Disusun Oleh:
Kurniawati
P20624822022
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) angka
kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 830 wanita meninggal karena
komplikasi kehamilan atau persalinan diseluruh dunia setiap harinya.
Diperkirakan pada tahun 2015 sekitar 303.000 wanita meninggal
selama dan setelah kehamilan dan persalinan.
Penyebab langsung kematian ibu adalah komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas. Semakin tinggi kasus komplikasi maka semakin tinggi
kematian ibu. Penyebab utama komplikasi ibu hamil adalah perdarahan,
hipertensi, infeksi dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena
interaksi antara kondisi medis yang sudah ada dan kehamilan (WHO, 2018).
Di Indonesia, menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia
masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
data dari tahun 2010-2013 penyebab kematian terbesar kematian ibu
ialah perdarahan.
Kematian ibu di Indonesia umumnya disebabkan oleh perdarahan,
eklampsi, komplikasi aborsi, partus macet dan sepsis. Perdarahan yang
bertanggung jawab atas 28% kematian ibu sering tidak dapat
diperkirakan. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum
merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari
semua persalinan. Penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta
dan vasa previa.
Kejadian plasenta previa secara global berkisar 5,2/1.000 kehamilan.
Angka kejadian di Amerika berkisar 2,8/1.000 kehamilan tunggal atau
3,9/1.000 pada kehamilan dengan janin kembar. Kejadian plasenta previa
lebih tinggi pada ibu hamil di Asia yaitu sekitar 12,3/1.000 kehamilan
1
(Senkoro et al.,2017). Insiden plasenta previa telah meningkat selama 30
tahun terakhir.
Insiden yang dilaporkan rata-rata 0,3 persen atau 1 kasus per 300
hingga 400 persalinan. Frekuensi di Rumah Sakit Parkland dari tahun 1988
hingga 2003 untuk hampir 250.000 kelahiran adalah 2,6 per 1000. Untuk
periode 2004 hingga 2015, ia meningkat menjadi 3,8 per 1.000. Frekuensi
serupa telah dilaporkan dari Austria, Finlandia, dan Israel (Cunningham et
al.,2018).
Sedangkan di Indonesia kejadian plasenta previa dilaporkan oleh
beberapa peneliti berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan (Fitria,
2014). Kejadian plasenta previa Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah di Indonesia melaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar
1,7 % sampai 2,9%, sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu
< 1 % (Chalik, 2016).
Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan dimana plasenta
terletak dibagian bawah rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi leher
rahim. Hal ini menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit dan
beberapa mengarah ke perdarahan yang mungkin cukup besar untuk
mengancam kehidupan ibu dan janin yang mengarahkan kepersalinan segera,
baik secara elektif atau darurat.
Plasenta previa disebabkan oleh implantasi blastokista yang
terletak rendah dalam rongga rahim. Faktor - faktor yang memengaruhi
terjadinya plasenta previa ialah meningkatnya paritas ibu, meningkatnya
usia ibu, kehamilan ganda, tindakan kuratase, riwayat seksio sesarea
sebelumnya, adanya bekas luka pada rahim dan miomektomi atau
endometritis, riwayat plasenta previa, dan kebiasaan merokok.
Plasenta previa bisa menimbulkan masalah kesehatan yang signifikan
karena penderita mungkin akan dirawat di rumah sakit untuk observasi karena
penderita mungkin akan membutuhkan tranfusi darah dan berisiko untuk
melahirkan secara prematur (Wiknjosastro, 2009). Plasenta previa dapat
menyebabkan ibu dan janin mengalami risiko tinggi dan hal ini merupakan
2
salah satu kedaruratan kebidanan. Bantuan medis merupakan hal yang sangat
penting untuk menyelamatkan ibu dan janin (Fraser, 2011)
Perempuan dengan plasenta previa berisiko lebih tinggi mengalami
pendarahan post partum, pendarahan antepartum, membutuhkan transfusi
darah, lama dirawat di rumah sakit dan pesalinan dengan operasi caesar.
Kejadian plasenta previa juga meningkatkan dampak yang merugikan bagi
kehamilan yaitu apgar skor kurang dari 7 pada menit ke 1, menit ke-5 dan ke
10, bayi dengan berat badan lahir rendah, malpresentasi janin, dirawat di
ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan kematian bayi (Senkoro et al,
2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat rumusan masalah
“Bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Persalinan dengan
Plasenta Previa di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut?”
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Persalinan dengan Plasenta Previa di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan
sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri
dengan kelahiran plasenta (Puspita, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) persalinan normal adalah
persalinan yang dimulai secara spontan beresiko rendah pada awal persalinan
dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi dilahirkan spontan dengan
presentasi belakang kepada pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu
lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan baik.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) (JNPK-
KR DepKes RI, 2008; 37).
4
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun
intranatal.
5
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari). Keadaan
endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2 Endometrium yang kurang
baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih
baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri. Plasenta previa
juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.
D. Tanda dan gejala serta Dampak Plasenta Previa
Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus
plasenta previa adalah sebagai berikut:
1. Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering
terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim,
bagian terendah masih tinggi diatas pintu atas panggul (kelainan
letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala.
Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang
tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di
sebabkan karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.
Biasanya kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada
kutub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul,
karena hal tersebut di atas, juga ukuran panjang rahim berkurang
maka plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak (Rukiyah,
2017:205-206).
2. Dampak
a. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu
perdarahan yang hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara
b. Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia,
Perdarahan dan syok (Maryunani, 2013:138)
6
E. Diagnosis Plasenta Previa
Penegakan diagnosis plasenta previa adalah sebagai berikut:
7
uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada
tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan
membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari
ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi
(unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh
darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang
tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar
tanpa rasa nyeri (pain-less). Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri
internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri
internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan 12 melepaskan tromboplastin ke dalam
sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada
plasenta previa.
8
G. Penanganan Plasenta Previa
Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
1. Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal),
tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:
a. Istirahat
b. Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
c. Memberikan antibotik bila ada indikasi
d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak
terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka
lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak
ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah
sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
2. Penanganan aktif
Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia
kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati.
Penanganan aktif berupa persalinan pervaginam dan persalinan per
abdominal. Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja
operasi. (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila
pemeriksaan dalam didapatkan:
a. Plasenta previa margnalis,
b. Plasenta previa letak rendah
c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan
serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul
dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan
amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus
pervaginam, bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi
kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak lakukan seksio
caesarea.
9
3. Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:
a. Plasenta previa totalis
b. Perdarahan banyak tanpa henti
c. Presentase abnormal
d. Panggul sempit
e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f. Gawat janin
4. Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta Previa
Menurut Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada
kehamilan dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:
a. Seksio caesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal
atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap di
laksanakan). Tujuan seksio caesarea yaitu melahirkan janin
dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan dan menghindarkan kemungkinan
terjadinya robekan pada servik uteri, jika janin di lahirkan
pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim
menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena
adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan
korpus uteri. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan
pemulihan kondisi ibu.Lakukan perawatan lanjut pasca bedah
termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan
cairan masuk dan cairan keluar.
b. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
10
a. Amniotomi dan akselerasi Umunya dilakukan pada
plasenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan
lebih dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen
bawah rahim dan di tekan oleh kepala janin. Jika
kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infus oksitosin.
b. Versi baxton hicks Tujuan melakukan versi braxton
hicks ialah mengadakan temponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi braxton hicks tidak
dilakukan pada pada janin yang masih hidup.
11
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata
Istri Suami
Nama : Ny. Ani Tn. Nandi
Usia : 40 tahun 43 tahun
Agama : Islam Islam
Penidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Buruh
Alamat : Kep. Babakan Sukasari 03/04
2. Riwayat
Ibu datang diantar keluarga pukul 10.00 WIB, ibu mengeluh keluar
darah banyak sejak jam 09.00 WIB dan mengeluh mules sedikit.
HPHT 25-07-2022 TP 02-05-2023. Merupakan kehamilan ketiga,
tidak pernah keguguran. Tidak ada komplikasi pada kehamilan,
persalinan, dan nifas yang lalu. Makan terakhir pukul 07.00 WIB,
BAK sering, BAB terakhir pukul 05.00 WIB. Tidak ada riwayat
penyakit berat seperti hipertensi, diabetes, asma, dan jantung. Tidak
ada alergi obat atau makanan. Sudah mendapatkan vaksin Covid
sebanyak 2x. Memiliki asuransi kesehatan BPJS.
B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
12
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 99x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernafasan : 24x/menit
Sp02 : 91%
4. LILA : 26 cm
5. Wajah : tidak ada oedema
6. Kepala : rambut hitam, tidak rontok, tidak ada
pembengkakan abnormal ataupun luka.
7. Mata : konjungtiva tidak pucat dan skelra tidak kuning
8. Hidung : bersih tidak ada polip
9. Mulut : bibir tidak kering, tidak ada sariawan, gigi tidak
berlubang dan bersih
10. Leher : tidak ada pembengkakan vena jugularis dan
kelenjar limfe
11. Dada : simetris, puting susu menonjol, areola hitam,
tidak ada pembengkakan abdomen.
12. Abdomen : Tidak ada luka bekas operasi, tidak ada strie
gravidarum, TFU : 30 cm. HIS : 1x10’x15”.
DJJ135x/menit, TBJ ± 2.790 gram.
13. Genitalia : Inspeculo : terdapat banyak stosel dan darah
segar. Terpasang DC.
14. Anus : tidak ada haemoroid
15. Ekstremitas : tangan tidak ada oedema, terpasang infus RL dan
kaki tidak ada oedema ataupun varises.
16. Pemeriksaan penunjang (10-01-2023)
- Darah : Gol. Darah O+
- Hb : 14 gr %
- Urine Protein : Negatif
- Glukosa : Negatif
- HbsAg : Negatif
13
C. ANALISIS
Ny. A 40 Tahun G3P2A0 parturient aterm, keadaan janin tunggal hidup
intrauterine dengan suspect plasenta previa.
D. PENATALAKSANAAN
1. Membina hubungan baik dengan ibu, hubungan terjalin baik.
2. Melakukan informed consent, ibu menyetujui.
3. Memberitahukan hasil pemeriksaan, hasil sudah diketahui.
4. Menyiapkan alat dan perlengkapan, alat dan perlengkapan sudah siap.
5. Menganjurkan ibu untuk mengatur nafas saat ada his, ibu dapat
mengatur nafas dengan baik.
6. Melakukan dukungan secara emosional, ibu merasa lebih tenang.
7. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum, ibu minum teh hangat.
8. Melakukan konsultasi kepada dr Sp.OG, advice berupa :
- Pemasangan infus RL
- Pemasangan DC
14
BAB IV
PEMBAHASAN
15
Menurut Gardosi J dan Francis A ada beberapa hal yang dapat
memengaruhi besar kecilnya tinggi fundus uteri (TFU) yaitu tinggi ibu,
kenaikan berat badan selama kehamilan, dan paritas.
Taksiran berat badan janin dapat dihitung menggunakan rumus,
tujuannya untuk menghitung apakah berat janin sudah cukup sesuai tinggi
fundus atau tidak.
Cara menghitung taksiran berat janin mneggunakan rumus Johnson yaitu :
TBJ = (TFU – N ) x 155
N : 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika
N : 11 bila kepala berada di bawah spina ishciadika
TBJ = (30 – 12 ) x 155
TBJ = 18 x 155
TBJ = 2790 gram
Pada pemeriksaan genitalia didapatkan bahwa terdapat stosel dan
pengeluaran darah segar banyak. Menurut Rukiyah (2017), gejala plasenta
previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari saat
pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi diatas
pintu atas panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak
sehingga timbul gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa
di sebabkan karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.
Penyebab terjadinya plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja plasenta
menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim. Plasenta previa meningkat
kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya
karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini
bisa ditemukan pada ibu multipara, usia lanjut (di atas 35 tahun), riwayat abortus
dan SC, kuretase berulang, riwayat plasenta previa, plasenta yang besar dan luas.
Berdasarkan keadaan tersebut sebagian besar di alami oleh Ny. A, yaitu
berdasarkan hasil anamnesa Ny. A sudah berusia 40 tahun (usia lanjut) dan sudah
mempunyai 2 anak, dengan hal ini Ny. A termasuk multipara (hamil lebih dari
2x).
16
BAB IV
PENUTUP
D. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari pengkajian data mengenai asuhan
kebidanan kegawatdaruratan bayi, yaitu :
1. Berdasarkan data subjektif di dapatkan Ny. A usia 40 tahun G3P2A0
Gravida 33 minggu mengeluh sedikit mulas dan keluar darah banyak.
2. Berdasarkan data objektif serta semua hasil pemeriksaan yang telah di
lakukan didapatkan bahwa ada nya stosel dan pengeluaran darah segar
dan selebihnya dalam batas normal.
3. Berdasarkan data subjektif dan objektif dapat dirumuskan diagnosis
Ny. A 40 tahun G3P2A0 Gravida 33 minggu dengan suspect plasenta
previa.
4. Dari analisis data tersebut dapat dilaksanakan perencanaan asuhan
kebidanan pada Ny. A usia 40 tahun G3P2A0 Gravida 33 minggu
dengan suspect plasenta previa.
E. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanaan
pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dengan plasenta
previa dan mampu memberikan asuhan sesuai dengan ibu.
2. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktik dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dan pelaksanaan
asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dengan plasenta previa.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadikan sebagai sumber
referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran yang berkaitan
dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dengan plasenta
previa.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Ni Kadek Deby Cindra, I. Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, And I.
Nyoman Bayu Mahendra. "Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Plasenta
Previa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2018-2019."
Guslatipa, Dina, and Erma Puspita Sari. "Hubungan Riwayat Operasi Sesarea,
Riwayat Abortus Dan Kehamilan Kembar Dengan Kejadian Plasenta
Previa." Jurnal’Aisyiyah Medika 4.2 (2019): 210-221.
Husain, Widia R., Freddy Wagey, and Eddy Suparman. "Hubungan Kejadian
Plasenta Previa dengan Riwayat Kehamilan Sebelumnya." e-CliniC 8.1
(2020).
Husain, Widia R., Freddy Wagey, and Eddy Suparman. "Hubungan Kejadian
Plasenta Previa dengan Riwayat Kehamilan Sebelumnya." e-CliniC 8.1
(2020).
Larasati, Eggy Widya. "Hubungan Paritas Terhadap Kejadian Plasenta Previa di
RSIA Sitti Khadijah I Makassar Tahun 2018." Metode 4: 04.
18
Wahyu, Haifa, et al. "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Plasenta Previa." JURNAL KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
BENGKULU 7.2 (2019): 114-123.
Wijaya, Dadik Wahyu, Yusmein Uyun, and Sri Rahardjo. "Penggunaan Skor
Indeks Plasenta Akreta (IPA) sebagai Prediktor Manajemen Perioperatif
Seksio Sesarea Pasien dengan Plasenta Previa Totalis Suspek
Akreta." Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia 3.2 (2020): 111-18.
19