Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KEBIDANAN

FISIOLOGIS HOLISTIK KELUARGA BERENCANA


DAN KESEHATAN REPRODUKSI
TANGGAL 18 – 30 NOPEMBER 2020

Oleh :
Kelompok VII

Ni Putu Elinda P07124320 010


Komang Rina Yunita P07124320 018
Ni Wayan Nuari Rahayu P07124320 025

Ni Wayan Susianti, S.ST.Keb P07124320 039


Ida Ayu Putu Diah Jayadi, S.ST.Keb P07124320 040

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
DENPASAR
2020

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan “Laporan Pendahuluan Praktik
Kebidanan Fisiologis Holistik Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi”.
Pada kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan,
semangat, bimbingan dan saran kepada saya dalam menyusun laporan ini, pihak-
pihak tersebut yaitu:
1. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M. Biomed sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar
2. Ni Ketut Somoyani, SST., M.Biomed sebagai Sekretaris Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar
3. Ni Wayan Armini, SST., M.Keb sebagai Ketua Program Studi Profesi Bidan
Poltekkes Kemenkes Denpasar
4. I G.A.A Novya Dewi, S.ST.M.Kes sebagai penanggung jawab Mata Kuliah
Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi sekaligus sebagai pembimbing institusi kelompok VII
5. Ni Wayan Susianti, S.S.T.Keb dan Ida Ayu Putu Diah Jayadi, S.S.T.Keb
sebagai pembimbing lapangan dalam Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik
Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
6. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Laporan ini akan lebih baik jika menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan laporan
selanjutnya.

Badung, November 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................2
C. Sistematika Laporan.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................4
A. Kontrasepsi Suntik..........................................................................................4
B. Kontrasepsi Pil................................................................................................8
C. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).....................................................12
D. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK).......................................................15
E. Kontrasepsi Kondom Pria.............................................................................19
F. Kontrasepsi Mantap.......................................................................................20
G. Pemeriksaan IVA..........................................................................................23
H. Pemeriksaan Pap Smear................................................................................24
I. Pemeriksaan SADARI...................................................................................25
J. Pemeriksaan SADANIS.................................................................................26
BAB III PENUTUP...........................................................................................28
A. Simpulan.......................................................................................................28
B. Saran.............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan di Indonesia akan semakin komplek dalam beberapa
dekade mendatang, karena di satu sisi Indonesia masih memerlukan waktu
panjang untuk meningkatkan Human Development Indeks (HDI) yang erat
kaitannya dengan derajat kesehatan dan tingkat pendidikan sumber daya manusia,
di sisi lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, profesionalisme
tenaga kesehatan serta kemajuan dan existing suatu profesi, maka perlu
peningkatan jenjang pendidikan, termasuk jenjang pendidikan bidan. Kesehatan
ibu dan anak menjadi salah satu indikator penting yang menunjukkan performance
pelayanan kesehatan secara global.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012,
menunjukkan masih tingginya angka kematian ibu, yaitu 359/100.000 kelahiran
hidup. Selain itu juga masih tingginya morbiditas ibu dan anak, serta berbagai
masalah yang terkait kesehatan ibu dan anak. Sesuai dengan lingkup kompetensi
dan profil bidan, maka berbagai permasalahan tersebut, salah satunya
membutuhkan peran kompetensi bidan. Berbagai program pelayanan kesehatan
ibu dan anak telah dilakukan untuk menurunkan AKI, mulai dari kegiatan promosi
kesehatan, surveilans ibu dengan kehamilan risiko tinggi, pengembangan system
rujukan, serta diperlukan bidan yang mampu melakukan tugas sebagai tim
pelayanan obstetric neonatal emergency dasar (PONED) dan sebagai tim
pelayanan obstetric neonatal komprehensif (PONEK). Akhir tahun 2015, salah
satu target MDGs (Millenium Development Goals) untuk menurunkan AKI
hingga 102/100.000 kelahiran hidup belum tercapai, hingga dilanjutkan dengan
upaya SDGs (Sustainability Development Goals) hingga tahun 2030.
Berdasarkan kajian tersebut, serta kompleksnya permasalahan yang terkait
kesehatan ibu dan anak, maka diperlukan peningkatkan profesionalisme profesi
bidan, yang hanya dapat dipenuhi melalui penyelenggaraan Program Studi Profesi
Bidan. Pendidikan Profesi Bidan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
lulusan menguasai kompetensi yang dipersyaratkan sesuai sebagai seorang bidan
ahli profesional, bekerja secara mandiri, mampu mengembangkan diri dan

1
beretika. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta tuntutan masyarakat yang
semakin kritis terhadap pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan
memberikan konsekuensi kepada lulusan pendidikan bidan untuk meningkatkan
hard skill, soft skill dan pengetahuannya serta bertindak sesuai kompetensi dan
kewenangannya.
Kepaniteraan klinik merupakan tahapan pendidikan dimana mahasiswa
dituntut untuk dapat mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan klinis dan
perilaku professional dalam pelayanan terhadap pasien dibawah supervisi
pembimbing klinik untuk mencapai kompetensi sesuai Standar Kompetensi
Bidan. Mahasiswa tahap pendidikan profesi Tahun 2020 terdiri dari lulusan
program studi DIV Kebidanan yang telah bekerja dan yang belum bekerja. Situasi
pandemi COVID-19 saat ini tidak memungkinkan institusi pendidikan untuk
mempraktikkan mahasiswa ke lahan praktik. Untuk itu mahasiswa bekerja di
tempat kerja masing-masing baik di rumah sakit, puskesmas, klinik maupun
praktek mandiri bidan. Sedangkan mahasiswa yang tidak bekerja dipraktekkan di
rumah masing-masing dengan praktek melalui kasus dan praktek seperti situasi di
laboratorium.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada akhir Kepaniteraan Klinik diharapkan lulusan profesi bidan mampu
dalam memberikan asuhan kebidanan KB dan Kesehatan Reproduksi sesuai
dengan standar asuhan kebidanan secara mandiri, profesional, dan berkualitas
dengan selalu memperhatikan aspek budaya lokal.
2. Tujuan Khusus
Pada akhir Kepaniteraan Klinik, lulusan profesi bidan diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian data secara lengkap, jelas, akurat dan fokus
b. Menetapkan diagnosa kebidanan serta masalah Kebidanan dengan menerapkan
cara berpikir kritis
c. Menyusun perencanaan asuhan pada bidang KB dan Kesehatan Reproduksi
d. Melaksanakan Asuhan KB dan Kesehatan Reproduksi dengan pendekatan
holistic

2
e. Melakukan evaluasi secara komprehensif pada Asuhan KB dan Kesehatan
Reproduksi yang telah diberikan
f. Melakukan pendokumentasian Asuhan KB dan Kesehatan Reproduksi
g. Melakukan reflektif praktik

C. Sistematika Laporan
Dalam laporan pendahuluan praktik ini terdiri dari 2 BAB, antara lain
BAB I yaitu Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan praktik, dan
sistematika penulisan laporan. BAB II yang terdiri dari kajian teori, serta terdapat
daftar pustaka.

3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kontrasepsi Suntik
1. Suntikan Progestin (Suntik KB 3 Bulan)
Suntikan progestin merupakan alat kontrasepsi yang mengandung 150 mg
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dan disuntik secara intra muskuler
pada area bokong. Kontrasepsi suntikan mencegah ovulasi dengan cara
mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma,
menjadikan selaput lendir tipis dan atrofi dan menghambat transportasi gamet
oleh tuba.
a. Data fokus yang perlu dikaji pada calon akseptor yang ingin menggunakan alat
kontrasepsi suntikan progestin, diantaranya :
1) Identitas Pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam menyuntikkan obat kepada pasien dan bisa atau
tidaknya diberikan suntikan progestin.
2) Usia
Pengkajian usia klien bertujuan untuk menentukan apakah dari segi usia,
klien bisa diberikan alat kontrasepsi bawah kulit.
3) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas
kesehatan (Matondang, 2013)
4) Hamil atau dicurigai hamil
Pemeriksaan dengan menanyakan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
pada pasien, karena dapat berisiko mengalami cacat pada janin dengan
kemungkinannya sebesar 7 : 100.000 kelahiran.
5) Mengalami gangguan pada saat menstruasi
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan kepada ibu apakah
memiliki gangguan saat menstruasi karena suntikan progestin bisa mengakibatkan
ibu mengalami amenorrhea dan pendarahan bercak (spotting).

4
6) Jumlah anak
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan kepada ibu berapa jumlah
anak dan jarak anak terakhir, karena jika jumlah anak banyak dan jika ibu tidak
meghendaki dilakukannya tubektomi maka boleh menyarankan untuk diberikan
suntikan progestin.
7) Menyusui atau tidak
Penggalian data dapat dilakukan dengan bertanya apakah ibu sedang
menyusui atau tidak.
8) Post abortus atau tidak
Penggalian data dapat dilakukan dengan menanyakan apakah ibu sedang
dalam masa-masa setelah abortus atau tidak.
9) Pendarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
Penggalian data dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
inspekulo untuk mengetahui adanya pendarahan atau tidak yang belum diketahui
penyebabnya, karena jika diberikan suntikan progestin bisa saja diagnosanya bisa
berubah bahkan sampai tidak terdeteksi karena akibat dari kurang seimbangnya
hormon progesterone didalam tubuh.
b. Efek samping dan penanganan penggunaan suntikan progestin, diantaranya :
1) Amenorhea
a) Bila tidak hamil tidak perlu dilakukan pengobatan. Jelaskan pada klien bahwa
darah haid tidak terkumpul dalam rahim. Berikan KIE bahwa keadaan tersebut
normal dan sarankan ibu untuk berkunjung kembali jika mengalami keluhan
lain.
b) Bila hamil, pasien harus dirujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan hentikan
penyuntikan.
c) Bila terjadi kehamilan ektopik, segera rujuk klien
2) Spotting
a) Berikan penjelasan bahwa perdarahan ringan mungkin dapat terjadi pada
sebagian orang dan tidak merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.
b) Bila klien tidak dapat menerima terjadinya perdarahan maka ibu dapat
dianjurkan untuk memilih alat kontrasepsi lainnya.

5
3) Meningkatnya/menurunnya berat badan
a) Berikan penjelasan bahwa kenaikan/penurunan berat badan masih dikatakan
normal jika hanya 1-2 kg. apabila kenaikan berat badan melebihi itu maka
dapat segera memeriksakan ke tempat yang lebih memadai.
2. Suntikan Kombinasi (Suntik KB 1 Bulan)
Suntikan kombinasi yaitu jenis suntikan yang mengandung hormone
estrogen dan progesterone, diberikan setiap bulan dengan suntikan intramuscular
dalam. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid atau 6
minggu setelah melahirkan apabila tidak menyusui. Suntikan kombinasi ini
memiliki keuntungan nonkontrasepsi seperti mengurangi jumlah pendarahan,
mengurangi nyeri saat haid, dan mencegah anemia ( BKKBN, 2012).
a. Data fokus yang perlu dikaji pada alat kontrasepsi suntikan progestin,
diantaranya :
1) Identitas pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam menyuntikkan obat kepada pasien dan bisa atau
tidaknya diberikan suntikan kombinasi
2) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas
kesehatan (Matondang, 2013)
3) Riwayat menstruasi
Siklus lama menstruasi, menarche, banyaknya darah menstruasi, keluhan
yang dirasakan pada saat menstruasi dan menanyakan hari pertama haid terakhir
(HPHT) untuk memastikan bahwa klien tidak sedang hamil atau dicurigai hamil.
Hal ini dinyatakan dengan maksud untuk memperoleh gambaran mengenai faktor
alat kontrasepsi.
4) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Untuk mengetahu jumlah kehamilan sebelumnya dan hasil akhirnya
(abortus, lahir hidup, apakah anaknya masih hidup dan dalam kesehatan yang
baik) apakah terdapat komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas
sebelumnya dan apakah klien mengetahui penyebabnya. (Syafrudin, 2012)

6
5) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahu KB yang pernah digunakan jenis dan lama
berlangsungnya dan keluhan selama menjadi akseptor KB yang digunakan.
6) Riwayat kesehatan
Untuk mengetahui riwayat penyakit sekarang, dahulu maupun penyakit
keluarga, karena ibu yang sedang menderita sakit kuning (liver), kelainan jantung,
varises, mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, kanker payudara atau organ
reproduksi dan menderita kencing manis merupakan penyakit yang tidak boleh
menggunakan KB suntik kombinasi.
7) Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui kesadaran umum klien dan melakukan pengukuran
tekanan darah untuk mengetahui adanya faktor rsiko hipertensi. Melakukan
pengukuran berat badan, untuk mengetahu berat badan klien karena terjadinya
peningkatan berat badan merupakan salah satu efek samping yang dapat terjadi.
8) Menyusui atau tidak
Estrogen yang terdapat didalam suntikan kombinasi dapat mengurangi
jumlah air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam ASI.
9) Pemeriksaan pada genetalia
Untuk mengetahui ada odema atau tidak dan adanya pengeluaran
pervaginam atau tidak
b. Efek samping dan penanganan penggunaan suntikan kombinasi, diantaranya :
1) Amenorhea
Jika tidak terjadi kehamilan tidak perlu dilakukan pengobatan khusus dan
jelaskan pada klien bahwa darah haid tidak berkumpul dalam rahim, apabila tidak
datangnya haid masih menjadi masalah anjurkan klien untuk datang kefasilitas
terdekat. (Syafrudin, 2012)
2) Mual, muntah atau pusing
Pastikan tidak ada kehamilan, jika terjadi kehamilan rujuk dan jika tidak
terjadi kehamilan jelaskan bahwa hal ini biasa dan akan hilang pada waktu dekat.

7
3) Perdarahan bercak (spotting)
Jika tidak hamil cari penyebab pendarahan yang lain. Jelaskan bahwa
pendarahan yang terjadi merupakan hal yang biasa. Jika pendarahan berlanjut dan
mengkhawatirkan klien, anjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang lain.
4) Perubahan berat badan
Kenaikan berat badan, kemungkinanan disebabkan karena hormone nafsu
makan bertambah dan menurunkan aktivitas fisik, akibatnya dapat menyebabkan
berat badan bertambah. Jelaskan pada klien bahwa penambahan berat badan
bersifat sementara dan individu ( tidak terjadi pada semua pemakai suntikan), dan
jika berat badan meningkat anjurkan untuk melakukan diet rendah kalori dan rajin
melakukan olahraga. (Syafrudin, 2012)

B. Kontrasepsi Pil
1. Pil Kombinasi
Merupakan pil kontrasepsi yang mengandung komponen hormone sintesis
estrogen dan progesterone. Dosisi progesterone ada byang 0,05 mg dan 0,08 mg
dan 0,1 mg pertablet sedangkan untuk progesterone bervariasi (Irianto,2014).
Pil kombinasi memiliki beberapa jenis yaitu monofasik, adalah pil yang
tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen atau
progesterone dalam dosis yang sama dengan 7 tablet tanpa hormone aktif, bifasik,
pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen
atau progesterone dengan dua dosis yang berbeda dengan 7 tablet tanpa hormone
aktif, trifasik, adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung
hormone aktif estrogen dan progesterone degan tiga dosis yang berbeda, dengan 7
tablet tanpa hormone aktif.
a. Data fokus yang perlu dikaji pada alat kontrasepsi pil kombinasi, yaitu :
1) Identitas pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam memberikan obat kepada pasien dan mengetahui
usia pasien untuk mengenali faktor risiko yang dilihat dari usia.

8
2) Riwayat menstruasi
Siklus lama menstruasi, menarche, banyaknya darah menstruasi, keluhan
yang dirasakan pada saat menstruasi dan menanyakan hari pertama haid terakhir
(HPHT) untuk memastikan bahwa klien tidak sedang hamil atau dicurigai hamil.
Hal ini dinyatakan dengan maksud untuk memperoleh gambaran mengenai faktor
alat kontrasepsi.
3) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahu KB yang pernah digunakan jenis dan lama
berlangsungnya dan keluhan selama menjadi akseptor KB yang digunakan.
4) Sedang menyusui atau tidak
Estrogen yang terdapat didalam pil kombinasi dapat mengurangi jumlah
air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam ASI. (Mulyani, 2013)
5) Siklus menstruasi yang tidak teratur
Bagi pasien yang memiliki siklus menstruasi tidak teratur dapat
menggunakan pil kombinasi karena hormone yang terdapat menyebabkan siklus
menstruasi terjadi secara teratur, menstruasi juga terjadi lebih ringan dan singkat.
6) Riwayat gangguan faktor pembekuan darah dan kencing manis
Karena didalam pil KB terdapat progesterone dan estrogen . progesterone
berpengaruh terhadap metabolism karbohidrat antara lain menurunkan jumlah
kortisol bebas, sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Estrogen dapat
meningkatkan aktivitas pembekuan darah, sehingga akan memudahkan
pembekuan di pembuluh darah akan mengakibatkan sumbatan dan gangguan pada
aliran darah. (Mulyani, 2013)
7) Penyakit hati dan kandung empedu
Estrogen akan menyebabkan perubahan pada faal hati. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian estrogen dapat meningkatkan insiden radang
kandung empedu dan pembentukan batu empedu. Efek ini diakibatkan oleh
lambatnya pengosongan kandung empedu, meningkatnya kadar kolesterol dan
menurunnya kadar asam empedu didalam cairan empedu. (Mulyani, 2013)
8) Riwayat hipertensi
Karena dalam pil kombinasi mengandung hormone estrogen dan
progesterone yang diminum secara rutin maka dapat terjadi peningkatan hormone

9
sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika hipertensi menetap setelah pil KB
dihentikan, berarti telah terjadi perubahan permanen pada pembuluh darah.
(Matondang, 2013)
9) Riwayat KET
Bagi pasien yang memiliki riwayat KET dapat menggunakan pil
kombinasi karena penggunaan progesterone dapat meningkatkan resiko kehamilan
ektopik maka disarankan untuk menggunakan pil kombinasi
b. Efek samping dan penanganan pada penggunaan pil kombinasi, diantaranya :
1) Amenore
Penanganan pastikan klien tidak hamil, bila tidak hamil dan klien minum
pil dengan benar tidak datang menstruasi karena kurang adekuatnya efek estrogen
terhadap endometrium, berikan klien pil dengan dosis estrogen 50 mg atau dosis
estrogen tetap dengan mengurangi dosis progestin.
2) Mual, pusing atau muntah
Penanganan pastikan klien tidak hamil, jika tidak hamil anjurkan minum
pil saat makan malam atau sebelum tidur.
3) Perdarahan pervaginam
Penanganan pastikan klien tidak sedang hamil, anjurkan untuk meminum
pil pada waktu yang sama, jelaskan bahwa pendarahan atau spotting hal yang
biasa terjadi pada 3 bulan pertama. Pendarahan atau spotting tetap terjadi ganti pil
dengan dosis estrogen lebih tinggi (50 mg) sampai perdarahan dapat teratasi, dan
kembali kedosis awal, sedangkan jika pendarah atau spotting tetap terjadi ganti
dengan metode kontrasepsi yang lain.

2. Pil Progestin
Pil progestin atau sering disebut dengan mini pil merupakan jenis KB
hormonal yang didalamnya hanya mengandung progesterone. Mini pil bukan
sebagai pengganti dari pil kombinasi, tetapi hanya sebagai suplemen atau
tambahan yang digunakan oleh pasien yang ingin menggunakan kontrasepsi oral
tetapi sedang menyusui. ( Romauli, 2012)

10
a. Data fokus yang perlu dikaji pada alat kontrasepsi pil progestin, diantaranya :
1) Identitas pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam memberikan obat kepada pasien dan mengetahui
usia pasien untuk mengenali faktor risiko yang dilihat dari usia.
2) Riwayat menstruasi
Siklus lama menstruasi, menarche, banyaknya darah menstruasi, keluhan
yang dirasakan pada saat menstruasi dan menanyakan hari pertama haid terakhir
(HPHT) untuk memastikan bahwa klien tidak sedang hamil atau dicurigai hamil.
Hal ini dinyatakan dengan maksud untuk memperoleh gambaran mengenai faktor
alat kontrasepsi.
3) Riwayat keluarga berencana
Untuk mengetahu KB yang pernah digunakan jenis dan lama
berlangsungnya dan keluhan selama menjadi akseptor KB yang digunakan.
4) Mengalami gangguan pada saat menstruasi
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan kepada pasien apakah
memilki riwayat pendarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
5) Riwayat penyakit mioma uterus
Jika pasien menderita penyakit mioma uterus tidak disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi mini pil, karena hormone progestin dapat memicu
pertumbuhan mioma uterus (Romauli, 2012)
6) Riwayat stroke
Jika pasien menderita atau memilki riwayat stroke tidak disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi minipil, karena hormone progestin dapat menyebabkan
spasme atau penyempitan pembuluh darah
7) Riwayat kanker payudara
Jika pasien menderita atau memiliki riwayat kanker payudara tidak
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi minipil, karena penggunaan pil KB
dapat menyebabkan perkembangan jaringan stroma payudara

11
b. Efek samping dan penanganan penggunaan pil progestin, diantaranya :
1) Amenorea
Pastikan klien tidak sedang hamil, jika klien tidak sedang hamil tidak perlu
perhatian khusus, jelaskan bahwa amenorea yang terjadi merupakan efek samping
dari mini pil, tetapi jika amenorea terus berlanjut dalam waku yang cukup lama
segera rujuk.
2) Nyeri pada ambomen
Pada masalah ini lakukan evaluasi untuk mendeteksi adanya kista
ovarium, kehamilan ektopik, apabila klien tidak sedang dalam keadaan hamil,
bidan tidak perlu menghentikan penggunaan pil yang hanya mengandung
progestin
3) Nyeri kepala berat
Pada masalah ini klien harus segera menghentikan penggunaan pil
kontrasepsi yang mengandung progestin karena dapat menambah buruk nyeri
kepala yang sudah ada atau baru mengalaminya
4) Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan ini berupa penglihatan kabur sampai kehilangan
penglihatan. Hal ini harus segera ditangani untuk mendapatkan metode
kontrasepsi yang lain.

C. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


AKDR adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur,
mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan
kedalam Rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani,2012).
AKDR adalah suatu alat kontrasepsi modern yan telah dirancang
sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsi),
diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi,
dan menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus . Jenis-Jenis AKDR penguat
kontrasepsi seperti copper-releasing: Copper T 380A, nova T, multiload 375,
progestin-releasing, progestasert, levoNova (LNG-20), mirena (Nursalam,2013)

12
a. Data fokus yang perlu dikaji pada alat kontrasepsi IUD/AKDR, diantaranya :
1) Identitas pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam memberikan obat kepada pasien dan mengetahui
usia pasien untuk mengenali faktor risiko yang dilihat dari usia. Pekerjaan klien
juga mempengaruhi dalam pemakaian kontrasepsi karena jika klien memilki
pekerjaan berat dapat meningkatkan terjadinya ekspulsi pasca pemasangan
(Handayani, 2012).
2) Keluhan utama
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data dan mengetahui apa yang
dirasakan pasien pada waktu pengkajian, karena pasien dengan keluhan memiliki
varises dikaki, hipertensi, ibu menyusui, dan ibu dengan riwayat TBC, maka
pasien dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal
3) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang pernah diderita atau riwayat kesehatan sekarang
ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita pasien seperti jantung, hepatitis,
hipertensi, DM, malaria diperbolehkan menggunakan KB IUD karena tidak
mempengaruhi dan tidak merupakan kontraindikasi pemasangan KB IUD, khusu
untuk penyakit keputihan, serviksitis atau vaginitis perlu dikaji karena penyakit
tersebut merupakan kontraindikasi menggunakan KB IUD (Padila,2014)
4) Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk mengetahui apakah siklus menstruasi
pada pasien teratur karena berhubungan dengan efek samping yaitu perubahan
siklus haid pada tiga bulan pertama dan akan berkurang setelah tida bulan, haid
yang lebih lama dan lebih banyak dapat menyebabkan resiko terjadinya anemia
(Padila, 2014)
5) Riwayat KB
Perlu dikaji karena disesuaikan dengan kondisi dan keluhan yang dialami
oleh klien sebelumnya untuk menganjurkan alat kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhan klien

13
6) Personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene, misalnya berapa kali ganti pakaian dalam,
membersihkan alat kelamin agar tidak terjadi keputihan. Pola ini perlu dikaji
apakah pasien menjaga kebersihan alat kelaminnya, karena jika tidak menjaga
personal hygiene dengan baik maka akan berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksinya karena berhubungan dengan KB IUD yaitu terdapat cairan putih
yang berlebihan, terjadi akibat produksi cairan rahim yang berlebihan, hal ini
tidak berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak terasa gatal, dan tidak
terasa panas. (Padila, 2014).
7) Genetalia
Pada pemeriksaan genetalia perlu dikaji ada atau tidaknya infeksi pada
vagina dan serviks. Infeksi pada vagina dan serviks ditandai dengan adanya
peradangan, pengeluaran pervagina yang berlebihan, berwarna putih, kuning,
hijau, abu-abu, dan berbau amis.
8) Ekstremitas
Untuk mengetahui apakah terdapat odema dan varices, odema pada kaki
dan tangan merupakan tanda penderita tekanan darah tinggi disarankan untuk
menggunakan alat kontrasepsi IUD Copper T Cu 380A.
b. Efek samping dan penanganan penggunaan AKDR, diantaranya :
1) Amenoria
Cara penanganan adalah periksa apakah sedang hamil, apabila tidak,
jangan lepas AKDR, lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea apabila
dikehendaki. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas AKDR apabila
talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Apabila benang tidak
terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR jangan dilepaskan. Apabila
klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepas AKDR,
jelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi
serta perkemabangan kehamilan harus lebih diamati dan dipertahankan.
2) Kejang
Cara penanganan adalah pastikan dan tegaskan adanya PRP dan penyebab
lain dari kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan. Apabila tidak
dtemukan penyebabnya beri analgesic untuk sedikit meringankan. Apabila klien

14
mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan bantu klien menentukan
metode kontrasepsi yang lain.
3) Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur
Cara penanganan adalah pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvik dan
kehamilan ektopik. Apabila tidaj ada kelainan patologis, perdarahan berkelanjutan
serta perdarahan kebat, lakukan konseling dan pemantauan. AKDR
memungkinkan dilpeas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai
AKDR selama lebih dari 3 bulan dan diketahui menderita anemia (Hb < 7)
anjurkan untuk melpas AKDR dan bantulah memilih metode lain yang sesuai.
4) Benang yang hilang
Cara penanganan adalah pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan
apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan AKDR tidak terlepas, berikan
kondom. Periksa talinya di dalam saluran endoserviks dan kavum uteri (apabila
memungkinkan adanya peralatan dan tenaga terlatih) setelah haid berikutnya.
Apabila tidak ditemukan rujuklah ke doctor, lakukan X-ray atau pemeriksaan
ultrasound. Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan,
pasanglah AKDR batu atau bantulah klien menentukan metode lain.
5) Adanya pengeluaran cairan dari vagina atau dicurigai adanya PRP
Cara penanganan adalah pastikan pemeriksaan untuk IMS. Lepaskan
AKDR apabila ditemukan menderita atau sangat dicurigai menderita gonorhoe
atau infeksi klamidial, lakukan pengobatan yang memadai. Bila PRP, obati dan
lepas AKDR sesudah 48 jam. Apabila AKDR dikeluarkan, berikan metode lain
sampai masalahnya teratasi.

D. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)


AKBK atau dikenal dengan alat kontrasepsi implant merupakan alat
kontrasepsi yang dipasang/disusupkan dibawah kulit lengan atas sebelah dalam
berbentuk kapsul silastik (lentur) panjangnya sedikit lebih pendek dari pada
batang koreak api dan dalam setiap batang mengandung hormon levonorgestrel
yang dapat mencegah terjadinya kehamilan, (BKKBN, 2006).

15
Menurut Saifuddin (2003), implant bekerja menekan terjadinya ovulasi
dengan cara mengentalkan lendir serviks, mengganggu proses pembentukan
endometrium sehingga sulit terjadi implantasi, mengurangi transportasi sperma.
a. Data fokus yang perlu dikaji pada calon akseptor yang ingin menggunakan alat
kontrasepsi bawah kulit, diantaranya :
1) Identitas Pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan dan untuk memudahkan pemberi pelayanan untuk berkomunikasi
dengan klien.
2) Usia
Pengkajian usia klien bertujuan untuk menentukan apakah dari segi usia,
klien bisa diberikan alat kontrasepsi bawah kulit.
3) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas
kesehatan (Matondang, 2013)
4) Tekanan darah
Pengkajian tekanan darah dilakukan karena seseorang yang memiliki
tekanan darah tinggi tidak diperkenankan menggunakan kontrasepsi hormonal
karena akan mempengaruhi hormon didalam tubuhnya sehingga dapat
memperparah tekanan darahnya.
5) Hamil atau dicurigai hamil
Pemeriksaan dengan menanyakan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
pada pasien, karena dapat berisiko mengalami cacat pada janin dengan
kemungkinannya sebesar 7 : 100.000 kelahiran.
6) Mengalami gangguan pada saat menstruasi
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan kepada ibu apakah
memiliki gangguan saat menstruasi karena suntikan progestin bisa mengakibatkan
ibu mengalami amenorrhea dan pendarahan bercak (spotting).
7) Jumlah anak
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan kepada ibu berapa jumlah
anak dan jarak anak terakhir, karena jika jumlah anak banyak dan jika ibu tidak

16
meghendaki dilakukannya tubektomi maka boleh menyarankan untuk
menggunakan alat kontrasepsi bawah kulit.
8) Menyusui atau tidak
Penggalian data dapat dilakukan dengan bertanya apakah ibu sedang
menyusui atau tidak.
9) Post abortus atau tidak
Penggalian data dapat dilakukan dengan menanyakan apakah ibu sedang
dalam masa-masa setelah abortus atau tidak.
10) Pendarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
Penggalian data dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
inspekulo untuk mengetahui adanya pendarahan atau tidak yang belum diketahui
penyebabnya, karena jika diberikan alat kontrasepsi bawah kulit yang
mengandung hormon, bisa mengakibatkan kesalahan saat mendiagnosa
penyakitnya karena alat kontrasepsinya yang akan dikatakan sebagai penyebab
perdarahan pervagina tersebut bahkan penyakitnya bisa sampai tidak terdeteksi.
11) Riwayat kanker payudara atau sedang menderita kanker payudara
Penggalian data dapat dilakukan dengan bertanya kepada calon akseptor
apakah mempunyai riwayat kanker payudara dari keluarga terdekat karena
hormon yang terdapat pada alat kontrasepsi bawah kulit dapat memperparah sel-
sel kanker payudara yang ada di tubuh klien.
12) Riwayat mioma uterus
Penggalian data dapat dilakukan dengan bertanya kepada calon akseptor
apakah mempunyai riwayat kista pada uterus ataupun sedang mengalami kista
uterus karena dapat mengakibatkan memperburuk keadaan klien dengan
mempercepat pertumbuhan sel-sel mioma yang diakibatkan oleh meningkatnya
kadar progesterone pada tubuh klien dapat memfasilitasi pertumbuhan fibroid dan
dapat memperparah mioma uterus.
b. Efek samping dan penanganan penggunaan AKBK, diantaranya :
1) Amenore
a) Bila tidak hamil tidak perlu dilakukan pengobatan. Jelaskan pada klien bahwa
darah haid tidak terkumpul dalam rahim. Berikan KIE bahwa keadaan tersebut

17
normal dan sarankan ibu untuk berkunjung kembali jika mengalami keluhan
lain.
b) Bila klien tetap tidak bisa menerima, angkat implant dan anjurkan
menggunakan kontrasepsi lainnya
c) Bila terjadi kehamilan dank lien ingin melanjutkan kehamilan, cabut implant
dan jelaskan bahwa progestin tidak berbahaya untuk kehamilan. Bila diduga
terjadi kehamilan ektopik, klien dirujuk.
2) Perdarahan bercak (spotting) ringan
a) Jelaskan pada klien bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada
tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan
tindakan
3) Ekspulsi
a) Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih
ditempatnya. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada
tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila
terdapat infeksi, cabut seluruh kapsul dan pasang kembali pada lengan yang
lain atau anjurkan klien menggunakan metode lainnya.
4) Infeksi pada daerah insersi
a) Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air atau
antiseptic. Berikan antibiotic untuk 7 hari. Implant jangan dilepas dan minta
klien kembali 1 minggu.
b) Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru pada sisi lengan
yang lainnya atau damping ibu untuk menemukan alat kontrasepsi lain yang
cocok pada dirinya.
c) Apabila ditemukan abses, lakukan rujukan kepada dokter untuk dibersihkan
dengan antiseptic, insisi, dan alirkan pus keluar, cabut implant dan lakukan
perawatan luka dan berikan antibiotic oral 7 hari.
5) Berat badan naik/turun
Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg adalah
normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau
lebih. Apabila perubahan berat badan tidak dapat diterima, damping ibu untuk
menemukan alat kontrasepsi yang lainnya.

18
E. Kontrasepsi Kondom Pria
Kondom merupakan alat kontrasepsi sederhana berupa selubung atau
sarung karet yang tebuat dari berbagai bahan sepeti lateks (karet), plastik (vinil),
ataupun bahan-bahan hewani yang dipasang pada penis saat berhungan seksual.
Kondom terbuat dari karet sintetis tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebel yang apabila di gulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk
seperti putting susu. (Prawirohardjo, 2012)
a. Data fokus yang perlu dikaji pada alat kontrasepsi metode sederhana dengan
alat ( kondom), diantaranya :
1) Identitas pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan, misalnya salah dalam menyuntikkan obat kepada pasien dan bisa atau
tidaknya diberikan suntikan kombinasi
2) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas kesehatan
b. Efek samping dan penanganan penggunaan kondom pria, diantaranya :
1) Kondom rusak atau bocor sebelum berhubungan
Penangan buang atau gunakan kondom yang baru atau pakai spermisida
digabung dengan kondom
2) Kondom bocor atau dicurigai ada curahan di vagina saat berhubungan
Penanganan jika dicurigai ada kebocoran, pertimbangkan pemberian
morning after pill
3) Adanya reaksi alergi
Penanganan reaksi alergi meskipun jarang dan sangat menggangu dan
dapat berbahaya, jika keluhan menetap sesudah berhubungan dan tidak ada gejala
IMS, berikan kondom alami (lamb skin atau gut) atau bantu klien untuk memilih
metode lain
4) Mengurangi kenikmatan berhubungan seksual
Penannganan jika penurunan kepekaan tidak bisa ditolerir walaupun
dengan kondom yang lebih tipis, anjurkan pemakaian metode lain

19
F. Metode Kontrasepsi Mantap
1. Tubektomi
Tubektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi yang dilakukan pada
wanita dengan prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilisasi
(kesuburan) seorang perempuan secara permanen.
Proses bedah ini bekerja dengan mengokulsi tube falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum.
a. Data fokus yang perlu dikaji pada calon akseptor yang ingin menggunakan alat
kontrasepsi mantap (tubektomi), diantaranya :
1) Identitas Pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan dan untuk memudahkan pemberi pelayanan untuk berkomunikasi
dengan klien.
2) Usia
Pengkajian usia klien bertujuan untuk menentukan apakah dari segi usia,
klien bisa diberikan alat kontrasepsi bawah kulit. Sebaiknya untuk kontrasepsi
mantap tubektomi ddilakukan kepada perempuan yang berusia > 26 tahun secara
sukarela.
3) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas
kesehatan (Matondang, 2013)
4) Hamil atau dicurigai hamil
Pemeriksaan dengan menanyakan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
pada pasien, karena jika sedang hamil klien tidak diperkenankan untuk melakukan
kontrasepsi mantap.
5) Jumlah paritas (anak)
Pengkajian data dilakukan dengan cara menanyakan berapa jumlah anak
klien, karena kontrasepsi mantap sebaiknya dilakukan pada klien yang sudah
memiliki anak > 2 dan sudah memiliki anak sesuai dengan yang diinginkan.
6) Riwayat penyakit pada sistem reproduksinya yang tidak memungkinkan klien
untuk hamil atau akan membahayakan klien jika hamil.

20
7) Pasca persalinan dan pasca keguguran yang sudah dengan yakit ingin
melakukan kontrasepsi mantap.
8) Memang berkeinginan untuk melakukan kontrasepsi mantap tanpa ada paksaan
dari siapapun.
9) Riwayat infeksi sistemik atau pelvic yang akut karena kontrasepsi mantap
menggunakan metode pembedahan sehingga dapat memperburuk jika klien
menderita infeksi pada pelviknya.
10) Tidak boleh menjalani pembedahan
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan apakah pasien memiliki
gangguan pada dirinya sehingga tidak diperkenankan untuk dilakukan
pembedahan misalnya klien memiliki riwayat penyakit pembekuan darah yang
nantinya dengan pembedahan akan memperburuk kondisi kesehatan klien.
b. Efek samping dan penanganan dari kontrasepdi mantap, diantaranya :
1) Infeksi luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotic. Bila terdapat abses
lakukan drainase dan obati seperti yang terindikasi.
2) Demam pascaoperasi (> 38oC)
Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan.
3) Hematoma (subkutan)
Gunakan packs yang hangat dan lembab di tempat terjadi hematoma.
4) Rasa sakit pada lokasi pembedahan
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang
ditemukan.
5) Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau subkutan)
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.

2. Vasektomi
Vasektomi merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
a. Data fokus yang perlu dikaji pada calon akseptor yang ingin menggunakan alat
kontrasepsi mantap (vasektomi), diantaranya :

21
1) Identitas Pasien
Dilakukan pendataan identitas agar mencegah kesalahan dalam pemberian
pelayanan dan untuk memudahkan pemberi pelayanan untuk berkomunikasi
dengan klien.
2) Usia
Pengkajian usia klien bertujuan untuk menentukan apakah dari segi usia,
klien bisa diberikan alat kontrasepsi bawah kulit. Sebaiknya untuk kontrasepsi
mantap tubektomi ddilakukan kepada perempuan yang berusia > 26 tahun secara
sukarela.
3) Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan klien datang kefasilitas
kesehatan (Matondang, 2013)
4) Riwayat infeksi atau mengalami infeksi, ketebalan kulit, parut pada daerah
skrotais
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan apakah pernah mengalami
infeksi pada daerah kemaluan karena dengan melakukan pembedahan pada daerah
infeksi akan mengakibatkan infeksi semakin parah.
5) Riwayat penyakit pembekuan darah
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan apakah klien memiliki
riwayat pembekuan darah atau tidak, karena pembedahan dapat mengakibatkan
kekurangan darah yang banyak sehingga dapat membahayakan pasien.
6) Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien, disarankan
untuk tidak melakukan proses pembedahan karena akan memperburuk kondisi
klien.
7) Riwayat operasi atau trauma pada region sokrotalis atau inguinalis, karena
dapat memperburuk trauma klien sehingga tidak dianjurkan untuk
dilakukannya pembedahan.
8) Temuan berupa undesensus testikularis, hidrokel/varikokel, massa
intraskrotalis atau hernia inguinalis
9) Riwayat penyakit DM
Penggalian data dilakukan dengan menanyakan pada klien apakah
memiliki riwayat DM pada keluarga terdekatnya karena pada penderita DM,

22
bekas pembedahan akan lama dalam proses penyembuhannya dan dapat
memperburuk keadaan klien.
b. Efek samping dan penanganan pelaksanaan vasektomi, diantaranya :
1) Anafilaksi
Merupakan komplikasi yang terjadi pada saat prosedur berlangsung yang
disebabkan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan terhadap
anyaman pembuluh darah di sekitar vasa deferensia.
2) Hematoma skrotalis, infeksi atau abses pada testis, atrofi testis, epididimitis
kongestif atau peradangan kronik granuloma di tempat insisi. Terjadinya
antibody sperma.

G. Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA)


Pemeriksaan IVA adalah suatu pemeriksaan serviks secara langsung
(dengan mata telanjang) setelah pemberian asam asetat akan mempengaruhui
epitel abnormal dimana akan terjadi peningkatan osmolaritas cairan ekstra celuler,
yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intra celuler sehingga
membrane sel akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Akibatnya
bayangan kemerahan dari pembuluh darah di dalam stroma akan tertutup dan
serviks akan tampak berwarna lebih putih (Dewi, 2013).
Pemeriksaan IVA merupakan salah satu pemeriksaan secara dini yang
dapat dilakukan untuk mendeteksi seorang perempuan mengalami Kanker
Serviks.
1. Syarat Melakukan Test IVA
a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b. Tidak sedang datang bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakuakn hubungan seksual
2. Jadwal Pemeriksaan IVA berdasarkan Program Skrinning oleh WHO :
a. Skrinning pada setiap wanita minimal 1x pada usia 35-40 tahun
b. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
c. Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun

23
d. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakuakan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-
60 tahun
e. Skrinning yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan
f. Di Indonesia, anjurkan untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan bila hasil negative (-) adalah 5 tahun

H. Pemeriksaan Pap Smear


Pap smear adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel yang
diperoleh dari apusan serviks untuk mendeteksi dini perubahan atau abnormalitas
dalam serviks sebelum sel-sel tersebut menjadi kanker. Pap smear adalah
pemeriksaan sitologi epitel portio dan endoserviks uteri untuk penentuan adanya
perubahan pra ganas dengan cepat, mudah dan tidak menyakitkan karena tidak
merusak jaringan.
1. Indikasi pemeriksaan pap smear
Pap smear hendaknya mutlak dilakukan pada setiap wanita yang sudah
menikah atau yang sudah pernah melakukan hubungan seksual aktif. Menurut
BKKBN (2008), ada beberapa faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya
kanker serviks yaitu :
a. Mulai melakukan hubungan seksual aktif pada usia muda.
b. Melahirkan banyak anak
c. Sering berganti-ganti pasangan seksual
d. Memiliki kebiasaan merokok karena wanita perokok mempunyai resiko dua
kali lebih besar untuk menderita kanker serviks
e. Sering menderita infeksi di daerah kelamin.
2. Syarat dilakukan pemeriksaan pap smear
Penggunaan apusan pap untuk mendeteksi dan mendiagnosis lesi prakanker dan
kanker serviks dapat menghasilkan interpretasi sitologi yang akurat bila
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Bahan pemeriksaan harus berasal dari portio serviks (sediaan servikal) dan dari
mukosa endoserviks (sediaan endoservikal).
b. Pengambilan apusan pap dapat dilakukan setiap waktu di luar masa haid, yaitu
sesudah hari siklus haid ketujuh sampai dengan masa pra menstruasi

24
c. Apabila penderita mengalami gejala perdarahan diluar masa haid dan di curigai
penyebabnya kanker servik, sediaan apusan pap harus di buat saat itu,
walaupun ada perdarahan
d. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan bahan apusan pap sedapat
mungkin memenuhi syarat untuk menghindari hasil pemeriksaan negatif palsu.
Hal ini perlu diperhatikan karena penggunaan apusan pap untuk tujuan skrining
dan deteksi dini kanker serviks sering menimbulkan masalah,yaitu ketika di
diagnosis klinik tidak sesuai dengan diagnosis sitologi. Hal ini sering terjadi
akibat dari hasil pemeriksaan negative palsu.
3. Persiapan sebelum pemeriksaan pap smear
Beberapa persiapan sebelum melakukan pap smear yaitu :
a. Sebaiknya datang untuk pemeriksaan pap smear dua minggu setelah haid
b. Pada saat pengambilan lendir usahakan otot-otot vagina rileks
c. Tidak melakukan hubungan seksual 48 jam sebelum pengambilan lendir mulut
Rahim
d. Tidak menggunakan pembasuh antiseptik atau sabun antiseptik di sekitar
vagina selama 72 jam sebelum pemeriksaan

I. Pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)


SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) merupakan usaha untuk
mendapatkan kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging).
Diperlukan pelatihan yang baik dan evaluasi yang reguler. SADARI
direkomendasikan dilakukan setiap bulan, 7 hari setelah menstruasi bersih.
1. Waktu pemeriksaan
e. Haid teratur: waktu terbaik adalah hari terakhir masa haid
f. Haid tidak teratur: setiap 6 bulan sekali, saat baru selesaimenstruasi
g. Waktu : 10 menit setiap bulan periksa payudara
Berdasarkan waktu terbaik melakukan pemeriksaan payudara sendiri
dirumah memang terdapat perbedaan antara wanita yang mengalami haid secara
teratur tiap bulannya dan orang yang mengalami haid yang tidak teratur, namun
sebaiknya SADARI dilakukan rutin setiap bulannya saat sedang menstruasi
ataupun pada tanggal tertentu yang mudah diingat.

25
1. Langkah melakukan SADARI
a. Posisi berdiri
1) Berdiri didepan cermin, relaks
2) Tangan dipinggang
3) Lihat keadaan umum payudara, dalam hal besar, kedudukan, bentuk, warna
kulit, dan perubahan lain dari keadaan normal atau tidak ada sebelumnya
b. Posisi berdiri
1) Berdiri didepan cermin
2) Angkat kedua lengan ke atas
3) Perhatikan perubahan yang terjadi pada payudara, dibandingkan keadaan
tegak biasa tau adanya perubahan dari keadaan normal sebelumnya
4) Secara khusus perhatikan adanya kemungkinan tanda-tanda penarikan atau
ketegangan kulit
c. Posisi berbaring
1) Lakukan pemeriksaan fisik payudara dengan memakai tangan, yaitu dengan
perabaan memakai ujung-ujung jari tangan, dari batas luar payudara hingga
kearah puting

J. Pemeriksaan SADANIS (Pemeriksaan Payudara oleh Tenaga Medis)


Pemeriksaan SADANIS merupakan pemeriksaan klinis payudara
dikerjakan oleh petugas kesehatan yang terlatih, bisa dokter, perawat atau bidan
mulai dari tingkat pelayanan kesehatan primer.
Berdasarkan buku Pandun Program Nasional Gerakan Pencegahan dan
Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara, tahapan pemeriksaan
SADANIS adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Inform consent
b. Meminta pasien membuka pakaian dari pinggang ke atas dan duduk di meja
periksa dengan kedua lengan di sisi tubuhnya
2. Inspeksi
a. Melihat bentuk dan ukuran payudara. Perhatian apakah ada perbedan bentuk,
ukuran, puting, kerutan, lipatan, atau kerutan pada kulit. Ketidakberaturan atau
perbedaan ukuran dan bentuk mengindikasikan adanya massa.

26
b. Melihat putting susu dan memperhatiakan ukuran dan bentuknya serta arah
jatuhnya. Memeriksa apakah terdapat ruam atau nyeri pada kulit dan adanya
cairan dari puting
c. Meminta pasien untuk mengangkat tangan ke atas kepala kemudian menekan
kedua tangan di pinggang untuk mengecangkan otot dadanya. Memeriksa
ukuran, bentuk dan simetri, lekukan puting atau kulit payudara, dan kelainan
pada setiap posisi.
3. Palpasi
a. Meminta pasien untuk berbaring dan meletakkan bantal di bawah punggung
pada sisi yang akan diperiksa
b. Meletakkan kain bersih di atas perut pasien
c. Meletakkan lengan kiri ibu ke atas kepala. Memperhatikan payudara untuk
melihat apakah tampak sama dengan payudara kanan dan apakah terdapat
lekukan atau lipatan
d. Dengan tiga jari, melakukan palpasi payudara dengan teknik spiral mulai dari
sisi terluar payudara. Perhatikan jika ditemukan benjolan atau nyeri
(tenderness)
e. Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, menekan putting payudara
dengan lembut. Perhatikan jika terdapat pengeluaran cairan: bening, keruh,
atau berdarah
f. Mengulangi langkah tersebut untuk payudara sebelahnya
g. Jika menemukan keraguan tentang temuan, ulangi langkah-langkah, ibu duduk
dengan kedua lengan di sisi badannya
h. Untuk memalpasi bangian pangkal payudara, ibu diminta untuk mengangkat
lengan kirinya setinggi bahu kemudian menekan sisi luar dari otot pektroralis
sambil bertahap menggerakan jari-jari ke pangkal ketiak untuk memeriksa
pakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening atau kekenyalan. Penting
untuk melakukan palpasi pada pangkal payudara karena biasanya disisi ini
terdapat kanker
i. Mengajari ibu untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
j. Mencacat dan dokumentsikan hasil temuan

27
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penjelasan diatas, solusi yang diajukan oleh pemerintah
dalam menahan laju pertumbuhan jumlah penduduk dengan penekanan kelahiran
dilakukan dengan program Keluarga Berencana yang diharapkan dapat
meningkatkan kualitas penduduk. Jenis-jenis alat kontrasepsi yang umum
digunakan yaitu alat kontrasepsi suntik, pil, alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR), alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), alat kontrasepsi kondom pria dan
kontrasepsi mantap.
Permasalahan pada kesehatan reproduksi yang paling sering dialami yaitu
kanker payudara dan kanker serviks dimana kedua penyakit tersebut dapat di
deteksi secara dini menggunakan beberapa pilihan alternatif yang mudah dan
murah digunakan seperti pemeriksaan SADARI, pemeriksaan SADANIS,
pemeriksaan IVA dan pemeriksaan pap smear. Jika pemeriksaan tersebut
dilakukan, diharapkan bahwa penyakit kanker serviks dan kanker payudara dapat
ditangani lebih cepat sehingga tidak menjadi keganasan ataupun kematian.

B. SARAN
Penulis berharap dengan adanya laporan pendahuluan ini, mahasiswa
dapat membaca dan memahami isi laporan sehingga mengetahui apa yang akan
dilakukan saat melaksanakan praktik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Asia Nur. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada


Akseptor Depo Progestin dengan Amenorea. Makasar

BKKBN. 2003. Buku Pelayanan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Depkes RI, BKKBN. 2009. Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana di Rumah


Sakit. Jakarta

Erawati Iit. 2014. Hubungan antara Tingkat Kepatuhan dengan Keberhasilan


Akseptor KB Pil. Jurnal Sain Med, Vol.5 No.2 Halaman 47-51

Manuaba Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Musu Apriliana Bathara. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pemakaian Kontrasepsi Implant pada Akseptor KB di Puskesmas Ciomas
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Tahun 2012.
(https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile
%3Ddigital/20354735-S-Appriana%2520Bathara
%2520Musu.pdf&ved=2ahUKEwich8n23vjeAhUQBIgKHReCC38QFjA
DegQIARAB&usg=AOvVaw0uWo4lt84733S8hk--myjY) Diakses pada
tanggal 29 November 2018 pukul 13.00 WITA.

Muqsith Ali. 2016. Bentuk dan Ukuran Panggul. Yogyakarta

Rahma Fitri. 2015. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada Akseptor Pil
Progestin. Yogyakarta

Saifuddin A. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Suryani. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Akseptor KB Suntik Tiga Bulan dengan
Spotting. Jakarta

29
Wibowo Arief,dkk. 2014. Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Keputusan
Akseptor Melakukan KB Suntik. Jurnal Biometrika dan Kependudukan,
Volume 1 Nomor 1 Hal 72-78

Yuli Hanna. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana pada


Akseptor KB Implan. Makasar

30

Anda mungkin juga menyukai