Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN INOVASI PADA REMAJA

DI PUSKESMAS MUARA JAWA

Disusun Oleh:

Masitah R.M
NIM. P07224420026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN
PRODI PROFESI BIDAN TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INOVASI PADA REMAJA


DI PUSKESMAS MUARA JAWA

Laporan inovasi ini telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing
ruangan dan pembimbing Institusi di Puskesmas Muara Jawa

Samarinda, ....Februari 2021

Mahasiswa

Masitah R.M.
NIM. P07224420026

Mengetahui,

Pembimbing Ruangan Pembimbing Institusi

Hj.Nurlaelah.S.S.Tr.Keb
Ns. Jasmawati,S.Kep.,M.Kes
NIP. NIP. 197403052008012010
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan inovasi pada
remaja ini. Laporan inovasi pada remaja ini tidak akan selesai tepat pada
waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Laporan
inovasi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.
Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, ….. Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 2
C. Metode................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................. 4
A. Remaja................................................................................................ 4
B. Anemia Pada Remaja.......................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 14
BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik maupun psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19
tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,
dan sering disebut masa pubertas. Pubertas pada laki-laki terjadi usia 12-
16 tahun, sedangkan pubertas perempuan di usia 10-16 tahun. Remaja
putri mengalami peningkatan kebutuhan zat besi karena percepatan
pertumbuhan (growth spurt) dan menstruasi. Remaja putrijuga sangat
memerhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang mengonsumsi
makanan yang adekuat. Bentuk badan yang diinginkan oleh remaja itulah
yang menjadi masalah kesehatan, di antaranya anemia (Verawaty, 2011).
Pada masa remaja kebutuhan atau kecukupan zat-zat gizi
(Recommended Dietary Alloance) cukup tinggi, sehingga faktor gizi
sangat berperan dan menentukan “posture” dan “performance” seseorang
pada usia dewasa. Masalah gizi yang ditemukan pada masa remaja adalah
kurang gizi (underweight), obesitas (overweight), anemia dan gondok.
Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboraturium maupun
secara antropometri. Kekurangan kadar hemoglobin atau anemia dengan
pemeriksaan darah (Waryana, 2010).
Permasalahan remaja terutama remaja putri sering terabaikan.
Kekurangan zat besi merupakan gangguan yang terjadi, hal ini terjadi pada
dua tahun kehidupan awal dan pada fase remaja. Zat besi merupakan
mineral yang berperan penting dalam metabolisme. Kekurangan zat besi
dapat mempengaruhi motorik, kognitif dan emosi (WHO, 2007).Terdapat
tiga masalah gizi utama pada remaja, yaitu Kekurangan Energi Kronik
(KEK), kegemukan dan anemia. Untuk mencegah anemia, pemerintah
mencanangkan program pemberin Tablet Tambah Darah (TTD) bagi
remaja putri sebanyak 52 butir dalam 1 tahun.
2

Di Indonesia, remaja yang mendapat TTD sebesar 76,2%. Remaja


putri yang mendapatkan TTD dari fasilitas kesehatan sebesar 14.9%, di
sekolah 80.9%, dan atas inisiatif sendiri sebesar 9.7% (Riskesdas, 2018).
Di Kalimantan Timur, remaja yang mendapat TTD sebesar 75,4%. Remaja
putri yang mendapatkan TTD dari fasilitas kesehatan sebesar 14.8%, di
sekolah 79.1%, dan atas inisiatif sendiri sebesar 11.5% (Riskesdas, 2018).
Sasaran pemerintah adalah memberikan satu butir TTD setiap minggu
selama 1 tahun pada remaja putri sehingga totalnya 52 butir. Sedangkan di
penerimaan TTD di Kalimantan Timur baik dari fasilitas kesehatan dan
inisiatif sendiri 100% menerima < 52 butir TTD dalam setahun.
Sedangkan dari sekolah sebesar 0,7% remaja menerima ≥ 52 butir TTD
dalam setahun dan yang diminum sekitar 0,3% (Riskesdas, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun remaja memperoleh TTD dari sekolah,
tidak semua remaja rutin meminum TTD yang diberikan. Dan sebesar
78,1% remaja menyatakan bahwa alasan mereka tidak mengkonsumsi TD
ialah merasa tidak perlu. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
kesadaran remaja untuk pencegahan anemia defisiensi besi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Muara Jawa tahun
2021, dari pemegang program Remaja Dan Gizi didapatkan Data
Beberapa kasus alasan remaja tidak mengkonsumsi TTD ialah lupa karena
tidak ada yang mengingatkan. Dari jabaran masalah di atas maka penulis
menyadari bahwa masih kurangnya kesadaran remaja akan pentingnya
TTD sehingga hal ini perlu ditanggulangi dengan memberikan sebuah
inovasi ramah lingkungan yang dapat mengatasi atau mengurangi masalah
tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan evaluasi terhadap program remaja di komunitas peserta
didik mampu menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif
dengan memperhatikan budaya setempat dalam tatanan di komunitas
melalui pendekatan manajemen yang meliputi pengkajian, perumusan
3

masalah, pengembangan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan


dokumentasi dan didasari oleh konsep keterampilan, dan sikap
profesional bidan dalam asuhan di komunitas
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Menganalisa masalah terkait remaja
b. Menyusun rencana tindak lanjut yang inovatif, berdasarkan
evidance based secara spesifik dan operasional serta
menerapkannya
c. Mengevaluasi hasil implementasi program inovasi dan
keberlanjutannya
C. Metode
Menyusun prioritas masalah dari data sekunder yang diambil dari
Puskesmas serta menyusun rencana tindak lanjut yang spesifik dan
operasional.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yaitu adolescene yang
berarti tumbuh kearah kematangan fisik, sosial, dan psikologis
(Prawirohardjo, 2012). Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa
peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang terjadi pada
usia 12 tahun hingga 21 tahun (Sekarini, 2012). Menurut Piaget, secara
psikologis masa remaja merupakan masa individu tidak lagi merasa berada
di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan masa remaja
merupakan masa individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan
berada pada tingkatan yang sama (Wiknjosastro, 2013). Berdasarkan teori
tahapan perkembangan individu menurut Erickson dari masa bayi hingga
masa tua, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yaitu remaja awal,
remaja pertengahan, serta remaja akhir. Rentang usia remaja awal pada
perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun. Rentang
usia remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-
laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan rentang usia remaja akhir pada
perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib,2010).
Berdasarkan survei tahun 2002 mengenai perilaku berisiko yang memiliki
dampak pada kesehatan reproduksi remaja terdapat bahwa remaja yang
tercakup adalah mereka yang berusia 10-24 tahun (Maryatun, 2013)
2. Tahapan remaja
Menurut (Prawirohardjo, 2012) ada tigatahap perkembangan remaja dalam
proses penyesuaian diri menuju dewasa, antara lain:
a. Remaja awal (Early Adolescence)
Masa remaja awal berada pada rentang usia 10-13 tahun ditandai dengan
adanya peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik,
sehingga intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini sebagian
besar pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati diri. Pada tahap
6

remaja awal ini penerimaan kelompok sebaya sangatlah penting (Aryani,


2010).
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Masa remaja madya berada pada rentangusia 14-16 tahun ditandai
dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, dimana timbulnya
keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, adanya peningkatan
terhadap persiapan datangnya masa dewasa, serta keinginan untuk
memaksimalkan emosional dan psikologis dengan orang tua (Aryani,
2010).
c. Remaja akhir (Late Adolescence)
Masa remaja akhir berada pada rentang usia 16-19 tahun. Masa ini
merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapain lima hal, yaitu:
1) Minat menunjukkan kematangan terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Ego lebih mengarah pada mencari kesempatan untuk bersatu dengan
orang lain dalam mencari pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang permanen atau tidak akan berubah
lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain.
5) Tumbuh pembatas yang memisahkan diri pribadinya (Private Self)
dengan masyarakat umum
3. Tugas Perkembangan Remaja
Havigurst mendefinisikan tugas perkembangan merupakan tugas yang
muncul sekitar satu periode tertentu pada kehidupan individu, jika individu
berhasil melewati periode tersebut maka akan menimbulkan fase bahagia
serta membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangan selanjutnya (Ali, 2011). Namun jika individu gagal melewati
periode tersebut maka tak jarang akan terjebak dalam perkembangan psikis
yang tidak sehat, salah satunya kenakalan remaja (Syafitri, 2015). Adapun
7

tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havigurst adalah sebagai


berikut:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya.
b. Mampu memahami dan menerima peran seks usia dewasa.
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
d. Mencapai kemandirian emosional.
e. Mencapai kemandirian ekonomi.
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang
tua.
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa.
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga (Muhammad Ali, 2011).
4. Perkembangan Fisik Remaja Putri
Papalia dan Olds menjelaskan bahwa perkembangan fisik merupakan
suatu perubahan yang terjadi pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan
keterampilan motorik (Jahja, 2012). Piaget menambahkan bahwa yang
terjadi pada perubahan tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi badan,
berat badan, pertumbuhan tulang, pertumbuhan otot, struktur otak semakin
sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif, serta kematangan
organ seksual dan fungsi reproduksi (Jahja, 2012). Pada masa remaja
adanya pertumbuhan organ-organ reproduksi sehingga terjadinya
kematangan fungsi reproduksi yang diikuti munculnya tanda-tanda sebagai
berikut:
a. Tanda-tanda seks primer
Remaja perempuan mengalami tanda seksual primer berupa terjadinya
menstruasi (menarche) (Sekarini, 2012). Dimana menstruasi
8

didefinisikan sebagai perubahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar


14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan
endometrium uterus (Bobak, 2010).
b. Tanda seksual sekunder
Pada perempuan tandaseksual sekunder yang terjadi adalah pelebaran
pinggul, pertumbuhan payudara, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan
ketiak, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap
tahunnya, serta pertumbuhan rahim dan vagina (Prawirohardjo, 2012).
5. Perubahan Fisik
Perubahan fisik pada remaja yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan
menyebabkan para remaja sadar dan lebih memperhatikan bentuk tubuhnya
serta adanya keinginan untuk membandingkan dengan teman-teman sebaya
lainnya. Jika perubahan tidak berlangsung secara lancar maka akan
memberikan pengaruh terhadap perkembangan psikis dan emosi remaja
tersebut yang dapat menimbulkan adanya cemas berlebih, terutama pada
remaja perempuan bila tidak dipersiapkan untuk menghadapinya (Jose RL,
2010). Peningkatan emosional pada remaja dikenal dengan masa storm and
stress, dimana remaja bisa merasakan sangat sedih kemudian bisa kembali
bahagia dengan cepat atau sering juga disebut emosional yang bergejolak
dan kurang stabil. Hal tersebut terjadi karena perubahan hormon yang
terjadi pada masa remaja. Jika dilihat dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang
berbeda dari kondisi sebelumnya (Sekarrini, 2012). Selain keadaan emosi
yang tidak stabil, remaja memiliki kecenderungan untuk memperhatikan
penampilan, menyendiri, hingga meningktanya rasa ingin tahu mengenai
seksualitas (Dewi, 2012). Kauma juga menambahkan bahwa akibat masih
labilnya emosi remaja, remaja memiliki kecenderungan untuk meniru,
mencari perhatian, mencari idola, mulai tertarik pada lawan jenis, dan selalu
ingin mencoba hal-hal baru (Sekarrini, 2012).
6. Perkembangan Kognitif
9

Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan belajar, memori,


berpikir, menalar, serta bahasa (Jahja, 2012). Menurut Piaget seorang
remaja aktif mengembangkan kemampuan kognitif mereka melalui
informasi yang didapatkan, namun tidak langsung diterima begitu saja
melainkan remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide
yang lebih penting dibandingkan ide lainnya serta remaja dapat
mengembangkan ide-ide tersebut hingga memunculkan suatu ide baru
(Jahja, 2012).Pemikiran masa remaja cenderung abstrak, logis, serta idealis.
Remaja lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang
lain,dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung
lebih banyak mencaritahu mengenai kehidupan sosial serta
menginterpretasikan (Jahja, 2012). Dengan kekuatan baru dalam penalaran
yang dimiliki remaja menjadikan dirinya mampu membuat pertimbangan
dan melakukan perdebatan sekitar topik-topik mengenai kehidupan
manusia, kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan keadilan (Endah, 2015).
B. Anemia Pada Remaja
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia
gizi besi karena mempunyai kebutuhan gizi besi yang tinggi untuk
pertumbuhan dan peningkatan hilang karena menstruasi. Selain itu, remaja
putri biasanya sangat memerhatikan bentuk tubuh sehingga banyak yang
membatasi konsumsi makanan dan abanyak pantangan terhadap makanan. Bila
asupan makanan kurang, maka cadangan besi akan dipecah untuk memenuhi
kebutuhan. Keadaan seeprti ini dapat mengakibatkan anemia gizi besi
(Webster, 2012).
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah/
hemoglobin (Hb) dalam darah yang kurang dari normal, yaitu pada wanita/
usia remaja (<12gr/ dL). Kekurangan Fe atau zat besi dalam makanan yang
dikonsumsi sehari-hari mengakibatkan anemia defisiensi besi. Zat besi
dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (Hemoglobin). Anemia
10

terjadi karena dampak dari kurangnya zat gizi makro (karbohidrat, protein,
lemak) dan zat mikro (vitamin dan mineral) yang kurang dalam tubuh.

2. Tanda-tanda Anemia
Pada remaja putri yang mengalami anemia akan timbul tanda tanda
anemia sebagai berikut:
a. Lesu, lemah, letih, lelah, dan lunglai
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak
tangan menjadi pucat.
3. Penyebab Anemia
a. Faktor yang mendukung terjadinya anemia:
1) Makanan yang mengandung zat besi rendah
Kebutuhan zat besi yang meningkat akibat kehilangan darah, misalnya
sebagai akibat cidera, perdarahan ulkus peptikum atau hemorhoid,
atau sebagai akibat epistaksis atau menstruasi yang berlebihan.
2) Gangguan penyerapan zat besi.
Gangguan penyerapan zat besiseperti terjadi pada kelainan traktus
alimentarius tertentu. Penghambat penyerapan zat besi yang lainnya
yaitu kafein, tanin, fitat, zink, kalsium, fosfat dan lain-lain.
b. Faktor pendorong anemia pada remaja putri.
1) Setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi.
Siklus menstruasi pada wanita rata-rata sekitar 28 hariselama kurang
lebih 7 hari,lama perdarahannya sekitar 3-5 hari dengan jumlah darah
yang dikeluarkan sekitar 30-40 cc. Puncak perdarahannya hari ke 2-3
yaitu jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Banyaknya darah
yang keluar mengakibatkan anemia, karena wanita tidak mempunyai
persediaan Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi.
11

2) Remaja putri sering kali menjaga penampilan, ingin kurus sehingga


berdiet dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat penting
seperti zat besi. Diet remaja mengandung 6mg/1000kkal, sehingga
pada gadis umumnya membutuhkan kalori yang lebih rendah akan
kesulitan untuk mencukupi kebutuhan zat besi atau anemia zat besi.
c. Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan
makanan sumber Fe, sedangkan kebutuhan Fe meningkat karena
kehilangan darah saat menstruasi. Penyebabnya dapat bermacam-macam,
seperti perdarahan hebat, kurangnya kadar zat besi dalam tubuh,
kekurangan asam folat, kekurangan vitamin B12, cacingan
leukimia(kanker darah putih), penyakit kronis dan sebagainya.
d. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar Hb turun pada
remaja yaitu:
1) Penyakit yang kronis, misalnya TBC, Hepatitis, dsb.
2) Pola hidup remaja putri berubah dari yang semula serbateratur
menjadi kurang teratur, misalnya sering terlambat makan atau kurang
tidur.
e. Ketidakseimbangan antara asupan gizi dan aktifitas yang dilakukan.
f. Rendahnya konsentrasi Hemoglobin (Hb) atau hematokrit nilai ambang
batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah
merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis),
atau kehilangan darah yang banyak.
g. Kehilangan zat besi pada orang sehat terjadi melalui feses (0,6 mg/ hari),
getah empedu, serta sel-sel mukosa usus yang mengalami deskuamasi
(lapisan tipis hilangnya), sedikit melalui darah dan sedikit melalui urin,
di samping kehilangan basal wanita juga kehilangan zat besi melalui
darah menstruasi.
4. Dampak Anemia pada Remaja Putri
Dampak anemia pada remaja putri diantaranya:
a. Menurunnya kesehatan reproduksi
12

b. Terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan


c. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar
d. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal
e. Menurunkan fisik olahraga serta tingkat kebugaran
f. Mengakibatkan muka pucat
g. Terhambatnya pertumbuhan, pada masa pertumbuhan tubuh mudah
terinfeksi, kebugaran/ kesegaran tubuh menurun, belajar/ prestasi
menurun, calon ibu yang berisiko saat kehamilan dan melahirkan, saat
melahirkan akan terjadi perdarahan bahkan kematian.
5. Pentingnya Zat Besi (Fe) bagi Wanita dan Remaja Putri
Defisiensi merupakan limiting faktor untuk pertumbuhan masa remaja,
mengakibatkan tingginya kebutuhan zat besi. Kekurangan Fe dalam makan
sehari-hari dapat menimbulkan kekurangan darah yang dikenal sebagai
anemia gizi besi (AGB). Remaja putri lebih rawan terhadap anemia
dibandingkan remaja laki-laki karena remaja putri mengalami
menstruasi/haid berkala yang mengeluarkan sejumlah zat besi setiap bulan.
Oleh sebab itu remaja putri lebih membutuhkan zat besi lebih banyak
dari pada remaja laki-laki.
6. Pencegahan Anemia
Menurut teori Lawrence Green terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
perilaku pencegahan anemia diantaranya:
a. Faktor Predisposisi (predisposing factor)yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-niai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor)yaitu berupa fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
alat dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (renforcing factor)yaitu berupa sikap dan periaku
petugas kesehatan dan petugas yang lain yang merupakan kelompok dari
perilaku masyarakat.
13

Anemia gizi dari 3 faktor di atas dapat disimpukan bahwa perilaku


pencegahan anemia pada remaja putri di masyarakat ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, petugas fasilitas kesehatan.
Terdapat 3 strategi pencegahan penyakit diantaranya:
a. Pencegahan Primer (promosi kesehatan)
Promosi yang dilakukan pada individu atau masyarakat untuk mendorong
perilaku yang meningkatkan kesehatan dengan cara mengurangi faktor
risiko dengan cara perubahan ligkungan untuk menyediakan pilihan
makanan bergizi, disekolah menjual makanan yang bergizi dan
mengandung zat besi seperti berasal dari sayuran dan buah yang segar,
informasi gizi di akses di internet, penjual dan pembeli makanan harus
memperhatikan nilai gizi dan tanggal kadaluarsa.
b. Pencegahan Sekunder (Penilaian dan Pengurangan Resiko)
Pencegahan sekunder ini untuk menekankan deteksi dini dandiagnosa
penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemeriksaan
sejak dini ke pelayanan kesehatan untuk mengetahui sejak dini hasil
pemeriksaan/ diagnosa anemiadiantaranya:
1) Anamnesa/ keluhan.
Dengan anamnesa akan ditemukan keluhan cepat lelah, sering pusing
mata berkunang-kunang dan tanda anemia lain yang dirasakan.
2) Pemeriksaan fisik
Keluhan lemah, kulit pucat, sementara tekanan darah masih dalam
batas normal, pucat pada membran mukosa, konjungtiva, pucatnya
pada kuku dan jari tangan karena kurangnya sel darah merah.
3) Pemeriksaan darahPemeriksaan Hb untuk meningkatkan derajat
anemia dapat dilakukan dengan menggunakan alat test meter MHD-1.
c. Pencegahan Tersier (Pengobatan dan Rehabilitasi)
Mencakup pengobatan dan rehabilitasi untuk mencegah kejadian anemia
lebih lanjut. Anemia pada remaja putri disebabkan dari faktor kurangnya
berbagai macam nutrisi penting dalam pembentukan Hb. Prinsip dasar
dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi adalah memastikan
14

konsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan
untuk meningkatkan kandungan serta bioavailabilitas (ketersediaan
hayati) zat besi dalam makanan. Ada empat pendekatan utama:
1) Penyediaan suplemen zat besi
Dosis Tablet Tambah Darah (TTD) adalah tablet besi folat yang
setiap tablet mengandung 200 mg Fero Sulfat atau 60 13 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat. Mengkonsumsi tablet Fe saat
mentruasi dapat membantu mencegah anemia. Cara paling efektif
untuk mengatasi anemia defisiensi besi segera setelah
diketahuiadalah dalam bentuk preparat, terapi juga harus ditujukan
kepada keadaan yang mungkin terdapat dibalik anemia tersebut.
2) Makanan yang mengandung zat besi.
Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan
makanan hewani (heme) seperti daging, ikan, ayam, hati, telur dan
bahan makanan nabati (non heme) sayur-sayuran dan buah buahan
yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong,
bayam, jambu, tomat, jeruk, nanas) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
3) Mengurangi yang menghambat penyerapan zat besi yaitu minum teh,
kopi, susu, dan minuman beralkohol.
4) Edukasi gizi.
Pendekatan berbasis holtikultur untuk memperbaiki ketersediaan
hayati zat besi pada bahan pangan yang umum.
15
BAB III
PEMBAHASAN

Pelayanan kesehatan remaja di masa pandemi COVID-19 diselenggarakan


dengan mempertimbangkan pencegahan penularan virus corona baik bagi remaja
maupun tenaga kesehatan. Pembatasan kunjungan diimbangi dengan tele
komunikasi antara tenaga kesehatan, remaja dan sekolah secara perorangan
maupun dengan membentuk grup chatting online melalui Whats App. Tenaga
kesehatan harus memperkuat kemampuan remaja dan keluarga untuk memahami
pentingnya pencegahan anemia gizi besi. Terbatasnya kontak fisik antara petugas
kesehatan, konselor dan pihak sekolah di masa pandemi merupakan salah satu hal
yang dapat di atasi dengan memanfaatkan teknologi yang dapat mecapai
keseluruhan.
A. Analisis Masalah
Di Puskesmas Muara Jawa, telah memiliki program tetap untuk remaja yang
bekerjasama dengan beberapa sekolah yang merupakan cakupan wilayah
kerjanya untuk mendukung program pemerintah yaitu pemberian TTD pada
remaja putri untuk pencegahan anemia gizi besi. Berdasarkan hasil evaluasi
bulanan, remaja putri yang menerima TTD sebagian besar sering lupa untuk
mengkonsumsi TTD karena tidak ada yang mengingatkan dan grup chatting
yang telah dibentuk pun kurang aktif. Hal ini mengakibatkan ada beberapa
remaja putri mengalami anemia ringan sampai dengan sedang.
B. Pelaksanaan dan Penerapan
Berdasarkan masalah yang ditemui, disusunlah rencana inovatif berdasarkan
evidance based secara spesifik dan operasional. Semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta maraknya penggunaan smartphone makin
memudahkan akses publik pada masing-masing layanan pemerintah termasuk
layanan kesehatan. Untuk dapat memantau dan pengingat dalam meminum
tablet tambah darah dapat dibuat ALARM Anti-Anemia, Grup online Anti-
Anemia atau dengan Aplikasi Remaja Anti-Anemia yang telah diteliti oleh
Ciptaningtyas (2019) bahwa aplikasi ini mampu membantu meningkatkan
17

kenaikan hemoglobin pada remaja putri. Hal ini juga sesuai dengan Hapitria
(2017) bahwa pemberian pendidikan kesehatan dengan multimedia lebih
efektif dibandingkan dengan tatap muka. Hal ini sesuai dengan Lawrence
Green dalam Notoatmodjo (2014) bahwa terdapat beberapa faktor yang akan
meningkatkan perilaku seseorang yaitu, yang pertama faktor predisosisi
(predisposing factor) meruakan faktor yang menjadi dasar motivasi atau niat
seseorang meliputi kepercayaan, nilai dan persepsi, tradisi, dan unsur lain yang
terdapat dalam diri individu maupun masyarakat, yang kedua faktor pendukung
(enabling factor) merupakan faktor yang memungkinakan atau memfasilitasi
perilaku dan tindakan yang meliputi sarana prasarana, dan fasilitas, yang ketiga
faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku seseorang yang meliputi sikap suami, orang
tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Adapun pilihan inovasi yang di
terapkan ada 2 yaitu :
1. Alarm Anti-Anemia
Alarm Anti-Anemia merupakan sistem yang dibuat dengan melibatkan
Petugas Kesehatan program remaja, konselor masing-masig sekolah dan
remaja. Masing – masing dari konselor dan remaja akan memasang alarm
pada smartphone sesuai dengan data remaja yang berisi tanggal minum
TTD dan tanggal mendapatkan TTD , petugas kesehatan akan mengingatkan
kunjungan pada remaja jika remaja tersebut belum melakukan kontak
dengan tenaga kesehatan atau konselor untuk mendapatkan TTD, sehingga
memudahkan akses pelayanan kebidanan di era pandemi ini yang
mengalami perubahan di fasilitas primer yang membatasi pelayanan dengan
menerapkan protokol pencegahan covid-19 melalui smartphone untuk
mengurangi kontak langsung.
Manfaat Alarm Anti-Anemia : Memudahkan petugas kesehatan, konselor
dan remaja untuk mengingatkan jadwal minum TTD dan tanggal
mendapatkan TTD dengan bunyi alarm pada smartphone, sehingga bisa
meningkatkan usaha prepentif pada kasus anemia.
Keuntungan Alarm Anti-Anemia : menyimpan data remaja,
18

memonitoring, memudahkan komunikasi, serta dapat memantau remaja


untuk mencegah anemia gizi besi.

Alur Alarm Anti-Anemia :

Klik
Smartphone Atur sesuai Alarm akan berbunyi
1. simpan
1. cari jam jadwal minum sesuai jadwal yang
obat dan jadwal diatur
2. klik (+)
mendapat TTD

Minum obat

2. Grup Online Konselor


Grup online Konselor merupakan suatu forum dengan menggunakan
sistem yang dibuat melalui smartphone misal whatsapp dengan melibatkan
Petugas Kesehatan program remaja, unit kesehatan masing masing sekolah,
konselor dan kepala sekolah. Sehingga bisa menjadi media komunikasi,
informasi, dan edukasi untuk para pihak terkait mengenai program alarm
Anti-Anemia untuk promosi kesehatan. Grup chatting antara konselor dan
siswa dapat kembali diaktifkan jika para konselor juga mampu berpartisipasi
aktif. Untuk meningkatkan hal ini, petugas kesehatan program remaja dana
kepala sekolah mampu berdiskusi untuk memberikan reward bagi konselor
dengan pencapaian baik setiap bulannya. Sehingga para konselor
termotivasi untuk mengaktifkan selalu grup dengan para siswa guna edukasi
pencegahan anemia dan segala hal yang terkait.
Manfaat grup online Anti-Anemia : Bisa menjadi media dengan
memanfaatkan smartphone sebagai informasi dan edukasi kesehatan.
Keuntungan grup online Anti-Anemia : Menjalin komunikasi antar
petugas kesehatan Petugas Kesehatan program remaja, unit kesehatan
19

masing masing sekolah, konselor dan kepala sekolah guna peningkata


kinerja konselor.
Adapun kekurangan dan kelebihan inovasi di atas dapat dilihat pada tabel
analisa SWOT di bawah ini :
Tabel 3.1 Analisa SWOT
Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness)
1. Mudah digunakan 1. Memerlukan biaya untuk
2. Efektif konselor dapat menghubungi
3. Tidak memerlukan biaya remaja
pembuatan 2. Memerlukan biaya untuk reward
4. Dapat dilakukan promosi secara konselor
online 3. Jika HANDPHONE yang
terdaftar bermasalah untuk
dihubungi
Peluang ( Opportunity) Ancaman (Treath)
1. Berkembangnya teknologi 1. Sarana dan perangkat yang belum
2. Umumnya penggunaan optimal
HANDPHONE
3. Mudahnya akses publik

C. Evaluasi Program Inovasi


Evaluasi inovasi dilakukan setiap bulan melalui laporan konselor kepada
petugas kesehatan pemegang program remaja. Setelah didapatkan data remaja
yang mengalami anemia, remaja akan lebih dipantau untuk program inovasi
dan dievaluasi setelah satu bulan untuk kenaikan hemoglobin. Dengan adanya
inovasi baru diharapkan mampu menggerakkan kembali grup chatting
whatsapp konselor-remaja yang telah ada dan dapat meningkatkan kemauan
serta kemampuan remaja untuk mengkonsumsi TTD dan anemia gizi besi dapat
dicegah. Sesuai dengan Notoatmojo (2010) bahwa perilaku manusia adalah
aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya stimulus maka dapat
dilakukan perubahan perilaku secara terencana oleh remaja.
D. Keberlanjutan Program Inovasi
20

Inovasi dapat berlanjut karena adanya andil dari pihak terkait yaitu
puskesmas, sekolah dan remaja. Dengan adanya peran aktif pemegang program
remaja di Puskesmas maka konselor dari masing-masing sekolah dapat
terpantau. Konselor pun dapat lebih meningkatkan perannya dengan adanya
reward dari pemegang program puskesmas bekerjasama dengan kepala
sekolah. Sehingga diharapkan remaja lebih terpantau dan dapat lebih aktif
untuk mencaritahu pentingnya konsumsi TTD guna pencegahan anemia gizi
besi.
Dengan adanya kerjasama dan dukungan antara pihak terkait, inovasi ini
dapat terus berlanjut.
21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis data dan pembahasan maka selanjutnya
disimpulkan sebagai berikut:
1. Melakukan evaluasi terhadap data remaja di komunitas sehingga peserta
didik mampu menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan
memperhatikan budaya setempat dalam tatanan di komunitas melalui
pendekatan manajemen yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosa,
pengembangan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi dan
didasari oleh konsep keterampilan, dan sikap profesional bidan dalam
asuhan di komunitas
2. Mengkaji sasaran remaja berdasarkan data di komunitas
3. Menyusun rencana tindak lanjut yang inovatif, berdasarkan evidance
based secara spesifik dan operasional
4. Menetapkan masalah kebidanan. Adapun masalah kesehatan yang ada
di komunitas ialah kurangnya kesadaran remaja mengenai pencegahan
anemia gizi besi sehingga mengakibatkan anemia remaja
5. Menentukan inovasi yang akan ditetapkan
6. Mengevaluasi hasil implementasi
B. Saran
Setelah menyimpulkan proses kegiatan asuhan kebidanan komunitas,
maka mahasiswa Praktik Kerja Lapangan Kebidanan Komunitas Poltekkes
Kaltim mengajukan saran-saran yaitu sebagai berikut:
1. Bagi pelayanan kesehatan/Puskesmas
Puskesmas dapat meningkatkan lagi kegiatan inovasi Alarm Anti-
Anemia dan Grup Online Konselor sehingga informasi mengenai
kegiatan inovasi ini dapat lebih tersosialisasikan lagi ke masyarakat.
23

2. Keluarga Remaja
a. Kepada seluruh keluarga remaja, untuk terus meningkatkan peran
serta dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan seperti
membantu mengingatkan remaja untuk konsumsi TTD
3. Konselor Sekolah
a. Mengawasi jadwal minum obat remaja
b. Mengaktifkan kembali grup chatting dengan remaja
4. Bagi Remaja
a. Meningkatkan pengetahuan remaja mengenai pentingnya kegiatan
alarm anti-anemia dan pengaruhnya terhadap kesehatan sehingga
remaja termotivasi untuk mengkonsumsi TTD sesuai dengan jadwal
yang ada dan lebih dini terdeteksi apabila ditemukan anemia.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Lowdermilk, Jensen. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.


Jakarta : EGC.

Hapitria, P. 2017. Efektifitas Pendidikan Kesehatan Melalui Multimedia Dan


Tatap Muka Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Tentang Asi
Dan Menyusui. Jurnal Care Volume 5 No. 2
Maryatun. 2013. Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sekunder Pra Nikah
Remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. GASTER.

Notoadmojo. 2014. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta.
Prawirohardjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Proverawati. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesda. Kementerian Kesehatan RI.

Sekarini, L. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual


Remaja Di SMK Kesehatan Di Kabupaten Bogor. Skripsi.

Varney, Helen. (2008),Buku Ajar Asuhan Kebidanan, EGC, Jakarta.

Verawaty, Sri Noor. 2011. Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Wanita.
Bandung : Grafindo.

Waryana. 2011. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Rihama.

Webster, G., Joan, Madde, A., Holdsworth, M. 2012. Oxford Handbook of


Nutrition and Dietetics. Oxford Public Press. English
Wiknjosastro H. 2013. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai