat Badan Pada

Akseptor Kb. Nursing News, 4(1).


Ida Prijatni, Sri Rahayu, 2016. Modul Keluarga Berencana dan Kesehatan

Reproduksi Chania Forcepta, Rodiani,2017.Faktor-Faktor Penggunaan Alat

Kontrasepsi Medis Operasi Wanita (MOW) pada Pasangan Wanita Usia

Subur

Karundeng, M. (2019). Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil Kb Kombinasi

Dengan Perubahan Siklus Menstruasi Di Puskesmas Sonder Kecamatan

Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal Keperawatan, 7(1).

Kurniasari, N. D. (2017). PEREMPUAN DAN ISU LINGKUNGAN ( Analisis

Pemberitaan di Media Nasional dan Lokal tahun 2014-2017 ). 10, 91–108.

Lina Ratnawati,2019. Pengembangan Modul Konseling Alat Kontrasepsi Bawah

Kulit (Akbk) Bagi Bidan: Pendekatan Kualitatif

Nirmala Hayati, 2018. Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Modul Terhadap

Health Belief Model Dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) Pada

Wus Di Rw 20 Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Baru

No, Y. S., Raya, P., & Pos, K. (n.d.). Dinas kesehatan provinsi kalimantan

tengah. (09)

Putri, R. P., Oktaria, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Ilmu, B., Kedokteran, P.,

… Lampung, U. (2016). Efektivitas Intra Uterine Devices ( IUD ) Sebagai

Alat Kontrasepsi Effectivity of Intra Uterine Devices ( IUD ) as a

Contraception Devices.
Rahman, Z., Kunoli, F. J., & Amalinda, F. (2017). the Factors Related To the

Application of Contraception Method of Women Operation (Mow).

PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 153.

https://doi.org/10.31934/promotif.v7i2.89

Sulbahri, R. P., Azhari, A., Basir, F., & Theodorus, T. (2019). Relationship of the

Role of Counselor, Knowledge, Trust, Values, and Social Relationship in

Contraception Acceptors’ Decision of Using Intrauterine Device (IUD).

Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, 7(1), 40.

https://doi.org/10.32771/inajog.v7i1.828

Wardani, N. E. K., Irawati, D., & Wayanti, S. (2019). Pengaruh Konseling

Terhadap Pengetahuan dan Sikap Calon Akseptor KB dalam Pemilihan

AKDR Post Plasenta. Pamator Journal, 12(1).

https://doi.org/10.21107/pamator.v12i1.5172

Anda mungkin juga menyukai