Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ANALISIS SITUASI, IDENTIFIKASI MASALAH DAN


MERENCANAKAN PENYELESAIAN MASALAH YANG
BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI, KINERJA DAN KEPUASAN
PASIEN

Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Manajemen
Pelayanan Kebidanan Profesional (MPKP)

Dosen Pembimbing : Naimah, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh
Kelompok 1:

1. Dwi Wulan I. P17312195039 8. Rosy Octian Susilo P17312195046


2. Farah amalia N.A P17312195040 9. Putri Tilqoul Jannah P17312195047
3. Ami Aulia Rahma P. P17312195041 10. Aniesa Handayani P17312195048
4. Putri Prasetya I. P17312195042 11. Alfrida Sartika P17312195049
5. Hayulidia P17312195043 12. Miftahul Nurhatisah P17312195050
6. Jessica Adila P.H P17312195044 13 Tika Jihan Syariyanti P17312195051
7. Rosida Maulidini P17312195045 14. Leti Anggarsari P17312195052

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas penyusunan makalah yang berjudul “ Analisis Situasi, Identifikasi Masalah


Dan Merencanakan Penyelesaian Masalah Yang Berhubungan Dengan Motivasi,
Kinerja Dan Kepuasan Pasien ” ini telah dibaca, diperiksa dan disetujui oleh:

Malang, September 2019

Dosen Pembimbing,

Naimah, S.KM., M.Kes


NIP. 19661231 198603 2 005

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Situasi, Identifikasi
Masalah Dan Merencanakan Penyelesaian Masalah Yang Berhubungan Dengan
Motivasi, Kinerja Dan Kepuasan Pasien” makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah MPKP.
Dengan selesainya makalah ini disampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Naimah, S.KM., M.Kes, sebagai pembimbing makalah yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
materi serta doa yang tak henti.
3. Semua pihak yang telah membantu demi selesainya penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini, dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi
pembaca.

Malang, September 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ......................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................ii
Daftar Isi ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.2 Tujuan ..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................3
2.1 Analisis Situasi dan Identifikasi Masalah...........................................3
2.2 Motivasi Kinerja dan Kepuasan Kerja................................................5
2.3 Aplikasi Teori dengan Kasus .............................................................24
BAB III PENUTUP ........................................................................................37
3.1 Kesimpulan .......................................................................................36
3.2 Saran ..................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................38

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era globalisasi yang sudah mulai terasa saat ini memaksa setiap organisasi
baik swasta maupun publik untuk meningkatkan kualitas produk atau jasa
yang akan mereka tawarkan. Setiap oganisasi berlomba-lomba untuk
menawarkan pelayanan terbaik kepada pelanggannya masing-masing agar
tidak ditinggalkan. Dan, untuk mendukung hal ini maka organisasi-organisasi
tersebut harus memiliki sumber daya yang bagus dan kuat. Sumber daya yang
dibutuhkan oleh organisasi antara lain adalah uang, bahan baku,
peralatan/mesin, metode, manusia, dan pasar/konsumen.
Sumber daya terpenting dalam organisasi adalah manusia, karena seluruh
sumber daya lainnya hanya dapat berguna apabila ada yang
mengoperasikannya. Tidak seperti sumber daya lainnya, manusia mempunyai
kemampuan yang besar untuk tumbuh dan berkembang. Sejak akhir abad XX
organisasi publik maupun swasta tampak mulai menaruh perhatian terhadap
peningkatan SDM. Menurut Benardin dan Russel dari banyak studi SDM
dinilai sangat bermanfaat dalam peningkatan produktifitas dan kualitas
pelayanan. Khususnya dikalangan usahawan Amerika Serikat manajemen
SDM telah menjadi cara pandang umum yang diaplikasikan pada perusahaan.
Pelaksanaan SDM yang baik, diyakini dapat meningkatkan efektifitas
organisasi serta memberi keuntungan walaupun dalam suasana penuh
persaingan (Ambar & Rosidah, 2003: 1-2).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan untuk
berprestasi. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan untuk
berprestasi antara lain motivasi, kepuasan kerja, sistim kompensasi, disain
pekerjaan, dan aspek-aspek ekonomis lainnya. Pemahaman terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan ini sangat penting,
karena fungsi personalia kemudian dapat memilih faktor-faktor peningkatan
kinerja yang sesuai dengan situasi tertentu. Dua faktor yang disebutkan diawal
yaitu motivasi dan kepuasan kerja merupakan hal yang harus diperhatikan
oleh sebuah organisasi, karena jarang ada karyawan yang dapat bekerja

v
dengan maksimal apabila tidak ada yang mampu memotivasi atau memompa
semangat kerjanya. Sedangkan menurut Strauss dan Sayles kepuasan kerja
juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh
kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada
gilirannya akan menjadi frustrasi. Karyawan seperti ini akan melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak
stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya
dangan pekerjaan yang harus dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menganalisa situasi yang berhubungan dengan motivasi,
kinerja,dan kepuasan kerja ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan
motivasi, kinerja,dan kepuasan kerja ?
3. Bagaimana cara merencanakan penyelesaian masalah yang berhubungan
dengan motivasi, kinerja,dan kepuasan kerja ?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pelayanan Kebidanan
Profesional
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui cara menganalisa situasi yang berhubungan dengan
motivasi, kinerja,dan kepuasan kerja.
2) Untuk mengetahui cara mengidentifikasi masalah yang berhubungan
dengan motivasi, kinerja,dan kepuasan kerja.
3) Untuk mengetahui cara merencanakan penyelesaian masalah yang
berhubungan dengan motivasi, kinerja,dan kepuasan kerja.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Analisis Situasi dan Identifikasi Masalah


2.1.1 Analisis situasi
1. Pengertian

vi
Analisis situasi merupakan tahap pengumpulan data yang
ditempuh sebelum merancang dan merencanakan program. Analisis
situasi bertujuan untuk mengumpulkan informasi mencakup jenis dan
bentuk kegiatan, pihak atau publik yang terlibat, tindakan dan
strategiyang akan diambil, taktik, serta anggaran biaya yang diperlukan
dalam melaksanakan program (Supriyanto, 2012)
2. Tujuan analisis situasi
a. Mendeskripsikan kebijakan potensial yang sedang terjadi dan
standar program untuk mendorong kualitas pelayanan kepada klien
b. Mendeskripsikan dan membandingkan kesiapan staf pelayanan jasa
dan fasilitas untuk memenuhi jumlah dan fasilitas untuk
menyediakan kualitas pelayanan kepada klien dengan kebijakan
saat ini dan standar program
c. Mendeskripsikan kualitas perhatian yang diterima klien
sesungguhnya
d. Mengevaluasi dampak kualitas pelayanan yang diterima klien
3. Manfaat analisis situasi
Analisis situasi memiliki manfaat yang dapat mempermudah
sebuah perencanaan yang akan dibuat antara lain , dapat memberikan
sebuah cara untuk membantu manajemen sebuah program untuk
memilih sebuah posisi atau sebuah keputusan didalam lingkungannya
berdasarkan fakta yang telah diketahui.Dapat juga membantu proses
perencanaan kesehatan dalam memecahkan suatu masalah dan aspek-
aspek apa saja yang termasuk dalam proses analisis situasi.Jadi secara
keseluruhan bisa dikatakan analisis situasi ini dapat mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan sendiri karena terkaitpeluang dan ancaman
eksternal (Supriyanto, 2012).
4. Jenis analisis situasi
a. Analisis Faktor Internal
Analisis faktor internal bertujuan untuk mengetahui kinerja dan
kegiatan yang bersifat strategis. Kinerja dapat diketahui dengan
menganalisis faktor-faktor yang bersifat tangible (profitabilitas,
market share, biaya produksi, rencana pengembangan produk baru)
dan intangible (perilaku karyawan, keahlian manajemen, budaya
organisasi). Kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis ini akan
berkaitan dengan potensi sumber daya yang dimiliki perusahaan,

vii
seperti sumber daya manusia, sumber daya keuangan, serta sumber
daya lainnya yang terdapat di dalam perusahaan.
b. Analisis Faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal meliputi faktor-faktor yang datangnya dari
luar perusahaan, yang dapat mempengaruhi jalannya perusahaan,
seperti tingkat persaingan, karakteristik konsumen, perilaku
konsumen, selera konsumen, peraturan pemerintah. Pengamatan
terhadap kondisi makro ekonomi juga sangat penting untuk melihat
terjadinya kecenderungan perubahan.
5. Aspek analisis situasi
a. Analisis Derajat (Masalah Kesehatan)
b. Analisis Perilaku Kesehatan
c. Analisis Lingkungan Kesehatan
d. Analisis Faktor Hereditas dan Kependudukan
e. Analisis Program dan Pelayanan Kesehatan
2.1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasian adalah proses yang dilakukan guna mencari
permasalahan, hambatan ,serta meninjau kembali suatu sistem yang
diterapkan dalam suatu organisasi. Masalah dari segi positif masalah
merupakan hal yang berpotesi menguntungkan bagi suatu perusahaan atau
organisasi dari segi negatif masalah merupakan problem atau suatu
keadaan atau kejadian yang berpotensi merugikan bagi suatu perusahaan
atau organisasi. Pengidentifikasian masalah betujuan untuk menjadikan
sistem dalam suatu organisasi menjadi lebih baik dan sedikit
kekurangannya agar dalam seorang manajer lebih mudah dalam proses
pengambilan keputusan. Pengidentifikasian masalah bertujuan untuk
mempermudah seorang manajer dalam proses pengambilan keputusan
maka dari itu diperlukan konsep pemecahan masalah Ada beberapa konsep
dalamproses pemecahan masalah yang harus digunakan oleh seorang
manajer agar seorang manajer berhasil dalam mememcahkan masalah.
Sebagian besar pengidentifikasian masalah yang dilakukan oleh
seorang manajer adalah masalah sistem sebagai contoh sebuah perusahaan
sebagai sebuah sistem tidak berfungsi sebagaimana mestinya ,misal sistem
penjualan mengalami gangguan dan lain – lain . solusi terbaik dalam

viii
memecahkan masalah yang terjadi pada sistem adalah menyesuaikan
sistem dengan tujuannya.

2.2 Motivasi, Kinerja dan Kepuasan Kerja (Internal dan Eksternal)


2.2.1 Motivasi
1. Pengertian
Teori motivasi mempelajari mengenai apa yang memotivasi
seorang pegawai dalam bekerja. Motivasi merupakan salah satu komponen
penting dalam manajemen sumber daya manusia. Motivasi merupakan
determinan yang penting bagi prestasi individu. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seorang pegawai didorong oleh suatu kekuatan dalam diri
orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi.
Menurut McShane dan Von Glinow (2010), motivasi didefiniskan
sebagai kekuatan di dalam diri seseorang yang mempengaruhi arah
perilaku, intensitas, dan ketekunan secara sukarela. Menurut Notoatmodjo
(2009:6), motivasi adalah suatu alasan (reasoning ) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Faktor yang mempengaruhi motivasi


Menurut Purwanto (2011:36), motivasi dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu:
a. Faktor Hygiene Faktor Hygiene, merupakan faktor yang
mempertahankan tingkat motivasi kerja karyawan diantaranya
gaji/kompensasi, kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja dan
hubungan dengan rekan kerja, komponen tersebut termasuk kelompok
motivasi ekstrinsik.
b. Faktor Motivator Faktor motivator, merupakan faktor yang mampu
memberikan dorongan atau motivasi kerja dalam diri karyawan
diantaranya pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan prestasi,
komponen tersebut termasuk kelompok motivasi intrinsik.
3. Bentuk motivasi

ix
Menurut Nawawi (2011:359), motivasi dapat dibedakan dalam dua
bentuk, sebagai berikut:
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri
pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau
manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi
ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu
memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan
mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu
yang positif di masa depan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri
pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya
melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi
tinggi dalam bekerja karena gaji yang tinggi, jabatan atau posisi yang
terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar.

4. Tujuan motivasi
Menurut Sunyoto (2012), diberikannya motivasi kepada karyawan
atau seseorang tentu saja mempunyai tujuan antara lain: mendorong
semangat dan gairah karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan kerja
karyawan, meningkatkan produktivitas kerja karyawan, mempertahankan
loyalitas dan kestabilan karyawan, meningkatkan kedisiplinan dan
menurunkan tingkat absensi, menciptakan suasana dan hubungan kerja
yang baik, meningkatkan kreativitas dan partisipasi, meningkatkan
kesejahteraan, mempertinggi tanggung jawab terhadap tugas dan
pekerjaannya.
5. Metode motivasi
Menurut Hasibuan (2009:149), ada dua metode motivasi yaitu:
a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

x
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,
penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.

b. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)


Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya
merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah
kerja atau kelancaran tugas sehingga pegawai betah dan bersemangat
melakukan pekerjaannya. Misalnya: kursi yang empuk, mesin-mesin
yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan
yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung
besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja pegawai
sehingga produktif.

6. Prinsip-prinsip motivasi
Menurut Mangkunegara (2013:100-101), terdapat beberapa prinsip
dalam memotivasi kerja seorang pegawai:
a. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan
ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin.
b. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan
dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai
akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
c. Prinsip Mengakui Andil Bawahan

xi
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di
dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai
akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
d. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannnya, akan membuat pegawai yang
bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.
7. Hubungan motivasi dengan penyelesaian masalah
Menurut Rakhmat (2007) “Salah satu faktor yang mempengaruhi
pemecahan masalah adalah motivasi. Dikatakan bahwa motivasi sangat
mempengaruhi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, Ellis (1998)
mengemukakan: A person can bring a particular level of motivation to a
problem solving task and the task itself may induce some motivational
state in the person. These motivational states can in turn influence the
efficiency of problem solving. As the degree of motivation increases,
problem-solving effiency increases up to some optimal point beyond
which increases in motivation produce a reduction in problem-solving
efficiency.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang
bisa meningkatkan motivasi untuk pemecahan masalah. Motivasi ini bisa
mempengaruhi efisiensi dari pemecahan masalah. Untuk meningkatkan
motivasi yang lebih tepat dalam memecahkan masalah dapat melalui
peningkatkan motivasi dan peningkatan motivasi tersebut akan
menghasilkan ketepatan dalam pemecahan masalah.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya
mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Pentingnya
motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias

xii
mencapai hasil yang optimal begitupun dalam menyelesaikan setiap
masalah.
Motivasi digunakan untuk mendorong para pegawai dalam
menyelesaikan masalah dalam tugas-tugas yang telah dibebankan. Rasa
tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaan, juga keinginan menciptakan
kinerja yang tinggi dapat ditumbuhkan melalui dorongan motivasi.
Apabila motivasi kerja dari para pegawai bisa dibangun, maka para
pegawai dapat memiliki kinerja yang lebih baik di dalam organisasi.
2.2.3 Kinerja
1. Pengertian
Kinerja merupakan catatan keluaran hasil pada suatu fungsi
jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam periode tertentu. Kinerja juga
merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan
apa yang dikerjakan. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik,
seseorang memiliki kemampuan, kemauan, usaha serta dukungan dari
lingkungan. Kemauan dan usaha akan menghasilkan motivasi kemudian
setelah ada motivasi seseorang akan menampilkan perilaku untuk bekerja
(Nasution,2005).
Kinerja adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubungan dengan
tujuan organisasi, dimana organisasi tersebut merupakan keputusan dari
pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau
hasil dari perilaku atau perbuatan. Tetapi kinerja adalah perbuatan atau
aksi itu sendiri, disamping itu kinerja adalah multidimensi sehingga untuk
beberapa pekerjaan spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kerja,
yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel lain. Kinerja
dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi
atau menilai prestasi kerja karyawan. Kinerja adalah hasil yang dicapai
atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
dalam suatu organisasi.
Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari
profisiensi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari
perilaku kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan

xiii
tugasnya disebut profesi (level of performance). Individu di tingkat
prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi kerjanya tidak
mencapai standar disebut tidak produktif . Job performance (penampilan
kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau
Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M
x A, dimana P (Performance), M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat
dijelaskan bahwa performance adalah hasil interaksi antara motivasi
dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi
motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan
menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang
yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah
motivasinya (Kemenkes RI,2007). Penampilan kerja adalah suatu prestasi
kerja yang telah dikerjakan atau ditunjukkan atas produk/jasa yang
dihasilkan atau diberikan seseorang atau kelompok.
Sistem Pengembangkan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK),
dikembangkan untuk perawat dan bidan, merupakan suatu pendekatan
yang bersifat memperkuat dan mendukung program/proses yang sudah
ada : akreditasi dan proses jaminan mutu yang difokuskan pada
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (WHO,2006).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan


a. Faktor Internal
Faktor internal adalah segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri
yang dapat memberikan tekanan atau dorongan untuk mengerjakan
sesuatu dengan gigih untuk mencapai kesuksesan. Faktor-faktor internal
yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan, motivasi :
1). Kemampuan
Kemampuan adalah kapasitas individu untuk melaksanakan
berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan keseluruhan
seseorang pada hakikatnya tersusun dari dua faktor yaitu
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan

xiv
kegiatan mental, tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang
membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung,
pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif,
penalaran deduktif, visualisasi ruang dan daya ingat. Pekerjaan
membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk
menggunakan kemampuan intelektual, artinya makin banyak
tuntutan pemrosesan informasi dalam pekerjaan tertentu semakin
banyak kecerdasan dan kemampuan verbal umum yang dibutuhkan
untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan sukses.
Sedangkan kemampuan fisik pada derajat yang sama dengan
kemampuan intelektual dalam memainkan peran yang lebih besar
dalam pekerjaan yang kompleks yang menuntut persyaratan
pemrosesan informasi, kemampuan fisik khusus bermakna penting
bagi keberhasilan menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang kurang
menuntut ketrampilan dan yang lebih standar, misalnya pekerjaan
yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan fisik, kekuatan
tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut manajemen untuk
mengenali kapabilitas fisik seseorang karyawan. Kemampuan fisik
khusus adalah kemampuan menjalankan tugas yang menuntut
stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik-karakteristik
serupa (Kemenkes RI,2007)
2). Motivasi
Motivasi adalah kemauan atau keinginan didalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk bertindak. Motivasi merupakan kondisi
atau energi yang yang menggerakan diri karyawan kearah atau
tertuju untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi merupakan hasil
interaksi antara individu dan situasinya, sehingga setiap manusia
mempunyai motivasi yang berbeda antara yang satu dengan yang
lain . Dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor instrisik
adalah faktor yang mendorong karyawan berprestasi yang berasal
dari dalam diri seseorang diantaranya prestasi, pekerjaan kreatif
yang menentang, tanggung jawab dan peningkatan, sedangkan
faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar yang dipandang

xv
meningkatkan prestasi seseorang karyawan diantaranya kebijakan
dan adminsitrasi, kualitas pengendalian,kondisi kerja, status
pekerjaan, keamanan kerja, kehidupan pribadi serta penggajian.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah segala hal yang berasal dari pihak lain yang
berpengaruh atau dari lingkungan, misalnya orang tua, rekan kerja atau
pimpinan yang mempengaruhi seseorang untuk dapat berupaya lebih
keras untuk mencapai sesuatu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah supervisi, gaya kepemimpinan (Nursalam, 2009)
1) Supervisi
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan
berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera
diberikan petunjuk dan bimbingan atau bantuan yang bersifat
langsung guna mengatasinya. Supervisi adalah suatu proses
kemudahan sumber-sumber yang diperlukan staf untuk
menyelesaikan tugas–tugas. Supervisi sebagai suatu kegiatan
pembinaan, bimbingan atau pengawasan oleh pengelola program
terhadap pelaksanaan di tingkat adimistrasi yang lebih rendah
dalam rangka menetapkan kegiatan sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
2) Gaya kepemimpinan
Gaya dikembangkan kepemimpinan oleh seorang pemimpin
dipengaruhi oleh tiga faktor (kekuatan) utama. Ketiganya akan
menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap
kelompok yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama bersumber
dari dirinya sendiri sebagai pemimpin. Faktor kedua bersumber
pada kelompok yang dipimpin, dan faktor ketiga tergantung pada
situasi. Kepemimpinan adalah proses untuk melakukan
pengembangan secara langsung dengan melakukan koordinasi pada
anggota kelompok serta memiliki karakteristik untuk dapat
meningkatkan kesuksesan dan pengembangan dalam mencapai

xvi
tujuan organisasi. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain,
yaitu bawahan atau karyawan yang akan dipimpin.
Kepemimpinan juga melibatkan pembagian atau delegasi
wewenang.
3. Masalah Kinerja
Vincent Gasperz menjelaskan dalam bukunya mengenai Continual
Improvement mengelompokan masalah kinerja ke dalam 3 jenis :
a. Masalah yang diciptakan (problems to be created), yaitu menetapkan
target kinerja yang meningkat secara terus menerus, kemudian
berusaha untuk menyelesaikan masalah kinerja ini melalui upaya giat
terus menerus untuk mencapai target kinerja tersebut, Masalah yang
diciptakan ini sering disebut sebagai masalah potensial (potential
problems) yang akan menjadi msalah aktual (actual problems) di masa
yang akan datang. Upaya menyelesaikan masalah ini adalah melalui
inovasi kreatif (peningkatan dramatis) terus menerus.
b. Masalah yang dirasakan (problems to be perceived), berkaitan dengan
upaya peningkatan secara gradual terus menerus yang bertujuan untuk
memperkuat posisi yang sekarang.
c. Masalah yang telah terjadi (problems already occurred), berkaitan
dengan target-target masa lalu yang tidak tercapai atau deviasi dari
standar-standar yang ditetapkan.
4. Penyelesaian masalah kinerja
Saat muncul suatu masalah, organisasi dituntut untuk mencari
solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Solusi terhadap
suatu permasalahan tidak akan efektif jika tidak diidentifikasikan dan
diimplementasilan dengan tepat. Berikut langkah-langkah solusi masalah
yang efektif :
a. Identifikasi Masalah
Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut :
1) What (Apa) : Apa yang menjadi akibat utama dari masalah itu?
2) When (Kapan): Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau

xvii
sepanjang waktu?
3) Where (Dimana) : Dimana lokasi masalah itu terjadi, lokasi dalam
sistem, fasilitas, atau komponen?
4) Why (Mengapa): Mengapa Amda serius memperhatikan masalah
ini, berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu terhadap
sasaran atau tujuan organisasi?
Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi
untuk mengidentifikasi :
1) akar penyebab dari masalah,
2) penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat
diperkirakan
Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam
diagram sebab-akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 7M,
sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan
namun dapat diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat
secara tersendiri, Akar penyebab dari suatu masalah dapat
ditemukan melalui bertanya mengapa beberapa kali.

b. Identifikasi Solusi
Mengidentifikasikan tindakan atau solusi yang efektif melalui
memperhatikan dan mempertimbangkan:
1) pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab-penyebab itu
2) tindakan yang diambil harus berada di bawah pengendalian kita
3) memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan
c. Implementasi Solusi
Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau
tindakan-tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan
sewajarnya didaftarkan ke dalam rencana tindakan (action plans)
yang memuat secara jelas setiap tindakan perbaikan atau
peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H
What : Apa tindakan peningkatan yang diajukan?
When : Kapan tindakan penigkatan itu akan mulai diterapkan?

xviii
Where : Dimana tindakan peningkatan itu akan diterapkan?
Who: Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap implementasi
dari tindakan peningkatan itu?
Why : Mengapa tindakan peningkatan itu yang diprioritaskan untuk
diterapkan?
How : Bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan
peningkatan itu?
How Much : Berapa besar manfaat yang akan diterima dari
implementasi tindakan peningkatan itu dan berapa pula biaya yang
harus dikeluarkan untuk membiayai implementasi dari tindakan
peringkatan tersebut?)
Melakukan standarisasi terhadapa lima poin tersebut di
atas melalui penyusunan prosedur dan instruksi kerja, juga
pemantauan (monitoring) secara terus menerus.
Berikut tabel penggunaan metode 5W-2H untuk pengembangan
rencana tindakan:
Implementasi suatu sistem manajemen tidak menjanjikan
bahwa tidak akan muncul permasalahan bagi organisasi.
Munculnya permasalahan pun tidak menandakan bahwa organisasi
tidak mampu dalam implementasi sistem. Implementasi suatu
sistem manajemen yang baik mengharuskan suatu organisasi untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut yang muncul.
Permasalahan yang muncul perlu diidentifikasi dan diselesaikan
hingga ke akar permasalahannya, dengan harapan bahwa
permasalahan yang serupa tidak akan muncul kembali. Identifikasi
dan penyelesaian masalah yang tepat akan membawa organisasi
menuju ke perbaikan dan peningkatan yang berkesinambungan.

2.2.4 Kepuasan Kerja


2.2.4.1 Internal
1. Pengertian

xix
Kepuasan kerja merupakan gambaran menyeluruh seseorang atas
perasaannya baik itu senang, tidak senang, puas dan tiak puas dalam
bekerja (Rivai, 2005). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
yang berasal dari perbandingan antara persepsi terhadap hasil suatu
produk dengan harapannya (Kotler & Keller , 2009).
2. Elemen kepuasan kerja
Menurut Stamps terdapat enam elemen dalam kepuasan kerja yang
meliputi aspek gaji, persyaratan tugas, kebijakan organisasi, otonomi,
interaksi dan status profesional (Stamps, 1997). Robbins berpendapat
bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi beban
kerja, upah, sikap atau perasaan, jenis pekerjaan dan pengendalian
(Robbins, 2006). Menurut Mangkunegara, faktor pekerjaan
dipengaruhi oleh struktur organisasi, pangkat, jenis pekerjaan, mutu
supervisi, jaminan financial, hubungan kerja, interaksi sosial dan
promosi (Mangkunegara, 2005). Hasibuan berpendapat bahwa
kepuasan kerja karyawan ditentukan oleh penempatan yang sesuai
dengan keterampilan, balas jasa yang adil dan layak, beban pekerjaan,
lingkungan pekerjaan dan suasana, sarana dan prasarana yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan, serta sikap pimpinan dalam
memimpin (Hasibuan, 2003). Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa untuk menilai kepuasan kerja dapat dilihat dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya dari luar maupun dari dalam
individu. Elemen yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan
kerja yaitu: gaji, otonomi, persyaratan tugas, kebijakan organisasi,
interaksi, status profesional, isi pekerjaan, supervisi, kepemimpinan,
promosi, rekan kerja dan kondisi kerja. Pada penelitian ini yang akan
digunakan untuk mengukur kepuasan kerja perawat yaitu : otonomi,
kebijakan organisasi, interaksi, promosi, dan status profesional.
3. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Kreitner dan Kinici mengemukakan lima faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja seperti diuraikan dibawah ini.
a. Pemenuhan kebutuhan (Need Fulfillment)

xx
Model ini menyatakan bahwa kepuasan ditunjukan dengan
terpenuhinya kebutuhan individu. Kebutuhan yang tidak
terpenuhinya akan menyebabkan tingginya angka turnover
pegawai.
b. Ketidaksesuaian (Discrepancies)
Model ini mengemukakan bahwa kepuasan merupakan hasil dari
pemenuhan harapan individu. Pemenuhan harapan dapat berupa
gaji kesempatan promosi, dan apa yang secara nyata individu
terima. Ketika harapan lebih besar dari yang diterima maka akan
timbul ketidakpuasan. Model ini menyatakan bahwa individu akan
puas ketika individu tersebut memperoleh outcomes diatas
harapannya.
c. Pencapaian Nilai (Value Attainment)
Kepuasan dihasilkan dari persepsi bahwa pekerjaan adalah untuk
memenuhi nilai kerja penting individu.
d. Keseimbangan (Equity)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan adalah fungsi bagaimana
diperlakukan secara adil di dalam kerja. Kepuasan dihasilkan dari
persepsi bahwa outcomes kerja, input relatif dan perbandingan hal
yang menguntungkan dengan outcomes / inputs lainnya.
e. Disposional/Komponen Genetik (Dispotional/Genetik Component)
Model ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kepuasan kerja
adalah bagian dari fungsi perilaku personal (Kreitner & Kinichi ,
2001)
4. Teori kepuasan kerja
a. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori yang dikemukakan oleh Adams ini menyatakan bahwa teori
ini terdiri dari masukan, keluaran dan perbandingan pegawai.
Masukan merupakan segala nilai yang diterima oleh pegawai yang
dapat menunjang pelaksanaan pekerjaaan yang meliputi
pendidikan, keterampilan, pengalaman, usaha, peralatan pribadi
dan jumlah jam kerja. Keluaran adalah semua nilai yang diperoleh

xxi
dan dirasakan pegawai seperti gaji, penghasilan tambahan, status
symbol dan kesempatan untuk berprestasi. Perbandingan pegawai
adalah seorang pegawai membandingkan dirinya dengan pegawai
yang lain dalam satu organisasi, organisasi yang berbeda, atau
membandingkan dirinya dengan dengan dirinya sendiri dalam
pekerjaan sebelumnya.
b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Porter mengemukakan bahwa
kepuasan kerja ini diukur dengan cara menghitung selisih antara
apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh
pegawai. Apabila kenyataan lebih besar dari harapan maka pegawai
tersebut akan merasa puas, sebaliknya apabila kenyataan lebih
rendah daripada harapan maka akan menyebabkan perasaan tidak
puas. Pengukuran tingkat kepuasan kerja akan diberikan skor
dengan cara membandingkan antara kenyataan dan harapan
(Supranto, 2006).

c. Teori Dua Faktor


Teori yang dinyatakan oleh Frederick Herzberg mengemukakan
bahwa faktor yang dapat menyebabkan ketidakpuasan dan
kepuasan yaitu faktor pemeliharaan dan faktor pemotivasian.
d. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
Victor H. Vroom berpendapat bahwa motivasi adalah suatu produk
dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran
seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

5. Pengkuran kepuasan kerja


Kepuasan kerja dapat dinilai dengan melakukan survei kepuasan
kerja yaitu suatu prosedur dimana karyawan menyatakan perasaan
mengenai pekerjaanya atau jabatan melalui sebuah laporan kerja
(Mangkunegara, 2005). Tipe dari survei kepuasan kerja meliputi tipe

xxii
survei objektif dan deskriptif. Survei objektif biasanya menggunakan
pernyataan pilihan berganda, setuju – tidak setuju, atau benar – salah,
sedangkan survei deskriptif, responden memberikan jawaban dari
pernyataan secara bebas sesuai dengan yang dipikirkan, sehingga
responden dapat menjawab dengan bahasa sendiri (Mangkunegara,
2005). Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai
skala pengukuran yang meliputi skala indeks deskripsi jabatan,
kuesioner kepuasan kerja Minnesota dan Index of Work Satisfaction
Questionnaire.

2.2.4.2 Eksternal
1. Pengertian
Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah
tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan
apa yang diharapkannya. Pendapat lain dari Endang (dalam Mamik;
2010) bahwa kepuasan pasien merupakan evaluasi atau penilaian
setelah memakai suatu pelayanan, bahwa pelayanan yang dipilih
setidak-tidaknya memenuhi atau melebihi harapan.
Kepuasan pasien dapat dilihat dari hak-hak yang dimiliki pasien
yang terpenuhi. Adapun berbagai hak pasien di rumah sakit menurut
(Wardhono, 2002) adalah :
a. Hak mendapatkan perawatan.
b. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis dan rumah sakit.
c. Hak memilih dokter dan rumah sakit.
d. Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses
pengobatan atas informasi dan persetujuan.
e. Hak untuk meningkatkan pelayanan medis (pengobatan) dan
tindakan kuratif.
f. Hak untuk mengadu dan mengajukan pengaduan atau gugatan.
g. Hak atas ganti rugi.
h. Hak atas bantuan hukum.
i. Hak atas penghitungan biaya pengobatan, perawatan dan
mendapatkan penjelasan atas penghitungan biaya tersebut terlepas
dari pihak mana yang membayar.

xxiii
Pada saat ini makin banyak klien yang menuntut untuk diberikan
informasi tentang kondisi kesehatannya dan keputusan yang terikat
dengan tindakan medis atau keperawatan yang akan diterimanya.
Perhatian mereka diarahkan seluruhnya pada spektrum pelayanan
kesehatan yang mereka terima selama berada di rumah sakit
(Marpuah, 2005).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien


Menurut Budiastuti (dalam Nooria; 2008), faktor yang
mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:
a. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil
evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang
digunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap
rumah sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.
d. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar.
e. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
maka pasien cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
3. Aspek-aspek kepuasan pasien
Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono; 2002), aspek-aspek
kepuasan pasien meliputi:
a. Keistimewaan, yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara
istimewa oleh perawat selama proses pelayanan.
b. Kesesuaian, yaitu sejauhmana pelayanan yang diberikan perawat
sesuai dengan keinginan pasien, selain itu ada ketepatan waktu dan
harga.

xxiv
c. Keajegan dalam memberikan pelayanan, artinya pelayanan yang
diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain
pelayanan yang diberikan selalu konsisten.
d. Estetika, estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian
tata letak barang maupun keindahan ruangan.
4. Dimensi Kepuasan Azwar (2008)
Dimensi kepuasan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta
standar pelayanan profesi
Disini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas
hanya pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi
saja. Dalam hal ini mencakup penilaian terhadap kepuasan klien
mengenai: hubungan dokter dengan klien (doctor-patien
relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan
melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis
(scientific knowledge and techincal skill), efektifitas pelayanan
(effectives) dan keamanan tindakan (safety).
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan
Disini ukuran kepuasan memakai jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih
bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian terhadap
kepuasan klien.
5. Metode pengukuran kepuasan
Menurut Kotler (2000), ada berbagai metode dalam pengukuran
kepuasan yaitu:
a. Sistem keluhan dan saran
Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan
cara menerima saran, keluhan dan masukan pelanggan mengenai
produk atau jasa layanan. Jika penanganan keluhan, saran dan
masukan ini baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas,
sebaliknya jika tidak maka pelanggan akan kecewa. Contohnya
dengan menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar,

xxv
hotline grafis dengan nomor tertentu dan alamat email atau
formulir elektronik pada web site.
b. Riset kepuasan pelanggan
Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survei
kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan.
Jika lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap
sikap produk atau jasa yang digunakan. Dalam melakukan survei
produk atau jasa yang digunakan. Dalam melakukan survei
kepuasan pelanggan peneliti dapat melakukan pengukuran secara
langsung dengan pertanyaan tertentu pada kuesioner yang
diberikan pada responden atau dengan cara responden diberi
pertanyaan yang dapat mengungkapkan besarnya pengharapan
terhadap atribut jasa dibandingkan dengan apa yang dialami.
c. Ghost shopping
Model yang ketiga mirip dengan marketing intellegence yaitu
pihak pemberi jasa mempelajari jasa dari pesaingnya dengan cara
berpurapura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan
hal-hal yang berkaitan dengan cara melayani keluhan, kelemahan
dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing dalam menangani
keluhan.
d. Analisa pelanggan yang hilang
Melakukan analisa pelanggan-pelanggan tertentu yang berhenti
mengunakan produk jasa dengan melakukan studi terhadap bekas
pelanggan mereka.

6. Indikator Kepuasan Pasien


Umumnya indikator yang sering dapat digunakan sebagai objektif
untuk memprediksi kepuasan pasien adalah jumlah keluhan pasien atau
keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek,
laporan dari staf medik dan perawatan dan sebagainya. Bagaimana
bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam
seminar survei kepuasan pasien di rumah sakit, ada empat aspek yang
dapat diukur yaitu (Suyanto, 2009) :
a. Kenyamanan

xxvi
Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan
minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan,
kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan.
b. Hubungan pasien
Hubungan dengan layanan kesehatan, dapat dijabarkan
dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi
yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi,
support, seberapa tanggap dokter / perawat di ruangan IGD,
rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter / perawat
dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran
suhu dan sebagainya.
c. Kompetensi teknis petugas
Dijabarkan dalam pertanyaan kecepatan pelayanan
pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi,
pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki,
terkenal, keberanian mengambil tindakan, dan sebagainya.
d. Biaya
Dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan
komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan
rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang
berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin. dan
sebagainya

2.3 Aplikasi Teori dengan Kasus


2.3.1 Kasus
“Analisis Fungsi Manajemen Bidan Koordinator Puskesmas dalam
Pelaksanaan Program Asi Eksklusif di Kabupaten Magelang”
Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 3, Nomor 1, Januari 2015
(ISSN: 2356-3346)
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA)
mencerminkan derajat kesehatan masyarakat suatu negara. Angka tersebut

xxvii
dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan
kesehatan dan program pembangunan kesehatan. AKB di Indonesia masih
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN.
Pemerintah menaruh perhatian khusus untuk mengurangi jumlah Angka
Kematian Bayi yakni dengan pencapaian target Millennium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 dalam tujuan MDGs ke-4 yakni menurunkan
angka kematian anak.1,2.
Kematian bayi dan balita secara umum merupakan hasil dari berbagai
pengalaman morbiditas dan jarang karena serangan penyakit tunggal. Di
Kabupaten Magelang, sebagian besar kematian bayi dan balita yang
disebabkan oleh morbiditas yakni karena ISPA dan diare. Hal ini sesuai
dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, tiga
penyebab utama kematian bayi adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA), demam, dan diare. Morbiditas balita tersebut erat kaitannya dengan
sistem kekebalan tubuh atau daya tahan tubuh, mengingat kondisi balita
masih rentan terhadap paparan suatu penyakit.
ASI Eksklusif dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan United Nations Childrens
Fund (UNICEF),bahwa sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10
juta kematiananak balita di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui
pemberianASI secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahirannya dengan
mendahulukan inisiasi menyusui dini,tanpa harus memberikan makanan serta
minuman tambahan kepadabayi.
Upaya peningkatan cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
dilakukan dengan berbagai strategi, mulai dari penyusunan kerangka regulasi,
peningkatan kapasitas petugas dan promosi ASI Eksklusif. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan baru melalui Menteri Kesehatan RI
No.450/Menkes/SK/IV/2004 mengenai pemberian ASI Eksklusif sampai bayi
berusia 6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun
dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. Peraturan tersebut
didukung oleh adanya PP No.33 tahun 2012 tentang pemberian ASI
Eksklusif. PP tersebut mengatur tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan

xxviii
Pemerintah Daerah dalam pengembangan program ASI diantaranya
menetapkan kebijakan nasional dan daerah, melaksanakan advokasi dan
sosialisasi serta melakukan pengawasan terkait program pemberian ASI
Eksklusif. Di Kabupaten Magelang, telah diperkuat dengan adanya Peraturan
Bupati (Perbup) No. 56 tahun 2013 tentang Peningkatan Pemberian ASI (PP-
ASI).
Cakupan pemberian ASI Ekslusif di Indonesia mengalami penurunan
tren, sedangkan cakupan ASI Eksklusif Jawa Tengah mengalami tren yang
berfluktuatif di tiga tahun terakhir dan masih jauh dari target yang ditentukan
yakni 80%. Seperti halnya dengan cakupan ASI Eksklusif di Jawa Tengah,
capaian ASI Eksklusif di Kabupaten Magelang juga mengalami tren
fluktuatif. Capaian tersebut berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2012 yakni
10,9%; 9,79%; dan 11,72%. Capaian tersebut masih jauh dari target yang
ditentukan yakni 80%.
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif tak lepas dari peran Bidan di
Puskesmas. Tenaga bidan sebagai pelaksana teknis dan manajemen pelayanan
KIA dan KB memerlukan kemampuan manajerial agar cakupan dan kualitas
pelayanan dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Supaya kinerja bidan
berjalan dengan baik, maka dibutuhkan peran koordinasi supaya target dapat
tercapai secara maksimal. Koordinasi antar bidan tersebut dikendalikan oleh
seorang bidan koordinator yang berada di Puskesmas.
Bidan Koordinator (Bikor) Puskesmas adalah bidan yang bertugas
membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan KIA serta membawahi
beberapa bidan di wilayah kerjanya sebagai pelaksana program.Tugas pokok
Bikor diantaranya melaksanakan penyeliaan, pemantauan, dan evaluasi
kinerja bidan di wilayah kerjanya terhadap aspek klinis profesi dan
manajemen program KIA, melakukan koordinasi lintas program dan lintas
sektor baik secara horisontal dan vertikal ke dinas kesehatan Kabupaten/Kota
maupun pihak lain yang terlibat, serta bertugas membina hubungan kerja
bidan dalam tatanan organisasi puskesmas maupun hubungannya dengan
organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta organisasi profesi yang
berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi bidan. Oleh karena Bikor

xxix
bertanggung jawab atas pembinaan bidan dalam manajemen program KIA,
dimana program ASI Eksklusif termasuk di dalamnya, maka Bikor
memegang peranan penting dalam manajerial program dengan menjalankan
fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan pada program ASI Eksklusif di wilayah kerjanya.
Dari survei pendahuluan yang dilakukan melaui wawancara pada 10 ibu
menyusui di wilayah Kabupaten Magelang, didapatkan informasi bahwa dari
10 ibu dengan umur bayi lebih dari 6 bulan ternyata hanya 3 orang yang
memberikan ASI Eksklusif hingga bayinya berumur 6 bulan. Sebagian besar
ibu mulai memberikan makanan atau minuman selain ASI pada bayinya
ketika berumur 2-4 bulan. Alasan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif hingga
bayi 6 bulan terutama faktor kebiasaan dan karena air susu ibu tidak
keluar/sulit keluar sehingga bayi menjadi mudah rewel.
Berdasarkan hal tersebut, seharusnya Bidan memberikan konseling dan
membantu ibu untuk dapat memberikan ASI kepada bayi. Penyuluhan dan
pemantauan oleh tenaga kesehatan yang kurang juga turut menjadi alasan ibu
tidakmemberikan ASI secara eksklusif hingga 6 bulan. Jawaban dari 4 Bidan
terkait peran Bidan Koordinator dalam manajemen pelaksanaan Program ASI
Eksklusif di wilayah Kabupaten Magelang dapat disimpulkan antara lain tim
pembagian tugas untuk Program ASI Eksklusif belum terbentuk, pengelolaan
Program ASI Eksklusif oleh Bidan Desa kurang optimal karena cakupan ASI
Eksklusif masih dibawah target, pemantauan, penyeliaan, dan evaluasi
program ASI Eksklusif belum berkala, kerjasama lintas sektor belum terjalin
secara maksimal, tindakan/strategi berdasarkan identifikasi dan analisis
masalah belum efektif meningkatkan cakupan, serta terdapat Bidan
Koordinator yang merangkap tugas untuk mendampingi desa sehingga tugas
manajerial bidan koordinator sendiri dapat menjadi kurang optimal.
Walaupun demikian, terkait sumber daya dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang tidak terdapat kendala yang crucial. Peneliti ingin melihat kegiatan
Bikor dalam menjalankan fungsi manajemen yakni perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan pada Program ASI Eksklusif
di wilayah kerjanya.

xxx
Pada kasus diketahui bahwa rata-rata capaian ASI Eksklusif di semua
Puskesmas Penelitian masih di bawah 80%.Puskesmas Dukun pada tahun
2010 dan 2011 mencapai 100% namun tahun 2012 hanya mencapai 12,1%,
Puskesmas Salaman 1 pernah mencapai target di tahun 2010 (89,77) namun
mengalami penurunan tren di tahun 2011 (52,6%) dan 2012 (47,2%), serta
Puskesmas Kajoran 1 di tahun 2010 mencapai 100% namun menurun menjadi
29,6% (2011) dan 28,9% (2012).
Perencanaan program ASI Eksklusif dilakukan dengan pengumpulan
informasi dalam proses perencanaan (analisis situasi) oleh semua Bikor
dilakukan dengan cara menghimpun data laporan bulanan KIA dari Bidan
Desa didalamnya mencakup jumlah ASI 0 bulan (A0), 1 bulan (A1), 2 bulan
(A2), 3 bulan (A3), 4 bulan (A4), 5 bulan (A5), 6 bulan (A6) dan ASI
Eksklusif (Total ASI dari 0-6 bulan). Sumber informasi tersebut dari kohort,
buku partes, dan masukan masyarakat. Alasan menghimpun data laporan
adalah karena tidak terdapat bentuk lain dan data laporanlah yang bisa
didapatkan secara rutin setiap bulan. Penghitungan bayi ASI Eksklusif oleh
sebagian besar informan dengan mengkumulatifkan A0-A6 dengan alasan
penetapan dari Dinas Kesehatan yakni persentase dari data A0 hingga A6
yang dijumlahkan selanjutnya dibagi jumlah bayi 0-6 bulan dalam periode
waktu 1 tahun. Namun, masih ditemukan petugas kesehatan terutama Bidan
yang mengalami kebingungan dalam menelaah pendataan ASI Eksklusif di
hampir semua puskesmas penelitian, karena pendataan ASI Eksklusif berbeda
dengan definisi operasional dari pengertian ASI Eksklusif 6 bulan itu sendiri.
Semua informan menyatakan batas akhir pengumpulan laporan ASI
Eksklusif ke Puskesmas berkisar antara tanggal 25-31 setiap bulan. Tiga
informan utama menyatakan pernah terjadi keterlambatan pelaporan dari
Bidan Desa sehingga mempengaruhi kegiatan penghimpunan data. Untuk
Puskesmas yang terlambat rata-rata keterlambatan hingga awal bulan sekitar
tanggal 1-5. Sebagian besar menyatakan pembinaan oleh Bikor terkait
pengelolaan program dilaksanakan saat rapat, disampaikan secara langsung
baik pelaporan maupunadanya informasi baru.

xxxi
Sebagian besar menerapkan sanksi keterlambatan dengan alasan supaya
disiplin. Namun, terdapat informan utama yang meninggalkan Bidan apabila
pelaporan terlambat sehingga mempengaruhi hasil data. Sebagian informan
mengidentifikasi masalah ASI Eksklusif melalui rapat untuk selanjutnya
melihat fakta langsung di masyarakat.
Pada indikator penyusunan rencana tindakan/strategi, sebagian besar
informan belum menyusunan rencana tindakan/strategi. Selama ini hanya
berupa kegiatan antara lain penyuluhan di kelas ibu hamil, posyandu, dan
kunjungan neonatal. Berdasarkan informasi dari informan triangulasi
diketahui bahwa tidak semua kelas ibu berjalan di semua wilayah di
Kabupaten Magelang.
Penggerakan/pelaksanaan pada Program ASI Eksklusif
Dalam hal motivasi, sebagian Bikor menyampaikan capaian yang diraih
sehingga Bidan lebih semangat. Semua informan menyatakan belum ada
reward untuk capaian ASI Eksklusif dan ASI Eksklusif tidak menjadi
fokus/prioritas di masing-masing Puskesmas. Untuk hal komunikasi, selama
ini komunikasi berupa pertemuan rapat, piket, apel, dan koordinasi.
Komunikasi antar Bidan dengan lintas sektor belum terjalin karena belum
terinisisasi. Dalam hal kepemimpinan Bikor, sebagian besar Bikor memberi
arahan dan kewenangan kepada bidan. Bidan menerima gaya kepemimpinan
Bikor yang demokratis dan santai.

Pengorganisasian pada Program ASI Eksklusif


Sebagian besar Puskesmas belum ada pembentukan tim ASI Eksklusif
karena belum ada fokus untuk ASI Eksklusif. Sebagian besar koordinasi
program selama ini yakni antara Bikor, Bidan Desa dan petugas gizi di
Puskesmas. Kerjasama lintas program dan sektor selama ini sebagian besar
lintas program antara Bidan, petugas gizi, dan kader. Sedangkan sebagian
besar lintas sektor dengan perangkat desa dan PKK pada waktu kelas ibu
hamil dan pertemuan PKK.

Pengawasan pada Program ASI Eksklusif

xxxii
Sebagian besar Bikor mamantau kegiatan melalui laporan bulanan dan
datang langsung wawancara ke ibu menyusui. Evaluasi kegiatan oleh
sebagian besar informan yakni melalui evaluasi data cakupan bulanan
sedangkan informasi dari informan triangulasi diketahui bahwa tidak ada
peningkatan yang dirasakan setelah dilakukannya evaluasi. Tindakan koreksi
dari sebagian besar Bikor kepada Bidan Desa yang menyimpang dari standar
Program ASI Eksklusif yakni berupa teguran dan nasihat.

2.3.2 Pembahasan
Perencanaan (Analisis Situasi dan Identifikasi Masalah)
Perencanaan yang dilakukan oleh sebagian Bidan Koordinator pada
Program ASI Eksklusif tidak melalui tahapan siklus yang umumnya
menggunakan pendekatan problem solving cycle di bidang kesehatan.
Analisis situasi terutama dalam mengumpulkan informasi masih cenderung
kurang maksimal. Analisis situasi berurusan dengan informasi yang
mencerminkan masalah-masalah yang ada di lapangan. Pada Bikor yang
melakukan analisis situasi, masalah yang kerap terjadi di sini adalah Bikor
terbiasa dengan informasi rutin untuk pelaporan. Data ASI Eksklusif dari
Bidan Desa terbiasa dipakai untuk mengukur hasil, sedangkan tentang proses
dalam program tidak tersedia dalam data sehingga Bikor kurang mendalam
untuk menggali informasi permasalahan ASI Eksklusif di wilayah kerjanya.
Menurut Supriyanto (2012) analisis situasi merupakan tahap pengumpulan
data yang ditempuh sebelum merancang dan merencanakan program. Pada
kasus, analisis situasi sudah dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang
mencerminkan masalah yang ada di lapangan. Sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus yang dikaji.
Identifikasi dan analisis masalah yang ditemukan pada Program ASI
Eksklusif masih berasal dari masyarakat belum menganalisis dari petugas
kesehatannya. Sebagian besar informan menyatakan masalah ASI Eksklusif

xxxiii
yang teridentifikasi antara lain kesadaran yang kurang, faktor ekonomi, dan
tradisi. Sebagian melaporkan masalah ke Dinkes namun tidak terfokus pada
ASI Eksklusif, sebagian lain tidak melaporkan. Feedback ke Bidan sebagian
berupa himbauan, sebagian lain tidak ada feedback karena tidak ada dana
khusus ASI Eksklusif. Pengidentifikasian masalah betujuan untuk menjadikan
sistem dalam suatu organisasi menjadi lebih baik dan sedikit kekurangannya
agar dalam seorang manajer lebih mudah dalam proses pengambilan
keputusan.
Sebagian besar analisis masalah dilakukan melalui diskusi di pertemuan
setiap bulan dengan bidan namun terdapat Bikor yang tidak melakukan
analisis masalah karena data tidak mendukung. Sebagian besar informan
menyatakan penyebab masalah ASI Eksklusif bervariasi antara lain
kesadaran, SDM rendah, dan pengaruh lingkungan terutama nenek yang
masih memberikan makanan selain ASI. Prioritas masalah yakni kesadaran
masyarakat yang kurang. Sebagian besar informan menyatakan alternatif
solusi untuk masalah ASI Eksklusif tersebut ialah dengan penyuluhan pada
kelas ibu hamil dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Untuk penyusunan tujuan
tindakan program ASI Eksklusif, secara umum sasaran dari program yakni
ibu hamil dan ibu menyusui dengan target ASI Eksklusif 80%. Namun
sebagian besar Bidan Desa tidak tahu/tidak ada target untuk ASI Eksklusif.
Pada hampir seluruh Puskesmas penelitian, Program ASI Eksklusif tidak
menjadi Prioritas dan cakupannya selama ini tidak menjadi prioritas masalah
Puskesmas masing-masing. Terkait capaian ASI Eksklusif bukan menjadi
prioritas masalah yang hendak diselesaikan Puskesmas, sesuai dengan hasil
penelitian Murwati, Ipuk Dwiana (2005) dimana menyebutkan bahwa faktor
yang menghambat pemberian ASI Eksklusif di desa Paremono Kecamatan
Mungkid, Kabupaten Magelang salah satunya adalah program PP ASI
Eksklusif bukan prioritas Puskesmas. Selain hal tersebut, penentuan tujuan
program tidak konkret, tidak terdapat penyusunan rencana kegiatan karena
selama ini ASI Eksklusif sebagian besar dilakukan melalui penyuluhan dan
pada saat kunjungan neonatal. Hal tersebut dapat dikarenakan tidak adanya
dana dan belum ada pembahasan lebih lanjut di tingkat Dinas Kesehatan.

xxxiv
Intervensi ASI Eksklusif dari tahun ke tahun hanya dalam bentuk penyuluhan,
sehingga penyuluhan sudah dirasa tidak optimal lagi untuk pemberian
informasi ASI Eksklusif karena terkendala oleh adat-istriadat masyarakat
yang masih tidak percaya untuk memberikan ASI Eksklusif hingga 6 bulan.
Jadi dibutuhkan suatu terobosan dalam peningkatan kesadaran memberikan
ASI Eksklusif. Tidak adanya rencana kerja juga mengakibatkan pelaksanaan
program tidak dapat diukur kemajuan dan ketercapaiannya. Dalam undang-
undang telah diatur pendanaan untuk ASI Eksklusif namun dalam praktiknya
di Puskesmas dari hasil penelitian didapatkan bahwa selama ini ASI Eksklusif
belum ada pendanaan khusus dan masih ikut kegiatan lain seperti Posyandu
dan Kelas ibu dan rata-rata masih dilakukan dalam bentuk penyuluhan.

Penggerakan dan pengorganisasian dalam Program ASI Eksklusif


(Penyelesaian Masalah yang berhubungan dengan Motivasi)
Tidak adanya pembentukan tim Program ASI Eksklusif ini
mengakibatkan tugas dan tanggung jawab pada program tidak jelas. Selain
hal tersebut Koordinasi lintas program dan sektor yang menjadi tupoksi Bikor
Puskesmas belum dilaksanakan dengan baik. Peran petugas promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dimana menurut Kasie Kesga
Dinkes bagian tersebut berperan, masih belum muncul di beberapa
Puskesmas yang diteliti. Motivasi yang dimiliki oleh Bidan Koordinator dan
Bidan desa dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Hal tersebut dapat
dilihat dari tanggung jawab bidan dalam memberikan penyuluhan ASI
Eksklusif ke masyarakat sebagai tugas profesinya selain itu dengan
disampaikannya cakupan dari masing-masing desa akan membuat Bidan
termotivasi untuk meningkatkan capaiannya yang mungkin masih rendah.
Namun Bidan setelah mengetahui ibu menyusui tidak memberi ASI secara
eksklusif hingga 6 bulan tidak ada tindakan dari Bidan Desa jadi hanya
selama tugasnya memberikan informasi selesai merasa tidak berhak
memantau dan ngawasi ibu menyusui untuk memberikan ASI Eksklusifnya
hingga 6 bulan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tidak adanya reward dan
himbauan yang tegas kepada Bidan Desa untuk menyukseskan ASI Eksklusif

xxxv
hingga 6 bulan. Selain itu, persepsi adat istiadat yang kental menjadi
hambatan petugas kesehatan untuk menyukseskan ASI Eksklusif hingga 6
bulan.
Dalam buku pedoman Bidan Koordinator Puskesmas, salah satu fungsi
Bikor adalah bekerjasama dengan pimpinan puskesmas mengusulkan
pemberian penghargaan terhadap bidan berprestasi, kesempatan untuk
peningkatan pendidikan dan pengembangan karir bidan. Upaya tersebut
belum terlihat di hampir semua puskesmas yang diteliti sehingga upaya
motivasi dirasa masih kurang. Walaupun motivasi penyuluhan sudah dirasa
baik oleh subjek penelitian ibu menyusui, namun kenyataannya belum dapat
mengubah perilaku ibu untuk menyusui bayinya hingga bayi berumur 6
bulan. Motivasi mempengaruhi kinerja bidan seperti penelitian Sukri
Palutturi, Nurhayani, dan Nurhamsa Mandak (2006) bahwa motivasi
mempunyai hubungan dengan kinerja bidan di Puskesmas. Selain itu dalam
penelitian Nirmala Ahmad Ma’ruf, siswanto (2010) juga menyatakan hasil
penelitiannya bahwa motivasi bidan desa mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap peningkatan kompetensi bidan desa.
Komunikasi internal sudah terjalin dengan baik namun komunikasi
eksternal dengan lintas sektor belum terjalin dengan baik sehingga dapat
mempengaruhi pelaksanaan Program ASI Eksklusif itu sendiri.
Kepemimpinan dalam konteks organisasi utamanya menekankan pada fungsi
pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan, dan memotivasi
bawahan. Hal tersebut telah diterapkan oleh Bikor berupa arahan dengan
memberitahu dan menunjukkan serta memberikan semangat untuk
memotivasi Bidan Desa. Menurut informan triangulasi, terdapat Bikor yang
memiliki gaya kepemimpinan demokratis dan santai. Dalam kepemimpinan
demokratis ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan
yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun
dengan baik. Sedangkan pada Bikor dengan gaya kepemimpinan santai
peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan
kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat melakukan kegiatan
masing-masing sesuai kehendak masing-masing pula. Hal tersebut terbukti

xxxvi
bahwa masing-masing Bidan Desa melaksanakan kegiatan ASI Eksklusif
dengan cara yang berbeda-beda antara desa satu dengan desa lain karena
kehendak masing-masing Bidan Desa.

Pengawasan dalam Program ASI Eksklusif (Kinerja dan kepuasan)


Pemantauan untuk program seharusnya 3-4 bulan namun tidak dapat
dilakukan berkala di semua desa karena kondisi geografis yang tidak
memungkinkan. Evaluasi yang dilakukan belum optimal untuk perbaikan
mutu sehingga strategi penyelesaian masalah kurang efektif. Pemantauan
program tersebut termasuk dalam kinerja yang merupakan catatan keluaran
hasil pada suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam periode
tertentu, kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa
yang dikerjakan. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, seseorang
memiliki kemampuan, kemauan, usaha serta dukungan dari lingkungan.
Kemauan dan usaha akan menghasilkan motivasi kemudian setelah ada
motivasi seseorang akan menampilkan perilaku untuk bekerja
(Nasution,2005).
Kinerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal
misalnya supervisi atau adanya evaluasi kinerja, pada kasus diketahui
evaluasi yang dilakukan pada program KIA secara umum tidak khusus untuk
ASI Eksklusif oleh sebab itu setiap bulan hanya disampaikan cakupannya dan
dikembalikan lagi ke Bidan Desa bagaimana capaian bisa meningkat.
Pohan (2007) menjelaskan bahwa tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya, setelah
pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya menunjukkan
kepuasan pasien (eksternal) sedangkan masih ada beberapa kelas ibu yang
tidak berjalan di desa-desa, sehingga klien/ibu belum mendapat kinerja
layanan kesehatan. Pada kepuasan internal (tim), Rivai, 2005 menjelaskan
gambaran menyeluruh seseorang atas perasaannya baik itu senang, tidak
senang, puas dan tiak puas dalam bekerja. Dalam pelaporan bidan desa yang
serigkali terlambat (1-5 hari awal bulan selanjutnya) dapat menyumbang
ketidakpuasan internal.

xxxvii
Kinerja yang kurang maksimal menimbulkan masalah, menurut Vincent
Gasperz menjelaskan dalam bukunya mengenai Continual Improve-
ment mengelompokan masalah kinerja ke dalam 3 jenis, pada kasus ini
masalah termasuk dalam kategori masalah yang telah terjadi (problems
already occurred), berkaitan dengan target-target masa lalu yang tidak
tercapai atau deviasi dari standar-standar yang ditetapkan. Jadi dapat
disimpulkan dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif, pengawasan sangat
mempengaruhi keberhasilan. Seperti penyelesaian masalah melalui
penyuluhan dan tidak ada upaya lain yang dilakukan guna memperbaiki
Program ASI Eksklusif. Tindakan koreksi kepada Bidan karena membiarkan
ibu tidak menyusui eksklusif belum dilakukan sehingga tidak memberikan
efek jera.

xxxviii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bidan dalam pelayanan kebidanan mempunyai peranan penting
dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak dan sebagai ujung
tombak pemberi asuhan kebidanan. Dalam memberi asuhan, bidan
sebagai individu yang memegang tanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat. Bidan juga berperan dalam memberi pendidikan kesehatan
dan mengubah prilaku masyarakat terhadap pola hidup dan gaya hidup
yang tidak sehat. Jadi tidak hanya memberi asuhan pada individu tapi juga
terhadap keluarga, masyarakat, dan dalam pelaksanaan diperlukan
kerjasama antara semua pihak baik masyarakat, pemerintah, tenaga
kesehatan dan juga instansi atau lembaga terkait. Oleh karena itu ,bidan
harus mempunyai pendekatan manajemen agar dapat mengorganisasikan
semua unsur unsur yang terlibat dalam pelayanannya dengan baik dalam
rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak .
Bidan sebagai seorang pemberi layanan kesehatan harus dapat
melaksanakan pelayanan kebidanan dengan melaksanakan manajemen
yang baik. Dalam hal ini bidan berperan sebagai seorang manajer, yaitu
mengelola atau memanage segala sesuatu tentang kliennya sehingga
tercapai tujuan yang di harapkan. Dalam mempelajari manajemen
kebidanan bidan harus bisa melakukan analisis situasi, identifikasi,
rencana penyelesaian untuk dapat melakukan kebutuhan yang diperlukan

xxxix
dalam melakukan memberikan pelayanan kebidanan. Bidan dalam
menentukan analisis situasi, identifikasi, dan rencana penyelesaian
masalah berhubungan dengan motivasi, kinerja dan kepuasaan baik yang
dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksernal.
Untuk melakukan analisis suatu masalah, kita harus
mengetahui Why: Mengapa kegiatan itu harus dikerjakan, dengan
penjelasan yang jelas. What: Apa tujuan yang ingin dicapai , How :
Bagaimana cara mengerjakannya, Who : siapa yang akan mengerjakan,
dan sasarannya harus jelas, What kind of support : Sumber daya
pendukung, Where: di mana kegiatan akan dilakukan tertera
jelas, When: Kejelasan waktu untuk melaksanakan dan menyelesaikan
kegiatan. Jika perlu ditambah dengan which : Siapa yang terkait dengan
kegiatan tersebut ( lintas sektor walaupun lintas program yang terkait )
sehingga perencanaan tersebut tercapai sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan.
3.2 Saran
a. Diharapkan bidan mampu melakukan analisis masalah kebidanan,
sehingga rencana yang dibutuhkan sesuai yang dibutuhkan pasien
b. Diharapkan bidan dapat meningkatkan motivasi, kinerja, dan
kepuasaan dalam memberikan pelayanan kebidanan sehingga
perencanaan masalah dapat diselesaikan dengan baik

xl
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R. N., Wijayanti, K., & Winarti. 2014. Pengaruh Motivasi dan Aktivitas
Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Unnes Journal of
Mathematics Education

Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ketiga
belas. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kementerian Kesehatan. 2007. Kepmenkes RI Nomor369/MENKES/SK/II/2007


Tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta .

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

McShane, Steven L., dan Mary Ann Von Glinow. 2010. Organizational Behavior .
4th Edition. New York: McGraw-Hill.

Nawawi, Hadari. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis yang
kompetitif . Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Nur Nasution. 2005.Manajemen Mutu Terpadu Edisi Kedua, Ghalia Indonesia.

Nursalam. 2009. Manajemen keperawatan (aplikasi dalam keprawatan praktek


profesional) edisi I Salemba Medica Jakarta

xli
Purwanto, Djoko. 2011. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sunyoto, D. 2012. Teori, Kuisioner dan Analisis Data Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: CAPS.

Supriyanto, Stefanus dan Nyoman Anita. (2012). PerencanaandanEvaluasi.


Surabaya: Airlangga University Press

World Health Organisation. 2006 Pelatihan Ketrampilan Manajerial Sistem


Pengembangan Manajemen Kkinerja Klinis (SPMKK). Jakarta .

xlii

Anda mungkin juga menyukai