Oleh :
SUNARTIN
NIM. 202108114
2022
PERSETUJUAN
Hari/tanggal : ,
Pacitan,
Mahasisa
TTD
Sunartin
Mengetahui,
TTD TTD
........................................... ...............................................
KATA PENGANTAR
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari laporan ini masih
terdapat kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan laporan ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR SINGKATAN vii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Pengkajian 23
3.2 Analisa data/Diagnosa 27
3.3 Rencana 27
3.4 Pelaksanaan 27
3.5 Evaluasi 28
BAB 4 Pembahasan
4.1 Pembahasan 30
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 31
5.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan
anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang
dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain dengan
menggunakan simbol verbal, bahasa dapat juga diekspresikan melalui
tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek
komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim.
Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan
makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah
komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural
(ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna
yang berbeda-beda).
Kemampuan bicara dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif,
sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan
bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif
(mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara).
Kemampuan bicara lebih dapat dinilai daripada kemampuan lainnya
sehingga pembahasan mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan
dengan kemampuan berbicara. Kemahiran dalam bahasa dan berbicara
dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari anak) dan faktor ekstrinsik (dari
lingkungan). Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan sejak lahir
termasuk fisiologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan bahasa dan
berbicara. Sementara itu faktor ekstrinsik berupa stimulus yang ada di
sekeliling anak terutama perkataan yang didengar atau ditujukan kepada si
anak.
Masalah keterlambatan bicara pada anak merupakan masalah yang
cukup serius yang harus segera ditangani karena merupakan salah satu
penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada
anak. Keterlambatan bicara dapat diketahui dari ketepatan penggunaan
kata, yang ditandai dengan pengucapan yang tidak jelas dan dalam
berkomunikasi hanya dapat menggunakan bahasa isyarat, sehingga orang
tua maupun orang yang ada disekitarnya kurang dapat memahami anak,
walaupun si anak sebenarnya dapat memahami apa yang dibicarakan
orang.
Keterlambatan bicara seperti mana yang diketahui mengacu pada
hambatan maupun gangguan perkembangan anak. Gangguan berbicara
pada anak telah didefinisikan sebelumnya sebagai ketidaknormalan
kemampuan berbicara seorang anak jika dibandingkan dengan kemampuan
anak yang seusia dengannya. Ketidaknormalan ini diketahui dari
kemampuan berbicara seorang anak yang berada di bawah anak normal
pada usianya.
Menurut Hurlock (1978: 194-195), definisi keterlambatan bicara
pada anak yaitu apabila tingkat perkembangan bicara berada di bawah
tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat
diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Dalam mempengaruhi
keterlambatan dalam hal berbicara ada banyak faktor. Diantaranya seperti
yang telah dikemukakan oleh Campbell dkk (2003), yang mencoba
mengungkap faktor resiko untuk keterlambatan bicara pada anak dengan
ras yang tidak diketahui atau campuran pada anak usia 3 tahun. Dari hasil
penelitiannya mengungkap bahwasanya yang mempunyai rasio terbesar
dalam mempengaruhi dari keterlambatan bicara adalah mengenai jenis
kelamin laki-laki, rendahnya pendidikan ibu (ibu yang tidak dapat
menyelesaikan SMA), dan juga dampak dari permasalahan genetik yang
dibawa ibu.
Hambatan pada perkembangan bicara nantinya tidak hanya dapat
mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga dapat
mempengaruhi penyesuaian akademis anak. Karena pentingnya fungsi
perkembangan bicara pada anak tersebut, maka penelitian ini berusaha
menggambarkan apa saja yang dapat menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan bicara pada anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas Kampus Askeb APRAS dengan Keterlambatan
Berbicara.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengkaji dan mengumpulkan data akurat dari
berbagai sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien.
b. Mahasiswa mampu membuat diagnosa terhadap pasien sesuai
dengan hasil pengkajian.
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan sesuai kasus.
d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan dan mendokumentasikan
hasil tindakan.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi setelah melakukan
tindakan.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan kebidanan APRAS dengan Keterlambatan
Berbicara.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
informasi serta memberikan manfaat bagi petugas kesehatan
khususnya bidan dalam penanganan kepada APRAS dengan
Keterlambatan Berbicara.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu,
wawasan dan menambah pembelajaran pendidikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Speach Delay
Speech delay (terlambat bicara) adalah istilah yang sering diberikan
oleh dokter anak kepada anak-anak ini. Namun, terminologi speech delay
sendiri bukan merupakan diagnosis, terminologi ini hanya digunakan
untuk menunjukan keadaan keterlambatan bicara. Sebab, keterlambatan
berbicara adalah sebuah gejala dari suatu diagnosis tertentu. Jadi, jika
menerima istilah bahwa anak kita mengalami keterlambatan bicara dengan
mengatakan bahwa si anak mengalami speech delay, lalu dianjurkan untuk
diberi terapi wicara, kita juga akan kesulitan menentukan bentuk terapi
wicara yang seperti apa. Bisa jadi nanti justru kita menerima terapi wicara
yang terlalu umum dan tidak menegena pada sasaran, atau justru salah
pendekatan yang bisa menyebabkan anak menjadi trauma.
Anak yang mengalami speech delay juga tergolong dalam
gangguan pada ekspresi bahasa, misalnya kesulitan menyampaikan
pikiran-pikiran dalam bentuk kalimat yang baik, kesulitan menyusun kata-
kata yang baik, atau kesulitan menyusun elemen cerita secara runtut.
Namun pada umumnya ia tidak mengalami kesulitan penerimaan bahasa,
ia juga pandai berbahasa simbolik. Hanya saja saat anak itu masih kecil
atau balita dimana belum mengalami perkembangan berbahasa secara
baik, ia juga mengalami kekurangan daftar kata-kata, sehingga jika diajak
berbicara juga masih mengalami kesulitan pemahaman bahasa dan juga
kesulitan mengambil daftar kata dalam memorinya (finding words yang
merupakan kelemahan anak kelompok ini).
Istilah speech delayed biasanya digunakan oleh para dokter
tumbuh kembang anak, sedangkan para neurolog menyebutnya sebagai
developmental dysphasia. Dalam pemeriksaan neurologi tidak ditemukan
adanya cacat di bagian otak. Oleh karena itu, kelompok anak terlambat
bicara ini masalahnya berupa masalah tumbuh kembang, bukan karena
kecacatan atau patalogis. Karena itu tatalaksana yang diberikan padanya
adalah bentuk intervensi stimulasi perkembangan bicara dan bahasa
hingga mencapai tingkatan perkembangan bicara dan bahasa yang
maksimal. Laurence B. Leonard (2014), seorang profesor yang ahli di
bidang bicara, bahasa, dan pendengaran dari Universitas Purdue,
menyatakan bahwa masalah bicara dan bahasa anak-anak ini adalah
masalah ketertinggalam perkembangan. Jika dilihat dalam sebuah
spektrum perkembangan bahasa, perkembangan bahasa anak-anak ini
berada dalam spektrum yang paling bawah. Dengan begitu kita dapat
memehami mengapa anak-anak ini mengalami ketertinggalan yang terus-
menerus dalam area bahasa yang menyebabkan masalah prestasi di
sekolah.
Karena dalam pemeriksaan neurologi tidak didapat adanya cacat,
makan intervensi yang diberikan adalah stimulasi bahasa yang dilakukan
oleh:
1. Orang tua merangsang wicara pada saat masih dalam fase preverbal
2. Terapi wicara saat ia dalam fase awal verbal untuk merangsang wicara
dan teknik artikulasi
3. Di sekolah oleh guru remidial bahasa, atau ahli bahasa (linguistik).
Dalam hal ini, orangtua harus juga turut aktif memberikan
rangsangan, mengarahkan, dan membantu anak agar mencapai tahap
perkembangan bahasa yang maksimal. Orangtua perlu membekali diri
dengan ilmu bahasa dan strategi mendukung pembelajaran bahasa.
Speech delayed atau keterlambatan bicara, yang dalam bahasa
neurologi disebut developmental dysphasia, kini lebih dikenal sebagai
Specific Laungage Impairment atau SLI yang mana intervensi bahasa
diberikan pada anak-anak ini adalah area kerja para guru bahasa dan ahli
bahasa.
Didunia internasional, dalam diagnosis SLI dari saru negara ke
negara lain masih terdapat persoalan tentang penempatan rencana
terapinya. Hal ini disebabkan karena para ahli masih belum mempunyai
kesepakatan tentang tipetipe SLI dan kriterianya. Berbagai penelitian
menunjukan ketidak konsistenan hasil. Hal ini disebabkan karena ada
perbedaaan gejala yang ditunjukan oleh anakanak terlambat berbicara ini
sangat heterogen, sehingga sangat sulit menetapkan penggolongan tipe-
tipenya. Karena belum ada kesepakatan inilah, maka para ahli SLI belum
bisa menentukan protokol intervensi yang tepat bagi setiap anak.
Dengan belum ada ketetapan kriteria tipe-tipe serta protokolnya,
apalagi karena secara medis memang tidak ada gangguan, maka tidak ada
alasan yang kuat bahwa anak-anak ini mendapatkan santunan subsidi
kesehatan dan asuransi. Akibatnya banyak dari anak-anak ini yang
terlantar atau dimasukan ke dalam diagnosis lainnya yang lebih dekat
dengan melihat berbagai gejala yang ditunjukan agar masuk kedalam
sistem subsidi dan penggantian asuransi kesehatan. Hungga kini diagnosis
SLI lebih banyak digunakan sebagai diagnosis riset dan kajian, bukan
sebagai diagnosisi yang digunakan dalam klinik sebagai dasar memberikan
intervensi. Sekalipun kriteria tipe-tipenya belum ditetapkan, anak-anak ini
sebetulnya tetap membutuhkan intervensi. Artinya dalam menetapkan
intervensi, akan dibutuhkan pengamatan terhadap anak secara empiris.
Jadi siapa pun yang memberikan intervensi perlu melihat gejala yang
ditampilkan anak secara berkala dan berkesinambungan.
Terjadinya hambatan dalam pekembangan berbicara
dapatmemengaruhi penyesuaian bersosialisasi anak. Terdapat beberapa
faktor yang memengaruhi keterlambatan berbicara (speech delay).
Campbell,dkk. (2003) mengungkapkan bahwa risiko keterlambatan dalam
berbicara bahwasannya rasio terbesar adalah berjenis kelamin laki-laki,
rendahnya pendidikan ibu, dan juga dampak dari genetik keluarga ibu.
(Julia, 2016)
Sebuah kegiatan berkomunikasi dikatakan berjalan dengan baik
apabila penerima dan pengirim bahasa dapat menguasai bahasanya.
Menurut Andrews (2013:2), bahasa manusia berfokus pada bahasa sebagai
sistem yang dinamis, hierarkis, dan dipelajari relatif-otonom dari tanda-
tanda paradigmatik dan sintagmatik yang menghasilkan makna yang
menandakan dan berkomunikasi melalui komunitas ujaran dan komunitas
praktik kepada diri sendiri dan orang lain sepanjang siklus kehidupan.
Definisi semacam ini menangkap prinsip-prinsip bahasa yang penting
sebagai fenomena budaya serta gejala neurologis.
Anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay) harus
tetap dirangsang untuk terus melatih komunikasinya. Pada kegiatan
berkomunikasi anak dituntut untuk menyelesaikan empat tugas pokok
yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Tugas tersebut
menurut Yusuf (2010:119) sebagai berikut: a) pemahaman, yaitu
kemampuan memahami sebuah makna ucapan orang lain; b)
pengembangan banyaknya kata; c) penyusunan kata menjadi kalimat; d)
ucapan, dapat dapat dipahami bahwa bahasa yang dimiliki anak secara
bertahap akan berkembang sesuai dengan rangsangan yang dilakukan
orangtua atau guru.( Alvika dkk, 2020)
Gangguan bahasa ekspresif ini menjadi lebih jelas pada saat anak kira-
kira berusia 18 bulan, di saat anak usia dini tidak bisa mengucapkan kata
dengan spontan maupun meniru kata, serta lebih sering menggunakan
gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. (Almi, 2020)
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan akurat, relevan dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, terdiri dari data obyektif
dan subyektif.
2. Perumusan Diagnosa
Dari hasil pengkajian kemudian dianalisa, diinterpretasikan secara
akurat dan logis.
3. Perencanaan
Perencanaan disusun berdasarkan diagnisa dan masalah yang
ditemukan, disusun berdasarkan prioritas masalah dana kondisi klien,
tindakan segera, tindakan antisipatif dan asuhan secara komprehensif.
Perencanaan disusun dengan melibatkan klien dan keluarga,
mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien / keluarga.
4. Implementasi
Pelaksanaan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif,efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien /
pasien dalam bnetuk upaya promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif
yang dialkukan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan dengan
memperhatikan keunikan klien / pasien, inform concern, menjaga
privasi klien dengan memperhatikan pencegahan infeksi.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk
melihat keefektifan dari asuhan yang diberkan dan sesuai dengan
perubahan-perubahan kondisi klien. Evaluasi dilakukan segera setelah
melaksanakan asuhan. Hasil evaluasi dicatat dan dikomunikasikan
kepada klien / keluarga dan ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi
klien / keluarga.
6. Pencatatan asuhan kebidanan
Pencatatan dilakukan secara lengkap, aurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan / klien yang ditemukan dalam memberikan asuhan
kebidanan. Pencatatan dilakukan pada format asuhan kebidanan dalam
bentuk SOAP.
S (Subyektif)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa
O (Obyektif)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil lab, dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung assesmen
A (Analisa)
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi.
P (Penatalaksanaan)
Menggambarkan pendokumentasian dari penatalaksanaan berdasarkan
assesmen. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Semua keputusan yang
dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-
benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang sesuai dengan apa
yang dibutuhkan dan baik untuk pasien.
BAB III
KASUS
A. PENGKAJIAN
1. DATA SUBJEKTIF
a. Identitas
Nama : An. W
Nama Panggilan : An. W
Umur : 6 Tahun
Tanggal/jam lahir : 1 Maret 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : TK
Dx Medis : -
Tanggal MRS : -
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2022
No register : -
Nama Ayah : Tn. W Nama Ibu : Ny. Y
Umur : 28 Tahun Umur : 25 Tahun
Suku/ Bangsa : Jawa Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : IRT
Penghasilan : 3Juta/bln Penghasilan : 0
Alamat : Gombong, 4/4, Ketepung, Ketrowonojoyo
b. Alasan kunjungan/ keluhan utama
Ibu mengatakan anaknya kesulitan untuk bicara.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal : GIP0A0 UK 39minggu
2) Natal : Jenis persalinan normal spontan. Penolong bidan. Lama
persalinan 4 Jam
3) Postnatal : P1A0 nifas normal
d. Riwayat masa lampau
1) Penyakit-penyakit waktu kecil : Tidak ada
2) Pernah dirawat di rumah sakit :Tidak
3) Penggunaan obat-obatan : Tidak
4) Tindakan (misalnya operasi atau tindakan lain) : Tidak
5) Alergi : Tidak
6) Kecelakaan : Tidak
7) Imunisasi : Lengkap
e. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga tidak memiliki riwayat
penyakit menular, menurun, menahun.
f. Riwayat sosial
1) Yang mengasuh anak : Ibu, Ayah, Nenek dan Kakek.
2) Hubungan dengan anggota keluarga : Baik
3) Hubungan dengan teman sebaya : Baik
4) Pembawaan secara umum : Baik
g. Kebutuhan dasar
1) Makanan yang disukai/ tidak disukai : Anak tidak suka
sayur
Selera makan : Baik
Alat makan yang digunakan : Lengkap dan bersih
Jam makan : 3 kali sehari ( 07.00 ; 11.00 ; 17.00)
2) Pola tidur Kebiasaan-kebiasaan sebelum tidur (apakah
perlu mainan, perlu dibacakan cerita yang dibawa tidur).
Anak tidur biasa, tidak ada kendala. Siang pada pukul
12.00 s/d 13.00 dan tidur malam pada pukul 20.00 s/d
05.00 WIB
3) Mandi
2 kali sehari
4) Aktivitas/ bermain
Anak bermain aktif.
5) Eliminasi
BAK 6-8 kali sehari
BAB 1 kali sehari
h. Keadaan kesehatan saat ini
1) Diagnosa medis
An. W usia 6 tahun
2) Tindakan operasi
Tidak
3) Status nutrisi
Baik
4) Status hidrasi
Baik
5) Obat-obatan
Tidak
6) Aktivitas
Baik
7) Hasil pemeriksaan laboratorium
Tidak dilakukan
8) X-Ray
Tidak dilakukan
2. DATA OBYEKTIF
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 90x/mnt
Pernafasan : 24x/mnt
Suhu : 36,7ºC
Tinggi badan : 116cm
Berat badan : 21kg
c. Pemeriksaan Fisik
Kepala dan leher : Bersih, keadaan kepala baik. Distribusi
rambut di puncak kepala. Tidak ada massa atau area lunak
di tulang tengkorak. Leher rentang pergerakan sendi bebas,
bentuk simetris dan pendek. Triroid digaris tengah, nodus
limfe dan massa tidak ada.
Pemeriksaan Thorax/ Dada : Bentuk seperti tong, gerakan
dinding dada simestris. Tidak ada retraksi dada. Tidak ada
pembengkakan aksila.
Pemeriksaan Abdomen : Abdomen bundar dan simetris
pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena berwarna
putih kebiruan. Abdomen lunak tanpa ada massa. Bising
usus ada.
Pemeriksaan genetalia dan anus Punggung : Penis lurus,
meatus urinarius di tengah. Bersih. Ada lubang anus.
Pemeriksaan muskuloskeletal (ekstremitas) : Simetris. Jari
tangan dan kaki lengkap. Gerak aktif.
Pemeriksaan integumen (Tidak dilakukan pemeriksaan)
Pemeriksaan neurologi (Tidak dilakukan pemeriksaan)
d. Pemeriksaan tingkat perkembangan (Tidak dilakukan pemeriksaan)
Adaptasi sosial : Cukup
Bahasa Motorik halus : Anak kesulitan dalam membuat
kata pertama atau memulai pembicaraan sehingga anak
menjadi enggan untuk berbicara dan bersikap acuh dengan
sekitarnya.
Motorik kasar : Anak tidak mau bermain bersama teman-
temannya dan cenderung lebih suka bermain sendiri
Informasi lain
(-)
B. ANALISA / DIAGNOSA
An. W usia 6 tahun dengan keterlambatan berbicara.
C. INTERVENSI
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan anaknya.
2. Jelaskan pada ibu tentang makanan yang bergizi dan seimbang untuk
anaknya.
3. Motivasi ibu untuk melakukan pendekatan yang lebih dengan anak.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pengobatan.
b. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan anaknya.
Ibu mengerti dan paham dengan kondisi anaknya.
2. Menjelaskan pada ibu tentang makanan yang bergizi dan seimbang
untuk anaknya. Masa tumbuh kembang anak membutuhkan zat gizi
lengkap seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral jika
tidak terpenuhi akan menghambat proses tumbuh kembang pada tahap
selanjutnya.
Ibu paham dan mengerti.
3. Memotivasi ibu untuk melakukan pendekatan yang lebih dengan anak.
Lebih sering mengajak anaknya berdiskusi, bermain bersama,
bernyanyi bersama, membacakan cerita atau berdongeng.
Ibu paham da mengerti.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy
pengobatan.
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Dari uraian materi dan pembahasan kasus tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pentingnya pemantauan tumbuh kembang oleh tenaga
kesehatan sehingga deteksi dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi
dapat dihindari atau dicegah.
Penulis melakukan asuhan anak pra sekolah kepada anak W,
diantaranya melakukan pemeriksaan dan memberikan KIE kepada ibu
tentang makanan bergizi dan seimbang, dan menganjurkan pendekatan yang
lebih dengan anak.
Berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi dalam
asuhan kebidanan pada An. A potensial terjadinya hambatan dalam
pekembangan berbicara dapat memengaruhi penyesuaian bersosialisasi
anak. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keterlambatan berbicara
(speech delay). Campbell,dkk. (2003) mengungkapkan bahwa risiko
keterlambatan dalam berbicara bahwasannya rasio terbesar adalah berjenis
kelamin laki-laki, rendahnya pendidikan ibu, dan juga dampak dari genetik
keluarga ibu.
Hal ini berarti penulis telah berusaha menerapkan pengkajian dan
pelaksanaan asuhan kebidanan anak pra sekolah dengan keterlambatan
berbicara sesuai pola piker Manajemen Kebidanan dan melakukan
pendokumentasian.
Pada pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan pada An. W telah
dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dan berdasarkan teori
yang ada dengan praktek yang nyata.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Agar penulis dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki
untuk melakukan asuhan kebidanan APRAS sesuai standar profesi
kebidanan dan dapat mengatasi kesenjangan yang terkadang timbul
antara teori yang didapat diperkuliahan dengan praktik yang nyata di
lahan serta dapat mengaplikasikan teori yang didapat dengan
perkembangan ilmu kebidanan terbaru.
2. Bagi Lahan Praktik
Untuk bidan maupun tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat
memberikan asuhan yang menyeluruh serta mendeteksi kelainan secara
dini dan mencegah terjadinya komplikasi APRAS.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Agar institusi dapat menilai sejauh mana kemampuan mahasiswa
dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat dengan
mempraktekkan dan menerapkannya pada pasien/klien secara langsung.
4. Bagi Pasien
Agar ibu mengetahui pentingnya masa tumbuh kembang anak dipantau
oleh tenaga kesehatan, kemudian suami dan keluarga dapat memberikan
dukungan dan semangat kepada ibu dan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhamad Zaunal. 2015. “Pola Asuh Single Parents dalam membetuk
kecerdasan emosi anak di desa jagung kesesi pekalongan”. (Pekalongan:
STAIN Pekalongan). Dalam (repository.iainpekalongan.ac.id)
Puspita, Alvika Candra dkk. 2018. “ Analisis Bahasa Lisan Pada Anak
Keterlambatan Bicara (speech delay) Usia 5 Tahun”, (Semarang:
Universitas Negeri Semarang) Dalam
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/download/
17405/9 508)
Sari, Almi Kurnia. 2018. ” Penanganan Anak Usia Dini Dengan Gangguan
Perkembangan Bahasa Ekspresif Di Kelompok Bermain (KB) Al-Azkia
Lab Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Iain Purwokerto”
(Purwokerto:IAINPurwokerto)dalam(http://repository.iainpurwokerto.ac.
id/4732/1/ALMI%20KURNIA%20SARI_PENANGANAN
%20AUD.pdf.)
Tiel, Julia Maria Van. 2011. “Pendidikan Anakku Terlambat Bicara”. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Tandry, Novita. 2011. Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak dan Masalahnya
.Jakarta: Libri.
Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogykarta : Pustaka
Pelajar.