Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NIFAS DENGAN


WOUND DEHISCENCE DI RSUD DR.SLAMET KABUPATEN GARUT
TAHUN 2023
Diajukan untuk memenuhi salah satu penilaian Praktek Kebidanan
Kegawatdaruratan Stase VIII (Asuhan Kebidanan Kegawatdarutan)

Disusun Oleh:

Tati Juliah
P20624822038

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang


telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat membuat
dan menyelesaikan Laporan Pendahuluan Kegawatdaruratan Stase VIII.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Kebidanan Kegawatdaruratan dalam Program Profesi Bidan. Laporan
Pendahuluan ini bisa diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Hj Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST., M.Keb selaku ketua Program Studi
Profesi Bidan.
4. Tim Penanganggung Jawab Praktek Kebidanan Kegawatdaruratan
Stase VIII Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal
5. Ratih, Amd. Keb selaku Bidan Koordinator RSUD Dr. Slamet
Kabupaten Garut
6. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa di sebutkan
satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya
pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Terimakasih.

Garut, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

COVER

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Perdarahan Postpartum.......................................................... 4


B. Etiologi Perdarahan Postpartum.............................................................. 4
C. Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum............................................... 6
D. Patofisiologi Perdarahan Postpartum....................................................... 7
E. Diagnosis Kebidanan .............................................................................. 8
F. Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Postpartum adalah massa dimana organ-organ repsroduksi mulai
kembali normal, hal ini biasaya berlangsung slama memperlukan enam
minggu lamanya. Periode postpartum dibagi jadi tiga periode yakni:
puerpereum dini, intermedial puerpereum serta remot puepereum. Kondisi
pasien pada masa postpartum memiliki banyak perubahan secara fisik
ataupun psikis.
World Health Organization (WHO) melalui World Alliance for
Patient Safety menyatakan bahwa ILO (Infeksi Luka Operasi) terjadi pada
2% hingga 5% pada pasien yang melakukan pembedahan setiap tahun, dan
merupakan 25% dari jumlah infeksi yang terjadi pada fasilitas pelayanan
kesehatan. Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa angka
kejadian ILO pasca bedah sesar di Royal Darwin Hospital adalah 6,9%.2
Infeksi pada luka operasi berpotensi menimbulkan luka terbuka (wound
dehiscence).
Risiko terjadinya sepsis dan kematian pada luka operasi terbuka
adalah 10 – 35%. Pada suatu penelitian di RS Dr. Kariadi Semarang,
didapatkan bahwa angka kejadian luka terbuka pada pasien pasca bedah
sesar adalah 1,36%. (Yadi, 2011) Angka seksio sesarea yang mendekati
25%, telah stabil dan mulai menunjukkkan penurunan.
Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000, angka ini menjadi
15%, dengan angka yang dianjurkan 12% untuk seksio primer dan 3%
untuk seksio ulangan. (Paul, 1995; Cunningham 2011) Indikasi-indikasi
utama seksio sesarea meliputi : bekas seksio sesarea (8%), dystocia (7%),
letak sungsang (4%), fetal distress (2%-3%) dan lainlain. Area-area utama
penurunan harus terjadi pada katagori bekas seksio sesarea dan dystocia.
(Paul, 1995; Cunningham 2011).
Kontributor terbesar pada tingginya angka seksio sesarea terletak
pada kategori seksio ulangan. Lebih sepertiga dari semua persalinan

1
dengan seksio sesarea terjadi dari hasil persalinan seksio sebelumnya.
Wanita-wanita ini sering ditatalaksana sesuai diktum “once a cesarean,
always a cesarean”. (Paul, 1995; Cunningham 2001) Topik-topik bekas
seksio sesarea, trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea telah menjadi fokus pembahasan para praktisi, dalam usaha untuk
mencoba menurunkan angka seksio sesarea. (Paul, 1995; Cunningham
2011).
Perdarahan pasca persalinan terjadi secara mendadak dan lebih
berbahaya apabila terjadi pada wanita yang menderita komplikasi
kehamilan. Seorang ibu dengan perdarahan dapat meninggal dalam waktu
kurang dari satu jam. Kondisi kematian ibu secara keseluruhan diperberat
oleh tiga terlambatan yaitu terlambat dalam pengambilan keputusan,
terlambat mencapai tempat rujukan dan terlambat mendapatkan
pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2016).
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami
perdarahan post partum, namun ia akan mengalami kekurangan darah yang
berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan (Marlina, 2018).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat rumusan
masalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Nifas dengan
Wound Dehiscence di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut?”
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Nifas dengan Wound Dehiscence di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian
tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Seluruh
kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh. Pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu (Branon, 2017).

Gambar 1. Anatomi Kulit (Branon, 2017).


1. Lapisan Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapis yaitu epidermis sebagai lapisan yang paling
luar, dermis dan hypodermis atau subkutis yang merupakan jaringan
penyambung di bawah kulit (Branon, 2017).
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel

3
melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda
pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan
dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Pada epidermis terjadi regenerasi setiap 4-6
minggu (Branon, 2007; Amirlak, 2008).
Fungsi Epidermis antara lain proteksi barier, organisasi sel,
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan : (1). Stratum Korneum, Terdiri
dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti. (2). Stratum
Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis. (3).
Stratum Granulosum, ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng
yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik
kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans. (4). Stratum
Spinosum, terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan
dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai
lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans. (5). Stratum Basale
(Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.
Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit (Branon,
2017; Amirlak, 2018).

4
Gambar 2. Lapisan Epidermis
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang
menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal terdapat pada
telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : (1).
Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang. (2).
Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat (Amirlak,
2018).
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang
menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal terdapat pada
telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : (1).
Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang. (2).
Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat (Amirlak,
2018). Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat
elastic yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk
semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat
kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya
dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan

5
dan kelenturan kulit. Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa
kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin
jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit
manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada
usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput (Branon,
2017; Amirlak, 2018).
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis
juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung
banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis (Branon, 2007).
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan
duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan
kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh
dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat
dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah
ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama
dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu ekrin dan apokrin
(Branon, 2017).
Kelenjar sebasea terletak pada bagian atas dermis berdekatan
dengan folikel rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil
yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar sebasea membentuk sebum. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar sebasea terdapat di semua
bagian tubuh terutama pada bagian muka. Pada umumnya, satu
batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar sebasea yang
bermuara pada saluran folikel rambut (Amirlak, 2018).

6
Gambar 3. Lapisan Dermis
c. Hypodermis tau Subkutis
Lapisan ini merupakan lapisan di bawah dermis atau
hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Pada lapisan ini
terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Subkutis
berfungsi menunjang suplai darah ke lapisan dermis untuk
regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis antara lain untuk
melekatkan kulit ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,
kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber (Branon,
2017; Amirlak, 2018).
2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis. Vaskularisasi dikulit

7
diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus superfisialis dan pleksus profunda
(Branon, 2017; Amirlak, 2018).
B. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme (Branon, 2017).
1. Pelindung atau Proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan

tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruhpengaruh luar

seperti luka dan serangan kuman (Branon, 2017).


Lapisan paling luar epidermis diselubungi lapisan tipis lemak yang
menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan
luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh

serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari


matahari.
2. Penerima Rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan nyeri, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan

getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf


sensasi.
3. Pengatur Panas atau Thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap sekitar 36,5oC. Ketika terjadi
perubahan suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit. mengadakan
penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing.
4. Pengeluaran (sekresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa
garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit

8
tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air
transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut
dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada
krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit
pada tingkatan yang sangat tipis (Branon, 2017; Amirlak, 2018).
Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke
dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah

ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.


6. Penunjang Penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang
tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi
lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti
kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut (Branon,
2017; Amirlak, 2018).
C. Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,
derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat
persalinan. Gambaran perdarahan postpartum yang dapat mengecohkan
adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar
sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah
tersebut menimbulkan tandatanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2012).

9
D. Patofisiologi Perdarahan Postpartum

Penyebab utama perdarahan post partum disebabkan kelainan kontraksi


uteri adalah atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.Pada
keadaan yang normal, miometrium bisa berkontraksi sehingga menempatkan
pembuluh darah robek dan mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah
perdarahan yang cepat dan berbahaya (Winkyosastro, 2007).
Perdarahan dapat terjadi meskipun rahim baik kontrak dan kurangnya
jaringan ditahan, maka trauma pada jalan lahir atau trauma genitalia dicurigai
(Winkyosastro, 2007). Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi
robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim.Keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera diatasi.
Laserasi jalan lahir biasanya terjadi karena persalinan secara operasi
termasuk seksio sesaria, episiotomi, pimpinan persalinan yang salah dalam
kala uri, persalinan pervaginam dengan bayi besar, dan terminasi kehamilan
dengan vacuum atau forcep dengan cara yang tidak benar. Keadaan ini juga
bisa terjadi secara spontan akibat rupture uterus, inverse uterus, perlukaan
jaan lahir, dan vaginal hematom. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa
vagina dan vulva akan menyebabkan hematom.

10
Perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak
akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Hematoma biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi
atau pada daerah jahitan perineum (Cunningham, 2005).

E. Diagnosa Kebidanan

11
F. Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum

12
Penanganan pasien dengan perdarahan postparum memiliki dua
komponen utama yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang
mungkin disertai syok hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan
penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum
mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis ditangani
(Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum.
Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid
isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat disarankan pada
kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika
terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber perdarahan diketahui,
embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung
lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin
(10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika
perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan
intervensi konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus
dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

13
Cintania, B. (2020). Gambaran Kejadian Perdarahan Postpartum Berdasarkan
Paritas dan Anemia di RS Asy Syifa Medika Tahun 2019 (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Puteri, M. D. (2021). Karakteristik Penyebab Perdarahan Post Partum Primer Pada
Ibu Bersalin. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan dan Teknologi, 3(1), 30-36.
Rosdianah, dkk (2019). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Cetakan ke-1. Makassar: CV. Cahaya Bintang Cemerlang.
Setyarini Didien Ika dan Suprapti (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal. Cetakan ke-1. Jakarta: Kementerian Kesehatn Republik
Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai