Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PERSALINAN


DENGAN ROBEKAN JALAN LAHIR (RUPTURE PORTIO) DI RSUD
DR.SLAMET KABUPATEN GARUT TAHUN 2023
Diajukan untuk memenuhi salah satu penilaian Praktek Kebidanan
Kegawatdaruratan Stase VIII (Asuhan Kebidanan Kegawatdarutan)

Disusun Oleh:

Tati Juliah
P20624822032

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang


telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat membuat
dan menyelesaikan Laporan Pendahuluan Kegawatdaruratan Stase VIII.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Kebidanan Kegawatdaruratan dalam Program Profesi Bidan. Laporan
Pendahuluan ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Hj Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST., M.Keb selaku ketua Program Studi
Profesi Bidan.
4. Tim Penanganggung Jawab Praktek Kebidanan Kegawatdaruratan
Stase VIII Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal
5. Ratih, Amd. Keb selaku Bidan Koordinator RSUD Dr. Slamet
Kabupaten Garut
6. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa di sebutkan
satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya
pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Terimakasih.

Garut, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

COVER

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Persalinan .............................................................................. 3


B. Pengertian Robekan Jalan Lahir ............................................................. 3
C. Klasifikasi Robekan Jalan Lahir.............................................................. 4
D. Etiologi Robekan Jalan Lahir .................................................................. 6
E. Patofisiologi Robekan Jalan Lahir........................................................... 7
F. Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir................................................... 8
G. Penatalaksanaan Robekan Jalan Lahir..................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Robekan jalan lahir atau laserasi jalan lahir merupakan luka yang
terjadi saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan
alat-alat tindakan, luka ini umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat keluar (Pangasutri, 2011).
Robekan jalan lahir adalah perdarahan yang terjadi dimana plasenta
telah lahir secara lengkap dan kontraksi rahim baik, maka dapat dipastikan
bahwa perdarahan berasal dari perlukaan jalan lahir. Biasanya perdarahan
bersumber dari berbagai organ diantaranya vagina, perineum, portio,
serviks dan uterus. Robekan jalan lahir merupakan Perdarahan Pasca
Persalinan (PPP) yang merupakan komplikasi terbanyak pada saat
persalinan yang menyebabkan Angka Kematian Ibu (Rukiyah,. et al.
2014).
Menurut data World Health Organization (WHO), Angka Kematian
Ibu di dunia pada tahun 2017 adalah 295 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di sebabkan karena komplikasi saat kehamilan dan
persalinan. Angka kematian ibu di Afrika dan Asia Selatan menyumbang
AKI 254.000 kematian 86%, di Asia angka kematian ibu sebanyak 58.000
kematian ibu (WHO, 2018).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2017
Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 yang tercatat hasil Sensus
Penduduk Antar Survei (SUPAS) sebanyak 305 per 100.000 kelahiran
hidup, Angka Kematian Ibu turun dari 4.999 kasus di tahun 2015 menjadi
4.912 kasus di Tahun 2016 dan di tahun 2017 sebanyak 1.712 kasus.
Target SDGs (Sustainable Development Goals) tentang Angka Kematian
Ibu (AKI) pada tahun 2030 yaitu mengurangi angka kematian ibu hingga
dibawah 70 per 100.000 kelahiran (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian Rosmawar (2013) yang berjudul
“Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya robekan jalan lahir pada

1
persalinan normal di Puskesmas Tanah Jambo Aye Panton Labu”, ada
hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian laserasi jalan lahir, ada
hubungan antara paritas dengan terjadinya laserasi pada persalinan normal
(Rosmawar, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Ariani (2018) yang berjudul “Analisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian robekan jalan lahir
spontan pada persalinan normal”, ada hubungan yang bermakna antara
berat badan bayi lahir dan ada hubungan antara paritas dengan robekan
jalan lahir spontan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun
2018 (Ariani, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Romaejan, Chandradewi dan Irmayani
(2013) yang berjudul “Hubungan indiksi persalinan oksitosin drip dengan
ruptur jalan lahir spontan pada persalinan Ketuban Pecah Dini (KPD) di
RSUD dr. R Soedjono Selong Lombok Timur” ada hubungan antara
tindakan persalinan dengan kejadian ruptur jalan lahir spontan (Romaejan,
Chandradewi, dan Irmayani, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat rumusan
masalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Persalinan
dengan Robekan Jalan Lahir (Rupture Portio) di RSUD Dr. Slamet
Kabupaten Garut?”
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Persalinan dengan Robekan Jalan Lahir (Rupture Portio) di RSUD Dr.
Slamet Kabupaten Garut.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan
sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri
dengan kelahiran plasenta (Puspita, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) persalinan normal adalah
persalinan yang dimulai secara spontan beresiko rendah pada awal persalinan
dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan
presentasi belakang kepada pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu
lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) (JNPK-
KR DepKes RI, 2008; 37).

B. Pengertian Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi Ketika bayi lahir, baik
secara spontan maupun dengan alat atau tindakan, sering terjadi pada garis
tengah namun dapat meluas jika kepala janin lahir terlalu cepat
(Winkjosastro, 2008 dalam Fatimah & Lestari, P., 2019: 153). Robekan jalan
lahir terjadi pada hampir semua primipara namun tidak jarang juga terjadi
pada persalinan berikutnya. Beberapa cidera jaringan penyokong, baik cidera
akut maupun nonakut, baik telah diperbaiki atau belum, dapat menjadi
masalah ginekologis di kemudian hari (Bobak, 2012 dalam Fatimah &
Lestari, P., 2019: 67).
Robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Robekan jalan lahir

3
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara.
Robekan jalan lahir dapat mengakibatkan pula robekan jaringan
pararektal, sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis
robekan jalan lahir ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. pada tempat
terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang
merembes. (Prawirohardjo, 2012).
C. Klasifikasi Robekan Jalan Lahir
1. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus,
panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma
pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian
posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani
membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior
ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia
obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar
vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya,
pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan
garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma
urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma
urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,

4
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna
(Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan
vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan
sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan
merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan,
kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi
setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang
paling sering ditemukan pada genetalia eksterna
2. Robekan Serviks (Portio)
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan
dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster  kemudian serviks
ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
untuk menghentikan perdarahan.
3. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang
kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri
yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam
kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan
masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum
mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan
proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan
dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah
robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya
regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan
panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at
diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri
hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam.

5
Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di
sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi
pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma
pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali
sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok
yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena
perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan
seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus
pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya
perioneum visceral.
D. Etiologi Robekan Jalan Lahir
1. Robekan Perineum
Umumnya terjadi pada persalinan:
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Jaringan parut pada perineum
d. Distosia bahu
2. Robekan Serviks (Portio)
a. Partus presipitatus
b. Trauma krn pemakaian alat-alat operasi
c. Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan
belum lengkap
d. Partus lama
3. Rupture Uteri
a. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
b. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan
yang lama.
c. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen
bawah uterus ). ( Helen, 2001 )

6
d. Panggul sempit
e. Letak lintang
f. Hydrosephalus
g. Tumor yg menghalangi jalan lahir
h. Presentasi dahi atau muka
E. Patofisiologi Robekan Jalan Lahir
1. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan
atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh
kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan
asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-
otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
2. Robekan Serviks (Portio)
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah melahirkan per
vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri
3. Rupture Uteri
1) Ruptura Uteri Spontan
a. Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan

7
b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
2) Ruptur Uteri Trumatik
a. Terjadi pada persalinan
b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep,
ekstraksi vakum, dll.
3) Rupture Uteri Pada Bekas Luka Uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada
uterus.
F. Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir
1. Tanda dan Gejala yang selalu ada :
a. Pendarahan segera
b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik
2. Tanda dan Gejala yang kadang-kadang ada :
a. Pucat
b. Lemah
c. Menggigil
G. Penatalaksanaan Robekan Jalan Lahir
1. Robekan Perineum
a. Derajat I dan II
1) Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
2) Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
3) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi
lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika perlu.
4) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
5) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
6) Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk
memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
–   Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

8
–    Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
–    Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter
7) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT
8) Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III
dan IV.
9) Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan
b. Derajat III dan IV
1) Jahit robekan diruang operasi
2) Tinjau kembali prinsip perawatan umum
3) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi
lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau
anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi
lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV
dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang sama )
jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang
terjadi.
4) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus
berkontraksi.
5) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
6) Untuk melihat apakah spingter ani robek.
 Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
 Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
 Periksa permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan
cermat.
7) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
8) Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal,
jika ada.
9) Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan
terkait.
10) Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa
vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam.

9
11) Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit
area robekan denagn forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb,
tunggu dua menit  algi kemudian lakukan tes ulang.
12) Jahit rektum dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang
3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
13) Jika spingter robek
 Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter
akan beretraksi jika robek ). Selubung fasia disekitar
sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem.
 Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus
menggunakan benang 2-0.
14) Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
15) Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk
memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan
benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau
yang DTT.
16) Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.
2. Robekan Serviks (Portio)
a. Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti
septik ke vagina dan serviks
b. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak
dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin dan
diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat
tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk
robekan serviks yang tinggi dan lebar
c. Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut
untuk membantu  mendorong serviks jadi terlihat
d. Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
e. Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–
hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam
berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks.
Mungkin terdapat beberapa robekan.

10
f. Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang
catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas
robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
g. Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur
menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
h. Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan
forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang
selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan
karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
1) Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
2) Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.
3. Rupture Uteri
a. Tinjau kembali indikasi.
b. Tinjau kembali prinsip prawatan umum, prinsipperawatan operasi
dan pasang infus IV.
c. Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.
1) Ampisilin 2g melalui IV.
2) Atau sefazolin 1g melalui IV.
d. Buka abdomen
1) Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai
kerambut pubis melalui kulit sampai di fasia.
2) Buat insisi vertikal 2-3 cm di fasia.
3) Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi keatas dan
kebawah dengan menggunakan gunting.
4) Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot
dinding abdomen )
5) Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus.
Gunakan gunting untuk memperpanjang insisi ke atas dan ke
bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk
memisahkan lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah
peritoneum dengan hati-hati guna mencegah cedera kandung
kemih.

11
6) Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan
bekuan darah.
7) Letakkan retraktor abdomen.
e. Lahirkan bayi dan plasenta.
f. Infuskan oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal atau
laktat ringer ) dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai uterus
berkontraksi, kemudian kurangi menjadi 20 tetes permenit.
g. Angkat uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
h. Periksa bagian depan dan belakang uterus.
i. Pegang tepi pendarahan uterus denganklem Green Armytage ( forcep
cincin )
j. Pisahkan kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan
diseksi tumpul atau tajam. Jika kandung kemih memiliki jaringan
parut sampai uterus, gunakan gunting runcing

12
DAFTAR PUSTAKA

Sumarah,dkk.2009.Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin.yogyakarta:fitramaya

Chapman vicky.2003.Asuhan Kebidanan persalinan dan kelahiran.jakarta:EGC

(Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka


Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta

(maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Trans Info Media. Jakarta)

(Nugroho, Taufan. OBSGYN Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan


Keperawatan. 2012. Nuha Medika. Yogyakarta).

13

Anda mungkin juga menyukai