Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENDELEGASIAN DAN SUPERVISI

Makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah


Manajemen Pelayanan Kebidanan Profesional

Dosen Pengampu: Naimah, SKM., M.Kes

Disusun Oleh:
Rahma Ayu Yusnita (P17312195020)
Desy Halimunanda Sari (P17312195023)
Arina Fahrun Nisak (P17312195025)
Nur Aini Atikah (P17312195026)
Desira Prajasti (P17312195027)
Luk Luil Ma’nun (P17312195028)
Cindy Virdiana Aisyah (P17312195029)
Donna Febri Syafitri Lubis (P17312195030)
Cindytia Devi Cristian (P17312195031)
Nurul Rachmawati (P17312195032)
Merly Dyahika Puspitasari (P17312195035)
Resti Tuti Rahmawati (P17312195036)
Wulandari Ayuningsih(P17312195037)
Naila Azizah (P17312195038)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
TAHUN 2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kebidanan di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan kesehatan. Organisasi pelayanan kebidanan
mengemban misi mengatur sumber daya manusia yang terbesar jumlahnya di
rumah sakit. Administrasi bidanan memerlukan perhatian khusus karena
menyangkut pekerjaan dan kegiatan rumah sakit yang langsung berkaitan
dengan pasien. Pelayanan kebidanan mempunyai tujuan yang ingin dicapai
dengan mendayagunakan seluruh staf bidanan, dan kegiatan itu harus
dibimbing serta diawasi (Depkes RI, 1994).
Praktik kebidanan profesional memiliki standar yang disusun
berdasarkan wewenang, kebiasaan, atau kesepakatan mengenai apa yang
memadai dan sesuai, dapat diterima, dan layak (Nursalam, 2011). Untuk
mencapai tujuan pelayanan kebidanan yang optimal dibutuhkan pula seorang
pemimpin yang dapat mendayagunakan seluruh staf bidanan yang bisa bekerja
secara profesional. Kesadaran memberi asuhan kebidanan professional
memandu bidan untuk mempraktikkan cara menghormati, menghargai, dan
bertanggung jawab terhadap pasien (Basford & Slevin, 2006).
Seorang manajer kebidanan dalam melaksanakan praktik kebidanan
profesional harus memiliki kemampuan untuk melatih, mendukung,
mendelegasikan dan mengarahkan staf kebidanan dalam memberikan asuhan
kebidanan. Bidan manajer harus dapat mengontrol staf dan waktu yang
digunakan oleh staf dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Sering
ditemukan terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh seseorang
dengan waktu yang hanya sedikit.
Pada waktu tersebut pendelegasian dan pembagian pekerjaan
diperlukan. Pendelegasian dapat diartikan sebagai pelimpahan suatu tugas
kepada seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan tujuan organisasi
(Marquis & Huston, 2010). Tetapi disisi lain, pendelegasian/ pelimpahan
asuhan kebidanan kepada staf oleh manajer tidak mudah dilakukan karena

2
menyangkut pemberian suatu perintah kepada orang lain untuk menyelesaikan
tugas yang diemban (Nursalam, 2011).
Pendelegasian dalam praktik kebidanan profesional sering ditemukan
mengalami masalah, dimana proses pendelegasian tidak dilaksanakan secara
efektif. Kesalahan yang sering dilakukan oleh manajer dalam mendelegasikan
tugas antara lain, yaitu kurangnya pendelegasian sering terjadi karena
kurangnya kepercayaan manajer kepada pegawai, terlalu banyak
mendelegasikan bisa membebani pegawai, dan melakukan delegasi yang tidak
tepat antara lain mendelegasikan pada saat yang salah, kepada orang yang
salah, atau untuk alasan yang salah, hal ini juga termasuk mendelegasikan
tugas yang melebihi kemampuan orang yang didelegasikan. Pegawai yang
tidak didelegasikan tanggung jawab yang sesuai dapat menjadi bosan, tidak
produktif dan tidak efektif (Marquis dan Huston, 2010). Oleh karena itu
pendelegasian sangat perlu diperhatikan dalam suatu organisasi. Penelitian
Asrima (2010) menunjukkan 25,1% efektivitas kerja dipengaruhi oleh
pendelegasian wewenang. Penelitian Habe (2008) diketahui bahwa 76,67%
responden menyatakan pendelegasian berpengaruh sangat baik/tinggi dalam
meningkat efektivitas kerja. Penelitian Kesumanjaya (2009) menunjukkan
90,5% prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh pendelegasian wewenang dan
komitmen.
Bidan manajer merupakan orang yang dapat mengubah lingkungan
kerja. Bidan manajer yang profesional memiliki kualifikasi tinggi dalam hal
pengetahuan dan keterampilan serta pembuat keputusan dalam proses
kebidanan. Pendelegasian yang tepat oleh seorang manajer dalam suatu
organisasi akan lebih mudah untuk menggerakkan sumber daya manusia
dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Proses menggerakkan sumber daya
manusia dapat dilakukan melalui kegiatan supervisi pimpinan/manajer kepada
pelaksana dibawahnya.
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk menyelesaikan tugas-
tugas kebidanan (Swansburg, 2000). Supervisi dalam kebidanan ditujukan
untuk mengarahkan bidan pada kegiatan, mengorientasikan staf dan
pelaksanaan kebidanan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan

3
sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti akan peran dan
fungsi sebagai staf dan difokuskan pada kemampuan staf dan pelaksanaan
kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan. Kegiatan supervisi adalah
kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan,
pengarahan, motivasi, dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan
atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).
Supervisor yang baik harus memiliki kompetensi dalam menjalankan
kegiatan supervisi tersebut, supervisor harus bisa menentukan apa yang perlu
disupervisi, kapan dilakukan, dan bantuan apa yang dapat diberikan
(Nursalam, 2011). Penelitian Fakhrizal (2010) menunjukkan supervisi kepala
ruang berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan pelaksana, 46,55% bidan
yang mendapatkan supervisi memiliki kinerja baik. Penelitian Nainggolan
(2010) menunjukkan 77,03% bidan pelaksana yang disupervisi oleh kepala
ruang memiliki kinerja yang baik. Kompetensi supervisor diantaranya yaitu
mampu memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan evaluasi kepada
pegawainya. Motivasi yang kurang dari seorang manajer akan menyebabkan
staf kebidanan kurangbersemangat, sering mangkir bekerja, tidak disiplin,
datang terlambat dan pulang lebih cepat. Sebaliknya dengan memberikan
motivasi yang baik akan meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana
kebidanan (Suyanto, 2009).
Menurut Moekijat (2002), bahwa semangat kerja menggambarkan
perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan dan
kegiatan. Apabila pekerja nampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan
dan tugas serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan
mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan nampak
tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis,
maka reaksi inidikatakan sebagai bukti semangat yang rendah. Flippo (2010)
menggambarkan semangat kerja yang tinggi ditandai dengan gairah karyawan
dalam menjalankan tugas sesuai dengan perintah dan peraturan, kesetiaan
pada organisasi, minat yang tinggi pada pekerjaan, dan kemauan bekerja sama
dengan karyawan lain dalam mencapai tujuan organisasi.

4
Menurut Nursalam (2011) supervisi berlebihan dari atasan akan
merusak pendelegasian yang diberikan karena staf tidak dapat memikul
tanggung jawabnya dengan baik, supervisi yang kurang juga akan berdampak
buruk terhadap pendelegasian, dimana staf menjadi tidak produktif dalam
melaksanakan tugas dan berdampak secara signifikan terhadap hasil yang
diharapkan. Bidan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan juga bidan
merasakan manfaat supervisi dalam meningkatkan kemampuan dan
keterampilan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien. Hal
ini menunjukkan bahwa pendelegasian dan supervisi dari pimpinan sangat
dibutuhkan bidan dalam melaksanakan pekerjaannya agar mendapatkan hasil
yang optimal.
Adanya permasalahan dalam semangat kerja bidan yang bisa
berdampak pada pemberian asuhan kebidanan kepada pasien dan akan
berpengaruh pada mutu pelayanan asuhan kebidanan di rumah sakit.
Produktivitas kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
semangat kerjanya. Untuk itu pimpinan perlu mencari cara dan solusi guna
menimbulkan semangat kerja para karyawan agar menjadi lebih tinggi. Sebab,
semangat dan kegairahan kerja mencerminkan kesenangan yang mendalam
terhadap pekerjaan yang dilakukan, sehingga pekerjaan akan lebih cepat dapat
diselesaikan dan memberikan hasil yang lebih baik (Nitisemito, 2000).
Pemimpin yang memiliki keterampilan mendelegasikan dan melakukan
supervisi dengan baik, dapat memberikan dorongan positif kepada bidan
pelaksana agar lebih bersemangat dan mau meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Seorang pemimpin harus peka dengan kemampuan dan
kebutuhan pegawai, mampu berkomunikasi secara jelas dan langsung, selalu
ingin mendukung dan mendorong pegawai dalam menjalankan tugas yang
didelegasikan, dan visi untuk melihat bagaimana pendelegasian dapat
meningkatkan perkembangan diri pegawai dan meningkatkan produktivitas
unit (Marquis & Huston, 2010). Disisi lain pemimpin sebagai supervisor
kebidanan akan dapat menempatkan diri sebagai pembimbing yang siap
mendengarkan dan berdiskusi untuk mengatasi masalah-masalah kebidanan
yang muncul (Suyanto, 2009).

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah nya adalah:
1. Bagaimana gambaran pendelegasian kebidanan di Rumah Sakit ?
2. Bagaimana gambaran supervisi kebidanan di Rumah Sakit ?
3. Bagaimana gambaran semangat kerja bidan di Rumah Sakit ?
4. Adakah pengaruh pendelegasian terhadap semangat kerja bidan di Rumah
Sakit ?
5. Adakah pengaruh supervisi terhadap semangat kerja bidan di Rumah Sakit
?
1.3 Tujuan
Mendeskripsikan pendelegasian bidan di Rumah Sakit
1. Mendeskripsikan supervisi bidan di Rumah Sakit
2. Mendeskripsikan semangat kerja bidan di Rumah Sakit
3. Menganalisis pengaruh pendelegasian terhadap semangat kerja bidan di
Rumah Sakit
4. Menganalisis pengaruh supervisi terhadap semangat kerja bidan di Rumah
Sakit

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pendelegasian
2.1.1 Pengertian Pendelegasian
Delegasi adalah suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
formal kepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
Pendelegasian adalah pelimpahan kekuasaan, wewenang dan
tanggung jawab kepada orang lain. Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
rutinitas sebaiknya didelegasikan ke orang lain agar seorang manajer dapat
menggunakan waktunya itu untuk melakukan tugasnya sebagai seorang
manajer.
Pendelegasian adalah kegiatan seseorang untuk menugaskan stafnya
atau bawahannya untuk melaksanakan bagian dari tugas manajer yang
bersangkutan dan pada waktu bersamaan memberikan kekuasaan kepeda
staf/bawahan tersebut, sehingga bawahan itu dapat melaksanakan tugas
tugas itu sebaik baiknya serta dapat mempertanggung jawabkan hal hal yang
didelegasikan kepadanya (Manulang, 1988).
Pendelegasian merupakan proses penugasan, wewenang dan tanggung
jawab kepada bawahan. (Sujak, 1990) Delegasai wewenang adalah proses
yang paling fundamental dalam organisasi, sebab pimpinan tak kan sanggup
melakukan segala sesuatu dan membuat setiap keputusan.
Pendelegasian (pelimpahan wewenang) merupakan salah satu elemen
penting dalam fungsi pembinaan. Sebagai manajer perawat dan bidan
menerima prinsip-prinsip delegasi agar menjadi lebih produktif dalam
melakukan fungsifungsi manajemen lainnya. Delegasi wewenang adalah
proses dimana manajer mengalokasikan wewenang kepada bawahannya.

7
2.1.2 Alasan pentingnya pendelegasian
Ada alasan delegasi itu diperlukan, diantaranya adalah :
1. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka
menangani setiap tugas sendiri.
2. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
3. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih
diprioritaskan.
4. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat
pembelajaran dari kesalahan.
5. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam
pembuatan keputusan.
6. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil
yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri.
7. Agar organisasi berjalan lebih efisien.
8. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat
memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting.
9. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan
berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk
belajar dari kesalahan atau keberhasilan.
10. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
11. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih
diprioritaskan.
12. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat
pembelajaran dari kesalahan.
13. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam
pembuatan keputusan.
14. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
15. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih
diprioritaskan.
16. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat
pembelajaran dari kesalahan.

8
17. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam
pembuatan keputusan.

2.1.3 Prinsip Pendelegasian


Dibawah ini adalah prinsip – prinsip klasik yang dapat dijadikan dasar
untuk delegasi yang efektif :
1. Prinsip scalar.
Proses skalar adalah mengenai perkembangan rantai perintah
yang menghasilkan pertambahan tingkat-tingkat pada struktur
organisasi. Proses skalar dicapai melalui pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab.
2. Prinsip kesatuan perintah.
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan
prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan
dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung
jawab sesuai dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang
datang dari manajer lain kepada serorang karyawan akan merusak
jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
3. Tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas

2.1.4 Cara Melakukan Pendelegasian


Cara manajer dalam melakukan delegasi antara lain :
1. Membuat perencanaan ke depan dan mencegah masalah.
2. Menetapkan tujuan dan sasaran yang realistis
3. Menyetujui standar kerja
4. Menyelaraskan tugas atau kewajiban dengan kemampuan bawahan
5. Melatih dan mengembangkan staf bawahan dengan memberikan tugas
dan wewenang baik secara tertulis maupun lisan.
6. Melakukan kontrol dan mengkoordinasikan pekerjaan bawahan dengan
mengukur pencapaian tujuan berdasarkan standar serta memberikan
umpan balik prestasi yang dicapai.

9
Kunjungi bawahan lebih sering dan dengarkan keluhan - keluhannya.
Bantu mereka untuk memecahkan masalahnya dengan memberikan ide
ide baru yang bermanfaat. Memberikan „reward‟ atas hasil yang
dicapai. Jangan mengambil kembali tugas yang sudah didelegasikan.

2.1.5 Teknik pendelegasian


Manajer perawat/bidan pada seluruh tingkatan dapat menyiapkan
tugastugas yang dapat didelegasikan dari eksekutif perawat sampai
eksekutif departemen atau kepala unit, dan dari kepala unit sampai
perawat/bidan klinis. Delegasi mencakup kewenangan untuk persetujuan,
rekomendasi atau pelaksanaan. Tugastugas seharusnya dirangking dengan
waktu yang diperlukan untuk melaksanakannya dan sebaiknya satu
kewajiban didelegasikan pada satu waktu.

2.1.6 Jenis Pendelegasian


Dalam bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective
People, Stephen R. Covey menyatakan bahwa ada 2 jenis pendelegasian,
yaitu :
1. Pendelegasian Suruhan (Gofer Delegation) Pendelegasian suruhan
berarti : "kejar ini, kejar itu, kerjakan ini, kerjakan itu, dan beritahu saya
ketika sudah selesai." Pendelegasian suruhan berprinsip pada metode,
yaitu semua didikte secara rinci dan spesifik step by step cara
melakukannya. Pendelegasian dengan cara ini banyak digunakan oleh
manager karena mereka berpikir metode yang dilakukan pasti tidak
akan keluar dari jalur, minim kesalahan dan sesuai dengan apa yang
diinginkan. Tapi kelemahannya adalah bahwa mereka tidak melatih
creative thinking anak buah mereka dan bila terjadi kesalahan si anak
buah akan merasa tidak bertanggung jawab kepada hasil yang didapat.
2. Pendelegasian pengurusan (Stewardship Delegation) Pendelegasian
pengurusan berfokus pada hasil dan bukan pada metode, memberikan
secara rinci hasil yang diinginkan, bukan memberikan secara rinci apa

10
yang harus dilakukan. Pendelegasian ini memberi pilihan metode
kepada anak buah dan membuat mereka bertanggung jawab atas hasil.
Pendelegasian metode pengurusan memberi kepercayaan penuh kepada
anak buah dan kepercayaan ini adalah bentuk tertinggi dari motivasi
manusia. Kepercayaan menghasilkan yang terbaik dari diri manusia.
Tetapi dibutuhkan waktu dan kesabaran, dan tanpa mengesampingkan
kebutuhan untuk melatih dan mengembangkan orang sehingga
kecakapan mereka dapat meningkat ke tingkat kepercayaan itu. Bila
pendelegasian pengurusan dilakukan dengan benar, kedua pihak akan
mendapatkan keuntungan dan akhirnya jauh lebih banyak pekerjaan
yang dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Prinsip
yang terlibat dalam pendelegasian pengurusan selalu benar dan dapat
berlaku pada orang atau situasi jenis apapun.

2.1.7 Penyebab gagalnya delegasi


1. Atasan merasa lebih jika mereka tetap mempertahankan hak pembuatan
keputusan.
2. Atasan tidak ingin ambil resiko kalau saja bawahannya salah ataupun
gagal dalam menjalankan wewenangnya.
3. Atasannya kurang atau tidak percaya kepada bawahannya.
4. Atasan takut apabila seorang bawahannya melakukan tugas dengan
sangat baik dan efektif, sehingga dapat mengancam posisinya sebagai
atasan.
5. Bawahan tidak menerima dengan alasan dapat menambah tanggung
jawab yang sudah diterima.
6. Bawahan takut tidak dapat menjalankan tugas – tugas dengan benar dan
dikatakan gagal.
7. Bawahan merasa tertekan apabila dilimpahkan tanggung jawab yang
lebih besar

11
2.1.8 Hambatan pendelegasian
1. Hambatan hambatan pada delegator
a. Kemampuan yang diragukan oleh dirinya sendiri
b. Meyakini bahwa seseorang “mengetahui semua rincian” “Saya dapat
melakukannya lebih baik oleh diri saya sendiri” buah pikiran yang
keliru.
c. Kurangnya pengalaman dalam pekerjaan atau dalam mendelegasikan
d. Rasa tidak aman
e. Takut tidak disukai
f. Penolakan untuk mengakui kesalahan
g. Kurangnya kepercayaan pada bawahan
h. Kesempurnaan, menyebabkan kontrol yang berlebihan
i. Kurangnya ketrampilan organisasional dalam menyeimbangkan
beban kerja
j. Kegagalan untuk mendelegasikan kewenangan yang sepadan dengan
tanggung jawab.
k. Keseganan untuk mengembangkan bawahan
l. Kegagalan untuk menetapkan kontrol dan tindak lanjut yang efektif.
2. Hambatan- hambatan pada yang diberi delegasi
a. Kurangnya pengalaman
b. Kurangnya kompetensi
c. Menghindari tanggung jawab
d. Sangat tergantung dengan boss
e. Kekacauan (disorganization)
f. Kelebihan beban kerja
g. Terlalu memperhatikan hal hal yang kurang bermanfaat
3. Hambatan- hambatan dalam situasi
a. Kebijakan tertuju pada satu orang
b. Tidak ada toleransi kesalahan
c. Kekritisan keputusan
d. Urgensi, tidak ada waktu untuk menjelaskan krisis manajemen
e. Kebingungan dalam tanggung jawab dan kewenangan.
f. Kekurangan tenaga

2.2 Supervisi
2.2.1 Pengertian Supervisi

12
Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan,
pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014).
Menurut Gillies (1994), menyatakan supervisi atau pengawasan merupakan
salah satu dari prinsip perilaku kepemimpinan. Supervisi dilakukan untuk
melihat pekerjaan yang sedang berlangsung dan memperbaikinya apabila
terjadi pelaksanaan yang tidak baik. Menurut RCN (2007), supervisi adalah
proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi,
dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.
Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi
merupakan pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan
rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-
prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan untuk menunjukkan
kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan yang kemudian bila
ditemukan masalah segera dilakukan bantuan yang bersifat langsung guna
mengatasinya (Suarli, 2012).
Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah
kegiatan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar
mengontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai
dengan rencana atau program yang telah ditentukan, tetapi supervisi
mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun
material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan
secara efektif dan efesien. NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah
sebuah kegiatan professional untuk pengembangan pengetahuan dan
keterampilan yang saling membantu melalui proses pembelajaran sesuai
dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek. Sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa supervisi dalam praktek
keperawatan professional merupaka suatu proses pemberian sumber-sumber

13
yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai
tujuan organisasi.
Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk
mengawasi pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi penilaian
kepada individu untuk melihat kegiatan apa yang telah selesai dan apa yang
mungkin masih perlu untuk diselesaikan sepanjang hari (Tappen, Weiss, &
Whitehead 2010).
Menurut Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu
proses untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas
keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan
ditingkatkan tanpa melakukan supervisi. Kron (1987), menyatakan bahwa
supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar,
mengobservasi, memotivasi, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi
secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana.
Hasil dari pelaksanaan supervisi diharapkan setiap perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan
tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari
perawat yang bersangkutan.
Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi
profesional klinis di mana mereka dapat berbagi pengalaman organisasi,
perkembangan dan emosional dengan aman dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan. Proses ini akan menyebabkan peningkatan
kesadaran termasuk akuntabilitas dan praktek reflektif ( Lynch & Happel,
2008). Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh manajer kepada bawahan.
Proses supervisi merupakan kegiatan pembelajaran, pelatihan yang
bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta serta
memberikan dukungan kepada bawahan dan merupakan pengawasan
terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan.

14
Menurut (Pitman, 2011) supervisi merupakan sebagai suatu kegiatan
yang digunakan untuk menfasilitasi refleksi yang lebih mendalam dari
praktek yang sudah dilakukan, refleksi ini memungkinkan staf mencapai,
mempertahankan, dan kreatif dalam menigkatkan kualitas pemberian asuhan
melalui sarana pendukung yang ada.
Supervisi menurut (Nursalam, 2015) merupakan suatu bentuk dari
kegiatan manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan dan
peningkatan pelayanan pada klien dan keluarga yang berfokus pada
kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat dalam melaksanakan
tugas. Kunci supervisi menurut (Nursalam, 2015) meliputi pra (menetapkan
kegiatan, menetapkan tujuan dan menetapkan kompetensi yang akan di
nilai), pelaksanaan (menilai kinerja, mengklarifikasi permasalahan,
melakukan Tanya jawab, dan pembinaan), serta pascasupervisi 3F (F-fair
yaitu memberikan penilaian, feedback atau memberikan umpan balik dan
klarifikasi, reinforcement yaitu memberikan penghargaaan dan follow up
perbaikan).

2.2.2 Tujuan Supervisi


Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk memeriksa,
menilai dan memperbaiki penampilan kerja pegawai sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Swanburg (2010) mengatakan tujuan supervisi
adalah:
1. Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri.
2. Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya.
3. Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan
bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada
kemampuan ketrampilan keperawatan.
Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan
kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut
bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau

15
pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi yang baik adalah supervisi yang
dilakukan secara berkala.

2.2.3 Bentuk Supervisi


Kegiatan supervisor dalam supervisi model klinik akademik (Mua, 2011),
meliputi:
a. Kegiatan educative Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran
secara tutorial antara supervisor dengan perawat pelaksana.
b. Kegiatan supportive Kegiatan supportive adalah kegiatan yang
dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat
memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan
kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan
validasi.
c. Kegiatan managerial Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan
perawat dalam perbaikan dan peningkatan standard. Kegiatan
managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat
pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam
kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient
safety, dan peningkatan mutu.

2.2.4 Manfaat Supervisi


Menurut (Pitman, 2011) manfaat supervisi terdiri atas :
1) Manfaat bagi perawat pelaksana
a) Timbul perasaan dihargai dan dapat meningkatkan rasa percaya
diri.
b) Supervisi mendorong praktek keperawatan yang aman dan
mencerminkan pelayanan perawatan pada pasien, hal ini dapat
meningkatkan kepuasan kerja perawat.
c) Meningkatkan pengembangan priadi dan profesional, supervisi
yang dilakukan secara keseluruhan dan terus menerus dapat
meningkatkan profesionalisme dan pengembangan pribadi serta
komitmen untuk belajar secara terus menerus.

16
d) Perasaan diberdayakan dan difasilitasi untuk bertanggug jawab atas
pekerjaan mereka dan keputusan – keputusan yang diambil (Allen
and Armorel, 2010; Pitman, 2011).
2) Manfaat bagi manajer Tantangan bagi manajer untuk menfasilitasi staf
dalam mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme,
sehingga kualitas pelayanan yang bermutu dapat tercapai.
3) Meningkatkan kualitas dan keamanan pasien Tujuan yang paling
penting dari supervisi adalah meningkatkan kualitas dari pelayanan
dan keamanan pasien. Supervisi memegang peranan utama dalam
mendukung pelayanan yang bermutu melalui jaminan kualitas,
manajemen resiko, dan manajemen kinerja. Supervisi juga telah
terbukti memiliki dampak positif pada perawatan pasien dan
sebaliknya kurangnya supervisi memberi dampak yang kurang baik
bagi pasien. Supervisi dalam praktek profesi kesehatan telah
diidentifikasi sebagai faktor penting dalam meningkatkan keselamatan
pasien, supervisi yang tidak memadai dijadikan sebagai pemicu
kegagaan dan kesalahan yang terjadi dalam layanan kesehatan. 4)
Pembelajaran Supevisi memiliki manfaat memberikan efek pada
pembelajaran melalui kegiatan sebagai berikut :
a) Mendidik perawat pelaksana melalui bimbingan yang diberikan
oleh supervisor.
b) Mengidentifikasi masalah yang terjadi ketika memberikan asuhan
keperawatan pada pasien.
c) Meningkatkan motivasi perawat pelaksana dalam bekerja d)
Memantau kemajuan pembelajaran (Allen and Armorel, 2012).

2.2.5 Fungsi Supervisi


Rowe, dkk (2007) menyebutkan empat fungsi supervisi , keempat
fungsi tersebut saling berhubungan, apabila ada salah satu fungsi yang tidak
dilakukan dengan baik akan mempengaruhi fungsi yang lain, keempat
fungsi tersebut yaitu:

17
a) Manajemen (Pengelolaan) Fungsi ini bertujuan memastikan bahwa
pekerjaan staf yang supervisi dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan standar yang ada, akuntabilitas untuk melakkan pekerjaan yang
ada dan meningkatkan kualitas layanan.
Supaya fungsi pengelolaan dapat berjalan dengan baik, maka selama
kegiatan supervisi dilakukan pembahasan mengenai hal – hal sebagai
berikut :
1. Kualitas kinerja perawatan dalam memberi asuhann keperawatan.
2. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaan dan
pemahaman terhadap prosedur tersebut.
3. Peran, dan tanggung jawab staf yang disupervisi dan pemahaman
terhadap peran, termasuk batas – batas peran.
4. Pengembangan dan evaluasi rencana kegiatan atau target
b) Pembelajaran dan pengembangan Fungsi ini membantu staf
merefleksikan kinerja mereka sendiri, mengidentifikasi proses
pembelajaran, kebutuhan pengembangan, dan mengembangkan rencana
atau mengidentifikasi peluang untuk memenuhi peluang tersebut.
Pembelajaran dan fungsi pengembangan dapat dicapai dengan cara :
1. Membantu staf yang disupervisi mengidentifiasi gaya belajar dan
hambatan belajar.
2. Menilai kebutuhan pengembangan dan mengidentifikasi
kesempatan belajar
3. Member dan menerima umpan balik yang konstruktif mengenai
pekerjaan yang sudah dilakukan oleh staf
4. Mendorong staf yang disupervisi untuk merefleksikan kesempatan
belajar yang dilakukan
c) Memberi dukungan Fungsi memberi dukungan dapat membantu staf
yang disupervisi untuk meningkatkan peran staf dari waktu ke waktu.
Pemberian dukungan dalam hal ini meliputi:
1. Menciptakan lingkungan yang aman pada saat supervisi dimana
kepercayaan dan kerahasiaan dibuat untuk mengklarifikasi batas-
batas antara dukungan dan konseling.

18
2. Memberikan kesempatan staf yang disupervisi untuk
mengekspresikan perasaan dan ide-ide yang berhubungan dengan
pekerjaan.
3. Memantau kesehatan staf yang mengacu pada kesehatan kerja atau
konseling (Pitman, 2011).
d) Negosiasi (memberikan kesempatan) Fungsi ini dapat menigkatkan
hubungan antara staf yang disupervisi, tim, organisasi dan lembaga lain
dengan siapa mereka bekerja.
e) Peran Supervisor dan Fungsi Supervisi Keperawatan
Menurut (Nursalam, 2015) peran dan fungsi supervisor dalam supervisi
adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan
manajemen sumber daya yang tersedia :
1. Manajemen pelayanan keperawatan Tanggung jawab supervisor
adalah menetapkan dan mempertahankan standar praktik
keperawatan, menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan
yang diberikan, serta mengembangkan peraturan dan prosedur
yang mengatur pelayanan keperawatan kerja sama dengan tenaga
kesehatan lain yang terkait.
2. Manajemen anggaran Manajemen keperawatan berperan aktif
dalam membantu perencanaan dan pengambangan. Supervisor
berperan dalam hal seperti membantu menilai rencana keseluruhan
dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia dan menegmbangkan
tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan rumah sakit,
membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan
anggaran keperawatan, memberikan justifikasi proyek yang
dikelola.

2.2.6 Unsur Supervisi


Menurut Suarli dan Bahtiar (2009) unsur pokok dalam supervisi yaitu :
1) Pelakasana, yang bertanggung jawab melakasanakan supervisi adalag
supervisor yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Namun untuk
keberhasilan supervisi yang lebih diutamakan adalah kelebihan dalam
hal pengetahuan dan keterampilan.

19
2) Sasaran objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi yang dilakukan supervisi harus dilakukan dengan frekuensi
berkala.
4) Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan
memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas dengan
hasil yang baik.
5) Teknik, teknik pokok supervisi pada dasarnya mencangkup empat hal
yaitu menetapkan masakah dan prioritasnya; menetapkan penyebab
masalah,prioritas dan jalan keluarnya; melaksanakan jalan keluar;
menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

2.2.7 Pelaksana Supervisi


Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh
personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:
1. Kepala Ruangan
Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien diruang perawatan yang
dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak
langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di
ruang perawatan tersebut.
2. Pengawas Perawatan (Supervisor)
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab
mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
3. Kepala Bidang Keperawatan
Kepala bidang keperawatan yang merupakan top manajer dalam
bidang keperawatan, bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui para pengawas
perawatan.

20
Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab
melakukan supervisi adalah atasan langsung yang memiliki kelebihan
dalam organisasi tersebut. Karakteristik yang harus dimiliki oleh
pelaksana supervisi meliputi:
a. Atasan langsung dari yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan,
dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas dan wewenang dan
tanggung jawab yang jelas.
b. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis
pekerjaan yang akan disupervisi.
c. Memiliki keterampilan melakukan supervisi artinya memahami
prinsip-prinsip pokok serta teknik supervisi.
d. Memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.
e. Mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang
disuperisi.

2.2.8 Teknik Supervisi


Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal
yaitu:
1. Menetapkan masalah dan prioritasnya.
2. Menetapkan penyebab masalah,
3. Melaksanakan jalan keluar,
4. Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.
Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam
pelaksanaan aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan
interpersoanal dan komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis ataupun
objektif yang meliputi:
1. Menurumuskan tujuan perawatan realistis untuk klinik kesehatan, pasien
dan personel keperawatan,
2. Membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau klien
sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan

21
3. Melaksanakan koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh
bagaian penunjang.
4. Mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan
staf perawatan,
5. Memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6)
mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan
pengembangan staf perawatan,
6. Memberikan kepemimpinan terhadap anggota staf untuk bantuan dalam
hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi
7. Mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka
sepakati
8. Menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap hal-hal incidental
9. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat
10. Memberikan laporan ringkas dan jelas
11. Menggunakan proses kontrol manajemen untuk mengkaji kualitas
pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja individu dan
kelompok staf perawatan.
Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat dilakukan
dengan cara self-supervision, one-to-one supervision dan team supervision.
Bush (2005), mengemukakan supervisi dapat dilakukan dengan cara one-to-
one dengan expert berasal dari disiplin ilmu yang sama, one-to-one dengan
expert berasal dari disiplin ilmu yang berbeda, one-to-one yang dilakukan
oleh rekan, group supervision dan network supervision. Kegiatan tersebut
dilaksanakan dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan
dari supervisi dapat tercapai (Heron 1990).
Menurut (Nursalam, 2015) kegiatan pokok pada supervisi pada
dasarnya mencangkup empat hal yang bersifat pokok, yaitu (1) menetapkan
masalah dan prioritas; (2) menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan
jalan keluar; (3) melaksanakan jalan keluar; (4) menilai hasil yang dicapai
untuk tindak lanjut berikutnya. Untuk dapat melaksanakan supervisi yang
baik ada dua teknik:

22
1) Langsung
Menurut (Nursalam, 2015) pengamatan yang langsung dilaksanakan
supervisi dan harus memperhatikan hal berikut:
a) Sasaran pengamata Pengamatan langsung yang tidak jelas
sasarannya dapat menimbulkan kebingungan. Untuk mencegah
keadaan ini, maka pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu
yang bersifak pokok dan strategis.
b) Objektifitas pengamatan Pengamatan langsung yang tidak
berstandarisasi dapat menganggu objektifitas. Untuk mencegah
keadaan seperti ini maka diperlukan suatu daftar isian atau check
list yang telah dipersiapkan.
c) Pendekatan pengamatan Pengamatan langsung sering
menimbulkan berbagai dampak kesan negatif, misal rasa takut,
tidak senang, atau kesan menganggu pekerjaan. Dianjurkan
pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif,
bukan kekuasaan atau otoriter. Teknik supervisi dimana supervisor
berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari
teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan
sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat
dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan (Suarli
dan Bahtiar, 2009).
2) Tidak langsung
Teknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan sehingga supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di
lapangan (Suarli dan Bahtiar, 2009).

2.2.9 Kompetensi Supervisor


Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi harus
memiliki kemampuan:
1. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat
dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan
2. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana
keperawatan

23
3. Meberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staff dan
pelaksana keperawatan,
4. Mampu memahami dinamika kelompok
5. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan
6. Melakukan penilaian terhadap penampilan kerja perawat
7. Mengadakan pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang diberikan
lebih baik (Suyanto, 2008).

2.2.10 Peran dan Fungsi Supervisi


Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang
diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi.
Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana,
pengarah, pelatih, dan penilai.
a. Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu
membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam
perencanaan seorang supervisor banyak membuat keputusan
mendahulukan tugas dan pemberian arahan, untuk memperjelas
tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk
memberikan instruksi.
b. Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan
arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten
dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan
tugas dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap
sesuai kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan
indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal,
hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan arahan dapat
dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti. Pengarahan diberikan untuk
menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi,
maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk
melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit.
Pengarahan sangat penting karena secara langsung berhubungan

24
dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa
adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan
menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang
seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.
c. Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi
harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan
keperawatan pasien. Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan
keterampilan pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana
dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan
harus menghasilkan perubahan perilaku, yang meliputi mental,
emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan, sikap dan
cara mengerjakan sesuatu.
d. Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi
dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan
dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar
penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan
supervisi penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan
asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa
pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi
berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus.
Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan
diri, peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan
kemampuan dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan
untuk mengambil tanggung jawab kualitas supervisi menunjukkan bahwa
kepuasan dalam pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan
kualitas pelayanan (Berggren & Severinsson, 2005). Peran yang dilakukan
supervisor saat pelaksanaan supervisi meliputi mengamati dan
membimbing, memberikan sikap yang mendukung, dan mampu
mengidentifikasi masalah bersama pasien dan pelaksanaan berfokus pada
teoritis (Christiansen, at al, 2011)

25
Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS)
(2009), fungsi seorang supervisor klinik adalah:
1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, meningkatkan kesadaran diri, melalui proses
pembelajaran dengan mengidentifkasi kebutuhan untuk meningkatkan
professional. Supervisor adalah guru, pelatih dan seorang role model
profesional.
2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau masalah yang
ada dan juga menentukan alternatif penyelesaian masalah untuk
mencapai tujuan bersama. Konsultan sebagai unit terdepan dalam
organisasi untuk mengenali dan mengatasi masalah yang ada.
3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral, menilai
kebutuhan serta kekuatan, menyarankan berbagai pendekatan klinis,
model serta mengatasi kelelahan melalui pelatihan terus menerus.
4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees melalui
peran model, memfasilitasi pengembangan professional serta melatih
generasi berikutnya.
Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White
at.all (1998), mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi:
1. Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan kemampuan
memberikan pemahaman terhadap orang lain. Pengembangan skill perawat
pelaksana dilakukan melalui proses pembelajaran. Seorang manager harus
mampu mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus
tentang apa yang belum diketahui oleh perawat pelaksanaan.
Meningkatkan apa yang telah diketahui untuk pelayanan keperawatan
yang lebih baik. Melalui supervisi manager tidak hanya mampu
mengajarkan tetapi harus mampu memerankan apa yang diajarkan
sehingga perawat pelaksana langsung dapat melihat tidak hanya pada saat
supervisi berlangsung namun juga dalam kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan praktek serta meningkatkan hubungan

26
interpersonal. Manager/supervisor memberikan dukungan kepada perawat
pelaksana. Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat
pelasana, memberikan kesempatan untuk menyampaikan permasalahan
yang dihadapi dan mampu meredam konflik yang ada di antara perawat.
3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam pemberian
pelayanan klinik . Seorang manager adalah pengawas untuk tetap menjaga
kualitas pelayanan keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi
masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut menurun maka
manager harus mampu mencari penyebab dan mampu memberikan
penyelesaian masalah.
Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012),
supervisi adalah merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan untuk
memfasilitasi dan mendorong praktek profesional yang terdiri dari tiga
fungsi utama supervisi yaitu:
1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan
keterampilan. Proses edukatif adalah pembelajaran antara supervisor
dengan perawat pelaksana. Manager mengajarkan pengetahuan dan
keterampilan dan membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan
pemahaman dari setiap pelayanan asuhan keperawatan . seorang manager
melatih perawat pelaksana untuk meningkatkan teknik-teknik dalam
bekerja sehingga meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan kegiatan edukatif memberikan kesempatan kepada perawat
pelaksana untuk mengeksplor dan mengembangkan kemampuan yang
dimiliki.
2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan professional yang terus-
menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi
untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat pelaksana
dalam pemberian pelayanan keperawatan. Permasalahan dapat disebabkan
kelelahan dalam bekerja, stress akibat beban kerja. Fungsi restorative
dapat dilakukan dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus
mampu untuk meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan tim harus

27
memiliki sikap yang saling mendukung sehingga memberikan
kenyamanan dalam bekerja.
3. Fungsi normative, meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan,
peningkatan dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan
keperawatan. Fungsi normative untuk peningkatan dan perbaikan standar
contoh mengkaji (Standar Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang
kemudian dapat diperbaiki jika diperlukan. Kegiatan ini memberikan
kepada perawat pelaksana untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam
manajemen pengelolaan pasien. Penerapan fungsi ini dapat dilakukan
dengan mengadakan pertemuan atau rapat untuk membahan pelayanan
keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang diharapkan dari fungsi ini
adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam tindakan pemberian
pelayanan keperawatan, pemecahan masalah, meningkatkan praktik,
kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.
Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol
tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini memerlukan
tindakan koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan
produktivitas, kebijakan serta prosedur yang digunakan sebagai standar.
Tindakan-tindakan perbaikan dapat bersifat benar, disiplin atau mendidik.
Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan
perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur
organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat
mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat
mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).
Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya
sebagai berikut:
1) Mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan
menyangkut pelaksana standar asuhan keperawatan yang telah disepakati.
2) Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pemberian asuhan keperawatan.

28
3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong kearah peningkatan
kualitas asuhan keperawatan.
4) Membantu (asistensing), memberi dukungan (supporting) dan mengajak
untuk diikutsertakan (sharing).

2.2.11 Elemen Supervisi


Menurut (Rowe, dkk, 2007) elemen proses dalam supervisi yaitu :
1) Standar praktek keperawatan yang digunakan sebagai acuan dalam
menilai dan mengarahkan penyimpangan yang terjadi.
2) Fakta empiric dilapangan, sebagai pembanding untuk pencapaian
tujuan dan menetapkan kesenjangan.
3) Adanya tindak lanjut sebagai upaya mempertahankan kualitas maupun
upaya memperbaiki.

2.2.12 Langkah Supervisi


Menurut (Ali Zaidin dalam Nursalam, 2015) metode dalam melaksanakan
pengawasan adalah bertahap dengan langkahlangkah berikut :
1) Mengadakan persiapan pengawasan
2) Menjalankan pengawasan
3) Memperbaiki penyimpangan

2.2.13 Model Supervisi


Menurut Suyanto (2008), beberapa model supervisi dapat diterapkan
dalam kegiatan supervisi antara lain:
a. Model konvensional
Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk
menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan
keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan
memata-matai staff dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak
adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif,
hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.
b. Model ilmiah

29
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah
direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah
saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini
memiliki karakteristik:
1. Dilakukan secara berkesinambungan
2. Dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang
baku.
3. Menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan umpan
balik dan bimbingan.
c. Model klinis
Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana
dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan
kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi
yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan
keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya
dibandingkan dengan standar keperawatan.
d. Model artistic
Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk
menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh
perawat pelaksana yang akan di supervisi. Pendekatan interpersonal
akan menciptakan hubungan saling percaya sehingga hubungan antara
perawat pelaksana dengan supervisor akan terbuka yang
mempermudah proses supervisi.
Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain
Model Proctor: model ini mengembangkan bahwa seorang supervisor
harus memenuhi tiga fungsi utama utama yaitu: restoratif, formatif dan
normative. Model ini yang memandu praktek supervisi tidak boleh
terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka kerja yang
didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The
CLEAR (integratif) model menjelaskan tugas atau proses pengawasan
meliputi beberapa komponen yaitu kontrak, mendengarkan,

30
mengeksplorasi, tindakan dan meninjau. Komponen kontrak
menggambarkan adanya proses sebelum pelaksanaan supervisi melalui
sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Komponen
mendengarkan meliputi adanya proses menjadi seorang pendengar
yang aktif.
Komponen mengeksplorasi dilakukan dengan menggunakan
pertanyaan untuk mendapatkan informasi baru dalam kemajuan klinis.
Komponen tindakan dan meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir.
Dilakukan dengan proses bimbingan secara bertahap berdasarkan
teoritis. Supervisi yang dilakukan berdasarkan kerangkan kerja yang
bertujuan untuk pengembangan supervisees. Supervisor harus
menyadari elemen utama dalam model ini adalah: murah hati,
bermanfaat, bersikap terbuka, mau belajar, bijaksana dan pemikiran,
manusiawi, sensitive (Berggren & Severinsson, 2005).
Pelaksanaan supervisi kepala ruangan di RSUD dr Pirngadi
Medan belum dilaksanakan secara rutin dan terjadwal, namun
pelaksanaan sesuai kebutuhan. Kepala ruangan melakukan pengawasan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepala ruangan
memberikan pembelajaran untuk peningkatan pengetahuan dan
keterampilan perawat pelaksana melalui supervisi. Kepala ruangan
juga memberikan dukungan serta mengontrol kinerja perawat
pelaksana.

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seorang manajer kebidanan dalam melaksanakan praktik kebidanan
harus memiliki kemampuan untuk melatih, mendukung, mendelegasikan dan
mengarahkan staf kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan. Bidan
manajer harus dapat mengontrol staf dan waktu yang digunakan oleh staf
dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Dalam keadaan tersebut
pendelegasian dan pembagian pekerjaan. Pendelegasian adalah kegiatan
seseorang untuk menugaskan stafnya/bawahannya untuk melaksanakan
bagian dari tugas manajer yang bersangkutan dan pada waktu bersamaan
memberikan kekuasaan kepeda staf/bawahan tersebut, sehingga bawahan itu
dapat melaksanakan tugas tugas itu sebaik baiknya serta dapat
mempertanggung jawabkan hal hal yang didelegasikan kepadanya
(Manulang, 1988). Dalam melakukan pendelegasian terdapat dua prinsip
yang harus dijadikan dasar untuk delegasi yaitu prinsip scalar dan prinsip
kesatuan perintah. Prinsip scalar adalah mengenai perkembangan rantai
perintah yang menghasilkan pertambahan tingkat-tingkat pada struktur
organisasi. Sedangkan prinsip kesatuan perintah adalah Dalam
melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan
perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik.
Pendelegasian yang tepat oleh seorang manajer dalam suatu organisasi akan
lebih mudah untuk menggerakkan sumber daya manusia dalam mencapai
tujuan organisasi tersebut. Proses menggerakkan sumber daya manusia dapat
dilakukan melalui kegiatan supervisi pimpinan/manajer kepada pelaksana
dibawahnya.
Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan,
pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014). NHS
(2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan professional untuk
pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling membantu melalui
proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek.

32
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa
supervisi dalam praktek keperawatan professional merupaka suatu proses
pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan
tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Suarli (2012), tujuan
supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung
sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup
untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi
yang baik adalah supervisi yang dilakukan secara berkala.
Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri,
peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan kemampuan
dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk
mengambil tanggung jawab kualitas supervisi menunjukkan bahwa kepuasan
dalam pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan kualitas
pelayanan (Berggren & Severinsson, 2005). Peran yang dilakukan supervisor
saat pelaksanaan supervisi meliputi mengamati dan membimbing,
memberikan sikap yang mendukung, dan mampu mengidentifikasi masalah
bersama pasien dan pelaksanaan berfokus pada teoritis (Christiansen, at al,
2011). Terdapat beberapa model supervisi yang dapat diterapkan yaitu model
konvensional, model ilmiah, model klinis, dan model artistic.
Bidan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan juga bidan
merasakan manfaat supervisi dalam meningkatkan kemampuan dan
keterampilan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien.
Hal ini menunjukkan bahwa pendelegasian dan supervisi dari pimpinan
sangat dibutuhkan bidan dalam melaksanakan pekerjaannya agar
mendapatkan hasil yang optimal.
3.2 Saran
Dalam pelaksanaan pendelegasian dan supervisi sebaiknya dilakukan
oleh orang yang telah kompeten dalam bidang tersebut untuk mencapai
keberhasilan. Karena kegagalan dalam pendelegasian dan supervisi dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu termasuk pengetahuan dan kemampuan.
Oleh karena itu diperlukan penilaian terlebih dahulu sebelum memutuskan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Lynch L., Hancox, K., Happel, B., Parker, J. (2008).Clinical Supervision for
Nurses, Wiley-Blackwel.

Swanburg, R.C. (2010). Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan


untuk perawat klinis. Jakarta: EGC.

Marquis, LB, & Huston J, C. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Suarli. (2012).Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Mua EL. 2011. Pengaruh pelatihan supervisi keperawatan terhadap kepuasan


kerja dan kinerja perawat pelaksana. Jakarta: UI

Nursalam. 2015. Manajemen keperawatan: Aplikasi dalam praktek keperawatan


professional. Jakarta: Salemba Medika

Pitman, S. 2011. Handbook for clinical supervisor: nursing post graduate


programme. Dublin: Royal Collage of surgeon in Ireland

Stuarli dan Bachtiar. 2009. Pelayanan keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

34

Anda mungkin juga menyukai