Oleh :
Virna Safira Puspaningtyas
NIM. 011913243028
Hari, tanggal :
Pembimbing Akademik
Progam Studi Profesi Kebidanan Pembimbing Klinik
FK UNAIR
Puskesmas Dupak Surabaya
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT.karena atas rahmat dan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Fisiologis.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari adanya kekurangan dan kesulitan,
namun karena adanya bantuan dari berbagai pihak laporan ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Soetojo, dr. Sp.U(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
2. Dr. BaksonoWinardi, dr.,SpOG(K) selaku koordinator program studi Pendidikan Bidan
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
3. Ibu Dwi Izzati, S.Keb., Bd. M.Sc selaku pembimbing akademik profesi
4. Ibu Siska Wulandari, SST selaku pembimbing di Puskesmas Dupak
5. Semua tenaga kesehatan Puskesma Dupak Surabaya
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini
dan laporan selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus ke
dunia luar. Persalinan mencakup proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan
yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada persalinan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung 18 jam,
tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Nurul Jannah, 2017: 1).
Persalinan normal juga dapat dikatakan sebagai suatu fenomena alam yang mengarah pada
penciptaan kehidupan baru, hal tersebut merupakan momen paling menyentuh dan spesial dalam
kehidupan seorang wanita dan merupakan pengalaman unik yang bisa mereka dapatkan dan pada
persalinan normal ini seorang ibu dilatih untuk menghilangkan rasa takut dan kegelisahannya
dalam menghadapi persalinannya (Eun-Young Choi, dkk, 2015: 233).
Persalinan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dimana angka
kematian ibu bersalin yang cukup tinggi. Keadaan ini disertai dengan komplikasi yang mungkin
saja timbul selama persalinan, sehingga memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baik
dalam bidang kesehatan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menurunkan angka
kematian, kesakitan ibu dan perinatal. Persalinan sampai saat ini masih merupakan masalah
dalam pelayanan kesehatan. Hal ini diakibatkan pelaksanaan dan pemantauan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada
komplikasi (Atika Purwandari, dkk, 2014: 47).
Asuhan persalinan normal ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan dan memberikan
derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui upaya yang terintegritas dan lengkap
tetapi dengan intervensi, sehingga setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan
persalinan normal mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi
tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan. Asuhan persalinan memegang
kendali penting pada ibu karena dapat membantu ibu dalam mempermudah proses persalinannya,
membuat ibu lebih
yakin untuk menjalani hal tersebut serta untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi dan
ketidaknormalan dalam proses persalinan (Aat Agustini, dkk, 2012: 2). Maka untuk
melaksanakan standar Asuhan Persalinan Normal (APN) diperlukan pengetahuan dan
keterampilan sehingga dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang ada, salah
satunya upaya yaitu perlunya bidan mengikuti pelatihan APN terutama yang belum pernah
mengikuti.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa profesi S1 Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga mampu mengetahui dan melakukan asuhan kebidanan
persalinan fisiologis, mampu menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen
kebidanan kompetensi bidan di Indonesia dan pendokumentasian SOAP untuk asuhan
kebidanan.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu membuat teori persalinan fisiologis
2. Mahasiswa mampu membuat konsep dasar asuhan kebidanan pada persalinan
fisiologis
3. Mahasiswa mampu membuat kasus persalinan fisiologis
4. Mahasiswa mampu membuat pembahasan dari kasus persalinan fisiologis
5. Mahasiswa mampu membuat kesimpulan dari kasus persalinan fisiologis
6. dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan menggunakan dokumentasi
SOAP pada kasus persalinan fisiologis
1.3 Manfaat
1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang telah dipelajari kepada pasien atau
klien dan mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan dalam bidang obstetri dan ginekologi.
3. Manfaat Bagi Institusi
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi tentang asuhan
kebidanan persalinan fisiologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.7 Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. (JNPK-KR, 2008). Tujuan dari
penggunaan partograf dalam persalinan yaitu :
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laborotorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
di mana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medic ibu
bersalin dan bayi baru lahir. (JNPK-KR, 2008)
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan membantu
menolong persalinan untuk mencatat kemajuan persalinan dan kelahiran, serta
menggunakan informasi yang tercatat, sehingga secara dini mengidentifikasi
adanya penyulit persalinan, dan membuat 7 keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu.
Waktu pengisian partograf yang tepat untuk pengisian partograf adalah
saat dimana proses persalinan telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat
pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm dan berakhir pada pemantauan kala IV.
Isi partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi
ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi
ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara pencatatan
partograf (JNPK-KR, 2008). Isi partograf yaitu:
a. Informasi tentang ibu Informasi tentang ibu mencakup :
1) Nama dan umur.
2) Gravida, para, abortus.
3) Nomor catatan medik atau nomor puskesmas.
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat.
5) Waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin
Partograf juga juga mencakup kondisi janin, yaitu :
1) Denyut jantung janin.
2) Warna dan adanya air ketuban.
3) Penyusupan atau molase kepala janin.
c. Kemajuan Persalinan
Hal-hal yang diperhatikan dalam kemajuan persalinan yaitu :
1) Pembukaan serviks.
2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
3) Garis waspada dan garis bertindak.
d. Waktu dan Jam
Dalam pengisian partograf perlu diperhatikan waktu, yaitu :
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
e. Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus terus dipantau dalam pengisian partograf, yaitu :
1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
2) Lama kontraksi (dalam detik).
f. Obat-obatan yang diberikan
Obat-obatan yang dapat diberikan yaitu :
1) Oksitosin.
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
g. Kondisi ibu yang dipantau adalah :
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
2) Urin (volume, aseton atau protein).
3) Riwayat Menstruasi
HPHT berguna untuk menentukan tafsiran persalinan dan usia kehamilan,
sebagai patokan apakah klien melahirkan aterm atau tidak.
Hari Perkiraan Lahir (HPL) bersifat perkiraan ilmiah dan tidak selalu tepat
untuk wanita karena, masa kehamilan normal penuh dapat terjadi antara 38 –
42 minggu. Biasanya persalinan dapat terjadi dua minggu sebelum dan
sesudah Hari Perkiraan Lahir yang telah diperhitungkan.
4) Riwayat Obstetri Lalu
N Kehamilan Persalinan Anak Nifas Ket.
o. Lam
Sua
Anak Penyu Jeni Penyu Temp PB/B Hid a Penyu
mi UK Penol Seks Mati
ke lit s lit at B up men lit
ke
eteki
HAMIL INI
Riwayat obstetri lalu digunakan untuk mengetahui kemungkinan risiko
berdasarkan riwayat dahulu yang mungkin berdampak pada persalinan saat ini
b. Pemeriksaan Fisik
1. Wajah
Pada wajah perlu dilakukan pemeriksaan edema yang merupakan tanda
klasik preeclampsia (Varney et al, 2007:693).
2. Mata
Konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat menandakan anemia.
Sklera normal berwarna putih, bila kuning menandakan ibu mungkin
terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada konjungtivitis. Kelopak
mata yang bengkak kemungkinan adanya pre eklamsia (Romauli, 2011:174).
3. Payudara
Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi puting
ibu misalnya kolostrum kering atau berkerak, muara duktus yang tersumbat
kemajuan dalam mengeluarkan puting yang rata atau inversi pada wanita
yang merencanakan untuk menyusui (Varney et al, 2007: 1051).
4. Abdomen
Pada ibu bersalin perlu dilakukan pemeriksaan TFU, yaitu pada saat tidak
sedang kontraksi dengan menggunakan pita ukur. Kontraksi uterus perlu
dipantau mengenai jumlah kontraksi selama 10 menit, dan lama kontraksi.
Pemeriksaan DJJ dilakukan selama atau sebelum puncak kontraksi pada lebih
dari satu kontraksi. Presentasi janin, dan penurunan bagian terendah janin
juga perlu dilakukan pemeriksaan. Sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen, anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih (Wiknjosastro,
2008: 42–43). Perlu dikaji juga mengenai luka bekas operasi SC sebagai
informasi tambahan untuk melakukan tindakan selanjutnya (Saifuddin, 2006:
106). Kandung kemih harus sering diperiksa setiap 2 jam untuk mengetahui
adanya distensi juga harus dikosongkan ntuk mencegah obstruksi persalinan
akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah penurunan bagian
presentasi janin dan trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang
lama yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine
selama periode pascapartum awal (Varney et al, 2007: 687). Perlu dikaji juga
jaringan parut pada abdomen untuk memastikan integritas uterus (Varney et
al, 2007: 693).
5. Ekstremitas
Oedema pada ekstremitas atas dan bawah untuk mengetahui risiko pre
eklampsi, namun edema pada kaki dan pergelangan kaki biasanya merupakan
edema dependen yang disebabkan oleh penurunan aliran darah vena akibat
uterus yang membesar. Refleks patella, bila refleks patella negatif,
kemungkinan pasien kekurangan vitamin B1. Pemeriksaan ini akan sangat
berguna jika menghadapi pasien dengan preeklamsia atau eklamsi. (Varney et
al, 2007:693).
6. Genetalia
Tanda-tanda inpartu pada vagina terdapat pengeluaran pervaginam berupa
blody slym, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva membuka sebagai
tanda gejala kala II (Manuaba, 2012:184). Pada genetalia dilakukan
pemeriksaan adanya luka atau massa termasuk kondilomata, varikositas vulva
atau rektum, adanya perdarahan pervaginam, cairan ketuban dan adanya luka
parut di vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat
robekan perineum atau tindakan episiotomi sebelumnya (Wiknjosastro,
2008:45).
7. Anus
Perineum mulai menonjol dan anus mulai membuka. Tanda ini akan tampak
bila betul-betul kepala sudah di dasar pangul dan mulai membuka pintu
(Wiknjosasto, 2008:46). Selain itu, umumnya ditemukan wasir (haemorroid)
akibat terjadi pelebaran vena haemorroidalis interna dan pleksus
hommorroidalis eksternal karena terdapatnya konstipasi dan pembesaran
uterus Sarwono (2005),
c. Pemeriksaan Ginekologis
1. Pemeriksaan Dalam (VT)
Untuk mengetahui kemajuan persalinan dengan melakukan pemeriksaan
langsung pada jalan lahir. Pemeriksaan dalam antara lain :
Adakah kelainan pada dinding vagina, elastisitas perineum
Pembukaan atau dilatasi 1 sampai 10 cm (evaluasi tiap 4 jam). Pada
primigravida, pembukaan pada fase laten 1 cm tiap jam. Pada
multigravida, pembukaan pada fase laten 2 cm tiap jam.
Penipisan atau effacement
Ketuban utuh (u) atau sudah pecah, jika sudah keruh atau jernih
Presentasi. Presentasi yakni bagian pertama janin yang memasuki pintu
atas panggul. (Varney, 2008)
Denominator adalah penunjuk presentasi janin. Terdiri dari UUK (ubun-
ubun kecil) apabila presentasi belakang kepala. UUB (ubun-ubun besar)
apabila presentasi puncak kepala. Muka atau mentum apabila presentasi
muka atau bayi dalam keadaan defleksi maksimum.
Adakah bagian kecil di sekeliling bagian terendah
Hodge. untuk menentukan sampai di manakah bagian terendah janin
turun dalam panggul dalam persalinan.
a) Bidang Hodge I ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis
dan promontorium.
b) Bidang Hodge II ialah bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I
terletak setinggi bagian bawah simfisis.
c) Bidang Hodge III ialah bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I
dan II terletak setinggi spinaiskiadika kanan dan kiri.
d) Bidang Hodge IV ialah bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I,
II, dan III terletak setinggi oskoksigis.
Kala II
1. Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan essensial.
R/ kelengkapan dan kesiapan alat persalinan adalah kebutuhan penting yang
menunjang persalinan berjalan lancar.
2. Melakukan cuci tangan dan mengenakan APD lengkap.
R/ merupakan tindakan kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap
cairan yang mungkin patogen yang menular melalui darah.
3. Memastikan tanda dan gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka)
R/ gejala dan tanda kala dua merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan
penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai
4. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu.
R/ Informasi yang jelas dapat mengoptimalkan asuhan.
5. Memimpin persalinan saat ada his, maksimal selama 2 jam pembukaan lengkap
R/ Pada primipara kala II harus berlangsung maksimal 2 jam.
6. Memberikan dukungan dan dampingi ibu
R/ dengan dukungan dan mendampingi selama persalinan akan membuat ibu
merasa lebih aman dan nyaman sehingga dapat mempercepat proses persalinan.
7. Menganjurkan pada ibu cara meneran yang baik dan efisien, mengikuti dorongan
alamiah. Dan mengevaluasi cara meneran ibu.
R/ cara meneran yang benar akan dapat memperlancar proses pengeluaran bayi
8. Menganjurkan pada ibu posisi yang nyaman untuk persalinan.
R/ posisi yang nyaman dan benar dapat memperlancar proses persalinan
9. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering.
Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas
cepat dan dangkal.
R/ melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi secara bertahap dan
hati-hati- dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan
perineum.
10. Tunggu hingga kepala janin selesai melahirkan dan melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
R/ pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap gangguan, memberi waktu
untuk bahu berotasi internal kearah diameter anteroposterior pintu bawah
panggul.
11. Lakukan penilaian bayi baru lahir.
R/ proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses
sesaat yang dilakukan satu kali. Penilaian ini menjadi dasar keputusan apakah
bayi perlu resusitasi terutama pada bayi yang lahir pada usia kehamilan <37
minggu.
12. Melakukan IMD segera setelah bayi lahir.
R/ meletakkan bayi diatas abdomen ibu, memungkinkan ibu untuk segera kontak
dengan bayinya, menyebabkan uterus berkontraksi, dan mempertahankan bayi
bebas dari cairan yang saat ini terakumulasi dimeja atau tempat tidur di area
antara kaki ibu.
Kala III
1. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
R/ oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurun
pasokan oksigen kepada bayi.
2. Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik.
R/ dengan dilakukan penjelasan, pasien akan lebih tenang dan tidak cemas atas
tindakan yang dilakukan.
3. Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
R/ Mempercepat proses pengeluaran plasenta. Pasca persalinan pada plasenta
previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi dengan baik.
4. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
R/ Tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik lakukan penatalaksanaan
atonia uteri
5. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Jika terdapat laserasi
lakukan penjahitan.
R/ Penjahitan digunakan untuk mendekatkan kembali jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah
6. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
R/ memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai
kondisi ibu
Kala IV
1. Melakukan observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan pendarahan.
R/ dua jam pertama merupakan saat-saat yang memerlukan perhatian khusus
sehubungan dengan adanya komplikasi kala III serta mengetahui perkembangan
kondisi ibu dan memastikan tidak terjadi komplikasi atau resiko potensial
komplikasi.
2. Membersihkan perineum ibu dan membantu ibu mengenakan pakaian ibu yang
bersih dan kering.
R/ kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan dan relaksasi serta
menurunkan risiko infeksi.
3. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan lingkungan ibu dengan larutan klorin
0.5%.
R/ larutan klorin 0.5% ampuh dalam mematikan mikroorganisme.
4. Melakukan pemeriksaan dan perawatan pada bayi baru lahir :
Pengukuran antropometri pada bayi.
Beri salep mata antibiotik profilaksis
Suntikkan vitamin K1 1 mg IM
Pastikan suhu bayi normal
Berikan gelang identitas
Berikan vaksin HB0 dan Vaksin HBIg
VII. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan kepada ibu
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan ibu yang mengacu pada Planning.
VIII. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan dari tujuan asuhan yang diberikan
dapat berupa evaluasi tindakan dan evaluasi proses yaitu tidak terjadi
komplikasi/penyulit pada persalinan ibu. Persalinan ibu dapat berjalan dengan lancar
dan bayi sehat.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN FISIOLOGI
Subjektif :
a) Biodata
Nama : Ny. MR Nama Suami : Tn. Sh
Umur : 28 tahun Umur : 33 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Pesapen Barat
b) Keluhan Utama
Ibu datang ke puskesmas mengeluhkan mulai kenceng – kenceng sejak kemarin pukul 23.00
wib dan hari ini keluar lendir darah sekitar pukul 10.00 wib.
c) Riwayat Menstruasi
Siklus : ±28 hari
d) Lama : ±7 hari Riwayat
HPHT : 01 Maret 2019 Obstetri
Kehamilan Persalinan Anak Nifas Ket
La
Sua ma
Hami Peny Penol Jeni Peny Temp Sek PB/B Hid Mat Peny
mi UK men
l ke ulit ong s ulit at s B up i ulit
ke etek
i
38/
39 Spt. 2700 7
1 1 - Bidan - BPS Pr - - -
mg B gr thn
g
HAMIL INI
Obyektif :
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : composmentis
3. HPL : 08 Desember 2019
4. Antropometri : BB awal hamil : 60,7 kg
BB saat ini : 65,1 kg
TB : 150 cm
Lila : 29 cm
IMT awal kehamilan : 26,97 kg/m2 (berat badan berlebih)
IMT sekarang : 28,93 kg/m2
5. Tanda-tanda : TD : 120/70 mmHg
Vital Nadi : 83 x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36oC
b. Pemeriksaan Fisik
1 Muka : Sedikit pucat
.
2 Payudara : Puting menonjol, bersih dan tidak ada lecet, sudah keluar
. cairan ASI
3 Abdomen : Tidak ada bekas operasi SC, terdapat linea nigra dan striae
. gravidarum, kandung kemih kosong
Leopold 1 : TFU 3 jari dibawah proc. Xyphoideus,
bagian fundus teraba tidak bulat, lunak, tidak
melenting,
Leopold 2 : teraba, datar dan keras seperti papan di
kanan ibu, teraba bagian-bagian kecil janin di kiri ibu
Leopold 3 : bagian bawah teraba bulat, keras,
melenting, tidak dapat digoyangkan
Leopold 4 : divergen
TFU menurut Mcdonald = 31 cm
Penurunan kepala menurut WHO : kepala 1/5
HIS : 3 x 42” x 10’
DJJ : 130x/mnt, reguler, terdengar jelas di puka
4 Genitalia : Tidak oedema, tidak ada varises, terdapat pengeluaran
. lendir dan darah, terdapat hemoroid
5 Pemeriksaa : Pukul 11.05 oleh bidan Dian
. n dalam VT Ø 3 cm, effacement 50%, ketuban utuh, konsistensi
lunak, presentasi kepala, hodge I
5 Ekstremitas : tidak ada oedem dan varises pada ekstremitas atas dan
. ekstremitas bawah.
ROT : 10 (negative)
IMT : 27,06 (beresiko)
- Hasil lab 02 oktober 2019 (uk 30/31 mgg) di puskesmas perak timur
Hb : 12,5 gr/dL
GDA : 117
- Hasil lab 06 november 2019 (uk 35/36) di puskesmas perak timur
Hb : 11,6 gr/dL
GDA : 73
Albumin : Negatif
Reduksi urin : Negatif
- Hasil lab 27 november 2019 (uk 38/39 mgg) di puskesmas dupak
Albumin : Negatif
Reduksi urin : Negatif
Analisa :
Diagnosa : G2P1001, UK 39/40 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterine presentasi kepala,
keadaan umum ibu dan janin baik. Inpartu kala I fase laten.
Penatalaksanaan :
Kala 2
Kala 3
Kala 4
Dari data kehamilan diketahui ibu melakukan ANC sebanyak 10 kali. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Antenatal Care bertujuan untuk mendeteksi dini
terjadinya resiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan dan dapat menurunkan angka
kematian ibu serta memantau keadaan janin (Winkjosastro dalam Damayanti, 2009). WHO juga
merekomendasikan pelaksanaan ANC minimal 8 kali bagi setiap ibu hamil sangat dianjurkan
untuk mengurangi kematian selama kehamilan maupun saat persalinan. Rasional dalam
meningkatkan frekuensi kunjungan program antenatal adalah untuk mendiagnosis adanya
penyulit kehamilan sedini mungkin; namun tidak ada penelitian sebelumnya yang menilai efek
dari lebih sedikit kunjungan dengan ditemukannya penyulit kehamilan, sebab yang lebih penting
dari kunjungan antenatal adalah kualitas pemeriksaannya. Tenaga kesehatan juga dianjurkan
untuk melakukan promosi kesehatan rutin terkait gaya hidup sehat dan anjuran nutrisi untuk ibu
hamil (Mohamed Shaker El‐Sayed Azzaz, A., Martínez‐Maestre, M.A. and Torrejón‐Cardoso,
R., 2016).
Pada data subjektif Ny. MR datang ke puskesmas dupak pukul 11.00 wib mengeluhkan
kenceng-kenceng mulai pukul 23.00 wib. Ibu merasakan kenceng-kenceng semakin sering
setelah terjadi pengeluaran lendir bercampur darah mulai pukul 10.00 wib. Secara teori
keluarnya lendir bercampur darah pada masa akhir kehamilan bisa saja merupakan tanda awal
persalinan, karena selama masa kehamilan, serviks ditutupi oleh lendir yang kental. Ketika
mendekati persalinan, serviks akan membesar dan membuat jalan agar lendir itu keluar melalui
vagina. Warnanya bisa bening, merah muda, atau sedikit berdarah. Namun lendir bercampur
darah tidak selalu menjadi tanda awal bahwa akan melahirkan karena lendir ini bias juga keluar
ketika berhubungan seks saat hamil (Hall, J.E., 2010). Saat dilakukan pemeriksaan, didapati
kontraksi uterus terjadi dalam 10 menit sebanyak 3 kali dengan durasi 42 detik. Kontraksi yang
semakin sering pada akhir kehamilan dapat dipengaruhi oleh kadar hormon oksitosin yang
meningkat dalam plasma. Sumber lain juga menyebutkan terjadinya peregangan serviks uterus,
seperti yang terjadi selama persalinan, dapat menyebabkan refleks neurogenik melalui nukleus
paraventrikular dan supraoptic dari hipotalamus yang menyebabkan kelenjar hipofisis posterior
meningkatkan sekresi oksitosin yang memicu timbulnya kontraksi (Zhang, 2010).
Dalam praktiknya, pemeriksaan vagina adalah intervensi medis yang dilakukan pada saat
masuk ke bangsal persalinan, untuk mengkonfirmasi onset persalinan, menentukan permulaan
fase aktif persalinan dan memantau perkembangannya dengan menilai dilatasi serviks, tingkat
penipisan, konsistensi serviks dan keturunan serta posisi bagian presentasi janin. Meskipun ada
kurangnya bukti untuk mendukung atau menolak penggunaan VT dalam persalinan untuk
meningkatkan hasil, kebijakan umum untuk memantau perkembangan persalinan dengan VT
dilakukan setiap dua hingga empat jam seperti yang disarankan dalam berbagai pedoman
internasional dan nasional dan protokol rumah sakit local. Namun bagi persepektif wanita dalam
persalinan, VT dapat menjadi suatu hal yang positif dan memotivasi ketika menegaskan bahwa
persalinan sedang mengalami kemajuan, tetapi juga dapat dialami sebagai hal yang mengganggu,
invasif dan memalukan. Seringnya melakukan VT juga dapat menyebabkan infeksi (de Klerk,
H.W., Boere, E., van Lunsen, R.H. and Bakker, J.J., 2018). Pemeriksaan dalam yang dilakukan
pada Ny. MR, didapati pembukaan masih 3 cm, penipisan serviks 50 persen, penurunan kepala
hodge I, teraba ubun-ubun kecil dan ketuban utuh. Seperti yang didefinisikan oleh Friedman
(1972) dalam William Obstetric 22nd edition, onset persalinan laten adalah titik di mana ibu
merasakan kontraksi teratur dilatasi serviks berakhir di antara 3 dan 5 cm. Teori lain juga
menyebutkan fase laten adalah fase dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai
sejak munculnya kontraksi pertama kali yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara
bertahap sampai pembukaan 3 cm, fase laten biasanya berlangsung dalam 7-8 jam. Karena fase
ini berlangsung lambat ibu biasanya diperbolehkan untuk berjalan-jalan atau melakukan aktivitas
ringan seperti biasanya selama selaput ketuban belum pecah.
Aktivitas kemajuan persalinan dipantau oleh tenaga penolong dengan menggunakan alat
bantu yaitu Partograf. Menurut Budijanto D (2006), partograf dapat digunakan untuk mendeteksi
dini masalah dan penyulit dalam persalinan seperti partus lama, perdarahan dan gawat janin,
sehingga dapat sesegera mungkin mengambil tindakan atau merujuk ibu dalam kondisi optimal.
Menurut WHO (1994) partograf merupakan suatu cara yang tepat untuk memantau keadaan ibu
dan janin selama dalam persalinan. Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas
perlu atau tidaknya intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas membedakan persalinan
normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang membutuhkan intervensi (Bosse G,
Massawe S, Jann A., 2002). Setelah dilakukan observasi, 4 jam kemudian, ibu mengeluhkan
ingin mengejan dan didapati adanya tanda-tanda persalinan kala II antara lain adanya dorongan
ingin meneran, tekanan anus, vulva yang membuka perineum menonjol, dan terlihat bagian
kepala janin di introitus vagina. Kemudian, saat dilakukan pemeriksaan dalam diketahui
pembukaan lengkap 10 cm. Menurut Kilpatrick and Laros (1989) tahap ini disebut dengan
second stage labor atau kala 2 persalinan yang dimulai ketika dilatasi serviks maksimal (10cm)
dan berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi (janin). Pembukaan lengkap yang terjadi
disebabkan oleh kontraksi uterus yang adekuat, seperti yang sudah diketahui kontraksi uterus
berperan penting dalam proses peregangan serviks uterus (Lewis, 2015). Kontraksi ini menjadi
semakin kuat menjelang akhir kehamilan; kemudian berubah tiba-tiba, dalam beberapa jam,
menjadi kontraksi yang sangat kuat yang mulai meregangkan serviks dan kemudian memaksa
bayi untuk segera keluar melalui jalan lahir. Cunningham, F. G. et al., (2005) menemukan bahwa
perkembangan pada ibu multigravida terjadi lebih cepat pada persalinan fase aktif, dengan
peningkatan dilatasi serviks normal minimal 1,5 cm/jam. Penurunan kepala dimulai pada tahap
selanjutnya, dilatasi maksimal dimulai pada sekitar 7 hingga 8 cm, pada nulipara menjadi paling
cepat setelah 8 cm. Dari pernyataan tersebut maka tidak ada kesenjangan pada kemajuan
persalinan yang dialami oleh Ny. MR dengan teori yang ada.
Atas indikasi pembukaan lengkap (10 cm) dan kepala bayi sudah crowning namun
selaput ketuban belum pecah, sehingga amniotomi sebaiknya dilakukan. Dalam The American
College of Obstetricians and Gynecologists (2010) menyebutkan, jika membran utuh,
kecondongan untuk melakukan amniotomi boleh dilakukan. Manfaat yang diperkirakan dari
tindakan amniotomi adalah persalinan yang lebih cepat, dapat mendeteksi dini cairan amnion.
Kemudian, yang harus diperhatikan dalam tindakan amniotomi adalah, kepala janin harus
diaplikasikan dengan baik ke serviks dan tidak terlepas dari panggul selama prosedur agar
mencegah prolaps tali pusat. Secara teori, amniotomi dianggap dapat mengintensifkan dan
meningkatkan frekuensi kontraksi uterus dengan meningkatkan produksi dan pelepasan
prostaglandin dan oksitosin dan karenanya untuk mempersingkat durasi persalinan, dan prosedur
yang paling umum dalam praktik kebidanan. Namun, beberapa literatur menunjukkan
ketidaksetujuan mengenai tindakan amniotomi selama persalinan spontan (ER, P. and NA, I.J.R.,
2017). Bukti penelitian menunjukkan bahwa hanya wanita dengan kemajuan persalinan yang
benar-benar abnormal yang harus menjalani amniotomi (Iravani, M., Janghorbani, M., Zarean, E.
and Bahrami, M., 2015). Sebab tindakan amniotomi juga dapat meningkatkan insiden perlukaan
pada (kepala) bayi, perdarahan pasca persalinan dan emboli air ketuban, serta meningkatkan
kejadian sepsis neonaturum (Vadivelu, M., Rathore, S., Benjamin, S.J., Abraham, A.,
Belavendra, A. and Mathews, J.E., 2017)
Proses persalinan kala 2 Ny MR ini menempuh waktu sekitar 10 menit dari dilakukannya
amniotomi, seperti yang sudah dijelaskan pada salah satu paragraf diatas, menurut Kilpatrick and
Laros (1989) second stage labor atau kala 2 persalinan yang dimulai ketika dilatasi serviks
maksimal (10cm) dan berakhir dengan persalinan janin yang berdurasi rata-rata adalah sekitar 50
menit untuk nullipara dan sekitar 20 menit untuk multipara, tetapi bisa sangat bervariasi masing-
masing wanita. Pada kala 2 ini tidak dilakukan pertolongan persalinan dengan melakukan
tindakan kristeller maupun episiotomi karena Ny. MR sangat kooperatif dalam mengikuti
anjuran dari bidan untuk mengatur pernafasan dan saat mengejan, juga tidak ada indikasi
perinium kaku atau resiko gawat janin sehingga tindakan episiotomi dapat dihindari. Sesuai
dengan teori dari Erza (2012) bahwa pada ibu yang bisa mengatur pola pernapasan dengan baik
untuk tenaga mengejan dapat menghindarkan dari tindakan episiotomi. Selain itu memberikan
kebebasan ibu dalam memilih posisi seperti apa saat persalinan juga dapat mencegah terjadinya
persalinan dengan tindakan. Wanita harus didorong untuk mengambil posisi apa pun yang
mereka anggap paling nyaman. Preferensi wanita dapat berubah selama persalinan. Namun,
banyak wanita memilih posisi tegak atau posisi ambulant pada tahap awal persalinan dan
memilih untuk berbaring ketika persalinan mereka berlanjut. Dukungan terus menerus selama
persalinan memiliki manfaat klinis yang bermakna bagi wanita dan bayi dan tidak ada bahaya
yang diketahui. Semua wanita harus memiliki dukungan selama persalinan dan kelahiran.
Dukungan persalinan berkelanjutan oleh petugas persalinan dapat mengurangi Ibu dari letih yang
berlebih selama dan setelah persalinan dan melahirkan dan lebih puas. Pada periode postpartum,
ibu yang memiliki dukungan persalinan menunjukkan peningkatan ikatan bayi ibu dan menyusui
(Iravani, M., Janghorbani, M., Zarean, E. and Bahrami, M., 2015).
Proses persalinan kala 3 Ny. MR menempuh waktu 9 menit setelah bayi lahir. Dalam satu
menit setelah bayi lahir, Ny MR diberikan suntikan oksitosin pada paha kanan secara
intramuscullar (IM). Pemberian uterotonika menjadi salah satu prosedur di fasilitas kesehatan
yang menganut langkah asuhan persalinan normal (APN) yang tertuang dalam JNPKKR (2017)
dengan dasar pemberian uterotonika adalah salah satu tindakan manajemen aktif kala 3. Proses
manajemen aktif kala 3 dimulai dengan pemberian uterotonika sebelum plasenta lahir, tali pusat
dipotong dalam waktu 2-3 menit setelah bayi lahir, dan plasenta dilahirkan dengan mekanisme
penarikan tali pusat terkendali (controlled cord traction) (GLOWM, 2013). Oksitosin digunakan
secara luas pada tahap ketiga persalinan normal, tetapi waktu pemberiannya berbeda di berbagai
lembaga. Oksitosin, yang diberikan sebelum terjadi pengeluaran plasenta diketahui dapat
mengurangi kehilangan darah (Prendiville et al., 1988). Namun, ada juga bahaya signifikan yang
terkait dengan praktik ini. Penggunaan oksitosin, ergonovine atau methylergonovine, sebelum
pengeluaran plasenta dapat menjebak janin kedua yang tidak terdiagnosis dan tidak dapat
terkeluarkan. Kemudian, traksi tali pusat yang terkendali dimaksudkan untuk membimbing
plasenta dengan lembut dari rahim, melalui introitus segera setelah pemisahan plasenta,
berpotensi mengurangi kehilangan darah dan risiko pemisahan sebagian dan / atau jebakan
(Brucker, M.C., 2001).
Setelah proses pengeluaran plasenta, tahap selanjutnya adalah manajemen persalinan kala
4 yaitu asuhan pasca persalinan. Pada kasus Ny. MR, dilakukan manajemen kala 4 yaitu
melakukan evaluasi jumlah perdarahan, dan evaluasi adanya laserasi, penjahitan perineum dan
pemantauan keadaan umum ibu serta bayi. Pada Ny. MR didapati adanya laserasi derajat 2.
Laserasi atau terjadinya robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Hal ini
dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti kepala janin besar, presentasi defleksi (dahi,
muka), primipara, letak sungsang, pimpinan persalinan yang salah, trauma alat dan episiotomy.
Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi 4 namun pada laserasi derajat 2, robekan
hanya sebatas kulit dan selaput lendir, fasia dan otot-otot perineum namun harus tetap dilakukan
penjahitan/penyatuan jaringan kulit perineum agar tidak terjadi perdarahan dan infeksi luka
robekan. Perbaikan pada robekan perineum hampir sama dengan perbaikan sayatan episiotomi,
hanya saja garis pembelahan jaringan pada robekan spontan biasanya tidak teratur (Pasiowan, S.,
Lontaan, A. and Rantung, M., 2015).
Secara keseluruhan, asuhan kebidanan persalinan pada Ny. MR sudah sesuai dengan
asuhan persalinan normal dimana asuhan dilakukan dengan bersih, aman dan nyaman mulai dari
kala 1 sampai dengan kala 4 dan telah dilakukan upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pasca persalinan, hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir. Pencegahan
komplikasi persalinan melalui asuhan persalinan normal kedua yaitu mencegah terjadinya
retensio plasenta dengan melaksanakan manajemen aktif kala 3, kemudian mengandalkan
partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Pemantauan
keadaan umum Ny. MR dan bayinya dilakukan 2 jam pertama pasca persalinan. Selama 2 jam
pertama pasca persalinan dilakukan pematauan berkala tanda-tanda vital ibu dan bayi, tinggi
fundus uteri, kandung kemih, kontraksi uterus, dan darah yang keluar dengan hasil observasi
yang dikatakan dalam batas normal.
Melahirkan adalah peristiwa yang mengubah hidup. Perawatan yang diterima seorang
wanita selama persalinan memiliki potensi untuk memengaruhi dirinya baik secara fisik maupun
emosional dalam jangka pendek dan panjang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan
bahwa tujuan perawatan intrapartum adalah mencapai ibu dan anak yang sehat menggunakan
intervensi sesedikit mungkin sesuai dengan keselamatan. Dalam perawatan kebidanan, banyak
intervensi yang kompleks, yang mengandung sejumlah komponen berbeda yang mungkin
berdampak pada dampak intervensi dalam pengaturan perawatan kesehatan. Woman-centred
care merupakan konsep penting dalam teori kebidanan. Woman-centred care sering dianggap
identik dengan perawatan kebidanan. Ini menyiratkan bahwa asuhan kebidanan difokuskan pada
kebutuhan individu yang unik, harapan dan aspirasi, daripada kebutuhan profesi atau lembaga
kebidanan (Leap, 2009). Internationl Confederation of Midwives juga mendukung filosofi
kemitraan, kepekaan budaya, dan kenormalan yang berpusat pada wanita saat kelahiran; promosi
perawatan diri, dan hak untuk menentukan sendiri (Internationl Confederation of Midwives
[ICM], 2017). Salah satu subtema terkuat yang muncul dalam konsep Woman-centred care
adalah bahwa Empowerement atau pemberdayaan. Pemberdayaan melibatkan perempuan dalam
pengambilan keputusan bersama dengan mempertimbangkan preferensi dan kebutuhan individu
mereka selama pemberian perawatan (Daemers et al., 2017; Ebert et al., 2014; Floris et al., 2017;
Homer et al., 2009; Thompson et al., 2016). Di seluruh studi mengenai promosi kelahiran normal
fisiologis terkait erat dengan penyediaan perawatan yang berpusat pada wanita. Komponen kunci
dari Woman-centred care antara lain seperti, perawatan yang komprehensif dan
berkesinambungan (Continuity of Care), kepuasan kelahiran ibu, outcome yang positif,
pemberian afirmasi positif oleh tenaga kesehatan selama siklus kehidupan wanita seperti dalam
kehamilan, persalinan hingga masa nifas. Selain memberikan kepuasan pada ibu, perawatan yang
berfokus pada wanita juga meningkatkan derajat kesehatan yang positif serta kualitas tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan (Brady, S., Lee, N., Gibbons, K. and Bogossian, F.,
2019).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada asuhan kebidanan persalinan fisiologis yang diberikan pada Ny MR mulai dari
pengkajian data subjektif, objektif, analisis dan penatalaksanaan yang diperoleh dan
dilakukan telah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan yang telah dilaksanakan
sesuai denga analisa dan kebutuhan klien. Terjalinan hubungan yang baik antara klien dan
bidan. Klien cukup kooperatif dengan asuhan yang diberikan.
5.2 Saran
1) Bagi Bidan
Sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan ibu diharapkan bidan memiliki
kemampuan, keterampilan, dan performa yang baik agar asuhan kebidanan yang diberikan
dapat maksimal dan komprehensif
2) Bagi Mahasiswa
Diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dasar untuk penyusunan
laporan selanjutnya
3) Bagi Ibu Bersalin dan Keluarga
Diharapkan keluarga dapat mendampingi dan menjaga ibu pada setiap proses persalinan,
agar ibu dapat kooperatif dan dapat mengurangi rasa beban maupun nyeri.
DAFTAR PUSTAKA