Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK KELUARGA BERENCANA DAN


KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN KONTRASEPSI AKDR
DI PUSKESMAS KARANG ASAM

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan


Komprehensif Stase KB dan Kespro

AYU DIAH LESTARI


NIM. P07224422128

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIKNKESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
PROFESI KEBIDANAN SAMARINDA
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah
penduduk yang besar, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, persebaran
penduduk yang tidak merata, struktur penduduk yang masih muda, dan kualitas
penduduk yang masih perlu ditingkatkan (BKKBN, 2016). Salah satu tujuan
strategis pelaksanaan program KB adalah untuk memperkuat pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi, sebagaimana dituangkan dalam prioritas nasional
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015-2019 yaitu untuk menurunkan
angka putus pakai alat kontrasepsi, serta untuk meningkatkan penggunaan
MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang). Salah satu jenis alat kontrasepsi
yang direkomendasikan oleh rencana ini adalah IUD (Intra Uterine Device)
(BKKBN, 2016).
IUD adalah bahan sintetis inert (dengan atau tanpa elemen tambahan
untuk efek sinergis) yang dimasukkan ke dalam rahim untuk menghasilkan
efek kontrasepsi. IUD memiliki tingkat kegagalan kehamilan 0,6 - 0,8 per 199
wanita pada tahun pertama penggunaan, sangat efektif hingga 10 tahun dan
terjangkau (Putri, 2019). Efektivitas IUD dalam mencegah kehamilan berkisar
antara 98% hingga 100% (BKKBN, 2016). Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) (WHO, 2019) pada tahun 2018, penggunaan kontrasepsi modern
sedikit meningkat di seluruh dunia dari tahun 1990 (54%) menjadi (57,4%).
Pengguna alat kontrasepsi IUD terbanyak ditemukan di China (30%), Eropa
(13%), Amerika Serikat (5%) dan negara berkembang lainnya (6,7%).
Berdasarkan data Kampung KB BKKBN (BKKBN, 2020) tahun 2019 di
Indonesia jumlah peserta KB aktif sekitar 2.880.867 jiwa menunjukkan metode
kontrasepsi yang terbanyak penggunaannya adalah KB Suntik (47%), Pil
(21%), dan IUD berada diurutan ketiga sebanyak (14%), Implan (11%),
Kondom (4%), MOW (3%), serta MOP (1%) (BKKBN, 2020). Prevalensi
peserta KB aktif di Kalimantan Timur berdasarkan Kampung KB BKKBN
(BKKBN, 2020) tahun 2020 sebanyak 22.653 jiwa dengan pengguna KB
Suntik (48%), Pil (29%), IUD (9%), Implan (7%), Kondom (4%) dan MOW
(3%). Di kota Samarinda tahun 2020 jumlah pasangan usia subur sebanyak
16.098 jiwa dengan pengguna KB Suntik (44%), Pil (30%), IUD (12%),
Implan (7%), Kondom (4%), serta MOW (3%). Jumlah ini cenderung
meningkat dibandingkan pada tahun 2019 dengan jumlah peserta KB Suntik
(40%), Pil (38%), IUD (11%), Implan (5%), Kondom (3%), serta MOW (2%).
Di Samarinda, Kalimantan Timur, dengan jumlah penduduk 812.597
jiwa, menurut data tahun 2016 terdapat 138.565 Pasangan Usia Subur (PUS).
Dari jumlah tersebut yang menjadi peserta KB adalah 93.873 (67,75%) PUS.
Dari jumlah PUS yang bukan peserta KB (44.692 PUS), sementara hamil
3.903, ingin anak segera 13.323 PUS, ingin anak ditunda 13.406 PUS, dan
tidak ingin anak lagi sebanyak 14.108 PUS (Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Timur. 2017).
Walaupun semua metode kontrasepsi dapat digunakan sebagai metode
KB pascasalin, namun mengingat angka drop out (DO) yang cukup tinggi
dalam penggunaan non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), maka
dalam memberikan pelayanan konseling klien diarahkan untuk memilih MKJP,
seperti implan dan AKDR. Berdasarkan laporan BKKBN Kaltim, disebutkan
bahwa penerima AKDR Pascasalin di Kalimantan Timur pada tahun 2016
berjumlah 3.317 dari 609.981 PUS (0,005%).
Pelayanan KB berkualitas tinggi jika memenuhi beberapa unsur
pelayanan, seperti ketersediaan pilihan alat kontrasepsi, informasi yang
diberikan kepada klien, kemampuan penyedia KB, dukungan dari suami, dll.
Pertimbangan tentang penggunaan alat kontrasepsi juga didasarkan pada
dukungan suaminya. Penggunaan alat kontrasepsi yang berkelanjutan untuk
kualitas pelayanan menjadikan kualitas pelayanan menjadi perhatian penting
(Saputra & Novianti, 2020). Upaya peningkatan partisipasi suami dalam
program KB akan meningkatkan dukungan suami dalam memilih metode
kontrasepsi, dan suami akan pergi bersama istri ke konselor pelayanan KB atau
tenaga kesehatan untuk memilih metode kontrasepsi yang tepat (Rukmawati,
Adrian, et al., 2019).
Mengingat rendahnya angka penerimaan AKDR Pascasalin di
Kalimantan Timur, khususnya Samarinda, maka pentingnya melakukan asuhan
komprehensif kontrasepsi MKJP IUD di Samarinda.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Keluarga Berenca
na dengan menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen
kebidanan menurut varney dan mendokumentasikan asuhan kebidanan
dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori pada Keluarga Berencana mengenai
Kontrasepsi IUD.
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada Keluarga Berenca
na mengenai Kontrasepsi IUD.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada Keluarga Berencana pendekatan
varney yang terdiri dari:
1) Melakukan pengkajian pada Keluarga Berencana
2) Menginterpretasikan data dasar pada Keluarga Berencana
3) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada Kelua
rga Berencana
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada Keluarga Berencan
a
5) Merancang intervensi Keluarga Berencana
6) Melakukan implementasi pada Keluarga Berencana
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Keluarga
Berencana dalam bentuk catatan SOAP.
e. Melakukan pembahasan dengan menggunakan 7 langkah Varney
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (IUD)


1. Pengertian
Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti “mencegah” atau
“melawan” dan konsepsi yang berarti pertemuan sel telur yang matang dan
sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari
terjadinya kehamilan akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma
(BKKBN, 2020). Program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Kontrasepsi merupakan
komponen penting dalam pelayanan Kesehatan reproduksi sehungga dapat
mengurangi risiko kematian dan kesakitan dalam kehamilan (BKKBN,
2020).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya
yang dilakukan dalam pelayanan kontrasepsi dapat bersifat sementara
maupun bersifat permanen (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pelayanan
kontrasepsi adalah pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun
tindakan–tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi kepada calon dan peserta
Keluarga Berencana yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan KB.
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggung jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi
kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
IUD (Intra Uterine Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat dari plastik yang flesibel
dipasang dalam rahim dan merupakan kontrasepsi yang paling ideal untuk
ibu pasca persalinan dan menyusui karena tidak menekan produksi ASI.
Kontrasepsi IUD merupakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP),
dan dapat segera digunakan segera setelah persalinan sehingga ibu tidak
cepat hamil lagi (minimal 3-5 tahun) dan memilki waktu merawat kesehatan
diri sendiri, anak dan keluarga. Penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi
ini dapat dilakukan sejak kunjungan kehamilan sampai dengan persalinan,
sehingga ibu setelah bersalin atau keguguran, pulang ke rumah sudah
menggunakan salah satu kontrasepsi (BKKBN, 2020).
IUD merupakan pilihan kontrasepsi pascasalin yang aman dan efektif
untuk ibu yang ingin menjarangkan atau membatasi kehamilan. Kontrasepsi
IUD yang dipasang segera setelah persalinan disebut dengan IUD Post
Plasenta. IUD Post plasenta adalah pemasangan IUD yang dilakukan 10
menit setelah plasenta lahir pada persalinan normal atau sebelum penjahitan
uterus pada tindakan Seksio Sesaria (BKKBN, 2020).
2. Syarat Kontrasepsi Yang Baik
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik
menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2017) adalah :
a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya
b. Tidak ada efek samping yang merugikan
c. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan
d. Tidak mengganggu hubungan seksual
e. Cara penggunaanya sederhana
f. Dapat diterima oleh pengguna
g. Dapat diterima oleh pasangan
3. Jenis-Jenis IUD di Indonesia
Menurut (Arum, 2018) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah
sebagai berikut:
1. IUD CuT-380 A Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari
tembaga (Cu).
2. NOVA T (Schering) Menurut (Hartanto, 2018), IUD yang banyak dipakai
di Indonesia dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis
Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
a. Lippes Loop IUD
Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada
bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio
opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.
Menurut (Proverawati, 2018) IUD Lippes Loop bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung untuk memudahkan kontrol dan
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang
berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loop
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Jenis dan Ukuran Lippes Loops
Macam Loop Panjang Berat Warna Benang
LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam
LL B 27,5 cm 526 mgr Biru
LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning
LL D 30,0 cm 709 mgr Putih
Sumber : Proverawati, 2018.
IUD jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan
plastik (Proverawati, 2018).
b. Cu T 380 A IUD
Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T
dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak,
dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya
masingmasing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas permukaan
380 ± 23 mm. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32
mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan
benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan untuk
mengeluarkan IUD.
c. Multiload 375 IUD
Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai
luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2 kawat halus tembaga
yang membalut batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada
tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. Bagian
lengannya didesain 15 sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan
meminimalkan terjadinya ekspulsi.
d. Nova-T IUD
Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagian
lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka
pada jaringan setempat pada saat dipasang.
e. Cooper-7 IUD
Cooper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter
batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu)
yang mempunyai luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti
halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2018).
Gambar 2.1. Jenis-Jenis IUD

Sumber : Proverawati, 2018.


Jenis kontrasepsi IUD pasca salin aman dengan menggunakan IUD Cu T
(Copper T), sedangkan jenis non copper memerlukan penundaan sampai 6 minggu
sehingga tidak cocok untuk pasca salin (BKKBN, 2020).
Menurut Suparyanto (2019), IUD terdiri dari IUD hormonal dan non
hormonal.
1. IUD Non-hormonal
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4.Karena itu berpuluhpuluh
macam IUD telah dikembangkan.Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari
benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah
obat atau tidak.
a. Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi 2
1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu7,
Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan
Graten ber-ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal
1) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220
(daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya
kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya
kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang
IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan,
misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi:
Withdrawal.
2) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil,
Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat 18
dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang
tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai
di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan
yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.
2. IUD yang mengandung hormonal
a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan
teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg
progesteron setiap hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung
b. Mirena
Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut,
fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim.
Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T yang
diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam
pemeriksaan rontgen.Mirena berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang
vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam
rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil (20 g/hari pada awalnya dan
menurun menjadi sekitar 10 g/hari setelah 5 tahun) melalui membran
epolydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan hormon yang 19
rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan dari IUD ini
adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan lebih
ringan. Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita
yang tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi
frekuensi ovulasi (Yoga, 2017).
Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir
serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat
perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan endometrium,
lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi kemungkinan implantasi
embrio pada endometrium. Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan
pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas
dan fertilitas dapat kembali dengan segera (Yoga, 2017).
4. Keuntungan IUD
Keuntungan menggunakan IUD adalah (Yoga, 2017):
1) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan
2) Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI
3) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi)
4) Pemasangan ada pascapersalinan, kasus perdarahan lebih sedikit
dibandingkan dengan pemasangan setelah beberapa hari atau minggu
5) Mengurangi angka ketidakpatuhan pasien
6) Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi
7) Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama
(1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan)
8) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
9) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak
perlu diganti)
10) Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
11) Tidak memengaruhi hubungan seksual
12) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
13) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380 A)
14) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid
terakhir)
15) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
16) Mencegah kehamilan ektopik.
5. Kerugian IUD
Kerugian penggunaan alat kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut
(Proverawati, 2018):
1) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan)
2) Haid lebih lama dan banyak
3) Perdarahan (spotting antar menstruasi)
4) Saat haid lebih sakit.
6. Indikasi atau Persyaratan Pemakaian IUD
Menurut (Arum, 2018), yang dapat menggunakan IUD adalah sebagai
berikut:
1) Usia reproduktif dan keadaan multipara
2) Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
3) Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepi Tidak menyusui
bayinya
4) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
5) Risiko rendah dari IMS
6) Tidak menghendaki metode hormonal
7) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
Sedangkan persyaratan untuk penggunaan IUD pasca plasenta adalah
sebagai berikut :
1) Tidak mengalami ketuban pecah dini
2) Tidak infeksi intrapartum
3) Tidak perdarahan post partum
7. Waktu Pemasangan IUD
IUD pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih
tinggi dibandingkan ekspulsi ≥4 minggu pasca persalinan. Eskpulsi dapat
diturunkan dengan cara melakukan insersi IUD dalam 10 menit setelah
pengeluaran plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uteri, dan
dikerjakan oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan
berpengalaman. Jika 48 jam pasca persalinan telah lewat, insersi IUD
ditunda sampai 4 minggu atau lebih pasca persalinan. IUD 4 minggu pasca
persalinan aman dengan menggunakan IUD copper T, sedangkan jenis
noncopper memerlukan penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.
Meskipun angka ekspulsi pada pemasangan AKDR segera pasca slain
lebih tinggi dibandingkan tekhnik pemasangan masa interval (lebih dari 4
minggu setelah persalinan), angka ekspulsi dapat diminimalisasi bila:
a) Pemasangan dilakukan dalam waktu 10 menit setelah melahirkan plasenta
b) AKDR ditempatkan cukup tinggi pada fundus uteri
c) Pemasangan dilakukan oleh tenaga terlatih (Arum, 2018).
8. Cara Kerja IUD
Mekanisme kerja yang pasti dari kontrasepsi IUD belum diketahui. Ada
beberapa mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan:
1) Timbulnya reaksi radang (munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign
body giant cells, sel mononuklear dan sel plasma di dalam cavum uteri
sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu karena lisis
dari spermatozoa atau ovum dan blastokista.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi
5) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri (Hartanto, 2018).
Menurut (Saifuddin, dkk, 2017) cara kerja pemasangan IUD adalah
sebagai berikut:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falofi
2) Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun
IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi
4) Memungkinkan utnuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
9. Pemasangan IUD
IUD dapat dipasang dalam keadaan berikut:
a) Pasca salin Bila pemasangan IUD tidak dilakukan segera dalam waktu 48
jam setelah bersalin, sebaiknya IUD ditangguhkan sampai 6 - 8 minggu
24 postpartum oleh karena jika pemasangan IUD dilakukan antara
minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi atau
ekspulsi lebih besar. Pemasangan IUD dalam 10 menit setelah plasenta
lahir dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Dipasang dengan tangan secara langsung Setelah plasenta dilahirkan
dan sebelum perineorafi, pemasang melakukan kembali toilet vulva
dan mengganti sarung tangan dengan yang baru. Pemasang memegang
AKDR dengan jari telunjuk dan jari tengah kemudian dipasang secara
perlahan-lahan melalui vagina dan servik sementara itu tangan yang
lain melakukan penekanan pada abdomen bagian bawah dan
mencengkeram uterus untuk memastikan AKDR dipasang di tengah-
tengah yaitu di fundus uterus. Tangan pemasang dikeluarkan perlahan-
lahan dari vagina. Jika AKDR ikut tertarik keluar saat tangan
pemasang dikeluarkan dari vagina atau AKDR belum terpasang di
tempat yang seharusnya, segera dilakukan perbaikan posisi AKDR.
2) Dipasang dengan ring forceps Prosedur pemasangan dengan AKDR
menggunakan ring forceps hampir sama dengan pemasangan dengan
menggunakan tangan secara langsung akan tetapi AKDR diposisikan
dengan menggunakan ring forceps, bukan dengan tangan.
b) Post abortus
Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi
fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Septic Abortion
merupakan kontraindikasi.
c) Saat Menstruasi Dilakukan pada hari-hari pertama atau pada hari-hari
terakhir haid. Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah:
1) Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak
terbuka dan lembek.
2) Rasa nyeri tidak seberapa keras.
3) Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa
dirasakan.
4) Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak
ada.
Sedangkan Kerugian pemasangan IUD pada waktu haid sedang
berlangsung adalah Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan
dilakukan saat haid. Dilatasi canalis cervikal adalah sama pada saat haid
maupun pada saat mid - siklus (Hartanto, 2018). Dalam hal yang terakhir ini
wanita yang bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum IUD
dipasang. Sebelum pemasangan IUD dilakukan, sebaiknya diperlihatkan
kepada akseptor bentuk IUD yang dipasang, dan bagaimana IUD tersebut
terletak dalam uterus setelah terpasang. Dijelaskan bahwa kemungkinan
terjadinya efek samping seperti perdarahan, rasa sakit, IUD keluar sendiri
(Hartanto, 2018).
B. Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan 7 Langkah Varney pada Keluarg
a Berencana AKDR
I. PENGKAJIAN
SUBYEKTIF
1. Identitas
Nama :
Umur : Usia PUS (20-55 tahun) mempengaruhi bagaimana
mengambil keputusan dalam kesehatannya (Saifuddin,
dkk, 2017).
Agama :
Suku/ Bangsa :
Pendidikan : Tingkat pendidikan dapat mendukung atau
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dan taraf
pendidikan yang rendah selalu bergandengan dengan
informasi dan pengetahuan yang terbatas. Hal ini juga
berkaitan dengan pengambilan keputusan (Arikunto,
2017)
Pekerjaan : Wanita yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit
untuk mengurus anaknya dan akan cendrung membatasi
jumlah anak (Arikunto, 2017)
Alamat :

2. Keluhan Utama
Haid lebih banyak
Timbul bercak/flek-flek
Keram
Nyeri haid (Hartanto, 2018).
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit/ Kelainan Reproduksi :Kelainan bawaaan uterus yang
abnormal atau tumor jinak, kanker
alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm, menderita
infeksi alat genital, perdarahan
vagina yang tidak diketahui
penyebabnya tidak boleh
mengunakan metode KB AKDR.
Penyakit Paru-paru :
Penyakit Saluran Pencernaan :
Penyakit Ginjal & Saluran Kencing :
Penyakit Endokrin : Diabetes mellistus tanpa
komplikasi boleh menggunakan
metode AKDR
Penyakit Saraf :
Penyakit Jiwa :
Penyakit Sistem imunologi :
Penyakit Infeksi : Sedang mengalami infeksi
alat genital (vaginitis, servisitis)
tidak boleh menggunakan alat
kontrasepsi AKDR

b. Riwayat kesehatan sekarang


Berisi riwayat perjalanan penyakit mulai klien merasakan keluhan
sampai dengan pengkajian saat ini (sebelum diberikan asuhan).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji riwayat penyakit menurun (asma, hipertensi, DM,
hemofilia, kanker payudara) menular (hepatitis, TBC, HIV/AIDS)
menahun (jantung, asma) (Fraser & Cooper, 2015).

5. Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi yang dikaji adalah siklus, lama haid, banyaknya,
warna, nyeri haid, keluhan waktu haid, dan amenore.

6. Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
N B
Su Abno
o An U Pe Jn Pnl Tm Pe J B/ Lakta Pe
am H M rmali
k K ny s g pt ny K P si ny
i tas
B

Nulipara dan yang telah memiliki anak, bahkan sudah memiliki


banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi, atau setelah
mengalami abortus boleh menggunakan Kontrasepsi progestin. AKDR
boleh digunakan dalam keadaan nulipara.

7. Riwayat Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi yang perlu dikaji adalah jenis alat kntrasepsi,
lama, kapan awal pemakaian, dan pelepasan, serta komplikasi yang
terjadi selama pemakaian. Pemakaian kontrasepsi sebelumnya dapat
menjadi tolak ukur penggunaan kontrasepsi selanjutnya.

8. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan
Makan 3-4 x/hari dengan asupan karbohidrat, protein,
Nutrisi
lemak, mineral dan vitamin.

Eliminasi BAB 1x/hari dan BAK 3-4 x/hari


Istirahat Kebutuhan akan tidur 7-8 jam/hari
Tingkat aktivtas seseorang dapat mempengaruhi
Aktivitas pengambilan keputusan dalam kesehatannya
(Arikunto, 2017)
Personal
Mandi 2x/hari , berganti pakaian 2-3 x/hari
Hygiene

Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obat tertentu


(epilepsy dan tuberculosis) dapat mempengaruhi
Kebiasaan
penetapan pemilihan metode kontrasepsi (Arikunto,
2017)

Metode Kontrasepsi AKDR tidak dapat melindungi


Seksualitas
dari penyakit menular seksual (PMS)/HIV

9. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


Masih kuat kepercayaan di kalangan masyarakat muslim bahwa setiap
mahluk yang diciptakan tuhan pasti diberi rezeki untuk itu tidak khawatir
memiliki jumlah anak yang banyak (Arikunto, 2017).

OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan arah tinggi >180/110 mmHg, atau diastolik > 90 mmHg
atau sistolik > 160 mmHg tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi hormon
metode kontrasepsi non hormonal merupakan pilihan yang lebih baik (buku
panduan praktis pelayanan KB hal : MK-31). Nyeri dada hebat, batuk, napas
pendek, Nadi > 100x/menit merupakan keadaan yang perlu mendapatkan
perhatian dimana memungkinkan masalah yang mungkin terjadi seperti
serangan jantung atau bekuan darah di dalam paru. Tekanan darah tinggi boleh
menggunakan metode KB AKDR
Antropometri : Gemuk ataupun kurus boleh mengunakan metode KB
AKDR (Fraser & Cooper, 2015).

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : Tidak tampak lesi, tampak bersih, tidak tampak benjolan,
distribusi rambut merata.
Wajah : Tidak tampak pucat, tampak simetris
Mata : Sklera berwarna kuning menandakan kemungkinan indikasi
adanya/penyakit hati pemilihan alat kontrasepsi non hormonal
lebih diutamakan
Hidung : Tampak simetris, tidak tampak pengeluaran/secret, tidak tampak
benjolan
Mulut : Tampak simetris, tampak lembab, tampak bersih, tidak tampak
stomatitis, lidah tampak bersih
Telinga : Tampak simetris, tidak tampak secret/serumen
Leher : Tidak tampak pembesaran pada kelenjar tiroid, getah bening, dan
vena jugularis
Dada : Nyeri dada dan paha perlu dilakukan tindakan evaluasi lebih
lanjut untuk menentukan penggunaan alat kontrasepsi implant
Payudara : Penderita tumor jinak atau kanker payudara boleh menggunakan
metode AKDR
Abdomen : Tidak tampak bekas luka operasi, tidak tampak asites, tidak
tampak linea ataupun striae
Genitalia : Perdarahan vagina yang tidak diketahui sampai dapat dievaluasi
tidak boleh mengunakan metode AKDR. Tampak adanya varises
pada vagina boleh menngunakan metode AKDR
Ekstermitas : Tampak adanya varises pada tungkai boleh menngunakan metode
AKDR.
Palpasi
Kepala : Tidak teraba benjolan, tidak ada lesi
Wajah : Tidak teraba oedema
Mata : Tidak teraba oedema pada konjungtiva
Hidung : Tidak teraba benjolan
Telinga : Tidak teraba benjolan
Leher : Tidak teraba oedema pada vena jugularis,
kelenjar tiroid, dan kelenjar getah bening
Payudara : Terabanya benjolan yang dapat menandakan adanya
kemungkinan akseptor menderita tumor jinak atau kanker payudara
boleh menggunakan metode AKDR
Abdomen : Tidak teraba massa/ benjolan
Genitalia : Adanya varises pada vulva boleh menggunakan metode AKDR
Ekstermitas: Teraba adanya varises pada tungkai boleh menngunakan metode
AKDR
Auskultasi
Nafas terdengar vesikuler
Tidak terdengar suara nafas tambahan
Bising usus 5-35 x/menit
Perkusi
Refleks Ekstremitas atas
Refleks Bisep (+)
Refleks Trisep (+)
Refleks Ekstremitas Bawah
Patella (+)
Cavilari Refil kembali dalam waktu < 2 detik
Homan Sign (-) (Fraser & Cooper, 2015).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium
HB :
PP test :

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik
Diagnosis : PAPAH usia ……. Dengan Akseptor KB AKDR
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hal yang sedang
dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosis.

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis dan masalah aktual yang
telah diidentifikasi. Pada langkah ini juga dituntut untuk merumuskan
tindakan antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebut tidak terjadi.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang harus
dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.

V. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis dan masalah yang telah
diidentifikasi.
1. Beritahukan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada ibu
Rasional : Informasi yang jelas dapat mempermudah komunikasi
petugas dan klien untuk tindakan selanjutnya
2. Beritahukan kepada ibu tindakan pelayanan kontrasepsi yang akan
dilakukan
Rasional : Agar pasien lebih siap dan kooperatif dalam setiap
pelaksanaan tindakan
3. Berikan pelayanan metode kontrasepsi sesuai kebutuhan klien
Rasional : Tindakan pelayanan metode kontrasepsi dilaksanakan
sesuai kebutuhan klien. Pastikan 5 T sebelum memberikan
pelayanan kontrasepsi (tepat pasien, tepat tempat, tepat
obat, tepat dosis, tepat waktu).
4. Lakukan tindakan pasca pelayanan metode kontrasepsi
Rasional : Memberitahukan informasi mengenai KB yang digunakan
berguna untuk mengingatkan klien. Membersihkan alat-alat
yang telah dipakai, merapikan klien, dan mencuci tangan
merupakan tindakan pencegahan infeksi yang penting
dalam setiap tindakan.
5. Lakukan pencatatan pada kartu kunjungan klien dan anjurkan ibu untuk
melakukan kunjungan ulang
Rasional : Pendokumentasian serta evaluasi terhadap tindakan yang
telah dilakukan pada kartu kunjungan klien dapat
menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasangan atau
pemberian KB.
6. Keterlambatan jadwal kunjungan ulang akan mempengaruhi efektivitas
dari cara pemakaian atau penggunaan KB. Jelaskan kembali tentang
kekurangan atau kerugian serta efek samping KB yang digunakan/ingin
digunakan klien
Rasional : Penjelasan tentang kekurangan dan kerugian serta efek
samping kb dapat menjadi pertimbangan ibu dalam
menentukan kontrasepsi yang akan digunakan dan
mengingatkan kembali kepada ibu mengenai efek samping
KB, hal ini juga dapat mengurangi kecemasan pada ibu.
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam
bentuk SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2017. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).Bumi Aksara.
Jakarta.

Arum, Setya Noviawati Dyah. 2018. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Jogjakarta : Nuha Medika.

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2017. Berita Resmi Statistik.
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/07/15/1843/persentase-
pendudukmiskin-maret-2021-turun-menjadi-10-14-persen.html

BKKBN. (2016). Jumlah Cakupan Peserta Keluarga Berencana. Laporan Kinerja


Instansi Pemerintah 2015 Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana
Nasional. Google Scholar.

BKKBN, K. K. (2020). Jumlah Peserta KB Per Mix Kontrasepsi.

Cooper, Fraser. 2015. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.

Hartanto, Hanafi. 2018. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka


Sinar Harapan.

Kemenkes RI. 2017. “Situasi Dan Analisis Keluarga Berencana.” Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Proverawati, A., A. D. Islaely., dan S. Aspuah. 2018. Panduan Memilih


Kontrasepsi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Rukmawati, S., Adrian, L. S., & Astutuik, P. (2019). Dukungan Suami dengan
Pemilihan Kontrasepsi IUD Pada Pasangan Usia Subur. Jurnal Sabhanga,
1(1), 74–82. Google Scholar

Saifuddin AB. Djadjadilaga, Affandi B, Bimo(Ed.). 2017. Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Pt Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hardjo

Saputra, A., & Novianti, L. (2020). Hubungan Ketersediaan Alat Kontrasepsi


Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur. Jurnal
Kesehatan: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 10(02), 89–96.
https://doi.org/10.52395/jkjims.v10i02.290. Google Scholar

Suparyanto. 2019. Wanita Usia Subur. Jakarta : Grafindo Persada.

WHO. 2019. Maternal Mortality. World Health Organization.

Yoga, Mutahar, R, Etrawati, F, Utama, F 2017, ‘Paritas dan Peran Serta Suami
dalam Pengambilan Keputusan Terhadap Penggunaan Metode Kontrasepsi’,
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 13, No. 4,
http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/article/view/3158

Anda mungkin juga menyukai