Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

ANALISIS KASUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN ISU PELAYANAN


KB DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pelayanan Keluarga
Berencana yang diampu oleh:
Istri Utami, S.ST., M.Keb

Disusun oleh:
Hafidhatul Awaliya Rahmah
1610104095
4B/ B2

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Keluarga Berencana memungkinkan pasangan untuk mengatur jarak kelahiran,
sehingga mampu mengoptimalkan pertumbuhan anak. Berdasarkan laporan
dari badan PBB yang membidangi masalah populasi dunia (UNFPA),
perencanaan kelahiran anak dapat berdampak positif pada kaum hawa.
Misalnya, perempuan bisa menuntaskan pendidikannya terlebih dahulu,
sebelum akhirnya hamil dan fokus mengurus anak. Sayangnya, tak semua
perempuan atau keluarga di dunia dapat menikmati program tersebut.
Permasalahannya terletak pada minimnya akses terhadap alat kontrasepsi,
terutama bagi mereka yang hidup di negara berkembang atau negara miskin.
Program KB juga sudah digaungkan oleh pemerintah Indonesia dengan slogan
“Cukup Dua Anak.” Meski demikian, slogan itu kian pudar oleh slogan
“Banyak Anak Banyak Rejeki.” Sehingga sejak kepemimpinan Joko Widodo,
pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan (Kemko PMK) mulai menggalakkan 1.000 kampung Keluarga
Berencana di seluruh Indonesia.
1.2.Tujuan
Untuk mengetahui masalah KB yang ada di Indonesia beserta pemecahan
masalahnya.
1.3.Rumusan Masalah
1. Apa masalah KB yang ada di Indonesia?
2. Bagaimana peran pemerintah dan bidan dalam menanggulangi masalah KB
yang ada di Indonesia?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Kronologi Kasus

Dua Tantangan Program KB di Maluku Utara

REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Maluku Utara adalah provinsi yang


wilayahnya terdiri atas pulau-pulau kecil. Oleh karena itu, mobilitas penduduk antar
pulau ditunjang oleh transportasi laut dan udara. Dari sekitar 820 pulau yang ada di
Maluku Utara, baru 10 persennya yang berpenghuni. Itupun lokasinya terpencar
satu sama lain.

Menurut Wakil Gubernur Maluku Utara M. Nasir Thaib, keadaan geografis ini
merupakan tantangan utama dalam berjalannya program Keluarga Berencana (KB).
"Ongkos operasional jadi tinggi, bisa empat kali lipat daripada ongkos operasional
di darat," jelas Nasir saat ditemui usai acara Sosialisasi dan Konsultasi Anggaran
DAK Sub Bidang KB 2018 di Ternate, Selasa (23/1) malam.

Tantangan program kependudukan KB dan perkembangan keluarga di wilayah


Indonesia timur berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Selain aspek geografis,
keterbatasan sumber daya manusia berkualitas juga menjadi pekerjaan rumah
tersendiri.

"Fasilitas dan tenaga kesehatan belum tentu ada di setiap pulau, sehingga
masyarakat harus repot menyeberang laut jika ingin berobat," imbuhnya.

Gugusan pulau-pulau dan luasnya hamparan lautan menjadi basis perencanaan,


terutama perencanaan kependudukan KB dan pembangunan keluarga. Sehingga,
sistem perencanaan harus mengacu bukan hanya pada continental based plan
(perencanaan berbasis daratan) akan tetapi juga pada maritim based plan
(perencanaan berbasis kelautan).
Perencanaan yang disusun harus mampu menjawab persoalan ketersediaan alat dan
obat kontrasepsi. Serta tersedianya fasilitas kehatan, puskesmas, klinik-klinik
KB,dan tenaga kesehatan yang memadai. Dana alokasi khusus (DAK) sub bidang
KB merupakan salah satu upaya pemerintah untuk pemerataan pembangunan,
terutama di bidang Kependudukan KB dan Pembangunan Keluarga.

Sekretaris Umum BKKBN Nofrijal menerangkan anggaran DAK tahun ini


mencapai sekitar Rp 2,3 triliun. Kampung KB di Daerah Tertinggal,
Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) akan memperoleh kucuran dana
lebih banyak mencapai Rp 100 juta per tahun. Sedangkan untuk
Kampung KB di perdesaan biasa mendapat Rp 90 juta dan di wilayah
perkotaan Rp 85 juta per tahun.

2.2. Analisis Kasus

Dari berita tersebut, ada dua kendala dalam penggunaan KB bagi penduduk
Maluku Utara, yang pertama adalah terbatasnya transportasi untuk menuju fasilitas
kesehatan yang memiliki pelayanan KB. Pulau-pulau mereka yang terpencar
bahkan baru 10 persennya yang dihuni. Meski telah diadakan penggunaan
transportasi udara dan laut, namun tetap saja biaya operasional untuk menuju
fasilitas kesehatan dengan transportasi yang disediakan lebih mahal biaya
transportasi. Hal ini yang paling menjadi kendala. Kedua, tidak setiap pulau di
Maluku Utara terdapat fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan menjadi satu hal langka
yang tak bisa didapati disana.

Hal ini mungkin akan menjadi perhatian pemerintah. Dengan beberapa


kendala yang telah disebutkan diatas, pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkan program KB di Indonesia, salah satunya dengan menggunakan Dana
alokasi khusus (DAK) sub bidang KB, agar pemerataan pembangunan, terutama di
bidang Kependudukan KB dan Pembangunan Keluarga dapat teratasi. Kemudian
dana yang dialokasikan juga tidak sedikit, tahun ini saja terkhusus bagi kampung
KB di daerah tertinggal mendapat dana sekitar 100 juta.
Menurut Kepala BKKBN, Surya Chandra Suyapati, peningkatan pelayanan
akseptor KB, baik secara statis pada fasilitas kesehatan yang melayani KB dan
pelayanan KB secara mobile di wilayah sulit (daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan/DTPK). Salah satunya dengan menggunakan mobil KB keliling untuk
lebih menjangkau daerah-daerah terpencil. (JPP, 2017)

Bidan juga memiliki wewenang dalam bidang pelayanan KB ini, seperti


penyuluhan dan konseling tentang KB, serta memberikan pelayanan KB secara oral,
kondom dan suntikan. Dalam kasus ini, bidan juga dapat memberdayakan
masyarakat di desa atau pulau tersebut untuk menjadi kader dan aktif menggalakkan
KB di masyarakat, walau dengan keterbatasan sekalipun.
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Permasalahan KB di Maluku Utara mengenai kendala terbatasnya transportasi


serta terbatasnya tenaga kesehatan yang ada disana. Peran permerintah untuk
mendukung program pelayanan KB secara terpadu amat diperlukan, dengan
meningkatkan sumber daya manusia atau tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian serta kecakapan yang memadai.

3.2. Saran

Dari kasus diatas, alangkah baiknya jika pemerintah peduli pada permasalahan
yang menimpa masyarakat Maluku Utara untuk memberikan pelayanan KB
yang komprehensif, dengan meningkatka sumber daya manusia sebagai tenaga
kesehatan yang bertugas di beberapa pulau dan di setiap pulau memiliki
kampung KB sendiri, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk pergi
ke fasilitas kesehatan yang biaya transportasi saja sangat mahal.
DAFTAR PUSTAKA

JPP. 14 Maret 2017. “Perbaikan Layanan KB Harus Jangkau Daerah


Terpencil”, dari: https://jpp.go.id/humaniora/kesehatan/303571-perbaikan-
layanan-kb-harus-jangkau-daerah-terpencil. Diakses pada Senin, 12 Maret 2018.

Republika. 24 Januari 2018. “Dua Tantangan Program KB di Maluku Utara”,


dari: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/24/p323s3359-
dua-tantangan-program-kb-di-maluku-utara. Diakses pada Kamis, 15 Maret 2018

Depkes, Permenkes RI No. 28 Tahun 2017, Tentang Izin dan Penyelenggaraan


Praktik Bidan. (Jakarta: Depkes RI. 2017]

Anda mungkin juga menyukai