Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASKEB PERSALINAN

“Evidence Baced Praktik yang Direkomendasikan”

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Askeb Persalinan dan BBL

Dosen Pengampu :Ari Antini, SST,M.Keb

DISUSUN OLEH :

Jalum 2A Jalum 2B

1. Inayah R P17324419013 Siska Sri P17324419039


2. Isnaeni N P17324419014 Siti Arimbi P17324419040
3. Laili M P17324419015 Theresia N P17324419042
4. Lisna L P17324419016 Tia Fany P17324419043
5. Luluk E P17324419017 Tiara A P17324419044
6. Meilani A P17324419018 Vio Nandia P17324419045
7. Meilani D P17324419019 Wahyuni P17324419046
8. Nabilla P P17324419020 Wulan Sri P17324419047
9. Nenden P P17324419021 Yuli P17324419048
10. Nina N P17324419022 Yuni Alia P17324419049
11. Nissa Janati P17324419023
12. Novi Rica P17324419024
13. Nur Nira P17324419025

Kelompok 2
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya penulis diberi kemudahan dalam penyusunan makalah
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Evidence Based Praktik
yang Direkomendasikan”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini disusun dengan sepenuh hati dan pikiran, tetapi meskipun
demikian, dalam pembuatan makalah ini ada sedikit menghadapi beberapa
kendala baik yang datang dari luar maupun dari diri penulis pribadi. Namun,
dengan penuh kesabaran danketekunan, juga disertai dukungan dari berbagai
pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan secara tepat waktu.
Selain itu, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah yang
penulis buat masih jauh dari sempurna. Mengingat atas kemampuan yang penulis
miliki, penulis merasa masih terdapat kekurangan baik dari segi teknis maupun
materi, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah penulis.
Harapannya, semoga makalah ini dapat bermanfaat pada umumnya bagi
pembaca dan khususnya bagi diri penulis pribadi.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Karawang, 30 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDU

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan Pembelajaran...................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Definisi Evidence Based................................................................................3
2.2 Evidence Based Praktik yang Direkomendasikan........................................4
2.1.1 Inisiasi Menyusui Dini (IMD)................................................................4
2.1.2 Posisi Persalinan..................................................................................14
2.1.3 Mobilisasi Dini.....................................................................................16
BAB III.......................................................................................................................19
PENUTUP..................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..................................................................................................19
3.2 Saran...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kit
sering mendengar tentang evidence based. Evidence based artinya berdasarkan
bukti, tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus
berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti.Tapi bukti ilmiah
terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini terjadi karena ilmu kedokteran dan kebidanan berkembang sangat
pesat.Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat
digantikan dengan temuan yang baru yang segera menggugurkan teori yang
sebelumnya.Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera
ditinggalkan karena muncul pengujian – pengujian hipotesis baru yang lebih
sempurna. Misalnya saja pada dunia kebidanan adalah jika sebelumnya
diyakini bahwa posisi meneran secara telentang/litotomi merupakan posisi
yang biasanya atau rutin dipakai pada saat proses persalinan, namun saat ini
hal tersebut telah digugurkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa meneran
dengan posisi telentang/litotomi dapat mengakibatkan sindrome supine dan
kurangnya oksigenisasi pada bayi yang menyebabkan hipoksia.
Itulah evidence based, melalui paradigma baru ini maka pedekatan medik
barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan terkini yang
secara medic, ilmiah dan metodologi dapat diterima.
Atau dengan kata lain Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal
dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara
bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan keputusan
dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997). Evidenced Based
Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada dunia kebidanan karena
dengan adanya EBM maka dapat mencegah tindakan – tindakan yang tidak
diperlukan/tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada
proses persalinan yang diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga
dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana evidence based Inisiasi Menyusui Dini dalam praktik
kebidanan?
2. Bagaimana evidence based posisi persalinan dalam praktik kebidanan ?
3. Bagaimana evidence based mobilisasi dini dalam praktik kebidanan?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Untuk mengetahui evidence based Inisiasi Menyusui Dini dalam praktik
kebidanan.
2. Untuk mengetahui evidence based posisi persalinan dalam praktik
kebidanan.
3. Untuk mengetahui evidence based mobilisasi dini dalam praktik
kebidanan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Evidence Based
Pengertian Evidence Based jika ditinjau dari pemenggalan kata
(Inggris) maka Evidence Based dapat diartikan sebagai berikut:
Evidence : Bukti, fakta
Base : Dasar
Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi
berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan
bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang
bisa dipertanggungjawabkan. Evidence Based Midwifery atau yang lebih
dikenal dengan EBM adalah penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara
bersungguh sungguh, eksplisit dan bijaksana untuk pengambilan
keputusan dalam penanganan pasien perseorangan (Sackett et al,1997).
Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting peranannya pada
dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat mencegah
tindaka – tindakan yang tidak diperlukan/tidak bermanfaat bahkan
merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yangdiharapkan
berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Base
antara lain:
1. Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan berdasarkan
bukti ilmiah
2. Meningkatkan kompetensi (kognitif)
3. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagi professional dalam
memberikan asuhan yang bermutu

3
4. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan
klien mengharapkan asuhan yang benar, seseuai dengan bukti dan teori
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2.2 Evidence Based Praktik yang Direkomendasikan


2.1.1 Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk


peningkatan sumber daya manusia antara lain dengan jalan
memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya
bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya
sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu
dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas
mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan),
kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan
tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama
dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini
menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang
menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak
antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai

4
menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi
menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu
berkontraksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran
semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi
perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan
ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih
mencintai bayi.
Tatalaksana inisiasi menyusui dini :
a. Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa
percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat
dari sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat
inisiasi menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya.
b. Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak,
hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari.
c. Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan
menjalaninya.
d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa
menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin
contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap
perlu beri si bayi topi.
f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang
bayi dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke
puting ibunya.
g. Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku
bayi sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung
beberapa menit atau satu jam bahkan lebih, diantaranya:
- Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan
lingkungan.
- Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau
mengelurkan suara.

5
- Bergerak ke arah payudara.
- Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.
- Menyentuh puting susu dengan tangannya.
- Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting)
melekat dengan mulut terbuka lebar
- Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses
menyusu pertama selesai.
h. Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti oprasi,
berikan kesempatan skin to skin contact.
i. Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah
menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K
dan menetes mata bayi.
j. Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan
bayi dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa
merespon bayinya dengan cepat sehingga mempunyai potensi
untuk diberikan susu formula, jadi akan lebih membantu apabila
bayi tetapi bersama ibunya selama 24 jam dan selalu hindari
makanan atau minuman pre-laktal.
Inisiasi menyusu dini (IMD) atau early lactch on/breast crawl
menurut UNICEF merupakan kondisi ketika bayi mulai menyusu
sendiri setelah lahir, yaitu ketika bayi memiliki kemampuan untuk
dapat menyusu sendiri, dengan kriteria terjadi kontak kulit ibu dan
kulit bayi setidaknya dalam waktu 60 menit pertama setelah bayi lahir.
Cara bayi melakukan IMD dinamakan the breast crawl atau
merangkak mencari payudara.
Pendapat senada mengemukakan, bahwa inisiasi menyusu dini
(IMD) didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusu sendiri
segera setelah dilahirkan dan disusui selama satu jam atau lebih.
Prinsipnya, IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit
bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin
setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada
telapak tangannya dan dibiarkan merangkak untuk mencari puting

6
untuk segera menyusui. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap
terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama
dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini
menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak yang menyamankan
kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel.
Setelah bayi lahir, dengan segera bayi ditempatkan di dada ibu. Ia
akan merangkak dan mencari putting susu ibunya. Dengan demikian,
bayi dapat melakukan refleks sucking dengan segera. Menurut Klaus
Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat
diperoleh dari kontak dini, yaitu:
1. Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
2. Reflek menghisap dilakukan dini.
3. Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
4. Mempercepat proses ikatan antara orangtua dan anak (body
warmth (kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang;
stimulasi hormonal).
Terdapat beberapa manfaat penting Inisiasi Menyusui Dini, antara
lain :
1. Mengurangi tingkat kematian bayi: Inisiasi menyusu dini bisa
mempengaruhi resiko kematian pada bayi yang baru lahir dengan
empat mekanisme (Edmond et al, 2006), yaitu : .Angka kematian
yang lebih rendah pada bayi mungkin terjadi karena ibu yang
menyusui anak mereka segera setelah lahir memiliki kesempatan
lebih besar untuk berhasil membangun dan mempertahankan
menyusui selama bayi.
2. Pemberian makanan prelaktal dengan antigen yang bukan dari ASI
dimungkinkan mengganggu fisiologi normal usus.
3. ASI kaya akan komponen imun dan non imun yang dapat
mempercepat maturasi usus, resisten terhadap infeksi, dan
pemulihan jaringan epitel dari infeksi. Total protein dan
imunoglobulin juga menurun di hari pertama kehidupan

7
(konsentrasi tertinggi pada hari pertama, setengah hari pada hari
kedua, dan menurun secara perlahan pada hari-hari berikutnya).
4. Pemberian kehangatan dan perlindungan dapat mengurangi resiko
kematian akibat hipotermia selama hari pertama (terutama pada
bayi prematur).
Setelah pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi
diberikan ASI secara eksklusif. Yang dimaksud dengan pemberian ASI
secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 - 6 bulan. Setelah bayi
berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa
yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini.
Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan
menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak
secara optimal. Hal ini karena ASI merupakan nutrien yang ideal
dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
Penelitian
Pelaksanaan IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang
meninggal sebelum bayi usia 1 bulan. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka salah satu yang dilakukan pemerintah adalah promosi IMD.
Upaya ini dilakukan untuk mendukung keberhasilan program
pemberian ASI Eksklusif (Roesli, 2008).
Menurut Protocol Evidence Based yang baru diperbaharui oleh
WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam
pertama menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit
dengan ibunya segera setelah lahir minimal satu jam, bayi harus
dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali
bayinya siap untuk menyusui, menunda semua prosedur lainnya yang
harus dilakukan kepada bayi sampai dengan Inisiasi Menyusu selesai
dilakukan. Hal ini dinyatakan sebagai indikator global. Nakao et al
(2008), menyebutkan bahwa keberhasilan ASI ekslusif sampai 6 bulan

8
berhubungan dengan IMD dalam 2 jam pertama kehidupan dan
UNICEF dalam artikel WHO menuliskan sebanyak 30.000 bayi yang
biasanya meninggal pada bulan petama kelahirannya, dapat
diselamatkan dengan melakukan IMD setelah 1 jam pertama kelahiran.
Hasil penelitian Baker dkk (2009), di Bolivia dan Madagaskar,
seperempat sampai setengah dari kematian bayi di negara berkembang
terjadi pada minggu pertama kehidupan.
Usaha pemerintah untuk mensukseskan program IMD tidak hanya
pada PP tetapi juga dengan adanya Jaminan Persalinan (Jampersal)
yang dimulai sejak 2011 bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang telah
memahami prinsip pelaksanaan IMD . Hal ini dilakukan bertujuan
untuk mensukseskan target MDGs yakni menurunkan angka Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Tetapi
berdasarkan SDKI, 2012 menguraikan bahwa AKB sebesar 32 per
1000 kelahiran hidup hanya turun sedikit dibandingkan 2007, yaitu 34
per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan target MDGs AKB 23 per 1000
kelahiran hidup.
Berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya praktek IMD di
Indonesia diantaranya disebabkan oleh tingkat pendidikan, sikap dan
motivasi ibu menyusui yang kurang, serta dipengaruhi oleh perilaku
dan tindakan bidan yang tidak melakukan konsling mengenai IMD
pada masa kehamilan dan tidak mendukung penatalaksanaan IMD
dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) serta dukungan keluarga
(Margawati dalam Sutriyani, 2011).
Menurut data SDKI 2010, determinan pelaksanaan IMD terdiri dari
1. faktor bayi; jenis kelamin dan berat bayi lahir,
2. faktor ibu; status kesehatan, umur, paritas, pendidikan,
pengetahuan dan pekerjaan,
3. faktor pelayanan kesehatan; pemeriksaan kehamilan dan petugas
penolong persalinan. Dari 3 faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan IMD dalam data SDKI 2010 tidak terdapat data peran

9
lingkungan dalam hal ini suami/orang tua dan kerabat. Di dukung
oleh
Syafrina (2011), yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam
pelaksanaan IMD tidak hanya dari petugas kesehatan tetapi juga dari
dukungan suami dan keluarga. Dukungan keluarga merupakan faktor
yang sangat berperan dalam praktek IMD selain faktor internal;
pengetahuan, sikap, pengalaman dan persepsi ibu dan faktor eksternal;
fasilitas kesehatan dan petugas penolong persalinan (Idris, 2010).
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis
faktor - faktor keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di
Puskesmas Jumpandang Baru.
Dari tabel 1 diketahui distribusi yang berhasil melakukan IMD dari
80 sampel adalah 44 persalinan dengan persentase 55 % dan yang
tidak berhasil melakukan IMD adalah 36 persalinan dengan persentase
45 %. Distribusi berdasarkan berat bayi lahir dari 80 sampel, bayi lahir
dengan BBL 2500 – 3000 gr adalah 54 bayi dengan persentase 67,5 %,
BBL 3100 - 3500 gr adalah 21 dengan persentase 26,3%, dan BBL
3600 – 4000 gr adalah 5 bayi dengan persentase 6,3%.
Dari tabel 2 terlihat bahwa distribusi umur ibu yang bersalin
dengan golongan umur terlalu muda yaitu < 20 tahun diketahui 57
orang dengan persentase 71,3%, usia normal yaitu 21 – 35 tahun
sebanyak 14 orang dengan persentase 17,5% dan golongan umur terlau
tua yaitu >.35 tahun sebanyak 9 0rang dengan persentase 11,3%.
Karakteristik pendidikan ibu, pendidikan tinggi dari 80 sampel adalah
24 orang dengan persentase 30 % dan yang berpendidikan rendah
adalah 56 persalinan dengan persentase 56 %. Karakteristik paritas ibu
dengan tidak berisiko yaitu paritas 1-3 diketahui 60 orang dengan
persentase 75,5% dan yang berisiko.tinggi >.3 diketahui 20 orang
dengan persentase 25%. Karakteristik pengetahuan ibu dengan
kategori baik diketahui 49 orang dengan persentase 61,3% dan
kategori kurang diketahui 31 orang dengan persentase 31%.
Karakteristik frekuensi ANC pada ibu selama hamil dengan kategori

10
baik diketahui 55 orang dengan persentase 68,8% dan kategori kurang
diketahui 25 orang dengan persentase 31,3%.
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa proporsi bayi kategori A yang
berhasil melakukan IMD sebesar 32 (59,26%) dan tidak berhasil
melakukan IMD sebesar 22 (47,74%), kategori B yang berhasil
melakukan IMD sebesar 9 (42,86%) dan tidak berhasil melakukan
IMD 12 (57,14%), dan kategori C yang berhasil melakukan IMD 3
(60%) dan tidak berhasil 2 (40%).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara Berat Bayi Lahir (BBL) dengan keberhasilan
IMD dengan nilai P = 0,43. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa
proporsi umur ibu < 21 tahun yang berhasil melakukan IMD sebesar 5
(55,55%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 4 (44,44%), umur
21 - 35 yang berhasil melakukan IMD sebesar 32 (56,14%) dan tidak
berhasil melakukan IMD 25 (43,85%), dan umur >.35 yang berhasil
melakukan IMD 7 (50%) dan tidak berhasil 7 (50%). Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara umur ibu dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,92.
Proporsi pendidikan tinggi yang berhasil melakukan IMD sebesar 29
(51,78%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 27 (48,21%), dan
pendidikan rendah yang berhasil melakukan IMD sebesar 15 (62,5%)
dan tidak berhasil melakukan IMD 9 (37,5%). Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,38.
Proporsi paritas 1-3 yang berhasil melakukan IMD sebesar 30
(50%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 30 (50%), dan
paritas > 3 yang berhasil melakukan IMD sebesar 14 (70%) dan tidak
berhasil melakukan IMD 6 (30%). Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan
keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,11.
Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa proporsi pengetahuan ibu baik
yang berhasil melakukan IMD sebesar 28 (57,14%) dan tidak berhasil

11
melakukan IMD sebesar 21 (42,87%), dan pengetahuan kurang yang
berhasil melakukan IMD sebesar 16 (51,61%) dan tidak berhasil
melakukan IMD 15 (48,38%). Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,63. Proporsi frekuensi
ANC baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 28 (50,90%) dan
tidak berhasil melakukan IMD sebesar 27 (49,09%), dan pengetahuan
kurang yang berhasil melakukan IMD sebesar 16 (64%) dan tidak
berhasil melakukan IMD 9 (36%). Hasil analisis statistic menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi ANC
dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,27. Proporsi pengetahuan
baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 40 (61,53%) dan tidak
berhasil melakukan IMD sebesar 25 (38,46%), dan kurang yang
berhasil melakukan IMD sebesar 4 (26,67%) dan tidak berhasil
melakukan IMD 11 (73,33%). Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan
keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,01. proporsi baik yang berhasil
melakukan IMD sebesar 34 (72,34%) dan tidak berhasil melakukan
IMD sebesar 13 (27,66%), dan kurang yang berhasil melakukan IMD
sebesar 10 (30,30%) dan tidak berhasil melakukan IMD 23 (69,69%).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap bidan dengan keberhasilan IMD dengan nilai P
= 0,00.
Pada Penelitian ini terlihat bahwa Kategori baik yang berhasil
melakukan IMD sebanyak 34 responden sedangkan yang tidak berhasil
sebanyak 13 responden. Kategori kurang yang berhasil melakukan
IMD sebanyak 10 responden dan yang tidak berhasil melakukan IMD
adalah 23 responden. Dari hasil uji statistik di di peroleh nilai P = 0,00
berarti > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap petugas dengan keberhasilan IMD di puskesmas
Jumpandang Baru Makassar. Hal ini sesuai dengan jurnal Aprilia
(2010) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD

12
dan pemberian ASI Eksklusif adalah faktor sikap, petugas kesehatan
khususnya bidan dalam hal motivasi, ibu dalam pelaksanaan IMD.
Kategori A (2500 – 3000 gr) yang berhasil melakukan IMD
sebanyak 32 responden sedangkan yang tidak berhasil sebanyak 22
responden. Kategori B (3100 - 3500) yang berhasil melakukan IMD
sebanyak 9 responden dan yang tidak berhasil melakukan IMD adalah
12 responden. Kategori C (3600 – 4000 gr) yang berhasil melakukan
IMD adalah 3 responden sedangkan yang tidak berhasil melakukan
IMD sebanyak 2 responden. Dari hasil uji statistik di peroleh nilai P =
0,43 berarti > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara BBL dengan keberhasilan IMD di
puskesmas Jumpandang Baru Makassar.
Peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD termuat dalam
buku JNPK-KR 2007, yaitu : melatih keterampilan, mendukung,
membantu dan menerapkan IMD – ASI Eksklusif, membiarkan kontak
kulit ke kulit ibu-bayi setidaknya 1 jam sampai menyusu awal selesai
dan membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk membantu
peran tersebut IMD termasuk dalam prosedur 59 langkah Asuhan
Persalinan Normal (APN). Pernyataan diatas berbanding terbalik
dengan teori oleh Prawirohardjo mengatakan berdasarkan jumlah
paritas, ibu dengan paritas > 3 kali cenderung tidak berhasil melakukan
IMD karena biasanya akan menghadapi kesulitan dalam kehamilan dan
persalinannya terutama kelelahan yang berlebihan sehingga
mempengaruhi kestabilan emosinya untuk melakukan IMD.
Sebaliknya, ibu dengan paritas 1 – 3, biasanya memiliki motivasi yang
besar untuk melakukan dan mengetahui apa saja yang bermanfaat bagi
bayinya. Selain itu, rentang kelahiran yang ideal dari aspek kejiwaan
memberikan kesempatan kepada orang tua untuk lebih intensif
mencurahkan waktu bagi anak pada awal usianya. Keberhasilan IMD
dipengaruhi banyak faktor, salah satu diantaranya adalah peran petugas
seperti yang telah dijelaskan diatas, budaya dan dukungan keluarga
terutama suami.

13
Hasil penelitian Sirajudin (2013), menyatakan bahwa variabel yang
paling berkontribusi dalam keberhasilan IMD adalah dukungan
keluarga. Kategori pendidikan rendah lebih banyak (15 responden)
dibandingkan dengan yang tidak berhasil (9 responden). Hal ini, tidak
sesuai dengan teori Helsing dan King (1981) dalam Amalia (2009),
frekuensi menyusui lebih tinggi diantara wanita terpelajar. Ibu yang
terpelajar lebih menyadari keuntungan fisiologis dan psikologis
menyusui sejak dini. Ibu terpelajar lebih termotivasi memiliki
kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan informasi serta
mempunyai fasilitas yang lebih baik dari posisi yang diperolehnya di
tempat kerja. Sehingga lebih memungkinkan untuk memberikan ASI
secara baik dan benar dari wanita kurang terpelajar, demikian pula
Nelvi (2004), bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan
dengan pemberian ASI dini dimana responden yang berpendidikan
tinggi melakukan IMD 74,7 % dibanding dengan responden
berpendidikan rendah. Berdasarkan teori tersebut secara tersirat
menerangkan bahwa ketidakberhasilan IMD pada ibu yang
berpendidikan rendah akan lebih banyak dibandingkan dengan yang
berhasil melakukan IMD.

2.1.2 Posisi Persalinan


Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di
anjurkan untuk mulai mengatur posisi telentang/litotomi. Tetapi
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi telentang
ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal
ini dikarenakan:
- Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ibu ke janin.
- Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu
posisi telentang juga mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih
lama, trauma perineum yang lebih besar.

14
- Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan
penurunan bagian bawah janin.
- Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot
uterus dan isinya akan menekan aorta, vena kafa inferior serta
pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi ini bisa
menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke
anoreksia janin.
- Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di
kaki dan di punggung dan aka nada rasa sakit yang lebih
banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).
Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain
posisi setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal
ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai
1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989. Karena posisi ini
mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1. Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman
dan nyeri.
2. Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala II yang lebih
seingkat.
3. Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir
spontan lebih besar, dan robekan perineal dan vagina lebih sedikit.
4. Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat
menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simfisis pubis
akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadinya
perluasan pintu panggul.
5. Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih
baik dan bayi baru lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.
6. Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi
dalam mengadakan posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil
depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid.

15
7. Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan
kandung kemih. Karena kandung kemih yang penuh akan
memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.
8. Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu
stimulasi kontraksi uterus serta dapat memanfatkan gaya gravitasi.

Posisi berdiri posisi duduk

Posisi setengah duduk posisi berbaring miring

posisi merangkak

2.1.3 Mobilisasi Dini


Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan

16
hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier,
1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatupembatasan gerak
atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiridalam
berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh
beradapada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti
saat duduk atau berbaring(Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi sangat penting dalam persalinan, merubah posisi
khususnya ketikamerasakan kontraksi. Gerakan berdiri, berjalan, dan
berjongkok merupakan gerakan yang paling efektif untuk
membantu proses turunnya bagian terendah janin.
Sehingga pembatasan gerak pada kondisi ini dapat menghambat
proses penurunan kepala dan berakibat pada kala I memanjang.
Padahal gerakan kecil seperti gerakan miring di tempat tidur dapat
memberikan kondisi yang santai, oksigenisasi yang baik untuk janin
serta meminimalkan laserasi, sedangkan gerakan merangkak
dapat mempercepat rotasi, meminimalkan peregangan perinium dan
rasa sakit punggung. Namun, adakalanya ibu tidak diperbolehkan turun
dari tempat tidur atau melakukan ambulasi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ketika ketuban pecah, janin berukuran kecil (di bawah
2000 gram), presentasi kaki atau bokong atau letak
melintang. Pada keadaan seperti ini,muncul resiko prolapsus
tali pusat yang meningkat ketika ibu dalam posisi berdiri.
Bahkan posisi telentang dengan kepala berada di atas tempat tidur,
yang ditinggikan dengan bantal lebih dari 20 sampai 30
derajat akan semakin meningkatkan resiko prolapsus tali pusat.
2. Ketika ibu mendapat pengobatan dengan obat yang membuat
ibu pusing atau membuat kakinya tidak stabil ketika berdiri.
3. Selama persalinan yang kemajuannya cepat.
4. Ketika ibu mengalami komplikasi obstetrik atau medis yang
mengharuskan ibu tetap di tempat tidur. Pembatasan gerak yang
dilakukan pada ibu bersalin akan menimbulkan stress pada ibu

17
dalam menjalani masa bersalinnya yang menyebabkan persalinan
akan berlangsung tidak fisiologis seperti persalinan lama.
Berdasarkan jurnal yang kami temukan tidak menyebutkan
adanya dampak yang posisif dari pembatasan gerak pada
persalinan normal sehingga tidak adaanjuran untuk melakukan
pembatasan gerak pada persalinan normal kecuali adaindikasi
seperti yang disebut di atas. Pada jurnal tersebut dilakukan
penelitian mengenai perlakuan aktif birth padaibu dalam masa
persalinan dibandingan dengan ibu yang tidak dilakukan aktif
birthdalam masa persalinannya. Aktif birth itu sendiri yaitu asuhan
yang diberikan kepadaibu dalam masa persalinan dimana ibu akan
diberikan kesempatan untuk memilihposisi yang dianggapnya
nyaman dan memiliki afek nyeri minimal. Dalam penelitian jurnal
tersebut diperoleh hasil bahwa ibu yang diberikan perlakuan akan
merasakan nyeri yang lebih minimal daripada ibu yang tidak diberi
perlakuan.

18
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi
berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus
berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti
ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
2. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya
sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
3. Posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi
setengah duduk, berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj, Kakade alai
1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989.
4. Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup
sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995).

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah, sebaiknya memerhatikan prinsip,
manfaat, serta syarat-syarat dalam pembuatannya agar tepat dan akurat.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi
para pembaca dan dapat menambah pengetahuan tentang “Evidence Based
Praktik yang Direkomendasikan”. Untuk itu penulis mengharapkan kepada
para pembaca untuk lebih jauh memahami makalah ini dan dapat
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/81-isu-terkini-dan-evidence-based-
dalam-praktik-kebidanan

https://dokumen.tips/documents/kajian-evidence-based-membatasi-gerak-pada-
persalinan.html

https://kupdf.net/download/makalah-evidence-based-kebidanan-dalam asuhan
persalinan 5af4ddc2e2b6f53b0518d9bb_pdf

http://repo.unand.ac.id/26261/1/8%29%20Buku%20AjarAsuhan%20Kebidanan
%20pada%20Persalinan.pdf

https://www.academia.edu/15920324/EVIDENCE_BASED_PRACTICE_PADA_
ASUHAN_PERSALINAN_KALA_III_KALA_IV_EVIDENCE_BASED_PRAC
TICE

https://www.academia.edu/29968703/MAKALAH_Evidence_Based

pasca.unhas.ac.id

20

Anda mungkin juga menyukai