Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA PASANGAN PRA NIKAH


DI PUSKESMAS PASUNDAN SAMARINDA

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan


Komprehensif pada Remaja & Pranikah

RINI KEZIA MAYLANI


NIM. P07224420037

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIKNKESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
PROFESI KEBIDANAN SAMARINDA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam kiranya akan selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam pembuatan laporan komprehensif asuhan kebidanan holistik pada


pasangan usia subur calon pengantin. Terdapat berbagai pengetahuan yang saya
susun dari berbagai sumber seperti buku dan internet. Ini dimaksudkan agar
pengetahuan yang diperoleh tidak terpaku pada satu sumber saja.

Adapun dalam pembuatan laporan komprehensif ini tidak terlepas dari


bantuan pihak lain. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Pembimbing ruangan
2. Pembimbing institusi
3. Orang tua yang telah memberikan do’a dan dukungan
4. Serta teman-teman yang telah membantu
Saya menyadari laporan ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Mudah-
mudahan laporan ini memenuhi harapan dan bermanfaat bagi kita semua.

Samarinda, 06 Febuari 2021

Rini Kezia Maylani

ii
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA PRA NIKAH

Asuhan kebidanan pada Pasangan Calon Pengantin Imunisasi TT telah diperiksa


dan disetujui oleh pembimbing ruangan dan pembimbing institusi
di Puskesmas Pasundan Samarinda

Samarinda, 26 Febuari 2021

Mahasiswa,

Rini Kezia Maylani

NIM. P07224420037

Mengetahui,

Pembimbing Institusi, Pembimbing Ruangan,

NIP. NIP.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4
A. Konsep Teori ............................................................................ 4
B. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan 7 Langkah
Varney Pada Pasangan Usia Subur Calon Pengantin .............. 18
BAB III TINJAUAN KASUS ................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 36
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 40
A. Kesimpulan ....................................................................................... 40
B. Saran .................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, AKI di
Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya,
yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan
global Sustainable Development Goals (SDGs) menargetkan AKI di
Indonesia dapat turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari target
SDGs sehingga perlu upaya yang lebih besar untuk menurunkan AKI agar
mencapai target SDGs di tahun 2030. (Kemenkes, 2015) Adapun jumlah
AKI di di Jawa Tengah tahun 2016 adalah 602 kasus atau 109,65 per
100.000 merupakan tertinggi di Jawa Tengah (Dinkes Prov. Jateng, 2016).
Dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 disebutkan
penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan, perdarahan
dan Infeksi. Salah satu faktor risiko eklampsia adalah kehamilan pertama atau primipara
(Prawirohardjo, 2016). Kehamilan pertama merupakan pengalaman pembentukan
kehidupan yang membawa perubahan sosial dan psikologis yang besar bagi
seorang perempuan. Menurut Newman (2015), beberapa perempuan merasa
sangat senang menghadapi kehamilan, sedangkan yang lain mengalami
kecemasan. Kemampuan seorang perempuan untuk beradaptasi saat
kehamilan pertama tergantung pada kesiapan yang dimilikinya. Apabila
seorang perempuan belum siap menghadapi kehamilan, dapat menyebabkan
kecemasan lebih lanjut sehingga meningkatkan hormon adrenalin yang
kemungkinan berdampak buruk pada outcome persalinan (Wulandari, 2016).
Outcome persalinan yang dimaksud diantaranya dijelaskan dalam penelitian
Tudiver (2015), bahwa kegagalan dalam adaptasi dan persiapan sebelum
hamil dapat mempersulit masa kehamilan dan persalinan, menyebabkan
depresi post partum, serta meningkatkan perilaku kekerasan pada anak yang
dilahirkan.

v
Penelitian Varney (2015) menyebutkan bahwa apabila pelayanan
kesehatan dan persiapan dilakukan setelah masa konsepsi, kemungkinan akan
mengakibatkan keterlambatan dalam mencegah kecacatan janin, kejadian
bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.
Berbagai penelitian sudah sejak lama membuktikan mengenai manfaat
persiapan pranikah dalam membantu pasangan membangun hubungan jangka
panjang yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan anak (Hawkins, et al,
2015). Kesiapan menikah terdiri atas kesiapan emosi, sosial, spiritual, peran,
usia, seksual, dan finansial (Sari, dkk, 2016). Salah satu indikasi bahwa calon
pengantin yang sehat adalah dengan kesehatan reproduksinya berada pada
kondisi yang baik (Kemenkes, 2015). Dengan kesehatan reproduksi yang
telah disiapkan semenjak pranikah dapat menurunkan kehamilan tidak
diinginkan dan juga mengurangi adanya kelainan yang terjadi pada saat
hamil, bersalin, maupun nifas. Oleh karena itu, program persiapan pranikah
menjadi penting dalam perencanaan kehamilan. Dengan demikan, bidan
sebagai ujung tombak kesehatan ibu dan anak memiliki peran penting dalam
memberikan edukasi tetang perencanaan kehamilan pada calon pengantin
dalam asuhan kebidanan pranikah.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada remaja
obesitas dengan menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan
manajemen kebidanan menurut varney dan mendokumentasikan asuhan
kebidanan dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori pranikah.
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada pasangan usia
subur calon pengantin.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada pasangan usia subur calon
pengantin dengan pendekatan varney yang terdiri dari :

vi
1) Melakukan pengkajian pada pasangan usia subur calon pengantin
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada
pasangan usia subur calon pengantin
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada pasangan usia subur
calon pengantin
5) Merancang intervensi pada pasangan usia subur calon pengantin
6) Melakukan implementasi pada pasangan usia subur calon
pengantin
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada pasangan
usia subur calon pengantin dalam bentuk catatan SOAP.
e. Melakukan pembahasan dengan menggunakan 7 langkah Varney.

vii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Pranikah


1. Pengertian
Kata dasar dari pranikah ialah “nikah” yang merupakan ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan
ajaran agama. Imbuhan kata pra yang memiliki makna sebelum, sehingga
arti dari pranikah adalah sebelum menikah atau sebelum adanyanya
ikatan perkawinan (lahir batin) antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri (Setiawan:2017, Imanda, R. Desvita: 2016, Kertamuda, F:
2009).
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk
perempuan. Akat tetapi, berdasarkan UU No. 35 tahun 2014 tentang
perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, usia
kurang dari 18 tahun masih tergolong anak-anak. Oleh karena itu,
BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan
dan 25 tahun untuk pria. Selain itu, umur ideal yang matang secara
biologis dan psikologis adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 –
30 tahun bagi pria (BKKBN, 2017). Sedangkan, pasangan yang akan
melangsungkan pernikahan/akad perkawinan disebut calon pengantin
(Setiawan, 2017).
2. Tujuan Asuhan Pranikah
Menurut Kemenkes (2015), penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masa sebelum hamil (prakonsepsi) atau pranikah bertujuan untuk:

viii
a. Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas;
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir;
c. Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak
reproduksi; dan
d. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Persiapan Pranikah
Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok (2015) dan Kemenkes
(2015), persiapan pernikahan meliputi kesiapan fisik, kesiapan
mental/psikologis dan kesiapan sosial ekonomi.
a. Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik
apabila telah selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20
tahun. Persiapan fisik pranikah meliputi pemeriksaan status
kesehatan, status gizi, dan laboratorium (darah rutin dan yang
dianjurkan).
b. Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan sudah merasa
siap untuk mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk
mengasuh dan mendidik anak.
c. Kesiapan Sosial Ekonomi
Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan
tidak hanya membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana
yang baik untuk membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik.
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi calon
ibu, seperti status sosial ekonomi yang kurang dapat meningkatkan
risiko terjadi KEK dan anemia.
4. Pelayanan yang dibutuhkan

ix
Pelayanan kesehatan sebelum hamil di Indonesia telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK No. 97 tahun 2015) dan telah tertulis
dalam buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi calon pengantin
maupun bagi penyuluhnya yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI.
Pemerintah baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota telah menjamin
ketersediaan sumber daya kesehatan, sarana, prasarana, dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebelum hamil sesuai standar yang
telah ditentukan. Di Surabaya telah diatur dalam Surat Edaran Walikota
Surabaya perihal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS),
beberapa kegiatan program pendampingan 1000 HPK yang berkaitan
dengan pranikah adalah dengan pemeriksaan kesehatan calon pengantin
meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta penyuluhan kesehatan
reproduksi calon pengantin.
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk
mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan
yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan
kesehatan masa sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan
pada remaja, calon pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97
tahun 2015). Menurut Kemernkes (2015) dan PMK No. 97 tahun 2015,
kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau persiapan
pranikah sebagaimana yang dimaksud meliputi:
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi
pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas)
dan pemeriksaan status gizi (menanggulangi masalah kurang energi
kronis (KEK) dan pemeriksaan status anemia). Penilaian status gizi
seseorang dapat ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh
(IMT) berdasarkan PMK RI Nomor 41 Tahun 2015 tentang
Pedoman Gizi Seimbang, sebagai berikut:
( )
( )

x
Keterangan:
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (m)
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diklasifikasikan status
gizinya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi berdasarkan IMT
Klasifikasi Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,4
ringan
Normal 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Depkes, 2015; Supariasa, dkk, 2015.
Jika seseorang termasuk kategori :
IMT < 17,0 : Keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat berat atau
Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
IMT 17,0 – 18,4 : Keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat ringan atau
KEK ringan (Depkes, 2015).
Menurut Supariasa, dkk (2016), pengukuran LILA pada
kelompok Wanita Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah satu
deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK). Ambang batas LILA WUS
dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LILA <
23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat
bayi lahir rendah (BBLR), BBLR mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak (Supariasa,
dkk, 2016).
b. Pemberian imunisasi

xi
Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki
kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap
penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan
untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita
usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi
belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan
saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin.
Tabel 2.2 Perlindungan Status Imunisasi TT

Status TT Interval Pemberian Lama Perlindungan

Langkah awal pembentukan


TT 1 kekebalan tubuh terhadap
penyakit Tetanus

TT II 4 minggu setelah TT 1 3 tahun

TT III 6 bulan setelah TT II 5 tahun

TT IV 1 tahun setelah TT III 10 tahun

TT V 1 tahun setelah TT IV > 25 tahun *)

Sumber: Kemenkes, 2017.


*) Yang dimaksud dengan masa perlindungan > 25 tahun adalah
apabila telah mendapatkan imunisasi TT lengkap mulai dari TT 1
sampai TT 5.
c. Suplementasi Gizi
Peningkatan status gizi calon pengantin terutama perempuan
melalui penanggulangan KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan
anemia gizi besi, serta defisiensi asam folat. Dilaksanakan dalam
bentuk pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah darah.
d. Konseling/konsultasi Kesehatan Pranikah

xii
Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan
pranikah, konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun
program persiapan pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu
proses konseling yang diberikan kepada calon pasangan untuk
mengenal, memahami dan menerima agar mereka siap secara lahir
dan batin sebelum memutuskan untuk menempuh suatu perkawinan
(Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang
diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah,
sehubungan dengan rencana pernikahannya. Pihak-pihak tersebut
datang ke konselor untuk membuat keputusannya agar lebih mantap
dan dapat melakukan penyesuaian di kemudian hari secara baik
(Latipun, 2015). Konseling pernikahan atau yang biasa disebut
marriage counseling) merupakan upaya membantu pasangan calon
pengantin. Konselig pernikahan ini dilakukan oleh konselor yang
professional. Tujuannya agar mereka dapat berkembang dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang
saling menghargai, toleransi, dan komunikasi, agar dapat tercapai
motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian, dan
kesejahteraan seluruh anggota keluarganya (Willis, 2016).
Konseling pernikahan juga disebut dengan terapi untuk
pasangan yang akan menikah. Terapi tersebut digunakan untuk
membantu pasangan agar saling memahami, dapat memecahkan
masalah dan konflik secara sehat, saling menghargai perbedaan, dan
dapat meningkatkan komunikasi yang baik (Kertamuda,
2016).Bimbingan konseling pra nikah mempunyai objek yaitu calon
pasangan suami istri dan anggota keluarga calon suami istri. Calon
suami istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki dan perempuan
yang dalam perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun psikis
sudah siap dan sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang yang
lebih serius (pernikahan). Anggota keluarga calon suami istri yaitu

xiii
individu-individu yang mempunyai hubungan keluarga dekat, baik
dari pihak suami maupun istri (Zulaekha, 2015).
Menurut Kemenkes (2015), informasi pranikah yang
dibutuhkan sebelum memasuki jenjang pernikahan meliputi:
1) Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik,
mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,
dan proses reproduksi. Catin perlu mengetahui mengetahui
informasi kesehatan reproduksi untuk menjalankan proses
fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan aman.
Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus
mempersiapkan kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang
sehat dan berkualitas. Catin laki-laki akan menjadi calon ayah
yang harus memiliki kesehatan yang baik dan berpartisipasi
dalam perencanaan keluarga, seperti menggunakan alat
kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan persalinan yang
aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko masalah
kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan
lebih rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi
pada saat berhubungan seksual, hamil, melahirkan, nifas,
keguguran, dan pemakaian alat kontrasepsi, karena struktur alat
reproduksinya lebih rentan secara sosial maupun fisik terhadap
penularan infeksi menular seksual. Laki-laki dan perempuan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menjaga
kesehatan reproduksi.
2) Hak dan kesehatan reproduksi seksual
Hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap laki-laki dan
perempuan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya.
Hak inii menjamin setiap pasangan dan individu untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai

xiv
jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak serta untuk memperoleh
informasi kesehatan reproduksi. Informasi yang perlu diketahui
natra lain:
a) Kesehatan reproduksi, permasalahan, dan cara
mengatasinya.
b) Penyakit menular seksual, agar perempuan dan laki-laki
terlindung dari infeksi meular seksual (IMS), HIV – AIDS,
dan infeksi saluran reproduksi (ISR), serta memahamicara
penularannya, upaya pencegahan, dan pengobatan.
c) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang aman, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, dan tanpa
paksaan serta mengetahui dan memahami efek samping dan
komplikasi dari masing-masinng alat dan obat kontrasepsi.
d) Catin laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Catin
perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi yang dibutuhkan agar sehat dan selamat dalam
menjalani kehamilan, persalinan, nifas, serta memperoleh
bayi yang sehat.
e) Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih
sayang, saling menghargai dan menghormati pasangangan,
serta dilakukan dalam kondisi dan waktu yang diinginkan
bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
f) Perilaku yang harus dihindari dalam aktivitas seksual antara
lain:
(1) Melakukan hubungan seksual pada saat menstruasi dan
masa nifas
(2) Melakukan hubungan seksual melalui dubur dan mulut
karena berisiko dalam penularan penyakit dan
merusakorgan reproduksi.
3) Kesetaraan gender dalam kesehatan reproduksi

xv
Gender adalah pembagian dalam peran kedudukan dan
tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh
masyarakat berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang
dianggap pantas sesuai norma, adat istiadat, kepercayaan atau
kebiasaan masyarakat. Kesetaraan gender adalah suatu dan
kondisi (kualitas hidup) adalah sama, laki-laki dan perempuan
bebas mengembangkan kemampuan personil mereka dan
membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotip, peran
gender yang kaku. Penerapan kesetaraan gender dalam
pernikahan:
a) Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan
laki-laki dapat saling menghormati dan menghargai satu sama
lain, misalnya:
(1) Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga
dilakukan secara bersama dan tidak memaksakan ego
masing-masing
(2) Suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah
tangga, pengasuhan, dan pendidikan anak.
(3) Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki
dan perempuan.
(4) Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI
eksklusif
b) Pernikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal di bawah
ini:
(1) Kekerasan secara fisik (memukul, menampar,
menjambak rambut, menyudut dengan rokok, melukai,
dan lain-lain)
(2) Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina,
komentar-komentar yang merendahkan, membentak,
mengancam, dan lain-lain)
(3) Kekerasan seksual

xvi
(4) Penelantaran rumah tangga.
4) Cara merawat organ reproduksi
Untuk menjaga kesehatn dan fungsi organ reproduksi perlu
dilakukan perawatan baik pada laki-laki dan perempuan, antara
lain:
a) Pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
b) Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan
cairan.
c) Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.
d) Menggunakan celana yang tidak ketat
e) Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.
Cara merawat organ reproduksi perempuan antara lain:
a) Bersihkan organ kelamin dari depan ke belakang dengan
menggunakan air bersih dan dikeringkan.
b) Sebaiknya tidak menggunakan cairan pembilas vagina karena
dapat membunuh bakteri baik dalam vagina dan memicu
tumbuhnya jamur.
c) Pilihlah pembalut berkualitas yang lembut dan mempunyai
daya serap tinggi. Jangan memakai pembalut dalam waktu
lama. Saat menstruasi, ganti pembalut sesering mungkin.
d) Jika sering keputihan, berbau, berwarna, dan terasa gatal,
serta keluhan organ reproduksi lainnya segera memeriksakan
diri ke petugas kesehatan.
Cara merawat organ reproduksi laki-laki antara lain:
a) Menjaga kebersihan organ kelamin
b) Dianjurkan sunat untuk menjaga kebersihan kulup kulit luar
yang menutup penis.
c) Jika ada keluhan pada organ kelamin dan daerah sekitar
kelamin segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
5. Pemeriksaan Penunjang

xvii
Pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis,
terdiri atas pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan
pemeriksaan urin yang diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2015):
a. Pemeriksaan darah rutin
Meliputi pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah.
Pemeriksaan hemoglobin untuk mengetahaui status anemia
seseorang. Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya satu atau
lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin,
hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/
kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin
di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria
ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan
keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia
selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari
penyebabnya (Oehadian, 2015). Anemia defisiensi zat besi dan asam
folat merupakan salah satu masalah masalah kesehatan gizi utama di
Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Ringoringo, 2016). Saat ini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Fatimah, 2015).
b. Pemeriksaan darah yang dianjurkan
Meliputi gula darah sewaktu, skrining thalassemia, malaria
(daerah endemis), hepatitis B, hepatitis C, TORCH (Toxoplasma,
rubella, ciromegalovirus, dan herpes simpleks), IMS (sifilis), dan
HIV, serta pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi.
1) Pemeriksaan gula darah
Kadar gula darah yang tinggi atau penyakit diabetes dapat
mempengaruhi fungsi seksual, mesnstruasi tidak teratur
(diabetes tipe 1), meningkatkan risiko mengalami Polycystic
ovarian syndrome (PCOS) pada diabetes tipe 2, inkontensia

xviii
urine, neuropati, gangguan vaskuler, dan keluhan psikologis
yang berpengaruh dalam patogenesis terjadinya penurunan
libido, sulit terangsang, penurunan lubrikasi vagina, disfungsi
orgasme, dan dyspareunia. Selain itu diabetes juga berkaitan erat
dengan komplikasi selama kehamilan seperti meningkatnya
kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko ketonemia,
preeklampsia, dan infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya
gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia, neonatus, dan
ikterus neonatorum) (Kurniawan, 2016).
2) Pemeriksaan hepatitis
Penyakit yang menyerang organ hati dan disebabkan oleh virus
hepatitis B, ditandai dengan peradangan hati akut atau menahin
yang dapat berkembang menjadi sirosis hepatis (pengerasan
hati) atau kanker hati. Gejala hepatitis B adalah terlihat kuning
pada bagian putih mata dan pada kulit, mual, muntah,
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan demam.
Dampak hepatitis B pada kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya abortus, premature, dan IUFD. Dapat dicegah dengan
melaksukan vaksinasi dan menghindari hal-hal yang menularkan
hepatitis B (Kemenkes, 2017). Cara penularan hepatitis B
melalui darah atau cairan tubuh yang terinfeksi, hubungan
seksual dengan penderita hepatitis B, penggunaan jarum sutik
bersama, dan proses penularan dapat ditularkan dari ibu hamil
penderita hepatitis B ke janinnya.
3) Pemeriksaan TORCH
Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi toxoplasma gondii,
rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes simplex virus II
(HSV II). Dapat ditularkan melalui:
a) Konsumsi makanan dan sayuran yang tidak terlalu bersih
dan tidak dimasak dengan sempurna atau setengah matang
b) Penularan dari ibu ke janin

xix
c) Kotoran yang terinfeksi virus TORCH (kucing, anjing,
kelelawar, burung
Dampak TORCH bagi kesehatan dapat
menimbulkan masalah kesuburan baik wanita maupun laki-
laki sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan,
kecacatan janin, dan risiko keguguran, kecacatan pada janin
seperti kelainan pada syaraf, mata, otak, paru, telinga, dan
terganggunya fungsi motoric.
4) Pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual)
Penyakit infeksi yang dapt ditularkan melalui hubungan
seksual. Penyakit yang tergolong dalam IMS seperti
sifilis,gonorea, klamidia, kondiloma akuminata, herpes genitalis,
HIV, dan hepatitis B, dan lain-lain. Gejala umum infeksi
menular seksual (IMS) pada perempuan:
a) Keputihan dengan jumlah yang banyak, berbau, berwarna,
dan gatal
b) Gatal di sekitar vagina dan anus
c) Adanya benjolan, bintil, kulit, atau jerawat di sekitar vagina
atau anus
d) Nyeri di bagian bawah perut yang kambuhan, tetapi tidak
berhubungan dengan menstruasi
e) Keluar darah setelah berhubungan seksual
f) Demam
Gejala umum infeksi menular seksual pada laki-laki:
a) Kencing bernanah, sakit, perih atau panas ppada saat
kencing
b) Adanya bintil atau kulit luka atau koreng sekitar penis dan
selangkangan paha
c) Pembengkakan dan sakit di buah zakar
d) Gatal di sekitar alat kelamin
e) Demam

xx
Dampak infeksi menular seksual yaitu kondisi kesehatan
menutun, mudah tertular HIV/AIDS. Mandul, keguguran, hamil
di luar kandungan, cacar bawaan janin, kelainan penglihatan,
kelainan syaraf, kanker serviks, dan kanker organ seksual
lainnya.
5) Pemeriksaan HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang
menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk
melawan infeksi sehingga tubuh mudah tertular berbagai
penyakit. AIDS (Acquire Immuno Deficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala dan tanda penyakit akibat menurunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Seseorang yang
menderita HIV, tiak langsung menjadi AIDS dalam kurun waktu
5 – 10 tahun. Penularan HIV di dapatkan di dalam darah dan
cairan tubuh lainnya (cairan sperma, cairan vagina, dan air susu
ibu). Cara penularan HIV melalui:
a) Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
b) Penggunaaan jarum suntik bersama-sama dengan orang
yang sudah terinfeksi HIV (alat suntik, alat tindik, dan alat
tato).
c) Ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya.
Penularan dapat terjadi selama kehamilan, saat melahirkan,
dan saat menyusui.
d) Transfusi darah atau produk darah lainnya yang
terkontaminasi HIV.
e) Semua orang bisa berisiko tertular HIV, tetapi risiko tinggi
terdapat pada pekerja seksual, pelanggan seksual,
homoseksual (sesame jenis kelamin), dan penggunaan
narkoba suntik. Cara pencegahan penularan HIV – AIDS
dapat dilakukan dengan ABCDE yaitu:
(1) Abstinence (tidak berhubungan seksual)

xxi
(2) Be faithful (saling setia, tidak berganti pasangan)
(3) Use Condom (menggunakan kondom jika memiliki
perilaku seksual berisiko)
(4) No Drugs (tidak menggunakan obat-obat terlarang,
seperti narkotika, zat adiktif, tidak berbagi jarum
(suntik, tindik, tato) dengan siapapun.
(5) Education (membekali informasi yang benar tentang
HIV/AIDS)
6) Pemeriksaan urin rutin
Urinalissis atau tes urin rutin digunakan untuk mengetahui
fungsi ginjal dan mengetahui adanya infeksi pada ginjal atau
saluran kemih.

xxii
B. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan 7 Langkah Varney Pada
Pasangan Usia Subur Calon Pengantin dengan Menunda Kehamilan
I. PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
a. Umur
1) Perempuan
Umur reproduksi sehat dan aman adalah umur 20 – 35
tahun (Prawirohardjo, dkk, 2016). Pada umur < 20 tahun,
fisiologis alat reproduksi belum sepenuhnya matang dan
psikologis masih belum stabil akibatnya meningkatkan
risiko mengalami penyulit saat hamil (Sukaesih, 2012).
Sedangkan pada umur > 35 tahun, fungsi alat reproduksi
dan organ lainnya sudah menurun, apalagi wanita yang
hamil pertama pada usia ini, memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami preeklampsia (Indriani, 2015).
2) Laki-laki
Kesuburan pria ini diawali saat memasuki usia pubertas
ditandai dengan perkembangan organ reproduksi pria,
ratarata umur 12 tahun. Perkembangan organ reproduksi
pria mencapai keadaan stabil umur 20 tahun. Tingkat
kesuburan akan bertambah sesuai dengan pertambahan
umur dan akan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun.
Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai menurun
secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan
karena perubahan bentuk dan faal organ reproduksi
(Khaidir, 2016). Semakin tua usia seseorang maka
kesuburan juga menjadi berkurang (RSUA, 2015). Usia
laki-laki ≥ 40 tahun semakin meningkatkan risiko kelainan
baik fisik maupun psikis pada keturunananya (McGrath,
dkk, 2015).

xxiii
b. Agama
c. Suku / bangsa
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mendukung atau mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang, dan taraf pendidikan yang
rendah selalu bergandengan dengan informasi dan pengetahuan
yang terbatas, makin tinggat tinggi pendidikan semakin tinggi
pula pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat
dan pengetahuan pun akan semakin tinggi. Hal ini juga
berkaitan dengan pengambilan keputusan. (Undang-Undang
Sisdiknas, 2016)
e. Pekerjaan
Wanita yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk
mengurus anaknya dan akan cendrung membatasi jumlah anak.
(Arikunto, 2015)
f. Alamat
Kondisi lingkungan tempat tinggal ikut memberikan pengaruh
terhadap kesehatan istri dan suami pada masa prakonsepsi.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perempuan yg
bekerja di lingkungan pertanian lebih sering mengalami
abortus spontan dan kasus Stillbirth (lahir mati) lebih sering
dijumpai diantara perempuan yang bertempat tinggal dekat
tempat aplikasi karbamat pada trimester II (Winardi, 2016).
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Penyakit/kelainan reproduksi :
a) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada 7 janin
per 100.000 kelahiran). (Saifuddin, 2016)
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya tidak diperbolehkan menggunakan
metode suntikan kombinasi. (Saifuddin, 2016)

xxiv
c) Penyakit radang panggul, endometriosis, atau tumor
ovarium jinak boleh menggunakan pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
d) Riwayat kehamilan ektopik boleh menggunakan pil
kombinasi. (Saifuddin, 2016)
2) Penyakit jantung
Riwayat penyakit jantung, stroke, tekanan darah lebih dari
180/110 mmHg tidak boleh menggunakan pil kombinasi.
(Sulistyawati, 2015)
3) Penyakit darah
Riwayat gangguan faktor pembekuan darah tidak boleh
menggunakan pil kombinasi. (Sulistyawati, 2015)
4) Penyakit endokrin :
a) Diabetes mellitus > 20 tahun tidak boleh
menggunakan metode pil kombinasi. (Saifuddin,
2016)
b) Penyakit tiroid boleh menggunakan pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
5) Penyakit sistem imunologi :
Resiko tinggi HIV maupun terinfeksi HIV dan AIDS dapat
menggunakan metode suntikan kombinasi. (Kepmenkes
RI, 2015)
6) Penyakit pernapasan
Riwayat tuberkulosis atau sedang menderita tuberkulosis
(kecuali yang sedang menggunakan rifampisin) boleh
menggunakan pil kombinasi. (Saifuddin, 2016)
7) Penyakit saraf
Migrain dan gejala nerologik fokal (epilepi/riwayat
epilepsi) tidak boleh menggunakan pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
8) Penyakit dalam

xxv
Riwayat atau sedang menderita penyakit hati akut
(hepatitis) tidak boleh menggunakan pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
9) Penyakit kanker
Riwayat kanker payudara atau dicurigai kanker payudara
tidak boleh menggunakan pil kombinasi. (Saifuddin, 2016)
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi riwayat perjalanan penyakit mulai klien merasakan
keluhan sampai dengan pengkajian saat ini (sebelum diberikan
asuhan).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit tertentu dapat terjadi secara genetik atau berkaitan
dengan keluarga atau etnisitas, dan beberapa diantaranya berkaitan
dengan lingkungan fisik atau sosial tempat keluarga tersebut
tinggal. Mengkaji riwayat penyakit menurun (asma, hipertensi,
DM, hemofilia, kanker payudara) menular (hepatitis, TBC,
HIV/AIDS) menahun (jantung, asma). (Fraser & Cooper, 2016)
Apabila ada riwayat mutasi atau riwayat banyak anggota
dalam keluarga yang menderita trombeomboli vena multipel yang
tidak dapat dijelaskan pada usia belia tidak dapat menggunakan
kontrasepsi pil. (Sulistyawati, 2015)
4. Riwayat Menstruasi
Hal utama yang perlu dikaji adalah menarche, siklus
menstruasi dan gangguan menstruasi. Menarche adalah menstruasi
pertama kali yang merupakan tahap kematangan organ-organ
seksual perempuan dan tanda siklus masa subur telah mulai
(Yusuf, dkk, 2015). Siklus menstruasi dan gangguan mentruasi
dapat mempengaruhi masa subur (Indriarti, dkk, 2015).
a. Usia menarche: umumnya remaja wanita mengalami menarche
usia 12-16 tahun.

xxvi
b. Siklus menstruasi: siklus menstruasi merupakan waktu sejak
hari pertama menstruasi sampai datangnya menstruasi periode
berikutnya. Siklus menstruasi pada wanita normal berkisar
antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus
menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh, 2017).
c. Lama menstruasi: normalnya menstruasi berlangsung 3-7 hari
(Ramaiah, 2016), sedangkan menurut Proverawati & Misaroh
(2018) lama mestruasi berlangsung selama 3-5 hari dan ada
juga yang 7-8 hari.
d. Keluhan saat haid: umumnya mengeluh nyeri haid/
dismenorea (Kusmiran, 2016)
Pengeluaran sekret: keputihan normal adalah tidak berbau,
berwarna putih, dan tidak gatal apabila berbau, berwarna, dan gatal
dicurigai adanya kemungkinan infeksi alat genital. (Saifuddin,
2016)
5. Riwayat Imunisasi
Skrining status imunisasi perlu dilakukan pada calon ibu
terutama imuniasai TT. Indonesia merupakan salah satu negara
yang belum dapat mengeliminasi tetanus 100% sehingga status
imunisasi ibu/calon ibu harus selalu diskrining (Kemenkes RI,
2015).
Status imunisasi lain yang perlu diskrining yaitu hepatitis B,
HPV, TORCH/Rubella, dan imunisasi penyakit lainnya yang
memiliki prevalensi tinggi di daerah tempat tinggal calon pengantin
wanita dan laki – laki.
6. Riwayat Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan masa
kembalinya kesuburan pada perempuan. Organ reproduksi
memerlukan waktu untuk pemulihan setelah lepas/berhenti dari
pemakaian kontrasepsi. Hal ini seperti diungkapkan oleh
Handayani, dkk (2016), bahwa lama kembalinya kesuburan dari

xxvii
wanita pasca menggunakan KB suntik 3 bulan adalah 6 bulan dan
yang paling lama adalah 13 bulan.
7. Riwayat Obstetri

Kehamilan Persalinan Anak Nifas


No. BB/ Abnorm Lakt
Suami Anak UK Peny Jns Pnlg Tmpt Peny JK H M Peny
PB alitas asi

a. Nulipara dan yang telah memiliki anak atau setelah mengalami


abortus boleh menggunakan kontrasepsi pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
b. Pascapersalinan dan tidak menyusui ASI eksklusif, sedangkan
semua cara kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok bagi ibu
tersebut, maka dapat menggunakan kontrasepsi pil kombinasi.
(Saifuddin, 2016)
c. Riwayat kehamilan ektopik diperbolehkan menggunakan
kontrasepsi pil kombinasi. (Saifuddin, 2016)
d. Ibu hamil atau dicurigai hamil tidak boleh menggunakan pil
kombinasi. (Saifuddin, 2016)
8. Pola Fungsional Kesehatan

Pola Keterangan
Pada beberapa wanita yang menggunakan pil kombinasi
Nutrisi (yang mengandung progestin) dapat meningkatkan nafsu
makan. (Mulyani, 2015)
Untuk mengetahui pola BAB dan BAK berapa kali sehari,
bagaimana warna dan konsistensinya. Pada akseptor pil
Eliminasi
kombinasi, secara normal tidak mempengaruhi pola
eliminasi sehari-hari. (Saifuddin, 2016)
Keterbatasan dari pemakaian pil kombinasi yaitu mual
Istirahat terutama pada tiga bulan pertama dan pusing dapat
mempengaruhi istirahat. (Sulistyawati, 2015)

xxviii
Aktivitas sedikit terganggu karena pengaruh pusing dari
Aktivitas
pemakaian pil kombinasi. (Sulistyawati, 2015)
Perdarahan bercak atau perdarahan sela pada tiga bulan
Personal
pertama, maka personal hygiene lebih dijaga dengan
Hygiene
sering mengganti celana dalam. (Sulistyawati, 2015)
Wanita perokok yang berusia di atas usia 35 tahun tidak
boleh menggunakan pil karena merokok dapat
Kebiasaan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler
terutama tromboemboli vena. (Sulistyawati, 2015)
Pada sebagian kecil wanita dapat menimbulkan depresi
dan perubahan suasana hati sehingga keinginan untuk
Seksualitas berhubungan seks berkurang. (Mulyani, 2015)
Pada penggunaan pil kombinasi tidak mengganggu
hubungan suami istri. (Saifuddin, 2016)

9. Riwayat Pernikahan
Mengetahui riwayat pernikahan dulu dan berapa lama usia
pernikahan, alasan berpisah. Tujuannya mengetahui jumlah
pasangan sebelumnya dan hubungan dengan pasangan sebelumnya
yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan pasangan sekarang
10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual
a. Kondisi psikologis
Kepercayaan diri kedua pihak sebelum membangun sebuah
keluarga, kemandirian masing-masing calon dalam memenuhi
kebutuhan hidup sahari-hari misal bekerja atau kendaraan dan
tempat tinggal pribadi, tidak lagi selalu bergantung pada orang
tua, kemampuan komunikasi antara kedua belah pihak yang
dapat membantu menyelesaikan persoalan dalam rumah tangga
serta penentuan pengambil keputusan dalam keluarga, efek
masa lalu yang belum terselesaikan harus dapat
dikomunikasikan secara terbuka antara kedua pihak. Selain itu

xxix
hubungan antara kedua pihak keluarga, seberapa jauh keluarga
besar dapat menerima atas pernikahan tersebut (Kemenkes,
2015).
b. Keadaan budaya dan spiritual
Kedua pihak, perkawainan antar budaya atau ras akan
menimbulkan masalah-masalah dan isu-isu yang spesifik,
misalnya tentang perbedaan dalam mengekspresikan cinta dan
keintiman, cara berkomunikasi, keyakinan beragama,
komitmen dan sikap yang mengarah pada perkawinan itu
sendiri, nilai-nilai kultural yang disampaikan oleh orangtua
sejak kecil dan pola pengasuhan anak (Imanda, 2016).

DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum pasien
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 100/60-140/90 mmHg
Suhu : 80-110 x/menit.
Nadi : 60-100 x/menit
Pernafasan : 16-20 x/menit
c. Antropometri
Tinggi badan :
Berat badan :
LILA : > 23,5 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Keadaan muka pucat merupakan salah satu tanda
anemia (Mariana, dkk, 2016). Sedangkan oedem pada
muka bisa menunjukkan adanya masalah serius jika
muncul dan tidak hilang setelah beristirahat dan

xxx
diikuti dengan keluhan fisik yang lain (Prawirohadjo,
2016).
Leher : Pembengkakan kelenjar getah bening merupakan
tanda adanya infeksi pada klien. Pembengkakan vena
jugularis untuk mengetahui adanya kelainan jantung,
dan kelenjar tiroid untuk menyingkirkan penyakit
Graves dan mencegah tirotoksikosis.
Payudara : Tidak terdapat benjolan/masa yang abnormal.
Abdomen : Menilai ada tidaknya massa abnormal dan ada
tidaknya nyeri tekan.
Genitalia : Tidak terdapat tanda-tanda IMS seperti bintil-bintil
berisi cairan, lecet, kutil seperti jengger ayam pada
daerah vulva dan vagina. Tidak terdapat tanda-tanda
keputihan patologis
Ekstremtas : Tidak ada odema, CRT < 2 detik, akral hangat,
pergerakan bebas (Sugiarto, dkk, 2017).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Albumin
Untuk menyngkirkan proteinuria (yang dapat
mengindikasikan pielonefritis atau penyakit ginjal kronis)
2) Reduksi urin
Untuk menyingkirkan glikosuria (yang dapat dikaitkan
dengan diabetes melitus).
3) Hemoglobin
Apabila kadar Hb rendah, penyebabnya harus dipastikan
dan diberikan terapi yang tepat. Hb juga dapat dideteksi
dari sampel darah.
4) Golongan darah dan rhesus
5) HbsAg
6) HIV/AIDS

xxxi
7) IMS (Sifilis)
b. Pemeriksaan tambahan jika diperlukan : TORCH, USG,
pemeriksaan gigi, tes sperma, tes tuberculosis.

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Pasangan Usia Subur dengan Imunisasi TT Catin

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Tidak ada

V. INTERVENSI
Rencana asuhan dibuat sesuai dengan masalah yang ditemukan dalam
pengkajian, meliputi:
1. Jelaskan hasil pemeriksaan
R/ Menjelaskan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah
dimengerti sangat penting agar calon ayah dan ibu memahami
kondisinya dan dapat mengambil keputusan terkait dengan
masalah yang dihadapi
2. Berikan KIE tentang kesehatan reproduksi, persiapan pernikahan
dan metode dalam menunda kehamilan seperti menggunakan alat
kontrasepsi non hormonal (kondom) dan alat kontrasepsi yang
tidak mengganggu kesuburan (pil KB) kesehatan reproduksi yang
telah ditentukan oleh Kemenkes (2015)
R/ Meningkatkan pengetahuan pasangan tentang kesehatan
reproduksi dan prakonsepsi.
3. Berikan KIE tentang Makanan yang dapat meningkatkan kesuburan
untuk pasangan usia subur yang ingin merencanakan kehamilan.

xxxii
R/ Pasangan Usia Subur mengerti dan memahami makanan yang
dapat meningkatkan kesuburan seperti Kecambah, kacang-
kacangan, makanan yang mengandung protein, karbohidrat, dan
sayuran hijau yang bagus untuk kesehatan organ reproduksi.

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah di susun. Pelaksanaan ini bisa di lakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan yang lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefekitfan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP

xxxiii
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Kebidanan Pra Nikah

Tanggal Pengkajian : 16 Febuari 2021

Waktu Pengkajian : 09.00 WITA

Tempat Pengkajian : Puskesmas Pasundan

Nama Pengkaji : Rini Kezia Maylani

S:

1. Identitas

Nama Calon Istri : Nn. M Nama Calon Suami : Tn. A

Umur : 24 Tahum Umur : 28 Tahun

Suku : Jawa Suku : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

Pekerjaa : Swasta Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Pangeran Antasari RT 22

2. Alasan datang periksa/keluhan utama

Alasan datang periksa : Klien ingin Melakukan imunisasi TT Catin

Keluhan Utama : Klien mengatakan tidak memiliki keluhan

3. Riwayat kesehatan klien

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengatakan tidak memiliki keluhan apapun

xxxiv
b. Riwayat Kesehatan Yang lalu

Klien tidak pernah / memiliki riwayat penyakit seperti gangguan

reproduksi mioma uteri, kista ovarium, kanker serviks dan penyakit lain

yang kronis yang dapat memperberat atau diperberat oleh kesehatan,

menular ataupun berpotensi menurun.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Di dalam keluarga Nn. M tidak ada yang sedang / memiliki riwayat

penyakit hepatitis, jantung, asma, tekanan darah tinggi, anemia, operasi,

TBC, ginjal dan penyakit lain yang menular ataupun berpotensi menurun.

5. Riwayat Menstruasi

- Menarche saat usia 13 Tahun

- Siklus mentruasi <28 hari

- Lama menstruasi 5-6 hari

- Setiap hari 2-3x mengganti pembalut.

6. Riwayat Kehamilan sekarang

Klien tidak sedang hamil .

7. Riwayat Obstetrik

NO Kehamilan Persalinan Anak Nifas

Suami anak UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny JK BB/PB H M Ab Lktsi Peny

1. Tidak Hamil

xxxv
8. Riwayat Ginekologi

Klien tidak pernah mengalami gangguan kesehatan reproduksi,

seperti vaginitis, endometritis, mioma uteri, kista ovarium, dan penyakit

reproduksi lainnya.

9. Riwayat kontrasepsi

Klien mengatakan tidak pernah menggunakan Kontrasepsi.

10. Pola fungsional kesehatan

POLA FUNGSIONAL SAAT INI


Nutrisi Klien makan 2-3x/hari, porsi menu
makanan seimbang seperti roti dan
buah, minum air putih 6-7 gelas/hari.
Eliminasi BAK 5-6 x/hari, BAB 1x/hari
Istirahat Tidur siang ± 1-2 Jam
Tidur malam ± 7-8 Jam
Aktivitas Klien melakukan olahraga setiap 1x/
minggu
Personal Hygiene Klien mandi 2-3x/hari, mengganti
pakaian bersih 2-3x/hari.
Seksualitas Belum menikah
Kebiasaan yang mempengaruhi Klien tidak merokok dan minum –
kesehatan ibu dan janin minuman beralkohol, Klien juga tidak
memiliki kebiasaan lain yang
membahayakan dirinya dan keluarga.

1. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

a. Psikologis

Klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ini

merupakan pernikahan yang telah di rencanakan.

b. Social

Klien memiliki hubungan yang baik dengan Keluarga nya

xxxvi
c. Kultural

Klien dan keluarga tidak memiliki adat istiadat yang dapat

membahayakan kesehatan klien dan keluarga.

d. Spiritual

Klien dan keluarga rajin melakukan shalat 5 waktu, dan tidak

memiliki kepercayaan keagamaan yang dapat membahayakan

kesehatan klien dan keluarga

O:

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum

Kesadaran : Composmentis

Ekspresi Wajah : Ceria

Keadaan Emosional : Stabil

b. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36,3 0C

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

c. Antropometri

Tinggi Badan : 154 cm

Berat badan saat ini : 55.4 kg

xxxvii
LILA : 23,5 cm

IMT : 55.4 kg : (1.54 m)2 = 23,0 Kg/m2

( Status gizi kategori Normal )

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Tidak dilakukan

Wajah : Tidak dilakukan

Mata : simetris, sclera berwarna putih, konjungtiva merah,

Teraba oedem, tidak ada gangguan penglihatan.

Hidung : Tidak dilakukan

Mulut : bibir tampak berwarna merah muda, simetris

Telinga : Tidak dilakukan

Leher : Tidak dilakukan

Dada : Tidak dilakukan

Payudara : Tidak dilakukan

Ketiak : Tidak dilakukan

Abdomen

Genetalia : Tidak dilakukan

Anus : Tidak dilakukan

Ekstremitas

Atas : Tidak dilakukan

Bawah : Tidak dilakukan

xxxviii
3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan dalam / vagina tussae : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Panggul : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal : 16 Febuari 2021

Tempat Pemeriksaan : Puskesmas Pasundan

Hasil : Hb : 12,3 gr%

Golongan Darah : O

HIV : Non Reaktif

Sifilis : Non Reaktif

PP Test : Negatif

A:

Diagnosis : Nn. M usia 24 Tahun dengan Imunisasi TT Catin

Masalah : Tidak ada

Diagnosis Potensial : Tidak ada

Masalah Potensial : Tidak ada

Kebutuhan Segera : Memberikan KIE tentang Kespro Catin

xxxix
P:

Jam/ TGL Penatalaksanaan TTD

16 Febuari 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada Nn. M ; Bidan


2021 Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan, tekanan
09.15 darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan
WITA 20 x/menit, suhu 36.3 0C. Berat badan 55.4 kg.
IMT : 23,0 kg/m2 klien termasuk dalam status gizi
Normal.
09.28 2. Memberikan KIE kepada Klien tentang Kespro Bidan
WITA Catin.
09.30 3. Melakukan Suntik TT catin di lengan sebelah kiri Bidan
WITA secara IM ; Imunisasi telah diberikan.
09.32 4. Mengingatkan Klien untuk mengkonsumsi Tablet Bidan
WITA Asam Folat yang rutin 1x1 tablet setiap hari
diminum saat sebelum tidur pada malam hari ;
klien bersedia untuk rutin mengkonsumsi Asam
folat.
09. 40 5. Menganjurkan Nn. M untuk kunjungan ulang Bidan
WITA pada tanggal 16-04-2021 untuk dilakukannya
pemberian TT atau pemeriksaan selanjutnya, dan
dapat melakukan kunjungan jika memiliki
keluhan ; Klien bersedia dan akan mengusahakan
kembali pada tanggal yang di tetapkan, dan akan
datang jika memiliki keluhan.

xl
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan menjelasan tentang

kesenjangan- kesenjangan yang terjadi antara praktek yang dilakukan di

Puskesmas Pasundan dengan teori yang ada. Disini penulis akan

menjelaskan kesenjangan tersebut menurut langkah-langkah dalam

manajemen kebidanan menurut Varney yang meliputi tujuh langkah.

Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil suatu kesimpulan dan

pemecahan masalah dari kesenjangan-kesenjangan yang terjadi sehingga

dapat digunakan sebagai tindakan lanjut dalam penerapan Asuhan

Kebidanan yang meliputi :

A. Pengkajian
Bahwa sesuai teori Varney pengkajian adalah pengumpulan semua
data yang diperlukan baik data subyektif maupun obyektif untuk
keseluruhan evaluasi terhadap pasien. Menurut (Sinaga, E., Saribanon et
al., 2017). Umur reproduksi sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun
(Prawirohardjo, dkk, 2016)
Pada kasus Nn. M umur 24 tahun dengan data subyektif yaitu usia
yang sudah siap untuk mempunyai anak dan siap menjadi orang tua
termasuk mengasuh dan mendidik anak. dan data obyektif yaitu keadaan
umum cukup, kesadaran composmentis, vital sign TD; 110/80 mmHg, N;
88 x/menit, R; 20 x/menit, S; 36,3’C LILA : 23,5 cm, IMT : 23,0 dengan
status gizi normal, Dari data yang ditemukan tidak ada kesenjangan antara
teori dan kasus.
B. Interpretasi data
Pada interpretasi data, data yang dikumpulkan dari hasil wawancara,
observasi, pemeriksaan dan dokumentasi di interpretasikan kedalam
diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan. Diagnosa kebidanan dapat

xli
disimpulkan Nn. M umur 25 tahun dengan Imunisasi TT catin. Tidak
ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Pemberian imunisasi
dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit
tetanus, sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk
melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus. Pemberian imunisasi
tetanus toxoid (TT) dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian
imunisasi dasar dan lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan
agar wanita usia subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status
imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan, maka pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat
yang bersangkutan menjadi calon pengantin. Tidak di temukkan
kesenjangan antara teori dan kasus.
C. Diagnosa Potensial
Pada tinjauan teori pra nikah dengan pasangan calon pengantin yang
akan melakukan imunisasi TT merupakan persyaratan yang harus dipenuhi
agar tercapainya program pemerintah. Pemberian imunisasi TT sebanyak 5
kali agar dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk ibu dan janin
agar terhindar dari tetanus (Lubis, 2018). Sehingga memerlukan tindakan
segera atau kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Antara teori dan
praktek tidak terdapat kesenjangan.
D. Antisipasi
Antisipasi digunakan bila sebagian data menunjukkan satu situasi
yang memerlukan tindakan segera atau memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya (Sofia Februanti,
2017). Pada kasus Nn. M tidak dilakukan antisipasi karena tidak ada data
yang menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera atau
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
E. Perencanaan
Perencanaan asuhan pada Pasangan Calon Pengantin yaitu Pelayanan
kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan

xlii
selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan kesehatan masa
sebelum hami sebagaimana yang dimaksud dilakukan pada remaja, calon
pengantin, dan pasangan usia subur (PMK No. 97 tahun 2015). kegiatan
pelayanan kesehatan masa sebelum hamil atau persiapan pranikah seperti
Pemeriksaan fisik yang dilakukan minimal meliputi pemeriksaan tanda
vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan laju nafas) dan pemeriksaan status
gizi (menanggulangi masalah kurang energi kronis (KEK) dan
pemeriksaan status anemia). Penilaian status gizi seseorang dapat
ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT), pengukuran
LILA pada kelompok Wanita Usia Subur (usia 15 – 45 tahun) adalah salah
satu deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK). Menurut Supariasa, dkk (2016).
Pemberian imunisasi dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit tetanus, sehingga akan memiliki
kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit
tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dilakukan untuk
mencapai status T5.
Pemberian Konseling pranikah dikenal dengan sebutan pendidikan
pranikah, konseling edukatif pranikah, terapi pranikah, maupun program
persiapan pernikahan. Konseling pranikah merupakan suatu proses
konseling yang diberikan kepada calon pasangan untuk mengenal,
memahami dan menerima agar mereka siap secara lahir dan batin sebelum
memutuskan untuk menempuh suatu perkawinan (Triningtyas, dkk, 2017).
Bimbingan konseling pra nikah merupakan kegiatan yang diselenggarakan
kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana
pernikahannya. Pihak-pihak tersebut datang ke konselor untuk membuat
keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan penyesuaian di
kemudian hari secara baik (Latipun, 2015). Melakukan Pemeriksaan
Penunjang seperti pemeriksaan darah rutin, darah yang dianjurkan, dan
pemeriksaan urin yang diuraikan sebagai berikut. Tidak ada kesenjangan
antara teori dan praktek.

xliii
F. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada Pasangan Calon pengantin
merupakan dari rencana tindakan yang menyeluruh. Semua rencana sudah
dilaksanakan dengan baik sesuai rencana dan Pasangan Calon Pengantin
mendapatkan Konseling serta telah diberikan Imunisasi TT. Sehingga
tidak ada kesenjangan pada pelaksanaan kasus ini.
G. Evaluasi
Menurut (Purwoastuti dan walyani, 2015), evaluasi yang di
harapkan dari asuhan kebidanan pada pasien dengan pasangan calon
pengantin adalah Calon suami istri atau lebih tepatnya pasangan laki-laki
dan perempuan yang dalam perkembangan hidupnya baik secara fisik
maupun psikis sudah siap dan sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang
yang lebih serius (pernikahan).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Catin perlu
mengetahui mengetahui informasi kesehatan reproduksi untuk
menjalankan proses fungsi perilaku reproduksi yang sehat dan aman.
Catin perempuan akan menjadi calon ibu yang harus
mempersiapkan kehamilannya agar dapat melahirkan anak yang sehat dan
berkualitas. Catin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus memiliki
kesehatan yang baik dan berpartisipasi dalam perencanaan keluarga,
seperti menggunakan alat kontrasepsi serta mendukung kehamilan dan
persalinan yang aman. Laki-laki dan perempuan mempunyai risiko
masalah kesehatan reproduksi terhadap penularan penyakit.

xliv
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada pengkajian Pada kasus Nn. M umur 24 tahun dengan data
subyektif yaitu melakukan imunisasi TT catin., dan data obyektif
yaitu keadaan umum cukup, kesadaran composmentis, vital sign
TD; 110/80 mmHg, N; 88 x/menit, R; 19 x/menit, S; 36,5’C.
2. Pada interpretasi data didapat diagnosa kebidanan Nn. M umur 24
tahun dengan Imunisasi TT Catin. Klien di harapkan melakukan
suntik TT selanjutnya pada tanggal 16 maret 2021.
3. Pada kasus Nn. M tidak dilakukan antisipasi karena telah
memperoleh pemeriksaan yang tepat.
4. Pada kasus ini, perencanaan yang diberikan sesuai dengan keadaan
Nn. M yang meliputi penjelasan tentang kondisinya, beri nasehat
pada Nn. M untuk mengkonsumsi Asam Folat serta makanan yang
dapat meningkatkan kesuburan organ reproduksi .
5. Pelaksanaan yang dapat penulis lakukan adalah sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.
6. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan Catin dengan
hasil keadaan umum baik.
7. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik pada kasus ini.

B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada semua pihak pada
kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Pasien
a. Diharapkan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi, dan
komunikasi, agar dapat tercapai motivasi berkeluarga,
perkembangan, kemandirian, dan kesejahteraan seluruh anggota

xlv
keluarganya
b. Diharapkan dapat memberikan informasi penanganan awal
dirumah apabila terjadi KDRT.
2. Bagi bidan/dokter
Diharapkan lebih mengutamakan upaya promotif dalam
kasus Catin, misalnya KIE tentang kesehatan Reproduksi,
perencanaan kehamilan yang sehat, penyakit kesehatan reproduksi.
3. Bagi institusi
a. Puskesmas
Pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas sudah baik
diharapkan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dalam
pengelolaan asuhan kebidanan pada Pasangan calon pengantin.
b. Pendidikan
Referensi bacaan tentang pengetahuan kesehatan
reproduksi masih kurang lengkap, diharapkan karya tulis ilmiah
ini bisa menjadi referensi yang baik untuk bahan bacaan.

xlvi
DAFTAR PUSTAKA

Aminin, F., Wulandari, A., & Lestari, R. P. (2016). Pengaruh kekurangan energi
kronis (KEK) dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Jurnal
kesehatan, 5(2).

Fitriani, L. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PERNIKAHAN DINI DI


KABUPATEN PONOROGO. Inspiratif Pendidikan, 9(1), 328-340.
Helmy, M. I. (2020). URGENSI BIMBINGAN PRA NIKAH BAGI CALON
PASANGAN PENGANTIN DEMI TERWUJUDNYA KEHIDUPAN
KELUARGA SAKINAH, MAWADAH, WARAHMAH (STUDI DI KUA
KOTA SALATIGA).
Hendriani, N., Fatimah, S., & Fatimah, O. Z. S. (2020). Gambaran Karakteristik
Calon Pengantin Tentang Tanda Bahaya Anemia Di Puskesmas Makasar
Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(1), 65-72.
Mariana, D., Wulandari, D., & Padila, P. (2018). Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas. Jurnal
Keperawatan Silampari, 1(2), 108-122.
Moon, R. J., Harvey, N. C., & Cooper, C. (2017). Response to letter: genetics and
vitamin D supplementation in pregnancy. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism, 102(9), 3565-3566.
Pinto, N. C., Newman, C., Gomez, C. A., Khush, K. K., Moayedi, Y., Lee, R., ...
& Montoya, J. G. (2019). Parvovirus B19‐induced severe anemia in heart
transplant recipients: Case report and review of the literature. Clinical
transplantation, 33(4), e13498.
Ringoringo, P. S. B. (2020). Hubungan anemia pada ibu hamil dengan berat
badan lahir anak (Doctoral dissertation, Universitas Pelita Harapan).
Riveros-Perez, E., Hermesch, A. C., Barbour, L. A., & Hawkins, J. L. (2018).
Aplastic anemia during pregnancy: a review of obstetric and anesthetic
considerations. International journal of women's health, 10, 117.
Setyowati, N. D., Riyanti, E., & Indraswari, R. (2017). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku makan remaja putri dalam pencegahan anemia
di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Sim
Wati, N. K., Tanjung Anitasari, I. K., & Rezania Asyfiradayati, S. K. M.
(2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu Hamil di
Puskesmas Sangkrah Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas

xlvii
Muhammadiyah Surakarta).ongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 5(5), 1042-1053.
Yunadi, F. D., & Septiyaningsih, R. (2020). Pemberdayaan Kader Dalam Upaya
Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Ibu Hamil. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Al-Irsyad (JPMA), 2(2), 144-153.

xlviii

Anda mungkin juga menyukai