Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. Y 24 TAHUN PIAO POST PARTUM 4


HARI DENGAN BENDUNGAN ASI DI RSUD SYAMSUDIN SH

Disusun oleh :

RINI NOVIANTI (H522148)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KEBIDANAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan Nifas “Pada
Ny. “Ny. Y 24 Tahun P1AO Post Partum 4 Hari Dengan Bendungan Asi Di Rsud
Syamsudin Sh” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat hasil pelaksanaan praktik
klinik program studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan Institut Kesehatan
Rajawali.

Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tonika Tohri, S. Kp., M. Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali.


2. Erni Hernawati, S.S.T., M.M., M.Keb selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali
3. Lia Kamila, S.S.T., M.Keb selaku Penanggung Jawab Program Studi
Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kebidanan Institu Kesehatan Rajawali
4. Bidan Erlis, S.S.T., Bd selaku pembimbing praktik yang telah membimbing
dan membantu dalam penyusunan laporan selama pelaksanaan praktik klinik
5. Dhini Wahyuni, S.S.T., M.Tr.Keb selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan membantu dalam penyusunan laporan
6. NY.Y selaku pasien di Rsud Syamsudin SH
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis dengan
lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. Y 24 TAHUN PIAO POST


PARTUM 4 HARI DENGAN BENDUNGAN ASI DI RSUD
SYAMSUDIN SH

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Dhini Wahyuni, S.S.T.,


(Erlis Nurhayat, S.S.T.,Bd
M.Tr.Keb
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………….…………… i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………...……ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakanng………………………………………………………..1
1.2. Tujuan ……………………………………………………………….…2
1.3. Manfaat…………………………………………………………………2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Masa Nifas………………………….……………………3
2.2 Konsep Bendungan ASI……………………………..…………………20
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Data Subjektif………………………………………………….…… 24
3.2 Data Objektif………………………………………...…………………27
3.3 Analisa…………………………………….…………………………...27
3.4 Penatalaksanaan……………………………………...……………… 28
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Data Subjektif………………………………………………….…… 24
4.2 Data Objektif………………………………………...…………………27
4.3 Analisa…………………………………….…………………………...27
4.4 Penatalaksanaan……………………………………...……………..… 29
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………36
5.2 Saran……………………………………………………………………...37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberian ASI merupakan metode pemberian makanan bayi yang
terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat
bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk
memenuhi gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya (Walyani, 2015).
ASI yang diberikan kepada bayi harus secara On Demand. Bila ASI tidak
diberikan ibu dapat mengalami bendungan ASI.
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI
dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. Bendungan ASI dapat terjadi
kerena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat
terjadi bila ibu memiliki kelainan puting susu misalnya putting susu datar,
terbenam dan cekung. Gejala yang sering muncul pada saat terjadi bendungan
ASI antara lain payudara bengkak, payudara terasa panas dan keras, payudara
terasa nyeri saat ditekan, payudara berwarna kemerahan dan suhu tubuh ibu
sampai 38ºC (Rukiyah, 2018). Jadi, bendungan ASI dapat disimpulkan
dimana keadaan payudara yang bengkak disebabkan tidak lancar atau
sedikitnya ASI yang dikeluarkan dari payudara. Hal ini dapat menjadi masalah
jika penanganannya tidak segera ditangani. Ibu dapat mengalami mastitis atau
abses payudara (Manuaba, 2010). Berdampak pada payudara terjadi infeksi
sampai mengeluarkan nanah daripayudara.
Menurut data World Health Organization (WHO) terbaru pada tahun
2017 di Amerika Serikat persentase perempuan menyusui yang mengalami
bendungan ASI rata-rata sebanyak 8242 (87,05 %) dari 12.765 ibu nifas,
pada tahun 2016 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 7198 (66,87%)
dari 10.764 ibu nifas dan pada tahun 2015 terdapat ibu yang mengalami
bendungan ASI sebanyak 6543 (66,34%) dari 9862 ibu nifas (WHO,
2015).Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun
2015 menyebutkan bahwa terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan
ASI sebanyak 35.985 (15,60%) ibu nifas, serta pada tahun 2015 ibu
nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak 77.321 (37,12%) ibu nifas
(SDKI, 2017).
Sementara hasil Survey Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Propinsi Jawa
Barat tahun 2017 kejadian bendungan ASI pada ibu menyusui di Jawa Barat yaitu
13% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di perkotaan dan 2-13% (2-13
kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di pedesaan (Badan Pusat Statistik
Propinsi Jawa Barat, 2017).
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan
mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen
pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat akibatnya
payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO), walaupun tidak disertai
dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap oleh
bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhirnya terjadi
mastitis (Mochtar, 2015).
Pada masa laktasi sering muncul masalah-masalah yang dihadapi oleh
seorang ibu, kadang merasa tidak mengetahui kondisi serta apa yang harus
mereka lakukan. Dalam masa nifas, pengetahuan tentang perawatan payudara
sangat penting untuk diketahui, ini berguna untuk menghindari masalah-masalah
dalam proses menyusui. Salah satu masalah pada menyusui adalah bendungan
ASI (Dewi dkk, 2016).
Salah satu cara mengatasi masalah menyusui tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang perawatan payudara.
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya dalam informasi, pengetahuan
pada masyarakat untuk berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan.
Dampak yang timbul dari cara ini terhadap perilaku kesehatan masyarakat akan
memakan waktu lama. Namun apabila perilaku tersebut diadopsi masyarakat,
maka akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
kejadian bendungan ASI dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang
perawatan payudara sehingga memperkecil terjadinya bendungan ASI, serta
meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Selain itu juga perbaikan
pelayanan kesehatan memberikan penyuluhan tentang pemberian ASI secara on
the mand (Saifudin, 2015).
Pencegahan Bendungan asi menurut Marmi (2018), yaitu dengan
melakukan masase payudara atau perawatan payudara atau dengan melakukan
pijat oksitosin, bisa juga dengan posisi menyusui yang benar,
menggunakan bra yang menyangga dan melakukan pengosongan
payudara.Penanganan bendungan ASI menurut Rukiyah (2018), bila payudara
ibu terjadi bendungan ASI dapat dilakukan dengan menyusui bayi secara on
demand/ tanpa di jadwal sesuai kebutuhan bayi, mengeluarkan sedikit ASI
sebelum menyusui agar payudara lebih lembek ataupun mengeluarkan
ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI, bisa
juga dengan mengompres payudara dengan air hangat dan dingin secara
bergantian, untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting
susu berikan kompres hangat sebelum menyusui, untuk mengurangi
bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan
pengurutan payudara atau perawatan payudara dan bila perlu memberikan
paracetamol 500 mg per oral tiap 4 jam
Hal ini sejalan dengan penelitian Dian Wahyuni bahwa terdapat
Hubungan Perawatan Payudara terhadap Bendungan ASI Di Rumah Sakit Umum
Daerah Deli Serdang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan Kebidanan Nifas “”
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimanakah asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. “Ny. Y 24 Tahun Piao Post
Partum 4 Hari ?
1.3 Tujuan penulisan
a. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Bendungan
ASI terhadap pasien. sesuai dengan standar yang berlaku dengan menggunakan
pendekatan manajemen varney.
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian data subjektif secara lengkap pada ibu nifas Pada Ny.
Ny. “Ny. Y 24 Tahun PIA0 Post Partum 4 Hari
2. Melakukan pengkajian data objektif secara lengkap pada ibu nifas Pada Ny.
Ny. “Ny. Y 24 Tahun P1A0 Post Partum 4 Hari
3. Dari data subjektif dan objektif maka dapat menetapkan diagnose pada ibu
nifas Ny. Ny. “Ny. Y 24 Tahun P1A0 Post Partum 4 Hari
4. Melakukan penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas Pada Ny. Ny.
Ny. “Ny. Y 24 Tahun PIA0 Post Partum 4 Hari
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswi
Kebidanan dalam menerapkan ilmu dan sebagai acuan penelitian berikutnya.
2. Bagi Lokasi Penelitian
Sebagai masukkan dan bahan informasi untuk meningkatkan upaya
pencegahan dan penanganan kasus Bendungan Asi pada ibu nifas di RSUD
Syamsudin SH
3. Bagi Responden
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya pada pasien
tentang perawatan kebidanan pada masa nifas.
5. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
perawatan masa nifas, dan sebagai bahan perbandingan antara teori yang
diperoleh di bangku kuliah dengan di lahan praktek.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Masa Nifas


A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhannya akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum
disebut juga “puer” yang artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan. Nifas
yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan (Sari Eka dkk., 2014).
Waktu yang lama pada masa nifas umumnya adalah 40 hari, dimana
sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda
kelahiran). Jika sudah selesai 40 hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap
keluar darah, maka perhatikanlah bila keluarnya di saat ada (kebiasaan) haid,
maka itu darah haid atau menstruasi. Akan tetapi jika darah keluar terus dan
tidak ada masa haidnya dan darah itu terus tidak berhenti mengalir, maka ibu
harus segera memeriksakan diri ke bidan atau dokter (Sari Eka dkk., 2014).
B. Tujuan asuhan Masa Nifas
Menurut Maryunani (2015), tujuan dari pemberian asuhan masa nifas adalah
sebagai berikut:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologisnya.
b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk apabila terjadi komplikasi
pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi
sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan KB
C. Periode Masa Nifas
Menurut Maryunani (2015) Masa nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu :
a. Puerperium dini (Periode Immediate Postpartum)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Masa segera
setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan
mobilisasi jalan. Masa pulih/kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial (Periode Early Postpartum 24 jam-1 minggu)
Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8
minggu. Peran bidan pada masa ini bidan memastiakn involusi uteri
dalam keadaan normal tidak ada perdarahan, lochea tidak berabau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapakan makanan dan cairan serta
ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c. Remote puerperium (Periode Late Postpartum, 1 minggu-5 minggu)
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Masa
ini bisa berlangsung 3 bulan bahkan lebih.
D. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Menurut Sari dan Rimandini (2014) bidan memiliki peranan yang sangat
penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung
jawab bidan dalam masa nifas antara lain:
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
b. Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan bayi.
c. Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial, serta
memberikan semangat kepada ibu.
d. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
e. Membantu ibu dalam menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
f. Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu.
g. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
h. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
i. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi
yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman.
j. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa, dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
k. Memberikan asuhan secara profesional.
E. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan Program Nasional Masa Nifas yaitu paling sedikit 4 kali
kunjungan masa nifas, dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL juga untuk
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam
masa nifas (Martalia, 2012).
Kunjungan Masa Nifas Menurut Sarwono (2010) kunjungan yang
bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah,
mendeteksi serta menangani masalah-masalah yang terjadi maka Asuhan
Kunjungan Masa Nifas Normal adalah sebagai berikut.
Kunjungan Waktu Asuhan
a. ( 2-6 Jam Post Partum)
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2. Pemantauan keadaan umum ibu.
3. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu.
4. Pemberian ASI awal.
b. II ( 2-6 Hari) Post Partum
1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
5. Konseling mengenai asuahan pada bayi.
c. III ( 2 Minggu Post Partum)
Asuhan pada 2 minggu postpartum sama dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan 6 hari post partum.
d. IV (6 Minggu Post Partum)
1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami.
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan
tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi. (Sumber:
Prawihardjo, 2012)
F. Proses Nifas
Aktifitas otot-otot
Adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang
diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya
pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak
berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran
darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan
sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil. Ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.
Uterus berangsur- angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil.
a. Involusi TFU Berat Uterus
Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus
Involusi Tinggi fundus Berat uterus Diameter Keadaan
bekas melekat servik
plasenta
Setelah Sepusat 1000 gram 12,5 cm Lembek
plasenta lahir
7 hari Pertengahan pusat- 500 gram 7,5 cm Dapat dilalui 2
simfisis jari
14 hari Tak teraba 350 gram 5 cm Dapat dilalui 1
jari
42 hari Tak teraba 50 gram 2,5cm -
56 hari Normal 30 gram 0 cm -
Sumber : (Manuaba, 2011)
b. Plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteridengan diameter 7,5 cm, minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu ke-6
menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih. Luka-luka pada jalan lahir apabila tidak
disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
c. Involusi tempat plasenta
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh
darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta
tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium
ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
Segera setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir
minggu kedua, diameternya hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu beberapa
jam setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas
banyak pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya
mengalami organisasi thrombus secara khusus. Perubahan pembuluh darah
rahim. Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah
yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.
d. Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada masa
nifas.
Ada beberapa macam lochea yaitu :
1) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa- sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium, selama dua hari
pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir,
hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berubah lagi, pada hari ke-
7 sampai ke-14 pasca persalinan.
4) Lochea alba: cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau
busuk.
6) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.
e. Setelah persalinan bentuk servik agak mengganggu seperti corong berwarna
merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan
kecil.
f. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir secara berangsur- angsur menjadi mengecil dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
g. Regenerasi Endometrium Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah
melahirkan,sisa desidua berdiferensiasi menjadi dua lapisan.
h. Stratum superficial menjadi nekrotik, dan terkelupas bersama lokhia.
Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan
merupakan sumber pembentukan endometrium baru.Endometrium
terbentuk dari proliferasi sisa –sisa kelenjar endometrium dan stroma
jaringan ikat antar kelenjar tersebut. Proses regenerasi endometrium
berlangsung cepat, kecuali pada tempat melekatnya plasenta. Dalam satu
minggu atau lebih, permukaan bebas menjadi tertutup oleh epitel dan
seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga
i. Sub Involusi
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya
retardasi involusi, proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas
kembali ke bentuk semula. Proses ini disertai pemanjangan masa
pengeluaran lokhia dan perdarahan uterus yang berlebihan atau irregular
dan terkadang juga disertai perdarahan hebatPada pemeriksaan bimanual,
uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibanding normal untuk periode
nifas tertentu. Penyebab subinvolusi yang telah diketahui antara lain retensi
potongan plasenta dan infeksi panggul.
j. Perubahan pd Vagina&Vulva
1. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa
hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada
dalam keadaan kendur. Perubahan pd Vagina&VulvaSetelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia manjadi lebih menonjol.
2. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan.Perubahan Sistem Pencernaan
kerapkali diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu
atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering
kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.
Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke
belakangPerubahan Sistem musculoskelet/diastasis rectie
abdominis Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama
masa hamil berlangsung secara terbalik padsa masa pascapartum.
Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6
sampai minggu ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi,
walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki
wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.a. Dinding
perut dan peritoneum.
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu
lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadangkadang
pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus
abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah
hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang
lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
k. Kulit abdomen
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak
melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan yang dinamakan strie. Melalui latihan postnatal, otot-otot
dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa
minggu
l. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki
tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus abdominishal
tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas,
jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali
normal.
m. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur
menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak
jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan
oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor.
n. simpisis pubis
Meskipun relatif jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini
merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-kadang
penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh
nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak
ditempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi.
Sering kali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara pada
kebanyakan wanita gejala menghilang setelah beberapa minggu atau bulan,
pada beberapa wanita lain gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi
roda.
o. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum.
Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. Kadar prolaktin dalam darah
berangsurangsur hilang
p. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar
estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel
darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun
kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi
meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang
cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
q. Perubahan Tanda-Tanda VitalTabel perubahan Tanda-tanda Vital
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal Tanda-tandavital
Tekanan darah < 140/ 90 mmHg, mungkin bisa naik dari tingkat disaat
persalinan 1 –3 hari post partum.
- Tekanan darah > 140/ 90 mmHg
- Suhu tubuh < 38 0 C Suhu > 380C
- Denyut nadi: 60-100 X / menit
- Denyut nadi: > 100 X / menit

G. Penanganan Masa Nifas


1. Mobilisasi: setelah persalinan ibu harus beristirahat, tidur terlentang,
kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan
duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat/kelima sudah diperbolehkan
pulang.
2. Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-
buahan.
3. Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadangkadang
wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala
janin dan spasme oleh iritasi musculus sfingter ani selama persalinan, juga
oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan.
4. Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
5. Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu:
1) Proliferasi kelenjar- kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut
colostrumberwarna kuning-putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena
berdilatasi sehingga tampak jelas.
H. Tanda bahaya masa nifas
Menurut Maryunani (2015), ada beberapa tanda bahaya yang harus
diperhatikan oleh bidan/tenaga kesehatan atau ibu sendiri,yaitu :
1. Demam (>37,50C). Menurut teori Sari dan Rimandini (2014), 24 jam
postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C) sebagai akibat
kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila
keadaan normal, suhu badan menjadi biasa yaitu 36,5- 37,50C.
2. Perdarahan aktif dari jalan lahir. Dalam hal ini, perdarahan pervagina yang
luar biasa atau tiba-tiba bertambah bnyak sekitar 500 cc atau lebih dari
traktus genetaliasetelah melahirkan.
3. Bekuan darah yang banyak.
4. Muntah.
5. Rasa sakit waktu Buang Air Kecil/berkemih.
6. Pusing atau sakit kepala yang terus menerus atau masalah penglihatan.
7. Lochea berbau, yakni pengeluaran dari vagina yang baunya menusuk.
8. Sakit perut yang yang hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau
punggung dan nyeri ulu hati.
9. Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
10. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau diri
sendiri.
11. Pembengkakan
- Pembengkakan di wajah dan di tangan
- Rasa sakit, merah dan bengkak di kaki.
12. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. Sulit dalam menyusui atau
payudara yang berubah menjadi merah panas dan terasa sakit.

2.1 Konsep Bendungan ASI

A. Pengertian
Bendungan Air Susu adalah terjadinya pembengkakan pada
payudarakarena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkanbendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan.Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus
laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan
putting susu (misalnya putting susu datar, terbenam dan cekung).
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen dan progesterone turun
dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya prolaktin waktu hamil dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak
dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis. Hormon ini
menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi
untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel-sel
mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar
tersebut.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum mampu menyusu dengan baik atau
kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan
sempurna, terjadi pembendungan ASI (Ai Yeyeh, 2010).
B. Faktor-Faktor Penyebab
1. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASInya berlebihan,
apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu dan payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara). Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap,
maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa
nyeri pada saat bayi menyusu). Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya
dan terjadi bendungan ASI.4) Putting susu terbenam (putting susu yang
terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu). Karena bayi tidak dapat
menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI.
4. Putting susu terlalu panjang (putting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola
dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI). Akibatnya ASI
tertahan dan menimbulkan bendungan ASI . (Ai Yeyeh, 2015).
C. Tanda dan Gejala
Ditandainya dengan: mammae panas serta keras pada perabaan dan nyeri,
putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran susu
kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras,
panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38 oC (Ai
Yeyeh, 2015).’
D. Diagnosis
Pemeriksaan fisik payudara, pada pemeriksaan fisik payudara harus
dikerjakan dengan sangat teliti dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang
palpasi yang keras menimbulkan petechienecchymoses dibawah kulit. Orang
sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau
mahasiswa karena kemungkinan penyebaran.
Pertama lakukan dengan cara inspeksi (periksa pandang), hal ini harus
dilakukan pertama dengan tangan disamping dan sesudah itu dengan tangan ke
atas, selagi pasien duduk. Kita akan melihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik
dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas di bawah kulit. Perlu
diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat apakah menjadi merah, misalnya
oleh mastitis karsinoma. Edema kulit harus diperhatikan pada tumor yang
terletak tidak jauh dibawah kulit. Kita akan jelas melihat edema kulit seperti
gambaran kulit jeruk (peaud’orange) pada kanker payudara. Kemudian lakukan
palpasi (periksa raba), ibu harus tidur dan diperiksa secara sistematis bagian
medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus ke bagian lateral. Palpasi ini
harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal Kompres dingin pada dada
untuk mengurangi bengkak, terapi paracetamol 500 mg per oral, evaluasi 3 hari
(Ai Yeyeh, 2015).
Menurut Wiwik Ardita Rini tentang tindakan breast care dan kejadian
bendungan ASI pada ibu nifas, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden tidak terjadi bendungan ASI 75,0% dan terjadi bendungan ASI
25,0%. Pada penelitian ini masih ada ibu yang mengalami bendungan ASI
disebabkan breast carenya tidak sesuai prosedur atau kurang sesuai prosedur
sehingga manfaatnya dalam penanganan bendungan ASI tidak maksimal. Dari
36 responden terdapat 44,4% ibu nifas yang melakukan breast care kadang-
kadang dan yang sering hanya 25,0%. Kejadian bendungan ASI pada 36 ibu
nifas sebanyak 25,0% atau sebagian besar tidak terjadi bendungan ASI (75,0%).
E. Cara Mencegah
1. Untuk mencegah diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik,menyusui
secara ondemand. Bayi harus sering disusui. Apabila terlalutegang atau bayi
tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu,agar ketegangan
menurun.
Untuk merangsang reflek oksitosin maka dilakukan:
1. Kompres untuk mengurangi rasa sakit.
2. Ibu harus rileks.
3. Pijat dan punggung belakang (sejajar daerah payudara).
4. Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan kearahtengah).
5. Stimulasi payudara dan putting.
6. Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema.
7. Pakailah BH yang sesuai.
8. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik (Dewi Vivian dan Tri,
2011).
2. Cara Mengatasi
a. Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpabatas
waktu.
b. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau
pompa ASI yang efektif.
c. Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat
dilakukankompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, masase
payudara,masase leher dan punggung.
d. Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema (Dewi
Vivian dan Tri, 2011).
Menurut (Prawirohardjo, 2012) penanganan bendungan air
susudilakukan dengan pemakaian bra untuk penyangga payudara
danpemberian analgetika, dianjurkan menyusui segera dan lebih
sering,kompres hangat, air susu dikeluarkan dengan pompa dan
dilakukanpemijatan (masase) serta perawatan payudara. Kalau perlu
diberisupresi laktasi untuk sementara (2–3 hari) agar bendungan
terkurangidan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.
Keadaan inipada umumnya akan menurun dalam beberapa hari dan bayi
dapatmenyusu dengan normal (Ai Yeyeh dan Lia, 2015).
3. Perawatan Payudara
Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baikoleh
pasien maupun dibantu orang lain yang dilaksanakn mulai hari pertama atau
kedua setelah melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan
sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga
memperlancar pengeluaran ASI, serta menghindari terjadinya
pembengkakan dan kesulitan menyusui, selain itu juga menjaga kebersihan
payudara agar tidak mudah terkena infeksi. Adapun langkah-langkah dalam
perawatan payudara (Anggraini Y, 2015).
4. Pengurutan Payudara
a) Tangan dilicinkan dengan minyak kelapa/ baby oil.
b) Pengurutan payudara mulai dari pangkal menuju arah putting susu.
c) Selama 2 menit (10 kali) untuk masing-masing payudara.
d) Handuk bersih 1-2 buah.
e) Air hangat dan air dingin dalam baskom.
f) Waslap atau sapu tangan dari handuk.
Langkah-Langkah Pengurutan Payudara:
 Pengurutan yang Pertama
Licinkan kedua tangan dengan minyak, tempatkan kedua telapaktangan
diantara kedua payudara lakukan pengurutan, dimulai dari arahatas lalu
arah sisi samping kiri kemudian kearah kanan, lakukan teruspengurutan
ke bawah atau melintang. Lalu kedua tangan dilepas daripayudara,
ulangi gerakan 20-30 kali untuk setiap satu payudara.
 Pengurutan yang Kedua
Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau
tigajari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir
padaputting susu. Lakukan tahap mengurut payudara dengan sisi
kelingkingdari arah tepi kearah putting susu. Lakukan gerakan 20-30
kali.
 Pengurutan yang Ketiga
Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan
lainmengurut dan menggenggam dari pangkal menuju ke putting
susu.Lakukan gerakan 20-30 kali.

5. Pengompresan
Alat-alat yang disiapkan :
- 2 buah baskom sedang yang masing-masing diisi dengan air hangatdan
air dingin.
- 2 buah waslap.
Caranya:
Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian
ganti dengan kompres dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3 kali
berturut-turut dengan kompres air hangat.Menganjurkan ibu untuk memakai
BH khusus untuk menyusui.
6. Perawatan Puting Susu
Puting susu memegang peranan penting pada saat menyusui. Air susu
ibu akan keluar dari lubang-lubang pada putting susu oleh karena itu putting
susu perlu dirawat agar dapat bekerja dengan baik, tidak semua wanita
mempunyai putting susu yang menonjol (normal). Ada wanita yang
mempunyai putting susu dengan bentuk yang mendatar atau masuk kedalam,
bentuk putting susu tersebut tetap dapat mengeluarkan ASI jikadirawat dengan
benar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untukmerawat putting susu:
1) Setiap pagi dan sore sebelum mandi putting susu (daerah areolamamae),
satu payudara diolesi dengan minyak kelapa sekurangkurangnya 3-5 menit.
2) Jika putting susu normal, lakukan perawatan dengan oleskan minyakpada
ibu jari dan telunjuk lalu letakkan keduanya pada putting susudengan
gerakan memutar dan ditarik-tarik selama 30 kali putaran untukkedua
putting susu.
3) Jika puting susu datar atau masuk kedalam lakukan tahapan berikut:
1. Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu,kemudian
tekan dan hentakkan kearah luar menjahui putting sususecara perlahan.
2. Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah putting susu lalu tekanserta
hentakkan kearah putting susu secara perlahan.
3. Kemudian untuk masing-masing putting digosok dengan handukkasar agar
kotoran-kotoran yang melekat pada putting susu dapatterlepas.
4) Payudara dipijat untuk mencoba mengeluarkan ASI. Lakukan
langkahlangkah perawatan diatas 4-5 kali pada pagi dan sore hari,
sebaiknyatidak menggunakan alkohol atau sabun untuk membersihkan
puttingsusu karena akan menyebabkan kulit kering dan lecet.
Penggunapompa ASI atau bekas jarum suntik yang dipotong ujungnya juga
dapatdigunakan untuk mengatasi massalah pada putting susu yang
terbenam.
7. Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-6
sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis
merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin.
Pijat oksitosin memberikan banyak manfaat dalam proses menyusui,
manfaat yang dilaporkan adalah selain mengurangi stress pada ibu nifas dan
mengurangi nyeri pada tulang belakang juga dapat merangsang kerja hormon
oksitosin, manfaat lain dari pijat oksitosin
1. Meningkatkan kenyamanan,
2. Meningkatkan gerak ASI kepayudara,
3. Menambah pengisian ASI kepayudara,
4. Memperlancar pengeluaran ASI,
5. Dan, mempercepat proses involusi uterus.
Langkah melakukan pijat oksitosin
1. Memberitahukan kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan,
tujuan maupun cara kejanya untuk menyiapkan kondisi psikologis ibu.
2. Menyiapkan peralatan dan ibu dianjurkan membuka pakaian atas, agar
dapat melakukan tindakan lebih efisien.
3. Mengatur ibu dalam posisi duduk dengan kepala bersandarkan tangan
yang dilipat ke depan dan meletakan tangan yang dilipat di meja yang
ada didepannya, dengan posisi tersebut diharapkan bagian tulang
belakang menjadi lebih mudah dilakukan pemijatan.
4. Melakukan pemijatan dengan meletakan kedua ibu jari sisi kanan dan
kiri dengan jarak satu jari tulang belakang, gerakan tersebut dapat
merangsang keluarnya oksitosin yang dihasilkan oleh hipofisis
posterior.
5. Menarik kedua jari yang berada di costa 5-6 menyusuri tulang belakang
dengan membentuk gerakan melingkar kecil dengan kedua ibu jarinya.
6. Gerakan pemijatan dengan menyusuri garis tulang belakang ke atas
kemudian kembali ke bawah.
7. melakukan pemijitan selama 2-3 menit

8. Cara Menyusui yang Baik dan Benar


1. Posisi badan ibu dan bayi
Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai,Pegang bayi pada
belakang bahunya, tidak pada dasar kepala,Putar seluruh badan bayi
sehingga menghadap ibu Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian
bawah payudara Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu Dengan posisi
seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan
lengan bay Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan
pantat bayi dengan lengan ibu bagian dalam.
2. Posisi mulut bayi dan putting susu ibu
Payudara dipegang dengan ibu jari diatas, jari yang lain menopang
dibawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk
dan jari tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalangan payudara)
Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek). Posisikan
putting susu diatas “bibir atas” bayi dan berhadapan dengan hidung bayi
Kemudian masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi
Setelah bayi menyusu/menghisap payudara dengan baik, payudara tidak
perlu dipegang atau disangga lagi. Dianjurkan tangan ibu yang bebas
dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.
3. Posisi Menyusui yang benar:
a. Tubuh bagian depan menempel bayi menempel pada tubuh ibu.
b. Dagu bayi menempel pada payudara.
c. Dagu bayi menempel pada dada ibu yang berada didasar payudara (bagian
bawah).
d. Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
e. Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
f. Sebagian besar areola tidak tampak.
g. Bayi menghisap dalam dan perlahan.
h. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusui.
i. Terkadang terdengar suara bayi menelan.
j. Putting susu tidak terasa sakit atau lecet. (Handayani, dkk, 2011)
2.3 Teori Manajemen Kebidanan
A. Manajemen Varney
Merupakan metode pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang
khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dalam proses penatalaksanaan
asuhan kebidanan menurut Varney (2008) dalam Purwoastuti dan Walyani
(2015) 7 langkah manajemen meliputi
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data
dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan
pemeriksaan penunjang.Langkah ini merupakan langkah awal yang akan
menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan
kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasiyang benar atau
tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang
komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan
sehingga dapat menggambarkan kondisi atau masalah klien yang
sebenarnya.
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan
masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan
seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan. Masalah sering
berkaitan dengan hasil pengkajian.
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi bila 24memungkinkan dilakukan
pencegahan sambil mengawasi pasien bidan bersiap-siap bila masalah
potensial benar-benar terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera dan KolaborasiMengatantisipasi
perlunya tindakan segera oleh bidan dan atau dokter untuk konsultasi atau
ditangani bersamam dengan anggota tim kesehatan lain.
5. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang MenyeluruhRencana asuhan
yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari
kondisi/masalah klien, tapi juga dari kerangka pedoman antisipasi klien
tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling, penyuluhan dan apakah pasien
perlu dirujuk karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah
kesehatan lain. Pada langkah ini tugas bida adalah merumuskan rencana
asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien dan
keluarga, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
6. Langkah VI : melaksanakan Asuhan
Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang telah dibuat
dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bida atau dokter atau tim
kesehatan lain.
7. Langkah VII : Evaluasi
Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan diagnosa/masalah.
B. Metode SOAP
Menurut Elisabeth (2015) metode yang digunakan dalam pendokumentasian
data perkembangan asuhan kebidanan ini adalah SOAP.
1. S : Subjektif
a. Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien melalui
anamnesa.
b. Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya.
c. Pada klien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat
menarche, riwayaat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat KB, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan,
riwayat psikososial, pola hidup)
d. Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandan klien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannnya dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa. Pada
orang yang bisu, dibagian data belakang “ S “ diberi tanda “ O “ atau “
X “ ini menandakan orang itu bisu.
e. Data subjektif menguatkan diagnosa yang dibuat.
2. O : Objektif
a. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung assessment.
b. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (keadaan
umum, vital sign, fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi).
c. Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang behubungan
dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi, informasi kajian
teknologi (hasil laboratorium, hasil observasi, informasi kajian
teknologi (hasil laboratorium, sinar-X, rekam CTGdan lain-lain) serta
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam kategori
ini. Apa yang diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang
berarti dari diagnosa yang akan ditegakan.
3. A : Assesment
a. Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi
subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena
keadaan klien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif
maupun objektif, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang
dinamik. Sering menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam
mengikuti perkembangan klien.26
b. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
 Diagnosa atau masalah
1. Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai
kondisi klien : hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh.
2. Masalah adalah segala sesuatu yang menyimpang sehingga
kebutuhan klien terganggu.
 Antisipasi masalah lain/diagnosa potensial
9. P : Planning atau Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan assessment. Untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi
dimasukan dalam “ P “.
BAB III
TINJAUAN KASUS

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY. Ny. Ny.


Ny. “Ny. Y 24 Tahun PIA0 Post Partum 4 Hari

No Medrec : 0018
Tgl Masuk : 01 januari 2023
Tgl & jam pengkajian : 01 januari 2023/Jam 09.00 WIB
Nama Pengkajian : Rini Novianti

3.1 Data Subjektif


A. IDENTITAS
ISTRI SUAMI
Nama : Ny. y Tn. f
Umur : 24 Tahun 26 Tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Swasta
Alamat : KP.Cijalingan RT 06/02

B. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan datang ke Faskes
Ibu mengatakan telah melahirkan bayinya 3 hari yang lalu
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan belum bisa menyusui bayinya dan merasa sedikit sakit pada
luka jalan lahir
3. Riwayat Laktasi
Ibu mengatakan belum pernah menyusui karena ini adalah anak pertamanya
4. Riwayat Haid
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lamanya : 5-7 hari
d. Banyaknya : 3 kali ganti pembalut / hari
e. Dismenorhoe : tidak pernah
5. Riwayat Kehamilan, Nifas dan Persalinan yang Lalu

Hamil Tahun UK Jenis Pnyulit Anak


Ke Persali Persalina Kehamilan
nan n Penolong & Nifas
JK BB PB ASI Penyul
it
Persalinan
1 11-1-23 39 Spontan Bidan Tidak ada P 3.0 50 + Tdk
Ada

6. Riwayat Ginekologi
a. Infertilitas : Tidak ada
b. Massa : Tidak ada
c. Penyakit :Tidak ada
d. Operasi : Tidak ada
e. Lainnya : Tidak ada
7. Riwayat KB
a. Kontrasepsi yang dipakai : Tidak ada
b. Keluhan : Tidak ada
c. Kontrasepsi yang lalu : Tidak ada
d. Lamanya pemakaian : Tidak ada
e. Alasan berhenti : Ingin hamil
8. Riwayat Penyakit Sistemik yang pernah diderita
a. Jantung : Tidak ada
b. Ginjal : Tidak ada
c. Asma/TB paru : Tidak ada
d. Hepatitis : Tidak ada
e. DM : Tidak ada
f. Hipertensi : Tidak ada
g. Epilepsi : Tidak ada
h. Lain-lain : Tidak ada
9. Pola Nutrisi
a. Sebelum nifas : ibu mengatakan makan 2-3 x/hari, porsi sedang, 1 piring
nasi dengan sayur ( ½ mangkuk ), lauk pauk( 1 potong tempe), dan buah( 1
pisang), minum air putih + 8 gelas/hari
b. Selama nifas: ibu mengatakan makan 2-3 x/hari, porsisedang, 1 piring nasi
dengan sayur(1mangkuk), lauk pauk ( 2 potong tahu,tempe ), dan buah (1
pisang), minum air putih + 8 gelas/hari dan 1 gelas susu.
10. Pola Eliminasi
a. BAB : 1 X/hari
Sebelum nifas : ibu mengatakan BAB 1 x/hari, warna coklat hitam, lunak
Selama nifas : ibu mengatakan BAB selama nifas 3 x/ 7 hari warna coklat hitam,
lunak.
BAK : 3-4 X/hari
b. Sebelum nifas : ibu mengatakan BAK 5-7 x sehari, warna kuning jernih, berbau
khas.
Selama nifas : ibu mengatakan BAK 4-6 x sehari, warna kuning jernih, berbau
khas
11. Personal Hygiene
Sebelum nifas : ibu mengatakan mandi 2 x sehari, gosok gigi 3 x sehari, keramas
3 x seminggu
Selama nifas : ibu mengatakan mandi 2 x sehari, gosok gigi 3 x sehari, keramas 2
x dan 3 x ganti pembalut.
12. Pola Tidur
Sebelum nifas : ibu mengatakan tidur siang + 2 jam, tidur malam 8 jam
Selama nifas : ibu mengatakan tidur siang 1 jam, tidur malam + 7 jam
13. Data Sosial
a. Dukungan Suami : Suami merasa senang dengan kelahiran bayinya
b. Dukungan keluarga : Keluarga merasa senang dengan kelahiran bayinya
c. Masalah : Tidak ada

3.2 Data Objektif


1. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
2. Antopometri
a. Berat badan : 55 kg
b. Tinggi badan : 155 cm
c. LILA : 26 cm
3. Tanda-tanda vital
a. TD : 120/80 mmHg
b. Nadi : 88 X / menit
c. Suhu : 38ºC
d. Pernafasan : 21 X / menit
4. Kepala
a. Rambut : Normal, tidak ada benjolan, rambut bersih, hitam
b. dan tebal, tidak ada nyeri tekan
c. Mata : Konjungtiva tidak pucat, Sklera putih, Pengelihatan normal
d. Telinga : Tampak simetris antara kanan dan kiri, tidak
e. terdapat serumen dan peradangan
f. Hidung : Tampak bersih, tidak ada polip dan tidak ada
g. pergerakan cuping hidung
h. Mulut : tidak ada sariawan maupun bibir pecah-pecah dan tidak ada karies
pada gigi
i. Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis, kelenjar tyroid dan kelenjar
limfe
5. Payudara
a. Inspeksi : Payudara kanan terlihat membesar, memerah dan
terdapat luka atau lecet pada putting susu.
b. Palpasi
 Mammae : Payudara kiri membesar dalam keadaan normal,
sedangkan payudara sebelah kanan ada pembekakan dan kemeraha, dan
ada nyeri tekan.
 Tumor : Tidak ada benjolan
 Simetris : Tidak simetris dan ada pembengkakan payudara kanan
 Areola : Bersih, Hyperpigmentasi
 Putting susu : Menonjol dan lecet sebelah kanan
c. Kolostrum/ASI : Sudah keluar, berwarna kuning, jumlah± 50 – 100 ml.
6. Abdomen
a. Bentuk : Membesar
b. Striae : Ada
c. Luka operasi: Tidak ada
d. Tfu : Pertengahan symphysis dan pusat
7. Vulva Vagina:
a. Varices : Tidak varices
b. Kemerahan : Tidak ada kemerahan
c. Nyeri : ada nyeri ringan
d. Lochea : sangluenta
8. Anus : Tidak ada hemoroid
9. Ekstremitas (tangan & kaki)
a. Tangan : Simetris kiri dan kanan, tidak ada varises
b. Kaki : Simetris kiri dan kanan, tidak ada varises
c. Refleks patella : Kiri / Kanan, (+)/(+)
d. Oedema : Tidak ada
10. Kulit
a. Turgor : Baik
11. Data Penunjang : Tidak dilakukan

3.3 Analisa
Ny. Y P1A0 Post Partum 4 hari

3.4 PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ibu mengalami bendungan
ASI dan demam. Dan memberikan support agar ibu tidak cemas.
Penyebab terjadinya bendungan ASI pada ibu dikarenakan ibu tidak ingin
menyusui bayinya sebab sakit karena puting lecet sehingga ASI yang di
produksi semakin banyak namun tidak dikeluarkan dengan cara disusui atau
pun dipompa sehingga menumpuk dan terjadilah bendungan ASI. Maka dari itu
ibu sangat dianjurkan untuk sesering mungkin menyusui bayinya.
TTV : TD : 120/80 mmHg S: 38,7oC N: 88 x/ menit
R:21x/menit
Payudara : Terasa keras, nyeri tekan, puting lecet
Ev: Ibu Mengerti dan mengetahuinya
2. Memberitahu ibu akan dilakukan perawatan payudara, kompres hangat dingin
pada payudara ibu untuk mengatasi bendungan ASI
- Menyiapkan alat dan bahan
- Mencuci tangan
- Menjaga privasi pasien
- Tangan dilicinkan dengan minyak kelapa/ baby oil.
- Pengurutan payudara mulai dari pangkal menuju arah putting susu.
- Selama 2 menit (10 kali) untuk masing-masing payudara.
- Handuk bersih 1-2 buah.
- Air hangat dan air dingin dalam baskom.
- Waslap atau sapu tangan dari handuk.
Langkah-Langkah Pengurutan Payudara:
 Pengurutan yang Pertama
Licinkan kedua tangan dengan minyak, tempatkan kedua telapak tangan
diantara kedua payudara lakukan pengurutan, dimulai dari arah atas lalu arah
sisi samping kiri kemudian kearah kanan, lakukan terus pengurutan ke bawah
atau melintang. Lalu kedua tangan dilepas dari payudara, ulangi gerakan 20-30
kali untuk setiap satu payudara.
 Pengurutan yang Kedua
Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga jari
tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada putting susu.
Lakukan tahap mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah
putting susu. Lakukan gerakan 20-30 kali.
 Pengurutan yang Ketiga
Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut dan
menggenggam dari pangkal menuju ke putting susu. Lakukan gerakan 20-30
kali.
 Pengompresan
Alat-alat yang disiapkan :
- 2 buah baskom sedang yang masing-masing diisi dengan air hangat dan
air dingin.
- 2 buah waslap.
Caranya:
Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian
ganti dengan kompres dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3 kali
berturut-turut dengan kompres air hangat. Menganjurkan ibu untuk memakai
BH khusus untuk menyusui.
Ev: Ibu merasa senang dan payudaranya sudah mulai membaik
3. Mengajarkan ibu cara menyusui bayinya dengan cara yang benar dan tepat.
a) Cuci tangan
b) Posisi badan ibu dan bayi :
- Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai.
- Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
- Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ibu.
- Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara.
- Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
- Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan
leher dan lengan bayi.
- Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi
dengan lengan ibu bagian dalam.
c) Posisi mulut bayi dan putting susu ibu
- Payudara dipegang dengan ibu jari diatas, jari yang lain menopang dibawah
(bentuk atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah
(bentuk gunting), dibelakang areola (kalangan payudara).
- Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek).
- Posisikan putting susu diatas “bibir atas” bayi dan berhadapan dengan hidung
bayi.
- Kemudian masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi.
- Setelah bayi menyusu/menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu
dipegang atau disangga lagi.
- Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.
d) Posisi Menyusui yang benar
- Tubuh bagian depan menempel bayi menempel pada tubuh ibu.
- Dagu bayi menempel pada payudara.
- Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
- Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
- Sebagian besar areola tidak tampak.
- Bayi menghisap dalam dan perlahan.
- Bayi puas dan tenang pada akhir menyusui.
- Terkadang terdengar suara bayi menelan.
- Putting susu tidak terasa sakit atau lecet.
Evaluasi : ibu mengerti dan dapat melakukannya
4. Menganjurkan ibu untuk memompa payudara agar tidak terasa nyeri dan penuh
dengan cara manual atau pun alat
Evaluasi : ibu mengerti dan mau melakukannya
5. Menganjurkan ibu untuk menggunakan BH yang menyangga payudara
Evaluasi : ibu mengerti dan mau melakukannya
6. Memberitahu ibu tentang tanda bahaya nifas dan menganjurkan ibu untuk
segera kef askes bila terjadi tanda bahaya seperti : demam tinggi lebih dari
38◦C, perdarahan banyak, sakit kepala hebat, nyeri ulu hati, pandangan kabur,
nyeri tak tertahankan pada betis, vagina bengkak atau bernanah, nyeri pada
perut dan panggul, payudara panas, merah dan terasa sakit serta lokhea berbau.
Evaluasi : Ibu mengerti dan dapat menyebutkan ulang tanda bahaya pada nifas
dan akan segera kef askes
7. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 minggu lagi atau bila ada keluhan
Evaluasi : Ibu mengerti, akan melakukan kunjungan ulang 1 minggu atau bila
ada tanda bahaya
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan kebidanan dengan tahap-tahap manajemen asuhan
kebidanan pada ibu nifas Ny. Y 24 Tahun Piao Post Partum 4 Hari Dengan Bendungan
Asi Di Rsud Syamsudin Sh maka pembahasannya adalah sebagai berikut, sesuai
dengan teori:
4.1 Data SubJektif
- Ibu mengatakan habis melahirkan anak pertamanya 4 hari yang lalu secara
Normal
- Ibu mengatakan payudaranya terasa nyeri, sakit, bengkak dan takut untuk
menyusui karena puting susu lecet
Hal ini berdasarkan teori menurut Maryunani (2015) dalam masa
puerperium intermedial dimana (Periode Early Postpartum 24 jam-1 minggu).
Menurut Ai yeyeh 2015 ibu mengalami bendungan ASI dengan Tanda dan
Gejala ditandainya dengan: bengkak, nyeri mammae panas serta keras pada
perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu,
pengeluaran susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara
bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh
sampai 38oC.
Ibu mengatakan ini kelahiran pertamanya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Clara Ega, 2021 berdasarkan paritas sebagian besar ibu nifas
yang terdapat bendungan ASIpada kelompok ibu dengan primipara yaitu,
sebanyak 11partisipan (57,9%).
Hal ini disebabkan karena jumlah anak yang dilahirkan dapat
berpengaruh dengan pengalaman yang dimiliki ibu nifas, pengalaman akan
mempengaruhi pengetahuan tentang bendungan ASI (Rahayu, 2018)
Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.
4.2 Data Objektif
- TTV : TD : 120/80 mmHg S: 38,0oC R: 20x/m N:88 x/menit
- Payudara : Simetris, terdapat hyperpigmentasi areola mammae, tidak ada
benjolan, tidak ada retraksi, papila mammae menonjol dan lecet, sudah mengeluarkan
ASI, teraba keras dan penuh di kedua payudara, nyeri tekan.
- Abdomen : TFU pertengahan sympisis dan pusat, kontraksi uterus baik, kandung
kemih kosong, .
Menurut Ai Yeyeh, 2015 bendungan ASI ditandainya dengan: mammae
panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga
bayi sulit menyusu, pengeluaran susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi
menyempit, payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya
kemerahan, suhu tubuh sampai 38oC Ai Yeyeh, 2015. Menurut manuaba 20111
Involusi pada saat post partum hari ke 4-7 TFU pertengahan sympisis dan pusat
dengan berat uterum 800 gram, Lochea sangluenta berisi darah segar dan sisa-
sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium,
selama dua hari pasca persalinan dengan warna merah kehitaman.
Penelitian Halina (2018) mengatakan bahwa teknik menyusui yang
tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadilecet dan ASI tidak
keluar secara optimal sehingga mempengaruhi produksi ASIselanjutnya
atau bayi enggan menyusu
Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik.
4.3 Diagnosa
Dari pengkajian data subjektif dan objektif diatas dapat ditegakkan bahwa NY.
Y 24 Tahun Piao Post Partum 4 Hari Dengan Bendungan Asi Di Rsud Syamsudin
Sh dengan bendungan ASI.
Gejala klinis bendungan asi yaitu payudara terasa penuh dan panas, berat dan keras,
terlihat mengkilat meski tidak kemerahan, asi keluar tidak lancar, payudara
membengkak dan sangat nyeri dan puting susu teregang menjadi rata dan ibu kadang
menjadi demam serta bendungan asi ini biasanya akan hilang dalam 24 jam (Dewi,
2014:61).
Masalah bendungan asi ditegakkan berdasarkan interprestasi data dasar yang
dikumpulkan bahwa bendungan asi akan menimbulkan masalah-masalah seperti
suhu tubuh yang tidak stabil, asi yang keluar tidak lancar, payudara membengkak
dan merasa nyeri (Sastrawinata, 2013:196).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Amelia mengenai Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Kejadian Bendungan ASI pada Ibu Postpartum di
RSIA Siti Fatimah Makassar didapati hasil bahwa ibu postpartum yang tidak
menyusui secara on-demand sebanyak 66,67%, penderita bendungan ASI tidak
ditemukan pada ibu postpartum dengan posisi menyusui yang tidak benar
sebanyak 88,89%, penderita bendungan ASI tidak ditemukan pada ibu
postpartum yang mempunyai kelainan putting susu sebanyak 77,78%
4.4 Penatalaksanaan
Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu bahwa ibu mengalami bendungan ASI dan
Memberitahu ibu akan dilakukan kompres hangat dingin pada payudara ibu untuk
mengatasi bendungan ASI. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya,
Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar, Menganjurkan ibu untuk memompa
payudara agar tidak terasa menyi dan penuh dengan cara manual atau pun alat,
Menganjurkan ibu untuk menggunakan BH yang menyangga payudara
Pencegahan bendungan ASI menurut Marmi (2014), yaitu dengan melakukan
masase payudara atau perawatan payudara atau dengan melakukan pijat oksitosin,
bisa juga dengan posisi menyusui yang benar, menggunakan bra yang menyangga
dan melakukan pengosongan payudara.
Sedangkan Penanganan bendungan ASI menurut Rukiyah (2010), bila
payudara ibu terjadi bendungan ASI dapat dilakukan dengan menyusui bayi secara
on demand/ tanpa di jadwal sesuai kebutuhan bayi, mengeluarkan sedikit ASI
sebelum menyusui agar payudara lebih lembek ataupun mengeluarkan ASI dengan
tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI, bisa juga dengan
mengompres payudara dengan air hangat dan dingin secara bergantian, untuk
memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres hangat
sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah
bening dalam payudara lakukan pengurutan payudara atau perawatan payudara
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana sebelum
dilakukan Masase Payudara dari 16 ibu post partum terdapat 81,3% atau 13 orang
ibu post partum yang dikategorikan mengalami bendungan ASI dan setelah
dilakukan Masase Laktasi terjadi penurunan bendungan ASI dari 81,3% menjadi
18,8% sehingga terdapat pengaruh masase terhadap bendungan ASI. (Taqiyah et al.,
2019)
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya dimana ibu nifas
yang melakukan perawatan payudara selama menyusui tidak terjadi bendungan ASI.
Hal ini dikarenakan gerakan pada perawatan payudara akan melancarkan reflek
pengeluaran ASI, serta dapat mencegah dan mendeteksi dini kemungkinan adanya
bendungan ASI dapat berjalan lancar. (Rosita, 2017)
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan dengan menggunakan
manajemen kebidanan menurut Varney pada ibu nifas dengan bendungan asi,
maka tenaga kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Dari data subjektif dan objektif Ny. Y 24 Tahun Piao Post Partum 4 Hari
Dengan Bendungan Asi Di Rsud Syamsudin Sh pada keadaan umum ibu baik,
tidak ada kelainan fisik, secara keseluruhan ibu dalam keadaan normal.
Analisis data dilakukan dengan diagnosa Ny. Y 24 Tahun Piao Post Partum
4 Hari Dengan Bendungan Asi Di Rsud Syamsudin Sh. Tidak muncul masalah
asuhan sudah dilakukan sesuai dengan teori.
Asuhan dan penatalaksanaan pada Ny. Ny. Y 24 Tahun Piao Post Partum 4
Hari Dengan Bendungan Asi Di Rsud Syamsudin Sh telah dilakukan dengan sesuai
dengan teori, sehingga menghasilkan asuhan kebidanan efektif dan memberikan
hasil yang optimal sehingga secara garis besar tidak ada kesenjangan Antara teori
dan praktek.praktik yang fatal
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswi
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada Ibu
Nifas dengan bendungan ASI dan mahasiswa mampu menganalisa keadaan
pada ibu Nifas dengan bendungan ASI dan mengerti tindakan segera yang
harus dilakukan.
2. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktik dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan Asuhan
kebidanan pada Ibu Nifas dengan bendungna ASI sesuai standar pelayanan.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakan sebagai sumber referensi,
sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan
asuhan kebidanan pada Ibu Nifas dengan bendungan ASI.

Anda mungkin juga menyukai