Oleh:
GUSTI ARTHA NAINGGOLAN
NIM: P07524719005
PEMBIMBING INSTITUSI
Tri Marini, SST, M.Keb
LAPORAN KOMPREHENSIF
Oleh:
GUSTI ARTHA NAINGGOLAN
NIM: P07524719005
Menyetujui,
(Pembimbing Institusi)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Komprehensif yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny S Umur 50 Hari
dengan Ikterik di PMB Eka Sriwahyuni”. Dalam kesempatan ini penulis
menghanturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dosen
pengampu Ibu Tri Marini, SST, M.Keb yang telah membimbing selama ini.
Penulis juga mengakui bahwa dalam proses penulisan makalah ini, masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.
Dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini dikemudian hari.
Akhirnya penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca. Dan dapat memberikan kontribusi yang positif serta bermakna dalam
proses perkuliahan Praktik Klinik Kebidanan. Amin.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ……………………………….….
Halaman pengesahan ……………………………….…. i
Kata Pengantar ……………………………….…. ii
Daftar Isi ………………………………….. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………... 1
B. Tujuan …………………………………... 2
C. Ruang Lingkup …………………………………... 3
D. Manfaat …………………………………… 4
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………. 16
B. Saran …………………………………. 17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan Angka Kematian Bayi di Kota Medan Tahun 2016 dilaporkan
sebesar 0,09 artinya terdapat 0,1 bayi mati pada tahun tersebut. Sedangkan jumlah
kematian bayi tersebut adalah sebanyak 9 bayi. Tahun 2013 jumlah kematian bayi
sebanyak 29 bayi dan tahun 2014 jumlah kematian bayi sebanyak 10 bayi (profil
Kesehatan Kota Medan, 2016).
Ikterus neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin (kern ikterus)
yang merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki
angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala berupa cerebral palsy,
tuli nada tinggi, retardasi mental dan gangguan proses pertumbuhan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
mengenai “Asuhan Kebidanan secara Komprehensif Pada Bayi Ny. S Usia 50 hari
Dengan Ikterus di PBM Eka Sri Wahyuni.
B. Tujuan
B.1 Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Kebidanan secara Komprehensif pada Bayi Ny. S Usia 50
hari dengan Ikterus di PBM Eka Sri Wahyuni dan di dokumentasikan dalam bentuk
SOAP
2
5. Mampu melakukan pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi Ny. S secara
Komprehensif di PMB Eka Sri Wahyuni
C. Ruang Lingkup
1. Lokasi dan Waktu
Lokasi yang dilakukan oleh penulis dalam pembuatan Laporan Komprehensif ini
adalah di PMB Eka Sri Wahyuni, sedangkan waktu dan penyusunan Laporan
Komprehensif di mulai 24 Mey – 30 Juni 2020
2. Subjek Laporan Kusus
Subjek yang diambil untuk penyusun Laporan Komprehensif ini adalah Bayi Ny.
S Usia 50 hari
3. Teknik/Cara Pengumpulan Data
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara tekhnik wawancara
dan observasi
a. Teknik ini dilakukan melalui auto anamnesis dan allow anamnesis dengan
pasien, keluarga dan kesehatan lainnya dilibatkan untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan permasalahan pasien yang akan dijadikan sebagai
bahan laporan,sehingga diperoleh data yang akurat. Wawancara dalam tugas
akhir ini yaitu melakukan anamnesa pada ibu.
b. Observasi
Melaksanakan observasi langsung pada bayi dengan cara memeriksa fisik.
c. Studi Kepustakaan
Membaca dan mempelajari buku-buku sumber, makalah ataupun jurnal yang
dapat dijadikan dasar teoritis yang berhubungan dengan kasus yang diambil.
Studi kepustakaan dalam tugas ini diambil dari buku-buku sumber dan jurnal
3
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Hasil laporan komprehensif ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan, dan
bertanggung jawab dalam mengambil kasus, tindakan, memberikan pelajaran
tersendiri dalam mengasah kemandirian ketika menyikapi pasien, mampu belajar
menyakini seseorang ketika memberi penjelasan yang berkaitan dengan asuhan
kebidanan pada Bayi dengan Ikterik
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat mengerti dan memahami tentang asuhan kebidanan pada
bayi dengan Ikterik sehingga dapat menambah wawasan.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan mengerti dan memahami tentang asuhan kebidanan
pada bayi dengan Ikterik sehingga dapat melakukan perawatan pada bayi dengan
Ikterik
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
6. Tampak ikterus : sklera, kuku, kulit, dan membran mukosa
7. Muntah, anoreksia, warna urine gelap, warna tinja gelap
8. Tidak mau minum
9. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau muncul pada setiap saat selama masa
neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya. Ikterus biasanya
mulai dari muka dan ketika kadar serum bertambah , turun ke abdomen
kemudian kaki. Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6mg/dl.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada
BBL menurut kramer adalah dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut (Fajria, 2014).
B.2 Etiologi
Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
1. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glucoronil transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake
bilirubin ke sel-sel hepar
3. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dalam albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi
6
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak
4. Gangguan dalam eksresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar
5. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat mengakibatkan
hiperbilirubinemia unconjugated akibat penambahan dari bilirubin yang berasal
dari sirkulasi enterohepatik
6. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI) kurang lancar. Ikterus akibat ASI kurang lancar
merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat
(biasanya menjelang hari ke 6-14). Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi
yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang
terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan
kemudian akan direabsorbsi oleh usus karena pada hari pertama kehidupan
produksi ASI belum banyak sehingga masih didapati tingginya kadar bilirubin
dalam tubuh bayi, kurangnya pemberian ASI yang masuk ke usus juga
mempengaruhi proses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Pengobatannya
yaitu bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan
meningkatkan frekuensi pemberiannya (Marmi dan Rahardjo, 2014).
B.3 Patofisiologi
Sel - sel darah merah yang telah tua dan rusak akan dipecah menjadi bilirubin,
yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui feses. Di dalam usus juga
terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin sehingga mudah
dikeluarkan oleh feses. Hal ini terjadi secara normal pada orang dewasa. Pada bayi
baru lahir, jumlah bakteri pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi
sehingga ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang bersama
feses. Begitu pula di dalam usus bayi terdapat enzim glukorinil transferase yang
7
mampu mengubah bilirubin dan menyerap kembali bilirubin kedalam darah sehingga
makin memperparah akumulasi bilirubin dalam badannya. Akibatnya pigmen tersebut
akan disimpan di bawah kulit, sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai
dari wajah, dada, tungkai dan kaki menjadi kuning. Biasanya hiperbilirubinemia akan
menghilang pada minggu pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi biasanya
disebabkan pembentukan yang berlebih atau gangguan pembuangan bilirubin.
Kadang pada bayi cukup umur yang diberi ASI, kadar bilirubin meningkat secara
progresif pada minggu pertama, keadaan ini disebut jaundice ASI, jika kadar bilirubin
sangat tinggi mungkin perlu dilakukan terapi yaitu terapi sinar dan transfusi tukar
(Anita, 2014).
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubun indirek pada
hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, usia hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya
fungsi hepar (Rukiyah dan Yulianti, 2012).
8
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
glukossa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), dan sepsis).
e. Warna kuning pada kulit dan sklera menetap lebih dari 10 hari.
9
langsung ke arah matahari yang dapat merusak matanya karena cahaya matahari
khsusnya sinar ultraviolet dapat memicu serangkaian reaksi kimia sel-sel pada
mata yang pada akhirnya beresiko merusak kemampuan sel-sel mata dalam
merespon objek visual (Williamson dan Kenda, 2013).
2. Ikterus Patologi
a. Fototerapi Terapi sinar fototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya
kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut
dalam air tanpa harus diubah terlebih dahulu oleh organ hati dan dapat
dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Marmi
dan Rahardjo, 2014).
Di samping itu pada terapi sinar fototerapi ditemukan peninggian konsentrasi
bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltik
usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses. Terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga
menimbulkan resiko yang lebih fatal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sinar fototerapi, yaitu :
1) Jenis Lampu
Dari beberapa studi menunjukkan lampu flourusen biru lebih efektif dalam
menurunkan bilirubin,tetapi karena lampu flouresen cahaya biru dapat
mengubah warna bayi, yang lebih disukai adalah lampu flouresen cahaya
normal dengan spektrum 420-460 nm agar kulit bayi dapat diobservasi baik
mengenai warnanya (jaundis, palor,sianosis) ataupun kondisi lainnya. Agar
hasil efektif kulit harus terpajang penuh dari sumber sinar dengan jumlah
adekuat. Apabila kadar bilirubin meningkat dengan cepat maka dianjurkan
menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini menggunakan
lampu overhead konfensional sementara bayi berbaring dalam selimut
fiberoptik. Hasil terbaik terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama fototerapi.
10
Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen
spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang
30 uW/cm2 di periksa dengan radiometer atau diperkirakan dengan
menempatkan bayi di bawah sumber sinar. Bila konsentrasi bilirubin tidak
menurun pada bayi yang mendapat foterapi intensif, kemungkinan besar
terjadi proses hemolysis.
2) Pelaksanaan pemberian terapi sinar
a) Tempatkan bayi di bawah sinar fototerapi.
b) Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang
pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
c) Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik. Tutupi mata
bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak tertutup.
Jangan tempelkan penutup mata dengan selotip. Balikkan bayi setiap 3
jam.
d) Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI paling tidak setiap 3
jam. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan
penutup mata.
e) Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa,
tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari
selama bayi masih diterapi sinar.
f) Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan terapi sinar sebentar untuk
mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).
Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi setiap 3 jam.
g) Ukur kadar bilirubin serum setiap 12 jam atau sekurangkurangnya sekali
dalam 24 jam.
h) Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin <13mg/dL (Fajria, 2014).
11
BAB III
PEMBAHASAN
Subyektif (S)
1. Identitas Bayi
Nama Bayi : By. An. D Jenis Kelamin : Perempuan
Tangggal Lahir : 15 April 2020 Anak Ke :1
Umur : 1 Bulan 20 hari
2. Keluhan Uama :
Ibu mengatakan ingin memeriksa kesehatan anaknya dikarenakan ibu melihat
bayinya terlihat kuning pada bagian kepala dan leher dan bagian badan atas
terlihat samar samar kekuningan
Ibu mengatakan keinginan anak untuk menyusu sedikit berkurang
3. Riwayat Kesehatan
12
Anak : Tidak ada riwayat penyakit
Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit
4. Data Kebutuhan Biologis
Kebutuhan Nutrisi
Makan : Belum diberi
Minum : ASI
Sebelum : Sesudah :
Frekuensi : ASI (9-10 x/hari) Frekuensi : ASI (5-6 x/hari)
Masalahnya : Tidak Ada Masalahnya : Keinginan menyusu
berkurang
Kebutuhan Eliminasi
BAB Frekuensi : 1-2 x/hari
Konsistensi : Lembek
Masalah : Tidak Ada
BAK Frekuensi : 5-6 x/hari
Warna : Kuning Keruh
Masalah : Tidak Ada
Istirahat/Tidur :
Siang : 2-4 jam Malam : 10 jam
Kebersihan Bayi
Mandi : 1 x/hari
Ganti pakaian : 2 x/hari
5. Riwayat Ibu Selama Hamil
Kehamilan ke : 1
Usia Kehamilan : 38 minggu
Komplikasi Kehamilan : Tidak Ada
Tanggal Persalinan : 15 April 2020
Jenis Persalinan : Normal
13
Tempat dan Penolong Persalinan : Klinik Bersalin/Bidan
7. Riwayat Imunisasi :
Objektif (O)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
TTV : S : 36℃ HR : 110x/menit RR : 40x/menit
PB : 49 cm BB : 3500 gram
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bentuk simetris
Rambut : Bersih
Muka : Pucat Kekuningan
Mata : Sklera Ikterik
Hidung : Bersih, Warna Pucat Kekuningan
Mulut : Normal dan bersih
Telinga : Bersing, warna Pucat Kekuningan
Lingkar Kepala : 36 cm
Lingkar Lengan : 13 cm
b. Leher : Warna pucat kekuningan
c. Dada : Normal
d. Abdomen : Normal
e. Genetalia : Bersih
f. Punggung : Normal
g. Kulit : Pucat Kekukingan
h. Bokong : Normal
14
3. Pemeriksaan Khusus/Penunjang
Belum dilakukan
ANALISA (A)
PENATALAKSANAAN (P)
15
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA
A. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengkajian data subjekti dan objektif Bayi Ny. S umur 50
hari mengalami ikterik. Menurut (Fajria, 2014) Ikterus adalah suatu kondisi dimana
warna kulit dan sclera akan berwarna kuning, hal ini terjadi ketika ada kadar bilirubin
yang berlebihan yang dihasilkan oleh hati. Menurut (Fajria, 2014) ciri – ciri ikterik
adalah warna kulit kekuningan, lemas, keingunan minum berkurang, dan pembekakan
pada hati. Sesuai dengan teori, penulis mengatakan Bayi Ny. S dengan keluhan warna
kulit kekuningan, keinginan menyusu berkurang. Sesuia dengan pernyataan tersebut
bahwa Bayi Ny. mengalami ikterik.
Menurut asumsi penulis, bahwa ikterik pada Bayi Ny. A terjadi karena kurang
asupan cairan/ASI sehingga menyebabkan kekuningan pada kulit bayi dan respon
menyusu berkurang atau terjadi ikterik pada bayi. Menurut teori (Marmi dan
Rahardjo, 2014) faktor resiko terjadinya ikterik adalah Ikterus akibat Air Susu Ibu
(ASI) kurang lancar. Ikterus akibat ASI kurang lancar merupakan unconjugated
hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat, kurangnya pemberian ASI
yang masuk ke usus juga mempengaruhi proses pembuangan bilirubin dari dalam
tubuh. Pengobatannya yaitu bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan
dengan meningkatkan frekuensi pemberiannya.
Ikterik dapat dicegah dengan pemberian ASI sesering mungkin/meningkatkan
pemberian frekuensi ASI dan melakukan penghangatan seperti melakukan penyinaran
di bawah matahari padi selama 15-20 menit (Williamson dan Kenda, 2013).
Berdasarkan teori yang ada penangan untuk ikterik masih dapat dilakukan
dengan cara memberikan ASI dan melakukan penghangatan dengan paparan sinar
matahari pagi.
16
Pada kasus Bayi Ny. A dengan Ikterik mendapatkan penanganan salah satunya
pemberian ASI dan melakukan penghangatan dengan meletakkan di inkubator.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus Bayi Ny. S umur 50 hari dengan Ikterik di PMB Eka
Sriwahyuni adalah :
1. Keadaan Bayi Ny. S umur 50 hari sesuai dengan ciri dari Ikterik
2. Bayi Ny. S umur 50 hari mengalami ikterik terjadi karena faktor pemberian ASI
yg berkurang dan kehangatan pada bayi berkurang.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh bidan agar memberikan penkes dengan penyuluhan
pencegahan Ikterik pada bayi sehingga ibu dan keluarga dapat mencegah terjadinya
Ikterik pada bayi.
Diharapkan kepada mahasiswa kebidanan mampu menerapkan asuhan
kebidanan terhadap kasus kegawatdaruratan khususnya pada Ikterik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Lockhart Anita. Neonatus Normal & Patologi. Binarupa Aksara: Tanggerang Selatan.
2014.
Marmi, Rahardjo. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta. 2016.
Rukiyah, Lia Yulianti. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. CV.Trans Info
Media:
Jakarta Timur. 2012.
WHO. 2012. Global Health Observatory (GHO) Data. WHO. Tersedia dari:
http://www.who.int/gho/child_health/mortality/neonatal_infant_text/en/.
Williamson, Kenda. Buku Ajar Asuhan Neonatus. Buku Kedokteran : Jakarta. 2013
Yuliawati, Ni Putu Eka Sadiwati,dkk. Studi Komparatif Kadar Bilirubin Pada Bayi
18
Baru Lahir Dengan Fototerapi Yang Diberikan ASI Eksklusif Di RST Malang
: Nursing News : Vol.3, No.1, 2018.
19