Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. A SEGERA SETELAH LAHIR
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Bayi Baru Lahir

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :
Rachma Fatikasari
P27224022346
Prodi Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. A SEGERA SETELAH LAHIR
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun oleh :

Nama : Rachma Fatikasari


NIM : P27224022346
Kelas : Program Studi Profesi Kebidanan Reguler

Tanggal Pemberian Asuhan : 30 Oktober 2022


Disetujui :

CI/Pembimbing Lahan
Tanggal : 30 Oktober 2022
Di : Puskesmas Matesih

Dosen Pembimbing
Tanggal : 26 November 2022
Di : Poltekkes Kemenkes Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa kelahiran merupakan waktu dinamik yang berpusat di sekitar
kebutuhan segera bayi baru lahir. Walaupun sebagian proses persalinan terfokus
pada ibu tetapi proses tersebut merupakan proses pengeluaran hasil kehamilan
(bayi), maka penatalaksanaan suatu persalinan dikatakan berhasil apabila selain
ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian
essensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar (85% - 90 %) persalinan
adalah normal, tetapi gangguan dalam kehamilan dan proses persalinan dapat
mempengaruhi kesehatan bayi-bayi yang baru dilahirkan (Kemenkes, 2016).
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur
penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode
yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi.
Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin kelangsungan
hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan
balita. Tren angka kematian anak dari tahun ke tahun sudah menunjukkan
penurunan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per
1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun
demikian, angka kematian neonatus, bayi, dan balita diharapkan akan terus
mengalami penurunan. Intervensi-intervensi yang dapat mendukung
kelangsungan hidup anak ditujukan untuk dapat menurunkan AKN menjadi 10
per 1000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2024. Sementara, sesuai dengan Target Pembangunan Berkelanjutan,
AKABA diharapkan dapat mencapai angka 18,8 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2019).
Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi
berat badan lahir rendah (BBLR). Sebesar 46.4 % kematian Neonatal di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 disebabkan karena BBLR. AKB Propinsi
Jawa Tengah tahun 2019 sebesaar 8.2 % per 1000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Povinsi Jateng, 2019). Penyebab kematian lainnya di antaranya
asfiksia, kelainan bawaan, sepsis, tetanus neonatorium, dan lainnya. Pada masa
neonatal (0-28 hari) terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di
dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi
hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul,
sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal.
Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir
adalah cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1. Pelayanan dalam
kunjungan ini (Manajemen Terpadu Balita Muda) antara lain meliputi termasuk
konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1
injeksi dan Hepatitis B0 injeksi (bila belum diberikan).
Di PMB Retno Indarti capaian KN 1 sudah sesuai target sebanyak 125 dari
bulan Januari-Oktober 2020. Asuhan di KN 1 ini sangat penting karena
merupakan periode awal bayi baru lahir beradaptasi dengan lingkungan serta
deteksi dini adanya komplikasi. Berdasarkan uraian diatas, pada laporan kasus
ini akan dibahas mengenai Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah yakni
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Pada Bayi Baru Lahir di
Wilayah Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menerapkan Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif
b. Melakukan interpretasi data
c. Menentukan diagnose potensial
d. Menentukan tindakan segera
e. Membuat perencanaan
f. Melakukan penatalaksanaan
g. Melakukan evaluasi tindakan

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi
Baru Lahir fisiologis holistic.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnyadalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis
holistik.
3. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dalammelaksanakan
asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik.
4. Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa diperpustakaan
mengenai asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Litterature Review
1. Pengertian Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
a. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gr
APGAR sampai 4000 gram nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan.
(Rukiyah, 2010; hal. 2)
b. Neonatus adalah bayi baru lahir sampai 28 hari pertama kehidupan
(Surasmi, 2003).
c. Bayi adalah manusia yang berusia 28 hari sampai usia 24 bulan.
d. Balita adalah singkatan dari bawah lima tahun. Manusia dalam masa balita
berumur 2 sampai 5 tahun. Pada masa-masa balita balita biasanya sudah
dapat berjalan atau berlari, menggunakan banyak energi untuk melakukan
aktivitas.
e. Anak pra sekolah yaitu anak yang berusia aniara 3-6 tahun menurut
Biechler dan Snowman (1993).
2. Bayi Baru Lahir
a. Ciri-ciri Umum Bayi Baru Lahir Normal
1) Berat badan 2500-4000 gram;
2) Panjang badan 48-52 cm;
3) Lingkar dada 30-38 cm;
4) Lingkar kepala 33-35 cm;
5) Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit,
kemudian menurun sampai 120-140 denyut/menit;
6) Pernapasan pada menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit,
kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit;
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan yang cukup
terbentuk dan diliputi verniks kaseosa;
8) Rambut lanugo tidak terlihat lagi, rambut kepala biasanya telah
sempurna;
9) Kuku agak panjang dan lunak;
10) Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada
perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki);
11) Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek moro sudah baik, bayi ketika dikejutkan akan memperlihatkan
gerakan tangan seperti memeluk;
13) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 48 jam
pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Wahyuni, 2012).
b. Masa Adaptasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 – 28 hari, selama periode
ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra uteri, yang
terbagi dalam dua masa antara lain :
1) Masa Portunate : Masa portunate pada bayi berlangsung antara 15 - 30
menit pertama sejak bayi lahir sampai tali pusatnya dipotong.
2) Masa Neonate: Masa neonate berlangsung dari pemotongan dan
pengikatan tali pusar sampai akhir mingggu kedua dari kehidupan
pascamatur. Ada empat penyesuaian utama yang harus dilakukan
sebelum anak dapat memperoleh kemajuan perkembangan tingkah
laku, yaitu :
a) Perubahan suhu dalam rahim ibu dengan suhu lingkungan.
b) Perubahan pernafasan, sebelum lahir bayi bernafas dengan
plasenta dan setelah lahir bernafas dengan paru-paru.
c) Dan menelan sebagai cara untuk memperoleh makanan yang
semula dari plasenta melalui tali pusat.
d) Cara pembuangan melalui organ-organ sekresi yang mana sebelum
lahir melalui plasenta dan tali pusat.
Pada masa neonatus, bayi akan lebih banyak tidur dan untuk
mempertahankan hidupnya dengan beberapa kemampuan antara lain :
1) Insting
Insting adalah kemampuan yang ada sejak lahir, bersifat psikofisis
yang bertujuan untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan dengan
rangsangan yang khas dan terjadi tanpa belajar. Misalnya : reaksi
menyusui, kebutuhan akan rasa aman, insting sosial yang
memungkinkan anak berkomunikasi dengan lingkungan misalnya
senyum bila ibu mengajak bayi bicara.
2) Reflek
Refleks adalah gerakan yang terjadi secara otomatis/spontan tanpa
disadari pada bayi yang normal. Macam-macam reflek pada bayi
antara lain :
a) Tonic Neck reflek (reflek tonus leher) adalah gerakan spontan otot
kuduk, apabila bayi ditengkurapkan, maka secara spontan bayi
akan memiringkan kepalanya.
b) Rooting reflek (reflek menghisap) adalah reflek apabila ada yang
menyentuh disekitar mulut bayi, maka bayi akan membuka
mulutnya dan memiringkan kepalanya kearah yang menyentuh.
c) Graps reflek (reflek menggenggam), apabila tangan kita
menyentuh telapak tangan bayi, maka bayi akan berusaha
menggenggam tangan kita dengan kuat.
d) Moro reflek adalah reaksi emosional yang timbul di luar kemauan
atau kesadaran bayi. Reflek ini seolah-olah bayi mendekatkan
tubuhnya pada orang yang mendekapnya.
e) Startle reflek (reflek mengehntak) adalah rekasi emosional berupa
hentakan dan gerakan seperti mengejang pada lengan dan tangan
dan sering diikuti dengan tangisan rasa takut.
f) Stapping reflek bersifat reflek belajar seolah-olah akan berjalan.
(Rukiyah : 2013)
3) Kemampuan untuk belajar
c. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian
fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus.
1) Sistem pernapasan
Selama didalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran
gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus melalui
paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama :
a) Tekanan mekanik torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi
mekanik).
b) Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang kemoreseptor yang
terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).
c) Rangsangan dingin di daerah muka dan penurunan suhu didalam
uterus (stimulasi sensorik).
Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam
waktu 30 detik pertama sesudah lahir. (Indrayani & Moudy, 2013).
2) Sirkulasi darah
Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis
sebagian ke hati, sebagian langsung ke serambi kiri jantung, kemudian
ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta ke
seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah di pompa sebagian ke paru dan
sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paru
akan berkembang mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru
menurun. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah
darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama
sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-
kira-kira 85/40 mmHg (Indrayani & Moudy, 2013).
3) Perlindungan termal (termoregulasi)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh ada bayi baru lahir belum
berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami
hipotermi. Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada BBL
menurut Wahyuni (2012) :
a) Evaporasi: Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan
pada tubuh bayi.
b) Konduksi: kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dan benda atau permukaan yang temperaturnya lebih rendah.
c) Konveksi: kehilangan panas yang terjadi pada saat tubuh bayi
terpapar udara atau lingkungan yang bertemperatur dingin.
d) Radiasi: Kehilangan panas badan bayi melalui pancaran/ radiasi
dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.
4) Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh orang
dewasa sehingga metabolisme basal per KgBB akan lebih besar,
sehingga BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Fungsi ginjal belum sempurna karena :
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.
b) Ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal.
c) Renal blood flow relatif kurang bila dibanding dengan orang
dewasa (Indrayani & Moudy, 2013).
6) Immunoglobulin
a) Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang
belakang dan lamina propia ilium dan apendiks.
b) Plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan
stress imunologis.
c) Pada BBL hanya terdapat gama globulin G, sehingga imunologi
dari ibu dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil.
d) Tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta (Lues,
toksoplasma, herpes simpleks) reaksi imunologis dapat terjadi
dengan pembentukan sel plasma dan antiboti gama A, G dan M
(Indrayani & Moudy, 2013)
7) Traktus digestivus
Traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan
yang disebut mekonium. Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10
jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinjanya sudah berbentuk dan
berwarna biasa. Gumoh sering terjadi akibat dari hubungan esophagus
bawah dengan lambung belum sempurna, dan kapasitas dari lambung
juga terbatas yaitu + 30 cc (Indrayani & Moudy, 2013).
8) Hati
Segera setelah lahir, terjadi kenaikan kadar protein dan penurunan
kadar lemak dan glikogen.
9) Keseimbangan asam basa
PH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik.
(Indrayani & Moudy, 2013).
d. Pemeriksaan Pada BBL
Pengkajian setelah lahir terjadi dalam tiga tahapan. (Suwanti : 2007)
1) Tahap I
Segera selama menit-menit pertama kelahiran menggunakan system
scoring APGAR untuk fisik dan skrining GRAY untuk interaksi bayi
dengan orang tua.
Klasifikasi klinik :
a) Nilai 7-10 : bayi normal
b) Nilai 4-6 : bayi asfiksia ringan-sedang
c) Nilai 0-3 : bayi asfiksia berat
Skor
Tanda
0 1 2
A : Apperance colon Biru Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) pucat ekstermitas biru kemerahan
P : Pulse (frekuensi Tidak <100 >100
jantung) ada
G : Grimage Tidak Sedikit gerakan, Menangis,
(rangsangan) ada minim batuk, bersin
Lumpuh Ekstermitas Gerakan aktif
A : Activity
dalam sedikit
(aktivitas tonus otot)
fleksi
R : Respiration Tidak Lemah, tidak Menangis kuat
(pernafasan) ada teratur

2) Tahap II: Transisional selama aktivitas yaitu pengkajian selama 24 jam


pertama juga penting.
3) Tahap III
Periodic, pengkajian, setelah 24 jam pertama yaitu masing-masing
sistem tubuh diperiksa.
a) Penilaian APGAR dilakukan pada :
1’ : menentukan pelaksanaan resusitasi aktif (untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
5’ : menentukan kemungkinan adanya gangguan neurologi di
kemudian hari untuk menghindari APGAR <7 maka penanganan
sebagai berikut :
a) Dilakukan pemeriksaan lendir serta cairan pada mulut, hidung,
dan mata dengan kassa.
b) Posisi badan dibuat kepala lebih rendah agar cairan atau lender
keluar dari trachea dan faring, kemudian lendir dihisap dengan
penghisap lendir.
b) Keadaan umum : Bayi tampak sehat, aktif, tonus otot baik,
menangis kuat.
c) Vital sign
Berat Badan, BAK ± 3-8x/hari, BAB 1x/hari
Kemampuan menghisap
Warna kulit
Tidur 18-20 jam/hari
d) Pemeriksaan Reflek
Anak yang dilahirkan mempunyai sejumlah reflek, ini
merupakan dasar bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan aktif.
(1).Reflek Permanen
Reflek urat achialis (kontraksi otot/bisa urat daging dipukul)
Reflek urat patelair (kontraksi bawah lutut bila dipukul)
Reflek pupil (pupil mengecil bila ada sinar)
(2).Reflek sementara
Reflek morro/reflek peluk (reflek berkejut).
Reflek tonic neck (reflek otot leher) : anak akan mengangkat
leher dan menoleh jika ditelungkupkan
(3).Reflek rooting : timbul karena stimulasi taktil pada pipi dan
daerah mulut anak bereaksi dengan memutar kepala seakan-
akan mencari putting susu.
(4).Reflek sucking : timbul bersama rangsangan pipi untuk
menghisap putting susu dan menelan ASI.
(5).Reflek babinsky : bila ada rangsangan pada telapak kaki, ibu
jari akan bergerak ke atas.
(6).Reflek staping : jika bayi dibuat posisi berdiri, maka akan ada
gerakan seperti kaki melangkah ke depan walaupun belum
dapat berjalan.
e. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh, nadi, pernafasan bayi baru lahir bervariasi dalam berespon
terhadap lingkungan.
1) Suhu bayi
Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5-37,50 C pada
pengukuran diaxila.
2) Nadi
Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120-140 kali permenit.
3) Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman, kecepatan,
iramanya. Pernafasannya bervariasi dari 30 sampai 60 kali permenit.
4) Tekanan darah
Tekanan darah bayi baru lahir rendah dan sulit untuk di ukur secara
akurat. Rata-rata tekanan darah pada waktu lahir adalah 80/64 mmHg.
f. Penatalaksanaan Awal Pada Bayi Baru Lahir
1) Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Bila bayi
baru lahir segera menangis spontan atau segera menangis, hindari
melakukan penghisapan secara rutin pada jalan nafasnya karena
penghisapan pada jalan nafas yang tidak dilakukan secara hati-hati
dapat menyebabkan perlukaan pada jalan nafas hingga terjadi infeksi,
serta dapat merangsang terjadinya gangguan denyut jantung dan
spasme (gerakan involuter dan tidak terkendali pada otot, gerakan
tersebut diluar kontrol otak). Pada laring dan tenggorokan bayi. Bayi
normal akan segera menangis segera setelah lahir. Apabila tidak
langsung menangis maka lakukan :
a) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras dan
hangat.
b) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
d) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2 – 3 kali atau gosok kulit
bayi dengan kain kering dan kasar agar bayi segera menangis.
2) Memotong dan merawat tali pusat
Setelah bayi lahir, tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi
dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Luka tali pusat
dibersihkan dan dirawat dengan perawatan terbuka tanpa dibubuhi
apapun.
3) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Cegah terjadinya kehilangan panas dengan mengeringkan tubuh
bayi dengan handuk atau kain bersih kemudian selimuti tubuh bayi
dengan selimut atau kain yang hangat, kering, dan bersih. Tutupi
bagian kepala bayi dengan topi dan anjurkan ibu untuk memeluk dan
menyusui bayinya serta jangan segera menimbang atau memandikan
bayi baru lahir karena bayi baru lahir mudah kehilangan panas
tubuhnya.
4) Pemberian vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi Vitamin K pada bayi baru
lahir dilaporkan cukup tinggi, sekitar 0,25 – 0,5 %. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan
cukup bulan perlu diberi Vitamin K peroral 1 mg/hari selama 3 hari,
sedangkan bayi resiko tinggi diberi Vitamin K perenteral dengan dosis
0,5-1 mg IM.
5) Upaya profilaksis terhadap gangguan mata.
Pemberian obat tetes mata Eritromisin 0,5% atau Tetrasiklin 1%
dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit
menular seksual). (Abdul Bari Saifuddin, 2009). Tetes mata / salep
antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu 1 jam pertama setelah
kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak akan
efektif jika tidak diberikan dalam 1 jam pertama kehidupannya.
Teknik pemberian profilaksis mata :
a) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
b) Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan,
yakinkan mereka bahwa obat tersebut akan sangat menguntungkan
bayi.
c) Berikan salep / teki mata dalam satu garis lurus, mulai dari bagian
mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian luar
mata.
d) Jangan biarkan ujung mulut tabung / salep atau tabung penetes
menyentuh mata bayi.
e) Jangan menghapus salep / tetes mata bayi dan minta agar
keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
6) Identifikasi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya
mungkin lebih dari satu persalinan, maka sebuah alat pengenal yang
efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap di
tempatnya sampai waktu bayi dipulangkan. Peralatan identifikasi bayi
baru lahir harus selalu tersedia di tempat penerimaan pasien, di kamar
bersalin, dan di ruang rawat bayi. Alat yang digunakan hendaknya
kebal air, dengan tepi yang halus dan tidak mudah melukai, tidak
mudah sobek dan tidak mudah lepas. Pada alat identifikasi harus
tercantum: nama (bayi, nyonya), tanggal lahir, nomor bayi, jenis
kelamin, unit, nama lengkap ibu. Di setiap tempat tidur harus di beri
tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir dan nomor
identifikasi. Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di
catatan yang tidak mudah hilang. Sidik telapak kaki bayi harus dibuat
oleh personil yang berpengalaman menerapkan cara ini, dan dibuat
dalam catatan bayi. Bantalan sidik jari harus disimpan dalam ruangan
bersuhu kamar. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala,
lingkar perut dan catat dalam rekam medik.
7) Mulai Pemberian ASI
Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir. Jika mungkin, anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba
untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem dan
dipotong berdukungan dan bantu ibu untuk menyusukan bayinya.
Keuntungan pemberian ASI :
a) Merangsang produksi air susu ibu
b) Memperkuat reflek menghisab bayi
c) Mempromosikan keterikatan antara ibu dan bayinya
d) Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui
kolostrum
e) Merangsang kontraksi uterus
Posisi untuk menyusui :
a) Ibu memeluk kepala dan tubuh bayi secara urus agar muka bayi
menghadapi ke payudara ibu dengan hidung di depan puting susu
ibu.
b) Perut bayi menghadap ke perut ibu dan ibu harus menopang
seluruh tubuh bayi tidak hanya leher dan bahunya.
c) Dekatkan bayi ke payudara jika ia tampak siap untuk menghisap
puting susu, karena dapat :
(1) Membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada puting
susu di payudaranya.
(2) Dagu menyentuh payudara ibu.
(3) Mulut terbuka lebar.
(4) Mulut bayi menutupi sampai ke areola.
(5) Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar.
(6) Bayi menghisap dengan perlahan dan dalam, serta kadang-
kadang berhenti.
g. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
1) Sebelum bayi lahir, segera di periksakan di ruang VK. Alat-alat yang
dibutuhkan :
a) Alat penghisap lendir (aseptor aspirator).
b) Tabung oksigen dan alat untuk membantu pernafasan bayi.
c) Alat resusitasi untuk pemasaran seperti laringaskop kecil, kanula
trachea, masker ventilaton kecil.
d) Obat-obatan lain seperti glukosa 40%, larutan bikarbonat 75%,
kalorfin sebagai antidotum morfin dan bethidin.
e) Alat pemotong tali pusat, alat pengikat tali pusat, obat antiseptic,
kain kassa steril untuk merawat tali pusat.
f) Tanda pengenal bayi (identifikasi) sesuai dengan ibunya.
g) Tempat tidur berserta kain katon/selimut, dan incubator
h) Kapas, baju steril yang dipakai penolong.
i) Stopwatch dan thermometer.
j) Ruang yang sesuai dengan bayi, suhu 30⁰C
2) Pertolongan Pada Waktu Bayi Baru Lahir
a) Mulai melakukan pembersihan lendir. Pada saat keluar dengan
membersihkan mulut, hidung, dan mata dengan kassa steril.
b) Jam lahir di catat dengan stopwatch.
c) Lendir dihisap sebersih mungkin sambil bayi ditidurkan dengan
kepala lebih rendah dari kaki dan kaki dalam posisi sedikit
ekstensi, supaya lendir mudah keluar.
d) Tali pusat diikat dengan baik dan bekas luka diberi antiseptic
kemudian dijepit dengan klem jepit plastic atau ikat dengan benang
tali pusat.
e) Segera setelah lahir, bayi sehat akan menangis kuat, bernafas, serta
menggerakkan tangan dan kakinya, kulit berwarna kemerahan.
f) Bayi dibersihkan dari lumuran darah, air ketuban, mekonium,
vernik kaseosa.
g) Menilai APGAR score.
h) Bayi ditimbang berat badannya dan diukur panjang badannya saat
setelah lahir kemudian catat hasilnya,
i) Perawatan mata bayi, dibersihkan kemudian beri salep/obat.
(1) Metode crase : dengan tetesan nitras 1-2% sebanyak 2 tetes
pada masing-masing mata.
(2) Penicillin salep atau geramicin salep mata.
j) Pemeriksaan anus, alat genetalia eksterna dan jenis kelamin bayi.
Pada bayi laki-laki, periksa apakah ada atau didapatkan fimosis
desconsus testis krilorum telah lengkap atau belum. Di beberapa
Negara barat pada bayi laki-laki segera lakukan, apalagi bila
terjadi femosis.
k) Bayi akhirnya diperlihatkan kepada ibu, ayah, dan keluarga yang
mendampingi. (Mochtar, 1998)
3. Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah
a. Kebutuhan Imunisasi
1) Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif
seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar
lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi BCG
1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x, dan campak 1x sebelum bayi
berusia 1 tahun.
2) Tujuan Pemberian Imunisasi
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2000). Memberikan
kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
yaitu polio, campak, difteri, pertusis, tetanus, TBC, dan hepatitis B
(Depkes, 2000).
3) Syarat Imunisasi
Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat
yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi atau anak yang
sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan pada lemari es dan
belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik
yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan
jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang
diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor
batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed
concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan imunisasi
yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang
manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI) yang timbul setelah pemberian imunisasi.
4) Macam-macam Imunisasi Dasar Menurut Theophilus (2007)
a) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin
hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis
0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk
vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani
pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi
yang mungkin terjadi :
(1) Reaksi local : 1-2 minggu setelah penyuntikkan, pada tempat
suntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba
keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule
(gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan
dalam waktu 8-12 minggu dengam meningkatkan jaringan
parut yang disebut scar.
(2) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau
leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan
menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Kemungkinan yang
mungkin timbul :
(a) Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat
penyuntikkan karena penyuntikkan terlalu dalam. Abses
ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (penghisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
(b) Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikkan
dilakukan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu
tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6
bulan.
b) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi
terhadap difetri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi
bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius dan fatal. Pertusis (batuk rejak) adalah
infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti
pneumonia, kejang, dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi
yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT dapat diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara sub kutan.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada anak saat
umur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang
waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml.
c) Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan
pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot
untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Imunisasi dasar
polio diberikan 4 kali (polio I,II,III, dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2
ml) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang berisi air gula.
d) Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis
pada saat anak berumur 9 bulan dan diulang 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara sub kutan sebanyak 0,5 mL. jika terjadi
wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka
imunisasi campak boleh diberikan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit,
diare, konjungtivitis, dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang).
e) Imunisasi HB (Hepatitis B)
Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan
kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera
setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada
umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB 1 dan 4 minggu
kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan
sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan
pada otot paha secara sub kutan dalam dengan dosis 0,5 ml.
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya
ditunda sampai anak benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin
HB adalah efek local (nyeri di tempat suntikan) dan sistemik
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

b. Jadwal Imunisasi
1) Imunisasi Dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

2) Imunisasi lanjutan pada anak <3 tahun (imunisasi booster)


Umur Jenis
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak

3) Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar


Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Campak Agustus
Kelas 1 SD
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

B. Manajemen Kebidanan Bayi Baru Lahir


1. Manajemen Kebidanan
Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan yaitu:
a. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan
langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. (Ambarwati, 2010),
meliputi :
1) Data Subjektif
Yaitu informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang
diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien
(anamnesis) atau dari keluarga (Hidayat, 2008).
a) Biodata Pasien :
(1) Nama bayi : Digunakan untuk membedakan antar bayi yang
satu dengan yang lain. (Marmi, 2012)
(2) Umur: Untuk menginterprestasi apakah data pemeriksaan
klinis bayi tersebut normal sesuai dengan umurnya.
(Matondang, 2013)
(3) Tanggal/jam lahir: Untuk mengetahui kapan bayi lahir.
(Kosim, 2004)
(4) Berat badan/panjang badan: Untuk mengetahui berat badan
bayi, mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah yang
berhubungan dengan berat lebih rendah dan untuk mengukur
panjang badan bayi. Normal berat badan bayi adalah 2500-
4000 gram dan panjang badan bayi 48-52 cm. (Putra, 2012)
(5) Jenis kelamin: Untuk penilaian data pemeriksaan klinis,
misalnya nilai-nilai baku, insiden seks, penyakit-penyakit seks.
(Matondang, 2013)
(6) Nama ibu/ayah: Nama jelas dan lengkap, agar tidak keliru
dengan orang lain. (Matondang, 2013)
(7) Umur: Untuk menambah keakuratan data. (Matondang, 2013)
(8) Pekerjaan: Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat
social ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut. (Ambarwati, 2010)
(9) Agama dan suku bangsa: Untuk memantapkan identitas serta
untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan
penyakit yang sering berhubungan dengan agama dan suku
bangsa. (Matondang, 2013)
(10) Pendidikan: Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai
tingkat pengetahuannya. (Matondang,2013)
(11) Alamat: Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah
bila diperlukan. (Matondang, 2013)
b) Data Ibu
Data ibu yang meliputi :
Riwayat obstetri, frekuensi ANC, Imunisasi TT, Obat/jamu yang
dikonsumsi, kenaikan BB, riwayat penyakit penyerta, komplikasi
selama hamil, serta riwayat persalinan terakhir.
c) Keadaan BBL
2) Data Objektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
khusus kebidanan, data penunjang. (Hidayat, 2008).
a) Pemeriksaan Khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan apgar score pada menit
pertama, kelima, dan kesepuluh untuk mengetahui gejala sisa,
meliputi : Appearance (warna kulit), Pulse rate (frekuensi nadi),
Grimace (reaksi rangsang), Activity (tonus otot), Respiration
(pernafasan). (Kosim, 2005)
b) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan umum: Untuk mengetahui keadaan umum baik,
sedang, lemah dari pasien (Saifuddin, 2003).
(2) Kesadaran: Untuk mengetahui kesadaran bayi meliputi tingkat
kesadaran (sadar penuh yaitu memberikan respon yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu acuh tak acuh
terhadap keadaan sekitarnya, gelisah yaitu tidak responsive
terhadap rangsangan ringan dan masih memberikan respon
terhadap rangsangan yang kuat, koma yaitu tidak dapat
bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun) gerakan
yang ekstrem dan ketegangan otot. (Hidayat, 2009)
(3) Tanda-tanda Vital, meliputi :
(a) Nadi: Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi dalam
satu menit, sehingga diketahui normal atau tidaknya nadi
bayi tersebut. Normalnya yaitu 120-160 kali/menit.
(Putra, 2012)
(b) Pernafasan BBL normal 30-60 kali/menit, tanpa retraksi
dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
(Sudarti, 2013)
(c) Suhu: Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Suhu
bayi normalnya adalah 36,5-37,7⁰C. (Sudarti, 2013)
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala: Periksa sutura, molase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun kecil. (Sudarti, 2013)
(2) Keluar nanah, bengkak pada kelopak mata, perdarahan
subkonjungtiva dan kesimetrisan. (Sudarti, 2013)
(3) Hidung: Periksa kebersihannya. (Sudarti, 2013)
(4) Telinga: Untuk memeriksa posisi telinga, apakah bayi
terkejut/menangis dalam reaksi terhadap bunyi yang keras.
(Varney, 2007)
(5) Mulut: Adakah kemungkinan adanya kelainan kongenital
labio-palatoskisis, trush, sianosis, mukosa kering/basah.
(Sudarti, 2013).
(6) Leher: Adakah pembesaran kelenjar tiroid, adakah keretakan
pada clavikula (normal, rata atau tanpa gumpalan di sepanjang
tulang simetris). (Varney,2007)
(7) Dada: Periksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung, dan
pernafasan. (Sudarti, 2013)
(8) Abdomen: Penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, bentuk,
perdarahan tali pusat, dinding perut, adanya benjolan,
gastroskisis, omfalokel. (Sudarti, 2013)
(9) Kulit: Memeriksa adanya laserasi, tanda lahir, ruam,
mongolian, memar, dan setiap trauma kelahiran. (Chapman,
2006)
(10) Genetalia
Kelamin laki-laki : testis berada dalam penis berlubang dan
ada di ujung penis. Kelamin perempuan : vagina, uretra
berlubang, labia mayora, dan labia minora. (Sudarti, 2013)
(11) Ekstermitas: Adakah kelainan seperti polidaktili atau
sinidaktili, adakah tulang yang retak misalnya clavikula.
(Varney, 2007)
(12) Tulang Punggung Adakah kerusakan yang terlihat misalnya
masa, lekuk atau tonjolan. (Varney, 2007)
(13) Anus: Berlubang atau tidak, fungsi spingter ani. (Sudarti,
2013)
d) Pemeriksaan Reflek
(1) Reflek morro: Tangan pemeriksa menyangga pada punggung
dengan posisi 45 derajat, dalam keadaan rileks kepala
dijatuhkan 10 derajat, normalnya akan terjadi abduksi sendi
bahu dan ekstensi lengan. (Dewi, 2012)
(2) Reflek rooting Yaitu mencari putting susu dengan rangsangan
taktil pada pipi dan daerah mulut. (Dewi, 2012)
(3) Reflek walking Yaitu bayi akan menunjukkan respon berupa
gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari fleksi ke
ekstensi. (Dewi, 2012)
(4) Reflek grasping: Bayi akan menggenggam dengan kuat saat
pemeriksa meletakkan jari telunjuk pada palmar yang ditekan
dengan kuat. (Dewi, 2012)
(5) Reflek sucking: Reflek menghisap dan menelan yaitu dilihat
pada waktu bayi menyusu. (Dewi, 2012)
(6) Reflek tonic neck: Letakkan bayi dalam posisi terlentang, putar
kepala ke satu sisi dengan badan ditahan, ekstermitas
terekstensi pada sisi kepala yang diputar, tetapi ekstermitas
padda ssi lain fleksi. Pada keadaan normal, bayi akan berusaha
untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke sisi pengujian
saraf asesori. (Dewi, 2012)
e) Pemeriksaan Antropometri
(1) Lingkar kepala: Pengukuran ini dilakukan dengan meletakkan
pita melingkar pada lingkar oksipito-frontal. Pengukuran yang
dicatat adalah rata-rata dari tiga kali pengukuran, normlanya
pada bayi 32-37 cm. (Chapman, 2006)
(2) Lingkar dada: Deteksi dini bayi berat lahir rendah, normalnya
adalah 30-38 cm. (Putra, 2012)
(3) Berat badan: Menimbang berat badan tujuannya untuk
mengetahui pertumbuhan bayi sehingga diketahui normal atau
tidaknya pertumbuhannya. Berat badan normal bayi adalah
2500-4000 gram. (Putra, 2012)
(4) Panjang badan: Bervariasi antara 48-52 cm. (Dewi, 2012)

f) Pola Eliminasi
Bayi baru lahir normal biasanya BAK lebih dari 6 kali per hari.
Dicurigai diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau atau
mengandung lender atau darah. (Sudarti, 2013)
g) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium (Sulistyawati,
2009)
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini melakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis, masalah, dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan. (Sudarti, 2013)
1) Diagnose kebidanan
Menurut Hani dkk (2010), diagnose kebidanan adalah diagnose
yang tegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi
standart nomenklatur diagnosis kebidanan.
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesis tanda gejala subjektif yang diperoleh dari bertanya dari
pasien dan atau keluarga. (Rukiyah dkk, 2009)
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, yang dirumuskan
dalam data focus. (Rukiyah dkk, 2009)
2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani
dkk, 2010)
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisis data. (Hani dkk, 2010)
c. Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi memungkinkan dilakukan pencegahan dan
kolaborasi dengan dokter dapat dilakukan, menunggu sambil menunggu
pasien, bidan bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi
(Varney, 2007).
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini perlunya tindakan segera bidan atau dokter dan atau
ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai kondisi bayi. (Sudarti, 2013)
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah ini ditemukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman
antisipasi bagi pasien tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya
(Ambarwati, 2010)
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman (Sulistyawati, 2009).
g. Langkah VII : Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-
menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu
berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. (Hidayat, 2008)
C. Prioritas Masalah :
Dalam menentukan prioritas masalah kami lakukan dengan menggunakan
metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Metode USG merupakan salah
satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan metode teknik scoring 1-
5 dan dengan mempertimbangkan tiga komponen dalam metode USG.
1. Urgency Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah
lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa
dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan
masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah
lain yang berdiri sendiri.
3. Growth Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan semakin
memburuk kalau dibiarkan.Dalam menentukan prioritas masalah dengan
metode USG ini, penulis lakukan bersama suami dalam diskusi penentuan
prioritas masalah di Puskesmas Gatak. Dimana, suami yang hadir
memberikan skornya terhadap tiap masalah yang ada

D. Teori EBM Tentang Effects On Themother And The Newborn


1. Memulai Pemberian ASI Dini dan Ekslusif
Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan
sumber daya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini
mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi
bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian
Bayi (AKB).
Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2009), Inisiasi menyusu dini (IMD)
adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir.
Pemberian ASI dimulai segera setelah bayi lahir, maksimal setengah jam
pertama setelah persalinan. Hal ini merupakan titik awal yang penting
apakah bayi nanti akan cukup mendapatkan ASI atau tidak. Ini didasari oleh
peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin, hormon prolaktin
dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang
disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan
kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin
setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak
tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban
karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan
payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting.
Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap
menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi
selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi
menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi
dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga
membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang
hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan
lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
Menurut Roesli U (2008), tatalaksana inisiasi menyusu dini:
a. Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa
percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat dari
sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi
menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya.
b. Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak,
hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari.
c. Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan
menjalaninya.
d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa
menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin
contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap
perlu beri si bayi topi.
f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi
dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting
ibunya.
g. Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi
sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung beberapa menit
atau satu jam bahkan lebih, diantaranya:
1) Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan
lingkungan.
2) Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau mengelurkan
suara.
3) Bergerak ke arah payudara.
4) Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.
5) Menyentuh puting susu dengan tangannya.
6) Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting) melekat
dengan mulut terbuka lebar.
7) Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses
menyusu pertama selesai.
h. Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti operasi, berikan
kesempatan skin to skin contact
i. Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah
menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K dan
menetes mata bayi.
j. Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan bayi
dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa merespon
bayinya dengan cepat sehingga mempunyai potensi untuk diberikan
susu formula, jadi akan lebih membantu apabila bayi tetapi bersama
ibunya selama 24 jam dan selalu hindari makanan atau minuman pre-
laktal.
k. Setelah pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi
diberikan ASI secara eksklusif. Yang dimaksud dengan pemberian ASI
secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 - 6 bulan. Setelah bayi
berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa
yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini.
Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan
menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara
optimal. Hal ini karena ASI merupakan nutrien yang ideal dengan
komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
1. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan
mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu
ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan
air ketuban menguap lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan
suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi
untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan ibu
dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan
mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara perawatan bayi
dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga akan lebih
sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi
lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa
tetap beraktivitas sambil menggendong bayinya. (Rochmah, 2012).
Cara melakukannya:
a. Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir
adalah melalui kepala.
b. Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan
posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi.
c. Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat
d. Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga
yang dewasa lainnya.
Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan
dalam menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk
pertama kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat
berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya
(Sarwono, 2010).
2. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik
ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi
ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya
angka morbiditas ataupun mortalitas pada bayi salah satunya yang
disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/ icterik neonatorum, selain
itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di
Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata salah
satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya
ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali
pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut,
beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini
mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al.
(2013) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali
pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:
a. Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
b. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
c. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
d. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan
dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
e. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
f. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang
lebih baik.
Dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh George Marcom Morley
(2007) dikatakan bahwa seluruh proses biasanya terjadi dalam beberapa
menit setelah kelahiran, dan pada saat bayi mulai menangis dan kulitnya
berwarna merah muda, menandakan prosesnya sudah komplit. Menjepit dan
memotong tali pusat pada saat proses sedang berlangsung, dari sirkulasi
oksigen janin menjadi sistem sirkulasi bayi sangat menggangu sistem
pendukung kehidupan ini dan bisa menyebabkan penyakit serius. Dalam
penelitian ini dikatakan bahwa saat talipusat dilakukan pengekleman, pulse
rate dan cardiac out put berkurang 50% karena 50% dari vena yang kembali
ke jantung telah dimatikan (clamped off). Banyak sekali akibat yang tidak
menguntungkan pada pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir dan
dalam penelitian ini dikatakan resiko untuk terjadinya brain injury, cerebral
palsy, asfiksia, autis, kejadian bayi kuning bahkan anemia pada bayi
sangatlah banyak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007)
bahwa dengan penundaan pemotongan tali pusat dapat:
a. Peningkatan kadar hematokrit dalam darah
b. Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah
c. Penurunan angka Anemia pada bayi
d. Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak
menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek
APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi
lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan
maupun kematian yang dapat terjadi (Sodikin, 2009).
3. Perawatan Tali Pusat
Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang menghubungkannya
dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusat yang
melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan
dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan
sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus
dirawat dengan benar (Sodikin, 2009).
Menurut WHO (2009), cara merawatnya adalah sebagai berikut:
a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat.
Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air.
Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan
hipotermi.
b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih
dahulu.
c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa
diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang
terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi
dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok.
d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak
karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.
e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril
hingga tali pusat lepas secara sempurna.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK BAYI BARU LAHIR


PADA BAYI NY. A SEGERA SETELAH LAHIR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATESIH

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Bayi
a. Nama : By. Ny. A
b. Tanggal/jam : 03 Oktober2022 pukul 15.15 WIB
c. Jenis Kelamin : Perempuan
Orang Tua
a. Nama : Ny. A / Tn. A
b. Umur : 23 th / 25 th
c. Agama : Islam
d. Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
e. Alamat : Gantiwarno 2/7, Matesih
2. Riwayat Kehamilan Ibu
a. Riwayat obstetri :G1P0A0
b. Frekuensi ANC : 10 x
c. Imunisasi TT : Lengkap
d. Obat-obatan/jamu yang dikonsumsi : ibu tidak mengkonsumsi jamu-
jamuan, hanya mrutin meminum vitamin dari bidan
e. Kenaikan berat badan : 14 kg
f. Riwayat penyakit penyerta : tidak ada
g. Komplikasi selama hamil : tidak ada
3. Riwayat persalinan ibu
a. Jenis persalinan : Spontan
b. Penolong : Bidan
c. Lama kala I dan II : 6 jam dan 15 menit
d. Air ketuban : Jernih
e. Komplikasi/penyulit : Tidak ada komplikasi maupun penyulit

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum bayi : Baik
2. Tanda-tanda vital :
S : 36,6ºC,
R : 42x/menit
3. Berat Badan : 3500 gram,
4. Panjang Badan : 48 cm,
5. LK : 33 cm,
6. LD : 32 cm
2. Pemeriksaan fisik (sertakan pemeriksaan reflex BBL)
a. Kepala : tidak terdapat trauma persalinan, tidak terdapat molase
pada sutura
b. Telinga : bersih, simetris, tidak terdapat serumen dan sekret,
tidak terdapat kelainan
c. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterus, tidak terdapat kelainan, pergerakan pupil normal
d. Hidung : lubang hidung simetris, tidak terdapat serumen, tidak
terdapat kelainan
e. Mulut : labio, dan palatum normal,
f. Leher : tidak terdapat pembesaran dan kelainan
g. Dada : tidak terdapat retraksi dinding dada, bunyi nafas
normal, tidak terdapat kelainan
h. Bahu, lengan dan tangan : simetris
i. Perut : tidak terdapat kelainan, talipusat bersih tidak terdapat
tanda- tanda infeksi
j. Genetalia dan anus : Scrotum didalam testis dan sudah turun,
k. Anus : (+) berlubang
l. Tungkai dan kaki : simetris, tonus otot baik
m. Punggung : tidak terdapat kelainan pada tulang punggung,
n. Kulit : warna kulit kemerahan, tidak terdapat kelainan dan
tanda lahir
o. Pemeriksaan Reflex :
- Reflek Moro
Baik, ada respon memeluk saat bayi dikagetkan
- Reflek Rooting
Baik, ada respon membuka mulut saat jari kita menyentuh mulut
bayi
- Reflek Grasfing
Baik, saat tangan bayi diberi jari telunjuk maka tangan bayi
menggenggam
- Reflek Walking
Baik, saat telapak kaki bayi disentuh dengan jari maka akan
bergerak- gerak
- Reflek Sucking :
Baik, bayi menghisap dengan kuat saat menyusu
3. Pola pemenuhan kebutuhan dasar
a. Nutrisi :
Jenis : ASI
b. Keluhan : tidaka ada
c. Eliminasi : BAB (-), BAK (+)
d. Hygiene : mengganti pakaian bayi yang basah
dengan pakaian yang kering dan bersih
e. Perawatan tali pusat : memasangkan kassa kering dan steril
untuk mencegah infeksi pada tali pusat
4. Pemeriksaan Penunjang tidak dilakukan (tidak terdapat indikasi)

C. ANALISIS DATA
Bayi Ny. A segera setelah lahir

D. PENATALAKSANAAN
1. Mengklem tali pusat dan memotong tali pusat
Rasionalisasi :
Jika tali pusat tidak diklem terlebih dahulu dalam beberapa saat setelah lahir,
darah dalam plasenta akan mengalir ke bayi untuk meningkatkan volume
darah pada bayi yang dapat membantu mengalirkan darah ke organ penting
bayi termasuk paru-paru.
Hasil :
tali pusat bayi telah dijepit dan dipotong
2. Melakukan penilaian sepintas pada bayi
Rasionalisasi :
Untuk menilai apakah ada kelainan pada bayi
Hasil :
kulit bayi kemerahan, menangis spontan, gerak aktif
3. Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering
Rasionalisasi :
mencegah terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir
Hasil :
bayi sudah dikeringkan
4. Meletakkan bayi diatas perut ibu untuk dilakukan IMD
Rasionalisasi :
Inisiasi menyusui dini adalah langkah penting untuk memudahkan bayi
dalam memulai proses menyusui dimana banyak sekali manfaat yang
bisa didapatkan oleh ibu maupun bayi.
Hasil :
bayi sudah diletakkan diatas perut ibu
5. Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan topi bayi dan menyelimuti
bayi dengan kain bersih
Rasionalisasi :
Setelah dilakukan semua perawatan bayi segera setelah lahir melaukan
menjaga kehangatan bayi seperti memakaikan selimut dan topi untuk
mencegah terjadinya hipotermi.
Hasil :
Bayi sudah diberi topi dan selimut.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan mengenai
pengelolaan kasus persalinan pada bayi Ny. A bayi segera setelah lahir
menggunakan tahap-tahap manajemen asuhan kebidanan terdiri dari
pengkajian data subjektif, pengkajian data objektif, analisa data dan
penatalaksanaan, serta telaah jurnal yang berkaitan dengan asuhan yang
diberikan. Pada bagian pembahasan ini membahas mengenai hubungan
antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus.
Adapun asuhan segera yang dilakukan pada bayi baru lahir diantara
lain yaitu menilai sepintas, pemotongan tali pusat dan menjaga suhu tubuh
bayi. Setelah dilakukan pemotongan tali pusat, bayi di letakkan diatas dada
ibu untuk melakukan IMD. Hal ini sesuai dengan yang ada pada Depkes
(2012) bahwa asuhan bayi segera setelah lahir meliputi stabilisasi temperatur,
pemberian ASI, persalinan bersih dan aman.
1. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Waktu Penjepitan Tali
Pusat Bayi Cukup Bulan Terhadap Kadar Hemaglobin Dan Hematokrit Bayi Pada
Persalinan Normal Study Di Wilayah Puskesmas Kendal 1” . Menyatakan Hasil
uji statistik terdapat hubungan yang bermakna waktu penjepitan tali pusat
terhadap kadar hematokrit bayi baru lahir dengan nilai p-value sebesar 0,000 dan
hasil analisis didapatkan nilai RR sebesar 1,84 (95% CI: 1,17-2,91) yang
memiliki arti bahwa bayi baru lahir yang tali pusatnya dilakukan penjepitan
dengan waktu 2 menit berpeluang 1,84 kali lebih besar kadar Hct nya ≥ 43%
dibandingkan dengan bayi baru lahir yang tali pusatnya dijepit dalam waktu 15
detik.
Berdasarkan teori yang disampaikan Oski, et al., (2003) menyatakan bahwa
waktu penjepitan tali pusat di tunda akan meningkatkan volume darah bayi
dibandingkan dengan penjepitan tali pusat dini. Rata-rata volume darah saat satu
setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kg BB
dibanding 98,6 ml/kg BB pada bayi dengan penjepitan ditunda. Penundaan
penjepitan tali pusat 2 – 3 menit pada bayi cukup bulan, memberikan sekitar 25 –
35 mL darah perkilogram berat badan terhadap bayi dari sirkulasi plasenta. 12
percobaan telah menguji pengaruh waktu penjepitan tali pusat terhadap hasil
status hematologi atau zat besi melalui periode neonatal hingga usia 6 bulan,
didapatkan hasil bahwa waktu penjepitan tali pusat memiliki pengaruh yang nyata
terhadap jumlah darah yang tetap berada dalam sirkulasi bayi saat lahir,
Penundaan penjepitan memberikan status zat besi pada usia 2-3 bulan pertama
hingga 6 bulan (Chaparro, 2011).
2. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat merupakan bagian dari plasenta dimana memiliki panjang rata-rata
55 cm dengan diameter 0,8 sampai 2 cm. Aliran darah janin mengalir melalui dua
arteri umbilikalis, lalu ke kapiler-kapiler villi dan selanjutnya kembali melalui
sebuah vena umbilikalis menuju ke janin. Pada saat yang sama, darah ibu
mengalir dari arteri uterina ke dalam sinus-sinus maternal yang mengelilingi villi
dan kemudian kembali kedalam vena uterina ibu.
Ketika janin dilahirkan, segera bayi menghirup udara dan menangis kuat,
dengan demikian paru-parunya akan berkembang. Tekanan dalam paru-paru
mengecil dan seolah-olah darah terhisap kedalam paru-paru. Dengan demikian,
duktus Botalli tidak berfungsi lagi. Demikian pula, karena tekanan dalam atrium
kiri meningkat, foramen ovale akan tertutup, sehingga foramen tersebut
selanjutnya tidak akan berfungsi lagi (Wiknjosastro, 1999).
Perawatan tali pusat secara umum bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi dan mempercepat putusnya tali pusat. Infeksi tali pusat tergolong jenis
infeksi ringan tapi jika tidak segera diobati akan dapat berkembang menjadi
infeksi yang membahayakan dan bahkan dapat menjadi salah satu penyebab
kematian Bayi. Salah satu media yang sering digunakan oleh tenaga kesehatan
dalam perawatan tali pusat adalah menggunakan kasa kering. Media ini sering
digunakan karena perawatan tali pusat menggunakan kasa kering terbukti efektif
untuk digunakan dalam perawatan tali pusat Penelitian terbaru yang dilakukan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk perawatan tali pusat adalah dengan
menggunakan ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Triasih, Widowakti, Haksari
dan Surjono dengan rancangan penelitian Randomize Controlled Trial
(RCT) menyimpulkan bahwasanya ASI aman dan efektif untukperawatan
tali pusat. Waktu pelepasan tali pusat dipengaruhi oleh cara perawatan tali pusat,
kelembaban tali pusat, kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus, dan
timbulnya infeksi pada tali pusat karena tindakan atau perawatan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan Dampak perawatan tali pusat yang salah dapat
mengakibatkan waktu pelepasan tali pusat semakin lama dan infeksi tali pusat.
Infeksi pada tali pusat dapat menyebabkan sepsis, menginitis, dan lain-lain.
Resiko fatal yang mungkin dapat terjadi adalah kematian pada bayi. Salah satu
carayang saat ini sedang dikembangkan adalah perawatan tali pusat menggunakan
ASI. Selain efisien, pemanfaatan ASI sebagai media perawatan tali pusat dapat
menghindarkan ibu post partum dari terjadinya bendungan ASI. Selain mampu
menghindarkan ibu dari terjadinya bendungan ASI, perawatan tali pusat dengan
menggunakan ASI jauh lebih efisien di bidang ekonomi / keuangan keluarga
karena pemanfaatan ASI dalam perawatan tali pusat tidak membutuhkan biaya
sama sekali atau relatif lebih irit. Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan ASI
sebagai media perawatantali pusat sangat minimal. Hal ini dikarenakan
kandungan dari ASI itu sendiri. Berbagai macam kandungan nutrisi dan zat yang
ada di dalam ASI dapat mengurangi resiko kejadian infeksi sehingga bayi dapat
terhindar dari kejadian infeksi tali pusat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengenai efektivitas perawatan tali pusat menggunakan ASI menunjukkan
bahwasanya perawatan tali pusat menggunakan ASI mempunyai rerata waktu
pelepasan tali pusat yang lebih cepat dibandingkan dengan media lain seperti kasa
kering, alkohol 70% dan povidone iodine
Berdasarkan penelitian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Air Susu Ibu Pada
Percepatan Pelepasan Tali Pusat Bayi” Tahun 2015 menyatakan menggunakan uji
korelasi Mann Whitney karena dari hasil uji normalitas data dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk didapatkan nilai signifikasi untuk lama waktu
pelepasan tali pusat menggunakan ASI dan kasa kering sebesar 0,000. Karena
data berdistribusi tidak normal (p< α), maka uji alternatif yang digunakan adalah
uji korelasi Mann Whitney. Dari hasil uji korelasi Mann Whitney dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05 didapatkan nilai signifikasi (p) sebesar 0,00. Karena nilai
signifikasi (p) yang didapatkan < α, maka hipotesis dalam penelitian ini diterima
yang berarti ASI efektif untuk digunakan dalam perawatan tali pusat pada bayi.
ASI selama ini hanya dimanfaatkan sebagai makanan bayi dan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan ASI mulai dimanfaatkan sebagai cairan untuk
merawat tali pusat pada bayi karena ASI dinilai aman dan efektif untuk perawatan
tali pusat pada bayi. Efektifitas penggunaan ASI sebagai media perawatan tali
pusat dikarenakankandungan nutrisi yang terkandung dalam ASI itu sendiri. Salah
satu kandungan ASI adalah protein.
Protein berfungsi sebagai pembentuk ikatan essensial tubuh, mengatur
keseimbangan cairan tubuh, memelihara netralisasi tubuh dengan bereaksi
terhadap asam basah agar PH tubuh seimbang, membentuk antibody, serta
memgang peranan penting dalam mengangkut zat gizi ke dalam jaringan
(Ganong, 2002 dikutip dalam Sumaryani, 2006). Pendapat ini diperkuat oleh teori
yang dikemukakan (Corwin, 1996 dikutip dalam Sumaryani, 2006) yang
mengemukakan bahwa ASI mengandung limfosit yang terdiri dari 2 sel yaitu sel
b dan sel T. Sel B berfungsi sebagai imunitas humoral, resptor immunoglobulin
yang dapat mengenali antigen asing dan dapat berkembang sebagai plasma sel
pembentuk antibody. Sel T berfungsi sebagai penolong sel B dalam membentuk
antiodi, memiliki reseptor khusus terhadap antigen dan berperan dalam menekan
respon imun.
Secara fisiologis saat terdapat benda asing dalam tubuh maka sel B atau sel T
akan diaktifkan dan membuat respon terhadap makroag untuk melawan benda
asing, akibatnya sel B dan sel T akan berproliferasi dengan makrofag dan terjadi
pembelahan secara mitosis. Proses ini menjadikan ASI efektif sebagai media yang
dapat digunakan dalam perawatan tali pusat berdasarkan atas kandungan nutrisi
dan efisiensi biaya dalam penggunaannya dibandingkan dengan perawatan tali
pusat dengan menggunakan kasa kering.
ASI yang mempunyai kandungan nutrisi bermacam macam seperti protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin efektif untuk digunakan sebagai media
perawatan tali pusat pada bayi.Kandungan nutrisi dalam ASI seperti lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan protein serta komposisi ASI yang berubah
setiap stadiumnya seperti kolostrum, ASI transisi / peralihan, ASI matur berperan
penting dalam setiap fase penyembuhan luka pada tali pusat.
Kandungan nutrisi seperti kolostrum (pembentukan antibody / globulin),
lemak (pembentukan/ regenerasi sel), lactobacillus (pengaktif sistem kekebalan
tubuh), lactoferin (menghambat pertumbuhan bakteri) dan karoten (menghambat
pertumbuhan kuman) secara tidak langsung berperan aktif dalam regenerasi sel
dan membantu proses penyembuhan luka pada tali pusat. Dengan menggunakan
ASI sebagai media perawatan tali pusat, waktu pelepasan tali pusat yang
dibutuhkan semakin cepat, efisien dalam biaya dan terbukti efektif dan aman
untuk digunakan sebagai media alternatif perawatan tali pusat.
nutrisi dan efisiensi biaya dalam penggunaannya dibandingkan dengan
perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering.
ASI yang mempunyai kandungan nutrisi bermacam macam seperti protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin efektif untuk digunakan sebagai media
perawatan tali pusat pada bayi.Kandungan nutrisi dalam ASI seperti lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan protein serta komposisi ASI yang berubah
setiap stadiumnya seperti kolostrum, ASI transisi / peralihan, ASI matur berperan
penting dalam setiap fase penyembuhan luka pada tali pusat.
Kandungan nutrisi seperti kolostrum (pembentukan antibody / globulin),
lemak (pembentukan/ regenerasi sel), lactobacillus (pengaktif sistem kekebalan
tubuh), lactoferin (menghambat pertumbuhan bakteri) dan karoten (menghambat
pertumbuhan kuman) secara tidak langsung berperan aktif dalam regenerasi sel
dan membantu proses penyembuhan luka pada tali pusat. Dengan menggunakan
ASI sebagai media perawatan tali pusat, waktu pelepasan tali pusat yang
dibutuhkan semakin cepat, efisien dalam biaya dan terbukti efektif dan aman
untuk digunakan sebagai media alternatif perawatan tali pusat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. A segera setelah lahir, maka
dapat disimpulkan:
1. Data subjektif
Dalam kasus ini data subjektif dilaksanakan tanggal, mulai dari jam 15.15
WIB. Data subjektif dilaksanakan dengan cara pengambilan data melalui
metode wawancara dan pemeriksaan pada Ny.S Pada saat dilakukan
wawancara pada Ny. A ibu lebih kooperatif dengan bidan.
2. Data Objektif
Dalam kasus ini pengkajian dilaksanakan tanggal 21 Desember 2020. Data
objektif dilaksanakan dengan cara pengambilan data melalui pemeriksaan
secara langsung pada By.Ny. A didapat tidak ada kelainan ataupun kecatatan.
3. Analisis Data
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang telah dilaksanakan diagnosa
dapat ditentukan yaitu Bayi Ny. A segera setelah lahir fisiologis
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan kebidanan dibuat sesuai dengan diagnosa, masalah
dan kebutuhan segera dan di evaluasi hasilnya, evaluasi yang didapat adalah
ibu telah mengetahui dan bersedia melaksanakan anjuran dari bidan.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada
bayi baru lahir dan mahsiswa mampu menganalisa keadaan pada bayi baru
lahir dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.
2. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan Asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir sesuai standar pelayanan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakn sebagaii sumber
referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA

Alibekova, Rushan, et al. 2016. Effects of smoking on perinatal depression and


anxiety in mothers and fathers: A prospective cohort study. Taipe : Elsevier

Anderson. 2007. Management of the Umbilical Cord: Care Regimens, Colonization,


Infection, and Separation. Articleneonatology, Vol.5. US : Nurse Journal

Depkes RI. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak. Jakarta : Depkes RI

Depkes RI. 2009. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Depkes RI

Eveline. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Jakarta: PT Wahyu Media.

Gustafsson, Ida., et al. 2017. Midwives’ lived experience of caring of new mothers
with initial berastfeeding difficulties : A phenomenological study. Sweden :
Elsevier

Hamilton. 2005. Dasar- DasarKeperawatan Maternitas..Jakarta: EGC

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep


Keperawatan Buku 1. Jakarta: Salemba Medika

Insani, Aldini Ayunda, et al. Berpikir Kritis Dasar Bidan Dalam Manajemen Asuhan
Kebidanan. Padang : UNAND

Janssen. 2007. To Dyeor Notto Dye: A Randomized, Clinical Trialofa Triple Dye
/Alcohol Regime Versus Dry Cord Care PEDIATRICS, Vol.111, No.1:15-20.
UK : Pediatric Journal

Lim, Robin. 2007. ASI Eksklusif Dong!. Bali : Yayasan Bumi Sehat

Lu, Hong, et al. 2011. Perceived Family Perceptions of Breastfeeding and Chinese
New Mothers’ breastfeeding behaviors. Beijing : Elsevier

Lubis, Namora Lumangga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori


dan Praktek. Jakarta : Kencana
Moore, Elizabeth R and Anderson, Gene C. 2007. Randomized Controlled Trial of
Very Early Mother–Infant Skin-to-Skin Contact and Breastfeeding Status.
Florida : Journal of Midwifery and Women’s Healt

Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012. Pemberian Air


Susu Ibu Eksklusif. Jakarta : Depkes

Permenkes RI. 2014. Pelayanan Neonatal Esensial. Jakarta : Menkes

Pitre, S. 2012. Effect of Massage on Physiological and Behaviorral Parameters


Among Low Birth Weight Bebies Volume 3, No.5.. US : International Journal of
Sciene and Research.

Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Rahmawati, M.D. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi


Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di Kelurahan Pedalangan Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang. Solo : Kusuma Husada

Rejeki et al. 2017. Praktik Perawatan tali Pusat Oleh Ibu dengan kejadian Infeksi
Tali Pust Bayi Baru lahir Di Semarang. Semarang : URECOL

Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI EKsklusif. Jakarta : Pustaka Bunda

Serrano, Doren dan Wilson. 2010. Teaching Chilean Mothers to Massage Their Full-
Term Infants: Effects on Maternal Breast-Feeding and Infant Weight Gain at
Age 2 and 4 Months Vol. 24, No. 2. USA : Journal of Perinatal & Neonatal
Nursing.

Shafique. 2006. Alcohol Application Versus Natural Drying of Umbilical Cord


Volume 31 Number 2 . Pakistan : The Journal of the Pakistan Medical
Association Rawal pindi–Islamabad

Siti, S. 2013. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Tali Pusat Di BPS
Finulia Sri Surjati Banjarsari Surakarta Tahun 2013. Solo : Stikes Kusuma
Husada

Smith, Emily R, et al. 2017. Delayed Breastfeeding Initiation Is Associated with


Infant Morbidity. Boston : The Journal Of Pediatrics
Tabuchi, Takahiro, et al. 2015. Maternal and paternal indoor or outdoor smoking
and the risk of asthma in their children: A nationwide prospective birth cohort
study. Tokyo : Elsevier
Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine) Terapi

PENGARUH WAKTU PENJEPITAN TALI PUSAT BAYI CUKUP


BULAN TERHADAP KADAR HEMAGLOBIN DAN HEMATOKRIT
BAYI PADA PERSALINAN NORMAL Study di Wilayah Puskesmas
Kendal 1 Tahun 2016

A. Harapan Akan Proses Pembelajaran Klinik

 Kenapa saya mempelajari materi ini ? Karena unttuk mempermudah saya


dalam melakukan telaah jurnal.
 Apa yang yang saya siapakan dalam mempelajari topic ini ? Saya menyiapkan
sumber referensi terbaru dan jurnal – jurnal penelitia
 Apa yang saya harapakan dalam mempe;ajari topic ini ? Saya berharap setelah
mempelajari topic ini saya semakin tau dan paham asuhan apa yang sesuai
dengan evidence base midwifery
 Apa yang perlu saya perhatian dalam mepelajari topic ini ? Memahi kasus
yang saya hadapi dan kemudian mecari sumber – sumber jurnal terbaru

B. Refleksi krtis dari materi yang di pelajari

 Sebutkan capainan pembelajaran yang tertera dalam panduan ? Membuat


laporan kasus Menelaah jurnal – jurnal
 Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajran adalah
saya bias menerapkan asuhan – asuhan yang sesuai dengan kasus saya dan
memberikan pelayanan yang lebih baik
 Saya mengidentifikasi sumber informasi menarik dalam topic pembelajaran
ini adalah perwatan tali pusat mengguanakn penundaan penjepitan tali pusat
dapat mencegah bayi dari anemia
 Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya kerjakan
adalh terus belajar tentang ilmu – ilmu baru dan mengasah keterampilan saya
dalam melaksanakan asuhan
 Saya akan mengembangkan pembelajaran saya di bidang ini : terjun
kelapangan dan mencari kasus – kasus baru dan melakukan pencarian jurnal
untuk mennaggulangi kasus tersebut
 Selama pembelajarn klinik, masalah – masalah yang menghalangi proses
pembelajran saya adalah Sulit menemukan jurnal yang sesuai

1. Apakah hasil penelitian valid?

Apakah pasien pada penelitian IYA


dirandomisasi?
Alasan : Penelitian ini merupakan
penelitian Randomized Control Trial
(RCT)

Apakah cara melakukan IYA


randomisasi dirahasiakan? Alasan : Penelitian dilakukan pada 62
subyek bayi baru lahir, dibedakan
menjadi dua kelompok secara random
menggunakan tabel angka random,

Apakah follow-up kepada pasien Iya


cukup panjang dan lengkap? Alasan : Penelitian ini melibatkan
intervensi pada dua kelompok.

Kelompok pertama

terdiri dari 31 bayi baru lahir dengan


penjepitan tali pusat 15 detik sebagai
kelompok control

kelompok kedua
31 bayi baru lahir dengan penjepitan
tali pusat 2 menit sebagai kelompok
intervensi
Apakah pasien dianalisis di YA
dalam grup di mana mereka Alasaan: Randomized Control Trial
dirandomisasi? (RCT) dengan single blind. Dilakukan
pemeriksaan HB pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. (62
orang).

Apakah pasien, klinisi, dan Tidak


peneliti blind terhadap terapi? Alasan : Karena pasien tidak tahu.
Bukti : Pada penelitian ini peneliti
terlibat langsung dalampenelitian
sehingga peneliti mengetahui subjek
penelitian mana yang menjadi
kelompok intervensi maupun yang
menjadi kelompok kontrol

Apakah grup pasien Tidak


diperlakukan sama, selain dari Penelitian ini melibatkan intervensi
terapi yang diberikan? pada dua kelompok.

Kelompok pertama

terdiri dari 31 bayi baru lahir dengan


penjepitan tali pusat 15 detik sebagai
kelompok control
kelompok kedua
31 bayi baru lahir dengan penjepitan
tali pusat 2 menit sebagai kelompok
intervensi
Apakah karakteristik grup Iya
pasien sama pada awal Alasan : sama yaitu semua bayi baru
penelitian, selain dari terapi lahir
yang diberikan? .

2. Apakah hasil penelitian penting?

Seberapa penting hasil penelitian ini? Penting


Alasan : karena dapat mengurangi
kejadian anemia pada bayi baru
lahir.
Bukti :

Penundaan penjepitan tali pusat


(lebih dari 30 detik) memberikan
manfaat bagi neonatus untuk
mengurangi anemia dan terutama
neonatus prematur dengan
memungkinkan tranfusi darah
plasenta pada bayi baru lahir,
disebutkan tentang penundaan
penjepitan tali pusat selama 2 menit
yang berfungsi darah dari
fetoplasental yang difungsikan ke
sirkulasi neonatus, dan ini terjadi
selama talipusat belum dijepit,
penundaan ini dimaksudkan untuk
menahan tranfusi lebih lama
sehingga meningkatkan volume
darah bayi baru lahir.

Seberapa tepat estimasi dari efek Penting


terapi? Alasan : karena dengan penjepitan
tali pusat lambat dapat menurunkan
angka kejadian anemia pada bayi
baru lahir

Bukti: Pada penelitian ini terdapat


pengaruh yang bermakna waktu
penjepitan tali pusat terhadap kadar
hemoglobin bayi baru lahir dengan
nilai p-value sebesar 0,000. Hasil
analisis didapatkan nilai RR sebesar
4,40 (95% CI: 1,91– 10,12) yang
memiliki arti bahwa bayi baru lahir
yang tali pusatnya dilakukan
penjepitan dengan waktu 2 menit
berpeluang 4,40 kali lebih besar
kadar Hb nya ≥ 14 gr%
dibandingkan dengan bayi baru
lahir yang tali pusatnya dijepit
dalam waktu 15 detik

Tindakan Kadar HB Jumlah


Pemotongan Tali
<14 >14
Pusat

2 menit setelah lahir 9 21 31

15 detik setelah lahir 26 5 31

 Kejadian HB <14 pada kelompok kontrol (pemotongan tali pusat setalh


15 detik )
Control Event Rate (CER ) = 26/31=0,83
 Kejadian pada kelompok intervensi (pemotongan tali pusat 2 menit )
 Experimental Event Rate (EER) = 9/31 =0,29
 Relative Risk Reduction (RRR) = (CER – EER )/ CER
= (0,83 – 0,29 )/ 0,83
= 0,65
= 65%

Relative Risk Absolute Risk Number Needed to Treat


Reduction Reduction (NNT)
(RRR) (ARR)
CER EER CER-EER/ CER CER-EER 1/ARR
0,83 0,29 0,65 0,54 1,85
95% CI

95% CI = +/- 1,96 √[CER x (1-CER)/ #pasien kontrol + EER x (1-EER)/ # pasien
eksperimen]
95%CI = +/-1,96 √0,0111
Makna :
CER = 0,83 : Kejadian kejadian anemia pada kelompok kontrol
Adalah 0,83

EER = 0,29 : Kejadian kejadian anemia pada kelompok


eksperimen adalah 0,29

RRR = 0,65 : Apabila dilakukan tindakan penjepitan tali pusat lambat , maka angka
kejadian anemia pada bayi baru lahir sebesar 65% dari insiden
sebelumnya.
RRR >50% menunjukkan adanya makna secara klinis.

ARR = 0,54 : Apabila dilakukan tindakan penjepitan tali pusat lambat maka selisih
jumlah insiden terjadinya anemia pada bayi baru lahir sebesar 54%.

NTT = 1,85 : diperlukan 2 bayi baru lahir yang dilakukan penjepitan tali pusat
lambat selama 1 tahun untuk mencegah terjadinya kejadian anemia
pada 1 bayi baru lahir
3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?Iya

Apakah karakteristik pasien kita Tidak


sangat berbeda dibandingkan pasien
pada penelitian sehingga hasilnya
tidak dapat diterapkan?
Apakah hasilnya mungkin dikerjakan Iya
di tempat kerja kita? Alasan : karena tindakan
penjepitan tali pusat pada bayi
baru lahir selalu dilakukan pada
bayi baru lahir
Apa kemungkinan benefit dan harm dari terapi tersebut?
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif
terhadap pasien pada penelitian

Diekspresikan dalam bentuk


desimal: 0,5

NNT/f = 1,85/5 = 0,3

(NNT bagi pasien kita)


Metode II: 1/ (PEERxRRR) PEER (patient’s expected event
rate) adalah event rate dari pasien
kita bila mereka menerima kontrol
pada penelitian tersebut =
0,29
1/ (PEERxRRR) = 5,3

(NNT bagi pasien kita)


Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita IYA
mempunyai penilaian yang jelas dan Alasan : terbukti penelitian ini
tepat akan value dan preferensi dapat mengurangi angka kejadian
pasien kita? anemia pada bayi baru lahir
dengan dilakukan penjepitan tali
pusat lambat.
Apakah value dan preferensi pasien IYA
kita dipenuhi dengan terapi yang Alasan : karena dengan penjepitan
akan kita berikan? tali pusat lambat dapat
menurunkan angka kejadian
anemia pada bayi baru lahir

Anda mungkin juga menyukai