Disusun oleh :
Rachma Fatikasari
P27224022346
Prodi Profesi Bidan Reguler
Disusun oleh :
CI/Pembimbing Lahan
Tanggal : 30 Oktober 2022
Di : Puskesmas Matesih
Dosen Pembimbing
Tanggal : 26 November 2022
Di : Poltekkes Kemenkes Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa kelahiran merupakan waktu dinamik yang berpusat di sekitar
kebutuhan segera bayi baru lahir. Walaupun sebagian proses persalinan terfokus
pada ibu tetapi proses tersebut merupakan proses pengeluaran hasil kehamilan
(bayi), maka penatalaksanaan suatu persalinan dikatakan berhasil apabila selain
ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian
essensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar (85% - 90 %) persalinan
adalah normal, tetapi gangguan dalam kehamilan dan proses persalinan dapat
mempengaruhi kesehatan bayi-bayi yang baru dilahirkan (Kemenkes, 2016).
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur
penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode
yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi.
Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin kelangsungan
hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan
balita. Tren angka kematian anak dari tahun ke tahun sudah menunjukkan
penurunan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per
1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun
demikian, angka kematian neonatus, bayi, dan balita diharapkan akan terus
mengalami penurunan. Intervensi-intervensi yang dapat mendukung
kelangsungan hidup anak ditujukan untuk dapat menurunkan AKN menjadi 10
per 1000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2024. Sementara, sesuai dengan Target Pembangunan Berkelanjutan,
AKABA diharapkan dapat mencapai angka 18,8 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2019).
Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi
berat badan lahir rendah (BBLR). Sebesar 46.4 % kematian Neonatal di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 disebabkan karena BBLR. AKB Propinsi
Jawa Tengah tahun 2019 sebesaar 8.2 % per 1000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Povinsi Jateng, 2019). Penyebab kematian lainnya di antaranya
asfiksia, kelainan bawaan, sepsis, tetanus neonatorium, dan lainnya. Pada masa
neonatal (0-28 hari) terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di
dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi
hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul,
sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal.
Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir
adalah cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1. Pelayanan dalam
kunjungan ini (Manajemen Terpadu Balita Muda) antara lain meliputi termasuk
konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1
injeksi dan Hepatitis B0 injeksi (bila belum diberikan).
Di PMB Retno Indarti capaian KN 1 sudah sesuai target sebanyak 125 dari
bulan Januari-Oktober 2020. Asuhan di KN 1 ini sangat penting karena
merupakan periode awal bayi baru lahir beradaptasi dengan lingkungan serta
deteksi dini adanya komplikasi. Berdasarkan uraian diatas, pada laporan kasus
ini akan dibahas mengenai Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah yakni
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Pada Bayi Baru Lahir di
Wilayah Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar?”
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menerapkan Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif
b. Melakukan interpretasi data
c. Menentukan diagnose potensial
d. Menentukan tindakan segera
e. Membuat perencanaan
f. Melakukan penatalaksanaan
g. Melakukan evaluasi tindakan
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi
Baru Lahir fisiologis holistic.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnyadalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis
holistik.
3. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dalammelaksanakan
asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik.
4. Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa diperpustakaan
mengenai asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Litterature Review
1. Pengertian Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
a. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gr
APGAR sampai 4000 gram nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan.
(Rukiyah, 2010; hal. 2)
b. Neonatus adalah bayi baru lahir sampai 28 hari pertama kehidupan
(Surasmi, 2003).
c. Bayi adalah manusia yang berusia 28 hari sampai usia 24 bulan.
d. Balita adalah singkatan dari bawah lima tahun. Manusia dalam masa balita
berumur 2 sampai 5 tahun. Pada masa-masa balita balita biasanya sudah
dapat berjalan atau berlari, menggunakan banyak energi untuk melakukan
aktivitas.
e. Anak pra sekolah yaitu anak yang berusia aniara 3-6 tahun menurut
Biechler dan Snowman (1993).
2. Bayi Baru Lahir
a. Ciri-ciri Umum Bayi Baru Lahir Normal
1) Berat badan 2500-4000 gram;
2) Panjang badan 48-52 cm;
3) Lingkar dada 30-38 cm;
4) Lingkar kepala 33-35 cm;
5) Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit,
kemudian menurun sampai 120-140 denyut/menit;
6) Pernapasan pada menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit,
kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit;
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan yang cukup
terbentuk dan diliputi verniks kaseosa;
8) Rambut lanugo tidak terlihat lagi, rambut kepala biasanya telah
sempurna;
9) Kuku agak panjang dan lunak;
10) Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada
perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki);
11) Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek moro sudah baik, bayi ketika dikejutkan akan memperlihatkan
gerakan tangan seperti memeluk;
13) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 48 jam
pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Wahyuni, 2012).
b. Masa Adaptasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 – 28 hari, selama periode
ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra uteri, yang
terbagi dalam dua masa antara lain :
1) Masa Portunate : Masa portunate pada bayi berlangsung antara 15 - 30
menit pertama sejak bayi lahir sampai tali pusatnya dipotong.
2) Masa Neonate: Masa neonate berlangsung dari pemotongan dan
pengikatan tali pusar sampai akhir mingggu kedua dari kehidupan
pascamatur. Ada empat penyesuaian utama yang harus dilakukan
sebelum anak dapat memperoleh kemajuan perkembangan tingkah
laku, yaitu :
a) Perubahan suhu dalam rahim ibu dengan suhu lingkungan.
b) Perubahan pernafasan, sebelum lahir bayi bernafas dengan
plasenta dan setelah lahir bernafas dengan paru-paru.
c) Dan menelan sebagai cara untuk memperoleh makanan yang
semula dari plasenta melalui tali pusat.
d) Cara pembuangan melalui organ-organ sekresi yang mana sebelum
lahir melalui plasenta dan tali pusat.
Pada masa neonatus, bayi akan lebih banyak tidur dan untuk
mempertahankan hidupnya dengan beberapa kemampuan antara lain :
1) Insting
Insting adalah kemampuan yang ada sejak lahir, bersifat psikofisis
yang bertujuan untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan dengan
rangsangan yang khas dan terjadi tanpa belajar. Misalnya : reaksi
menyusui, kebutuhan akan rasa aman, insting sosial yang
memungkinkan anak berkomunikasi dengan lingkungan misalnya
senyum bila ibu mengajak bayi bicara.
2) Reflek
Refleks adalah gerakan yang terjadi secara otomatis/spontan tanpa
disadari pada bayi yang normal. Macam-macam reflek pada bayi
antara lain :
a) Tonic Neck reflek (reflek tonus leher) adalah gerakan spontan otot
kuduk, apabila bayi ditengkurapkan, maka secara spontan bayi
akan memiringkan kepalanya.
b) Rooting reflek (reflek menghisap) adalah reflek apabila ada yang
menyentuh disekitar mulut bayi, maka bayi akan membuka
mulutnya dan memiringkan kepalanya kearah yang menyentuh.
c) Graps reflek (reflek menggenggam), apabila tangan kita
menyentuh telapak tangan bayi, maka bayi akan berusaha
menggenggam tangan kita dengan kuat.
d) Moro reflek adalah reaksi emosional yang timbul di luar kemauan
atau kesadaran bayi. Reflek ini seolah-olah bayi mendekatkan
tubuhnya pada orang yang mendekapnya.
e) Startle reflek (reflek mengehntak) adalah rekasi emosional berupa
hentakan dan gerakan seperti mengejang pada lengan dan tangan
dan sering diikuti dengan tangisan rasa takut.
f) Stapping reflek bersifat reflek belajar seolah-olah akan berjalan.
(Rukiyah : 2013)
3) Kemampuan untuk belajar
c. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian
fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus.
1) Sistem pernapasan
Selama didalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran
gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus melalui
paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama :
a) Tekanan mekanik torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi
mekanik).
b) Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang kemoreseptor yang
terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).
c) Rangsangan dingin di daerah muka dan penurunan suhu didalam
uterus (stimulasi sensorik).
Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam
waktu 30 detik pertama sesudah lahir. (Indrayani & Moudy, 2013).
2) Sirkulasi darah
Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis
sebagian ke hati, sebagian langsung ke serambi kiri jantung, kemudian
ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta ke
seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah di pompa sebagian ke paru dan
sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paru
akan berkembang mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru
menurun. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah
darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama
sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-
kira-kira 85/40 mmHg (Indrayani & Moudy, 2013).
3) Perlindungan termal (termoregulasi)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh ada bayi baru lahir belum
berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami
hipotermi. Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada BBL
menurut Wahyuni (2012) :
a) Evaporasi: Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan
pada tubuh bayi.
b) Konduksi: kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dan benda atau permukaan yang temperaturnya lebih rendah.
c) Konveksi: kehilangan panas yang terjadi pada saat tubuh bayi
terpapar udara atau lingkungan yang bertemperatur dingin.
d) Radiasi: Kehilangan panas badan bayi melalui pancaran/ radiasi
dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.
4) Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh orang
dewasa sehingga metabolisme basal per KgBB akan lebih besar,
sehingga BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Fungsi ginjal belum sempurna karena :
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.
b) Ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal.
c) Renal blood flow relatif kurang bila dibanding dengan orang
dewasa (Indrayani & Moudy, 2013).
6) Immunoglobulin
a) Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang
belakang dan lamina propia ilium dan apendiks.
b) Plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan
stress imunologis.
c) Pada BBL hanya terdapat gama globulin G, sehingga imunologi
dari ibu dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil.
d) Tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta (Lues,
toksoplasma, herpes simpleks) reaksi imunologis dapat terjadi
dengan pembentukan sel plasma dan antiboti gama A, G dan M
(Indrayani & Moudy, 2013)
7) Traktus digestivus
Traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan
yang disebut mekonium. Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10
jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinjanya sudah berbentuk dan
berwarna biasa. Gumoh sering terjadi akibat dari hubungan esophagus
bawah dengan lambung belum sempurna, dan kapasitas dari lambung
juga terbatas yaitu + 30 cc (Indrayani & Moudy, 2013).
8) Hati
Segera setelah lahir, terjadi kenaikan kadar protein dan penurunan
kadar lemak dan glikogen.
9) Keseimbangan asam basa
PH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik.
(Indrayani & Moudy, 2013).
d. Pemeriksaan Pada BBL
Pengkajian setelah lahir terjadi dalam tiga tahapan. (Suwanti : 2007)
1) Tahap I
Segera selama menit-menit pertama kelahiran menggunakan system
scoring APGAR untuk fisik dan skrining GRAY untuk interaksi bayi
dengan orang tua.
Klasifikasi klinik :
a) Nilai 7-10 : bayi normal
b) Nilai 4-6 : bayi asfiksia ringan-sedang
c) Nilai 0-3 : bayi asfiksia berat
Skor
Tanda
0 1 2
A : Apperance colon Biru Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) pucat ekstermitas biru kemerahan
P : Pulse (frekuensi Tidak <100 >100
jantung) ada
G : Grimage Tidak Sedikit gerakan, Menangis,
(rangsangan) ada minim batuk, bersin
Lumpuh Ekstermitas Gerakan aktif
A : Activity
dalam sedikit
(aktivitas tonus otot)
fleksi
R : Respiration Tidak Lemah, tidak Menangis kuat
(pernafasan) ada teratur
b. Jadwal Imunisasi
1) Imunisasi Dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
f) Pola Eliminasi
Bayi baru lahir normal biasanya BAK lebih dari 6 kali per hari.
Dicurigai diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau atau
mengandung lender atau darah. (Sudarti, 2013)
g) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium (Sulistyawati,
2009)
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini melakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis, masalah, dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan. (Sudarti, 2013)
1) Diagnose kebidanan
Menurut Hani dkk (2010), diagnose kebidanan adalah diagnose
yang tegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi
standart nomenklatur diagnosis kebidanan.
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesis tanda gejala subjektif yang diperoleh dari bertanya dari
pasien dan atau keluarga. (Rukiyah dkk, 2009)
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, yang dirumuskan
dalam data focus. (Rukiyah dkk, 2009)
2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani
dkk, 2010)
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisis data. (Hani dkk, 2010)
c. Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi memungkinkan dilakukan pencegahan dan
kolaborasi dengan dokter dapat dilakukan, menunggu sambil menunggu
pasien, bidan bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi
(Varney, 2007).
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini perlunya tindakan segera bidan atau dokter dan atau
ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai kondisi bayi. (Sudarti, 2013)
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah ini ditemukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman
antisipasi bagi pasien tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya
(Ambarwati, 2010)
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman (Sulistyawati, 2009).
g. Langkah VII : Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-
menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu
berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. (Hidayat, 2008)
C. Prioritas Masalah :
Dalam menentukan prioritas masalah kami lakukan dengan menggunakan
metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Metode USG merupakan salah
satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan metode teknik scoring 1-
5 dan dengan mempertimbangkan tiga komponen dalam metode USG.
1. Urgency Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah
lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa
dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan
masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah
lain yang berdiri sendiri.
3. Growth Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan semakin
memburuk kalau dibiarkan.Dalam menentukan prioritas masalah dengan
metode USG ini, penulis lakukan bersama suami dalam diskusi penentuan
prioritas masalah di Puskesmas Gatak. Dimana, suami yang hadir
memberikan skornya terhadap tiap masalah yang ada
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Bayi
a. Nama : By. Ny. A
b. Tanggal/jam : 03 Oktober2022 pukul 15.15 WIB
c. Jenis Kelamin : Perempuan
Orang Tua
a. Nama : Ny. A / Tn. A
b. Umur : 23 th / 25 th
c. Agama : Islam
d. Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
e. Alamat : Gantiwarno 2/7, Matesih
2. Riwayat Kehamilan Ibu
a. Riwayat obstetri :G1P0A0
b. Frekuensi ANC : 10 x
c. Imunisasi TT : Lengkap
d. Obat-obatan/jamu yang dikonsumsi : ibu tidak mengkonsumsi jamu-
jamuan, hanya mrutin meminum vitamin dari bidan
e. Kenaikan berat badan : 14 kg
f. Riwayat penyakit penyerta : tidak ada
g. Komplikasi selama hamil : tidak ada
3. Riwayat persalinan ibu
a. Jenis persalinan : Spontan
b. Penolong : Bidan
c. Lama kala I dan II : 6 jam dan 15 menit
d. Air ketuban : Jernih
e. Komplikasi/penyulit : Tidak ada komplikasi maupun penyulit
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum bayi : Baik
2. Tanda-tanda vital :
S : 36,6ºC,
R : 42x/menit
3. Berat Badan : 3500 gram,
4. Panjang Badan : 48 cm,
5. LK : 33 cm,
6. LD : 32 cm
2. Pemeriksaan fisik (sertakan pemeriksaan reflex BBL)
a. Kepala : tidak terdapat trauma persalinan, tidak terdapat molase
pada sutura
b. Telinga : bersih, simetris, tidak terdapat serumen dan sekret,
tidak terdapat kelainan
c. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterus, tidak terdapat kelainan, pergerakan pupil normal
d. Hidung : lubang hidung simetris, tidak terdapat serumen, tidak
terdapat kelainan
e. Mulut : labio, dan palatum normal,
f. Leher : tidak terdapat pembesaran dan kelainan
g. Dada : tidak terdapat retraksi dinding dada, bunyi nafas
normal, tidak terdapat kelainan
h. Bahu, lengan dan tangan : simetris
i. Perut : tidak terdapat kelainan, talipusat bersih tidak terdapat
tanda- tanda infeksi
j. Genetalia dan anus : Scrotum didalam testis dan sudah turun,
k. Anus : (+) berlubang
l. Tungkai dan kaki : simetris, tonus otot baik
m. Punggung : tidak terdapat kelainan pada tulang punggung,
n. Kulit : warna kulit kemerahan, tidak terdapat kelainan dan
tanda lahir
o. Pemeriksaan Reflex :
- Reflek Moro
Baik, ada respon memeluk saat bayi dikagetkan
- Reflek Rooting
Baik, ada respon membuka mulut saat jari kita menyentuh mulut
bayi
- Reflek Grasfing
Baik, saat tangan bayi diberi jari telunjuk maka tangan bayi
menggenggam
- Reflek Walking
Baik, saat telapak kaki bayi disentuh dengan jari maka akan
bergerak- gerak
- Reflek Sucking :
Baik, bayi menghisap dengan kuat saat menyusu
3. Pola pemenuhan kebutuhan dasar
a. Nutrisi :
Jenis : ASI
b. Keluhan : tidaka ada
c. Eliminasi : BAB (-), BAK (+)
d. Hygiene : mengganti pakaian bayi yang basah
dengan pakaian yang kering dan bersih
e. Perawatan tali pusat : memasangkan kassa kering dan steril
untuk mencegah infeksi pada tali pusat
4. Pemeriksaan Penunjang tidak dilakukan (tidak terdapat indikasi)
C. ANALISIS DATA
Bayi Ny. A segera setelah lahir
D. PENATALAKSANAAN
1. Mengklem tali pusat dan memotong tali pusat
Rasionalisasi :
Jika tali pusat tidak diklem terlebih dahulu dalam beberapa saat setelah lahir,
darah dalam plasenta akan mengalir ke bayi untuk meningkatkan volume
darah pada bayi yang dapat membantu mengalirkan darah ke organ penting
bayi termasuk paru-paru.
Hasil :
tali pusat bayi telah dijepit dan dipotong
2. Melakukan penilaian sepintas pada bayi
Rasionalisasi :
Untuk menilai apakah ada kelainan pada bayi
Hasil :
kulit bayi kemerahan, menangis spontan, gerak aktif
3. Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering
Rasionalisasi :
mencegah terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir
Hasil :
bayi sudah dikeringkan
4. Meletakkan bayi diatas perut ibu untuk dilakukan IMD
Rasionalisasi :
Inisiasi menyusui dini adalah langkah penting untuk memudahkan bayi
dalam memulai proses menyusui dimana banyak sekali manfaat yang
bisa didapatkan oleh ibu maupun bayi.
Hasil :
bayi sudah diletakkan diatas perut ibu
5. Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan topi bayi dan menyelimuti
bayi dengan kain bersih
Rasionalisasi :
Setelah dilakukan semua perawatan bayi segera setelah lahir melaukan
menjaga kehangatan bayi seperti memakaikan selimut dan topi untuk
mencegah terjadinya hipotermi.
Hasil :
Bayi sudah diberi topi dan selimut.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan mengenai
pengelolaan kasus persalinan pada bayi Ny. A bayi segera setelah lahir
menggunakan tahap-tahap manajemen asuhan kebidanan terdiri dari
pengkajian data subjektif, pengkajian data objektif, analisa data dan
penatalaksanaan, serta telaah jurnal yang berkaitan dengan asuhan yang
diberikan. Pada bagian pembahasan ini membahas mengenai hubungan
antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus.
Adapun asuhan segera yang dilakukan pada bayi baru lahir diantara
lain yaitu menilai sepintas, pemotongan tali pusat dan menjaga suhu tubuh
bayi. Setelah dilakukan pemotongan tali pusat, bayi di letakkan diatas dada
ibu untuk melakukan IMD. Hal ini sesuai dengan yang ada pada Depkes
(2012) bahwa asuhan bayi segera setelah lahir meliputi stabilisasi temperatur,
pemberian ASI, persalinan bersih dan aman.
1. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Waktu Penjepitan Tali
Pusat Bayi Cukup Bulan Terhadap Kadar Hemaglobin Dan Hematokrit Bayi Pada
Persalinan Normal Study Di Wilayah Puskesmas Kendal 1” . Menyatakan Hasil
uji statistik terdapat hubungan yang bermakna waktu penjepitan tali pusat
terhadap kadar hematokrit bayi baru lahir dengan nilai p-value sebesar 0,000 dan
hasil analisis didapatkan nilai RR sebesar 1,84 (95% CI: 1,17-2,91) yang
memiliki arti bahwa bayi baru lahir yang tali pusatnya dilakukan penjepitan
dengan waktu 2 menit berpeluang 1,84 kali lebih besar kadar Hct nya ≥ 43%
dibandingkan dengan bayi baru lahir yang tali pusatnya dijepit dalam waktu 15
detik.
Berdasarkan teori yang disampaikan Oski, et al., (2003) menyatakan bahwa
waktu penjepitan tali pusat di tunda akan meningkatkan volume darah bayi
dibandingkan dengan penjepitan tali pusat dini. Rata-rata volume darah saat satu
setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kg BB
dibanding 98,6 ml/kg BB pada bayi dengan penjepitan ditunda. Penundaan
penjepitan tali pusat 2 – 3 menit pada bayi cukup bulan, memberikan sekitar 25 –
35 mL darah perkilogram berat badan terhadap bayi dari sirkulasi plasenta. 12
percobaan telah menguji pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap hasil
status hematologi atau zat besi melalui periode neonatal hingga usia 6 bulan,
didapatkan hasil bahwa waktu penjepitan tali pusat memiliki pengaruh yang nyata
terhadap jumlah darah yang tetap berada dalam sirkulasi bayi saat lahir,
Penundaan penjepitan memberikan status zat besi pada usia 2-3 bulan pertama
hingga 6 bulan (Chaparro, 2011).
2. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat merupakan bagian dari plasenta dimana memiliki panjang rata-rata
55 cm dengan diameter 0,8 sampai 2 cm. Aliran darah janin mengalir melalui dua
arteri umbilikalis, lalu ke kapiler-kapiler villi dan selanjutnya kembali melalui
sebuah vena umbilikalis menuju ke janin. Pada saat yang sama, darah ibu
mengalir dari arteri uterina ke dalam sinus-sinus maternal yang mengelilingi villi
dan kemudian kembali kedalam vena uterina ibu.
Ketika janin dilahirkan, segera bayi menghirup udara dan menangis kuat,
dengan demikian paru-parunya akan berkembang. Tekanan dalam paru-paru
mengecil dan seolah-olah darah terhisap kedalam paru-paru. Dengan demikian,
duktus Botalli tidak berfungsi lagi. Demikian pula, karena tekanan dalam atrium
kiri meningkat, foramen ovale akan tertutup, sehingga foramen tersebut
selanjutnya tidak akan berfungsi lagi (Wiknjosastro, 1999).
Perawatan tali pusat secara umum bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi dan mempercepat putusnya tali pusat. Infeksi tali pusat tergolong jenis
infeksi ringan tapi jika tidak segera diobati akan dapat berkembang menjadi
infeksi yang membahayakan dan bahkan dapat menjadi salah satu penyebab
kematian Bayi. Salah satu media yang sering digunakan oleh tenaga kesehatan
dalam perawatan tali pusat adalah menggunakan kasa kering. Media ini sering
digunakan karena perawatan tali pusat menggunakan kasa kering terbukti efektif
untuk digunakan dalam perawatan tali pusat Penelitian terbaru yang dilakukan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk perawatan tali pusat adalah dengan
menggunakan ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Triasih, Widowakti, Haksari
dan Surjono dengan rancangan penelitian Randomize Controlled Trial
(RCT) menyimpulkan bahwasanya ASI aman dan efektif untukperawatan
tali pusat. Waktu pelepasan tali pusat dipengaruhi oleh cara perawatan tali pusat,
kelembaban tali pusat, kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus, dan
timbulnya infeksi pada tali pusat karena tindakan atau perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan Dampak perawatan tali pusat yang salah dapat
mengakibatkan waktu pelepasan tali pusat semakin lama dan infeksi tali pusat.
Infeksi pada tali pusat dapat menyebabkan sepsis, menginitis, dan lain-lain.
Resiko fatal yang mungkin dapat terjadi adalah kematian pada bayi. Salah satu
carayang saat ini sedang dikembangkan adalah perawatan tali pusat menggunakan
ASI. Selain efisien, pemanfaatan ASI sebagai media perawatan tali pusat dapat
menghindarkan ibu post partum dari terjadinya bendungan ASI. Selain mampu
menghindarkan ibu dari terjadinya bendungan ASI, perawatan tali pusat dengan
menggunakan ASI jauh lebih efisien di bidang ekonomi / keuangan keluarga
karena pemanfaatan ASI dalam perawatan tali pusat tidak membutuhkan biaya
sama sekali atau relatif lebih irit. Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan ASI
sebagai media perawatantali pusat sangat minimal. Hal ini dikarenakan
kandungan dari ASI itu sendiri. Berbagai macam kandungan nutrisi dan zat yang
ada di dalam ASI dapat mengurangi resiko kejadian infeksi sehingga bayi dapat
terhindar dari kejadian infeksi tali pusat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengenai efektivitas perawatan tali pusat menggunakan ASI menunjukkan
bahwasanya perawatan tali pusat menggunakan ASI mempunyai rerata waktu
pelepasan tali pusat yang lebih cepat dibandingkan dengan media lain seperti kasa
kering, alkohol 70% dan povidone iodine
Berdasarkan penelitian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Air Susu Ibu Pada
Percepatan Pelepasan Tali Pusat Bayi” Tahun 2015 menyatakan menggunakan uji
korelasi Mann Whitney karena dari hasil uji normalitas data dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk didapatkan nilai signifikasi untuk lama waktu
pelepasan tali pusat menggunakan ASI dan kasa kering sebesar 0,000. Karena
data berdistribusi tidak normal (p< α), maka uji alternatif yang digunakan adalah
uji korelasi Mann Whitney. Dari hasil uji korelasi Mann Whitney dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05 didapatkan nilai signifikasi (p) sebesar 0,00. Karena nilai
signifikasi (p) yang didapatkan < α, maka hipotesis dalam penelitian ini diterima
yang berarti ASI efektif untuk digunakan dalam perawatan tali pusat pada bayi.
ASI selama ini hanya dimanfaatkan sebagai makanan bayi dan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan ASI mulai dimanfaatkan sebagai cairan untuk
merawat tali pusat pada bayi karena ASI dinilai aman dan efektif untuk perawatan
tali pusat pada bayi. Efektifitas penggunaan ASI sebagai media perawatan tali
pusat dikarenakankandungan nutrisi yang terkandung dalam ASI itu sendiri. Salah
satu kandungan ASI adalah protein.
Protein berfungsi sebagai pembentuk ikatan essensial tubuh, mengatur
keseimbangan cairan tubuh, memelihara netralisasi tubuh dengan bereaksi
terhadap asam basah agar PH tubuh seimbang, membentuk antibody, serta
memgang peranan penting dalam mengangkut zat gizi ke dalam jaringan
(Ganong, 2002 dikutip dalam Sumaryani, 2006). Pendapat ini diperkuat oleh teori
yang dikemukakan (Corwin, 1996 dikutip dalam Sumaryani, 2006) yang
mengemukakan bahwa ASI mengandung limfosit yang terdiri dari 2 sel yaitu sel
b dan sel T. Sel B berfungsi sebagai imunitas humoral, resptor immunoglobulin
yang dapat mengenali antigen asing dan dapat berkembang sebagai plasma sel
pembentuk antibody. Sel T berfungsi sebagai penolong sel B dalam membentuk
antiodi, memiliki reseptor khusus terhadap antigen dan berperan dalam menekan
respon imun.
Secara fisiologis saat terdapat benda asing dalam tubuh maka sel B atau sel T
akan diaktifkan dan membuat respon terhadap makroag untuk melawan benda
asing, akibatnya sel B dan sel T akan berproliferasi dengan makrofag dan terjadi
pembelahan secara mitosis. Proses ini menjadikan ASI efektif sebagai media yang
dapat digunakan dalam perawatan tali pusat berdasarkan atas kandungan nutrisi
dan efisiensi biaya dalam penggunaannya dibandingkan dengan perawatan tali
pusat dengan menggunakan kasa kering.
ASI yang mempunyai kandungan nutrisi bermacam macam seperti protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin efektif untuk digunakan sebagai media
perawatan tali pusat pada bayi.Kandungan nutrisi dalam ASI seperti lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan protein serta komposisi ASI yang berubah
setiap stadiumnya seperti kolostrum, ASI transisi / peralihan, ASI matur berperan
penting dalam setiap fase penyembuhan luka pada tali pusat.
Kandungan nutrisi seperti kolostrum (pembentukan antibody / globulin),
lemak (pembentukan/ regenerasi sel), lactobacillus (pengaktif sistem kekebalan
tubuh), lactoferin (menghambat pertumbuhan bakteri) dan karoten (menghambat
pertumbuhan kuman) secara tidak langsung berperan aktif dalam regenerasi sel
dan membantu proses penyembuhan luka pada tali pusat. Dengan menggunakan
ASI sebagai media perawatan tali pusat, waktu pelepasan tali pusat yang
dibutuhkan semakin cepat, efisien dalam biaya dan terbukti efektif dan aman
untuk digunakan sebagai media alternatif perawatan tali pusat.
nutrisi dan efisiensi biaya dalam penggunaannya dibandingkan dengan
perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering.
ASI yang mempunyai kandungan nutrisi bermacam macam seperti protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin efektif untuk digunakan sebagai media
perawatan tali pusat pada bayi.Kandungan nutrisi dalam ASI seperti lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan protein serta komposisi ASI yang berubah
setiap stadiumnya seperti kolostrum, ASI transisi / peralihan, ASI matur berperan
penting dalam setiap fase penyembuhan luka pada tali pusat.
Kandungan nutrisi seperti kolostrum (pembentukan antibody / globulin),
lemak (pembentukan/ regenerasi sel), lactobacillus (pengaktif sistem kekebalan
tubuh), lactoferin (menghambat pertumbuhan bakteri) dan karoten (menghambat
pertumbuhan kuman) secara tidak langsung berperan aktif dalam regenerasi sel
dan membantu proses penyembuhan luka pada tali pusat. Dengan menggunakan
ASI sebagai media perawatan tali pusat, waktu pelepasan tali pusat yang
dibutuhkan semakin cepat, efisien dalam biaya dan terbukti efektif dan aman
untuk digunakan sebagai media alternatif perawatan tali pusat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. A segera setelah lahir, maka
dapat disimpulkan:
1. Data subjektif
Dalam kasus ini data subjektif dilaksanakan tanggal, mulai dari jam 15.15
WIB. Data subjektif dilaksanakan dengan cara pengambilan data melalui
metode wawancara dan pemeriksaan pada Ny.S Pada saat dilakukan
wawancara pada Ny. A ibu lebih kooperatif dengan bidan.
2. Data Objektif
Dalam kasus ini pengkajian dilaksanakan tanggal 21 Desember 2020. Data
objektif dilaksanakan dengan cara pengambilan data melalui pemeriksaan
secara langsung pada By.Ny. A didapat tidak ada kelainan ataupun kecatatan.
3. Analisis Data
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang telah dilaksanakan diagnosa
dapat ditentukan yaitu Bayi Ny. A segera setelah lahir fisiologis
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan kebidanan dibuat sesuai dengan diagnosa, masalah
dan kebutuhan segera dan di evaluasi hasilnya, evaluasi yang didapat adalah
ibu telah mengetahui dan bersedia melaksanakan anjuran dari bidan.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada
bayi baru lahir dan mahsiswa mampu menganalisa keadaan pada bayi baru
lahir dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
2. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan Asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir sesuai standar pelayanan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakn sebagaii sumber
referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak. Jakarta : Depkes RI
Depkes RI. 2009. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Depkes RI
Eveline. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Jakarta: PT Wahyu Media.
Gustafsson, Ida., et al. 2017. Midwives’ lived experience of caring of new mothers
with initial berastfeeding difficulties : A phenomenological study. Sweden :
Elsevier
Insani, Aldini Ayunda, et al. Berpikir Kritis Dasar Bidan Dalam Manajemen Asuhan
Kebidanan. Padang : UNAND
Janssen. 2007. To Dyeor Notto Dye: A Randomized, Clinical Trialofa Triple Dye
/Alcohol Regime Versus Dry Cord Care PEDIATRICS, Vol.111, No.1:15-20.
UK : Pediatric Journal
Lim, Robin. 2007. ASI Eksklusif Dong!. Bali : Yayasan Bumi Sehat
Lu, Hong, et al. 2011. Perceived Family Perceptions of Breastfeeding and Chinese
New Mothers’ breastfeeding behaviors. Beijing : Elsevier
Rejeki et al. 2017. Praktik Perawatan tali Pusat Oleh Ibu dengan kejadian Infeksi
Tali Pust Bayi Baru lahir Di Semarang. Semarang : URECOL
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI EKsklusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Serrano, Doren dan Wilson. 2010. Teaching Chilean Mothers to Massage Their Full-
Term Infants: Effects on Maternal Breast-Feeding and Infant Weight Gain at
Age 2 and 4 Months Vol. 24, No. 2. USA : Journal of Perinatal & Neonatal
Nursing.
Siti, S. 2013. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Tali Pusat Di BPS
Finulia Sri Surjati Banjarsari Surakarta Tahun 2013. Solo : Stikes Kusuma
Husada
Kelompok pertama
kelompok kedua
31 bayi baru lahir dengan penjepitan
tali pusat 2 menit sebagai kelompok
intervensi
Apakah pasien dianalisis di YA
dalam grup di mana mereka Alasaan: Randomized Control Trial
dirandomisasi? (RCT) dengan single blind. Dilakukan
pemeriksaan HB pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. (62
orang).
Kelompok pertama
95% CI = +/- 1,96 √[CER x (1-CER)/ #pasien kontrol + EER x (1-EER)/ # pasien
eksperimen]
95%CI = +/-1,96 √0,0111
Makna :
CER = 0,83 : Kejadian kejadian anemia pada kelompok kontrol
Adalah 0,83
RRR = 0,65 : Apabila dilakukan tindakan penjepitan tali pusat lambat , maka angka
kejadian anemia pada bayi baru lahir sebesar 65% dari insiden
sebelumnya.
RRR >50% menunjukkan adanya makna secara klinis.
ARR = 0,54 : Apabila dilakukan tindakan penjepitan tali pusat lambat maka selisih
jumlah insiden terjadinya anemia pada bayi baru lahir sebesar 54%.
NTT = 1,85 : diperlukan 2 bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat
lambat selama 1 tahun untuk mencegah terjadinya kejadian anemia
pada 1 bayi baru lahir
3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?Iya