Anda di halaman 1dari 10

Hafidhatul Awaliya Rahmah

P27224020443
LAPORAN ANATOMI FISIOLOGIS

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULAR, PENGUKURAN TEKANAN DARAH


DAN NADI

I. Pemeriksaan Fisik Kardiovaskluar


A. Tujuan
Melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal maupun tidak normal secara
berurutan
B. Dasar Teori
1. Bunyi jantung
a. Intensitas dan kualitas bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
sebagai berikut :
 tebalnya dinding dada
 adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau
kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih
keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian
basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi
jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih
besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.Hal ini karena :
M 1: adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara
langsung.
M 2: adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1: adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2: adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1: adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2: adalah penutupan katub aorta secara langsung A 2 lebih besar dari A 1.
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya)
harus dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah
ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang
memburuk.
b. Kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I
pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal
ini mungkin ditemukan pada keadaan normal. Bunyi jantung ke 2 yang
pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P
2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung
tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini
biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch
Block (RBBB).
c. Irama dan frekuensi bunyi jantung
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkandengan frekuensi
nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut
arrhytmia cordis.Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi.
Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia.
Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S –A
node sebagai pacu jantung.Jika irama jantung sama sekali tidak teratur
disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi
oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole,
yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause).
Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa
aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik dalam fase
sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi
sistemik.
d. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung
Bising Jantung (cardiac murmur) disebabkan oleh aliran darah bertambah
cepat, penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah, getaran dalam aliran
darah oleh pembuluh yang tidak rata, aliran darah dari ruangan yang sempit ke
ruangan yang besar, aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang
sempit.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1) Lokalisasi bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu
terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum
maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
 punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
 punctummaximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
 punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
 punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau
VSD.
2) Penjalaran bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan
lokasi dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu,
misalnya :
 Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
 Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
 Bising dari insufisiensi mitral menjalar keaksilia, punggung dan
ke seluruh precordium.
 Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas
kesekitarnya.
3) Intensitas bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I: bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi.
Tingkat II: bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi.
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
Tingkat III: sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV: bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp
belum menempel di dinding dada.
4) Jenis dari bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :Bising Sistole, terdengar
dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2).
Dikenal 2 macam bising sistole :
a) Bising sistole tipe ejection,timbul akibat aliran darah yang
dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi
sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum
maximum di daerah aorta.
b) Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik
yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi
seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
5) Bising fisiologis atau patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
 Jenis bising selalu sistole
 Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
 Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal,
terutama pada psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
 Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis,
sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis
atau hanya fungsionil.
Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan : demam-anemia-
kehamilan, kecemasan, hipertiroidi, beri-beri, atherosclerosis
6) Kualitas bising
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo)
atau bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup
(blowing) atau menggenderang (rumbling).
C. Alat dan Bahan
1. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation
trainer dan Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training
stetoscopec
2. Status penderita pulpen, pensil
D. Cara Kerja
1. Penderita diminta untuk rileks dan tenang
2. Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur miring,
duduk)
4. Penderita diminta bernapas biasa
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya
suara tambahan
6. Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
a. Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
b. Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup pulmonal (dengan membran)
c. Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari
aorta (dengan membran)
d. Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum
untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal
(corong stetoscop)
7. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
8. Bedakan antara sistolik dan diastolik
9. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
10. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
11. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik
12. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
13. Catat hasil auskultasi
E. Interpretasi Hasil
1. Inspeksi: Voussure Cardiaque merupakan penonjolan setempat yang lebar di
daerah precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang
memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan
adanya kelainan jantung organis, kelainan jantung yang berlangsung
sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna, hipertrofi atau dilatasi
ventrikel. Ictus pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali
tampak dengan mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea
medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter
pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah
tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke
kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada
pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada
waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis
negatif.
2. Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih
memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat,
frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba.Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi
bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Sedang pada stenosis
mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak diseubt
”ventricular lift”.Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill”
yang terasa pada telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran
ini sesuai dengan bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada
fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
3. Perkusi: kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada
penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung.
Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah
besar di bagian basaljantung.Pada keadaan normal antara linea sternalis
kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang
merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat
aneurisma aorta.erkusi
4. Auskultasi: bunyi jantung, frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam
semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi
dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut
tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Bising jantung, bising diastole, sistole, fisiologis atau patologis. Gesekan pericard:
gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara
pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar
akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada
waktu sistole dan diastole dari jantung, namun kadang-kadang hanya
terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar
pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian menghllang.
II. Tekanan Darah
A. Tujuan
Tujuan dari pengukuran tekanan darah adalah untuk menentukan adanya normotensi,
hipertensi atau hipotensiuan
B. Dasar Teori
Tekanan sistolik, ditentukan berdasarkan bunyi Korotkoff 1, sedangkan diastolik
pada Korotkoff 5. Pada saat cuff dinaikkan tekanannya, selama manset menekan
lengan dengan sedikit sekali tekanan sehingga arteri tetap terdistensi dengan
darah, tidak ada bunyi yang terdengar melalui stetoskop. Kemudian tekanan
dalam cuff dikurangi secara perlahan. Begitu tekanan dalam cuff turun di bawah
tekanan sistolik, akan ada darah yang mengalir melalui arteri yang terletak di
bawah cuff selama puncak tekanan sistolik dan kita mulai mendengar bunyi
berdetak dalam arteri yang sinkron dengan denyut jantung. Bunyi-bunyi pada
setiap denyutan tersebut disebut bunyi korotkoff. Ada 5 fase bunyi korotkoff :
 Fase 1: Bunyi pertama yang terdengar setelah tekanan cuff diturunkan perlahan.
Begitu bunyi ini terdengar, nilai tekanan yang ditunjukkan pada manometer
dinilai sebagai tekanan sistolik.
 Fase 2: Perubahan kualitas bunyi menjadi bunyi berdesir
 Fase 3: Bunyi semakin jelas dan keras
 Fase 4: Bunyi menjadi meredam
Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII(JNC-VII)
adalah :
Klasifikasi Tekanan Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 atau <80
Pre-Hipertensi 120-139 atau 80-89
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stage 2 >160 atau >100

C. Alat dan Bahan


1. Stetoskop, tensimeter
2. Status penderita, pulpen, pensil
D. Cara Kerja
Metode auskultasi pada pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan American
Heart Association adalah sebagai berikut:
A. Pasien harus didudukan dengan nyaman dengan tidak menyilangkan kaki.
Kemudian manset segera dipasangkan pada lokasi arteri brakialis. Manset
diletakkan ketat pada lengan atas dengan lengan baju yang sudah disingkap,
dengan batas bawah kira-kira satu inchi diatas fossa antecubital. Manset standar
memiliki tanda panah yang didesain menunjukkan titik tengah manset, yang
berpusat diatas arteri brakialis yang sebelumnya telah dipalpasi (pada aspek
medial pada tendon bisep).
B. Selanjutnya, saat pulsus radialis dipalpasi, manset dikembangkan hingga pulsus
radial menghilang; dikembangkan hingga ditambahkan 20-30 mmHg (tekanan
sistolik palpatoir).
C. Stetoskop diletakkan diatas arteri brakialis yang sebelumnya telah dipalpasi yang
membelok pada siku dalam fossa antecubital (tidak menyentuh manset), dan
seharusnya tidak ada suara yang terdengar.
D. Katup tekanan perlahan dilepaskan, jarum menurun 2-3 mmHg perdetik. Seiring
jarum menurun, titik yang dicatat yaitu suara denyut pertama (suara Korotkoff)
yang terdengar. Pada titik ini dicatat sebagai tekanan sistolik.
E. Selanjutnya jarum masih berlanjut turun, suara denyut menjadi lebih kencang,
sehingga berkurang hingga detak yang terdengar melemah untuk beberapa saat
dan menghilang seketika. Indeks tekanan diastolik yang paling tepat saat suara
hilang sempurna. Kadang, suara redaman dapat terdengar berlanjut jauh dibawah
tekanan diastolik sesungguhnya. Jika hal ini terjadi, suara meredam pertama
digunakan sebagai tekanan diastolic.
F. Pada pasien usia lanjut dengan tekanan pulsus yang lebar, bunyi Korotkoff
mungkin tidak dapat terdengar antara tekanan sistolik dan diastolic, dan mungkin
muncul kembali jika pengempisan manset dilanjutkan. Fenomena ini disebut
auscultatory gap.
E. Interpretasi Hasil
Pada dewasa normal sehat, tekanan sistolik normal berkisar 90-140 mmHg
dan umumnya meningkat seiring usia. Nilai normal tekanan diastole berkisar 60-90
mmHg. Tekanan pulsus bervariasi diantara tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi
pada orang dewasa ditandai dengan tekanan darah sama atau lebih besar dari 140/100
mmHg. Sangat dianjurkan untuk mengukur tekanan darah dua kali selama perawatan,
diberi jeda beberapa menit, dan pengukuran akhir diambil dari rata-rata dua
pengukuran.
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
III. Nadi
A. Tujuan
Memeriksa frekuensi nadi dengan benar
B. Dasar Teori
Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri) dan ke
paru (dari ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, darah disemburkan melalui
aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai akibatnya,
timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat
dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung frekuensi denyut nadi, dapat
diketahui frekuensi denyut jantung dalam 1 menit.
Abnormalitas pemeriksaan nadi/arteri :
1. Pulsusdefisit: frekuensi nadi/arteri lebih rendah daripada frekuensi denyut
jantung (misalnya pada fibrilasiatrium).
2. Pulsus seler (bounding pulse, collapsing pulse, water-hammer pulse, Corrigan's
pulse), disebabkan upstroke dandownstrokemencolok dari pulsus, misalnya pada
tirotoksikosis, regurgitasi aorta, hipertensi, Patent Ductus Arteriosus(PDA),
fistula arteriovenosus.
3. Pulsus tardus (plateau pulse): disebabkan karena upstroke dandownstroke
yang per-lahan, misalnya pada stenosis katup aorta berat.
4. Pulsus alternan : perubahan kuatnya denyut nadi yang disebabkan oleh
kelemahan jantung, misalnya pada gagal jantung, kadang-kadang lebih nyata
dengan auskultasi saat mengukur tekanan darah.
5. Pulsus bigeminus : nadi teraba berpasangan dengan interval tak sama
dimana nadi kedua biasanya lebih lemah dari nadi sebelumnya. Kadang-
kadang malah tak teraba sehingga seolah-olah merupakan suatu bradikardia
atau pulsus defisit jika dibandingkan denyut jantung.
6. Pulsus paradoksus: melemah atau tak terabanya nadi saat inspirasi. Sering lebih
nyata pada auskultasi saat pengukuran tekanan darah, dimana pulsus terdengar
melemah saat inspirasi, dan biasanya tak melebihi 10 mmHg. Bisa pula disertai
penurunan tekanan vena jugularis saat inspirasi, misalnya pada gangguan
restriksi pada effusi perikardium, tamponade perikardium, konstriksi
perikard, sindrom vena kava superior, atau emfisema paru.

C. Alat dan Bahan


1. Stopwatch atau jam
2. Status penderita, pulpen, pensil
D. Cara Kerja
 Palpasi arteri karotis pada tepi trakea atau arteri radial pada sisi ibu jari lengan.
Penggunakaan arteri karotis untuk pengukuran pulsus memiliki beberapa
keuntungan. Pertama, arteri karotis cukup familiar karena umumnya dokter gigi
mendapatkan pelatihan resusitasi jantung paru (RJP). Kedua, arteri ini cukup
menggambarkan karena merupakan arteri utama yang mensuplai otak; terlebih
pada situasi kegawatdaruratan, arteri ini dapat dipalpasi ketika arteri perifer
lainnya tidak dapat dipalpasi. Terakhir, arteri ini letaknya mudah ditemukan dan
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
mudah dipalpasi karena ukurannya. Untuk pemeriksaan terbaik sebaiknya
dilakukan selama satu menit penuh untuk mendeteksi adanya ritme irregular.
 Meraba dengan tiga jari tangan (digiti Ii, ii, iv manus) tepat di atas arteri radialis.
Digiti II dan IV digunakan untuk fiksasi dan digiti II untuk deteksi denyutan.
Setelah denyut nadi teraba jari-jari dipertahankan pada posisinya kemudian
dilakukan pengukuran frekuensi dan irama nadi.
Pulsus harus dipalpasi selama 1 menit sehingga ritme abnormal dapat terdeteksi.
Sebagai alternative, dapat dipalpasi selama 30 detik dan dikalikan 2. Untuk denyut
teratur hitung frekuensi nadi selama 15 detik dikalikan 4 (atau Alecs count hitung
cepat selama 6 detik dikalikan 10).
E. Interpretasi Hasil
 Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit. Jika pulsus
lebih dari 100 kali permenit disebut takikardia, sedangkan jika pulsus kurang
dari 60 kali permenit disebut bradikardia. Nilai pulsus abnormal dapat menjadi
tanda dari kelainan kardiovaskular namun dapat dipengaruhi oleh latihan fisik,
keadaan pasien, kecemasan, obat, atau demam.
 Irama nadi: Normal irama teratur
 Pengisian : tidakteraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat
 Kelenturan dinding arteri : elastis dan kaku
 Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal : nadi kanan dan kiri sama)
 Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung
(Normal : tidak ada perbedaan).
IV. Hasil Praktikum
A. Bunyi jantung
Suara katup mitral: suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar, iramanya
ritmis, tidak ada bising dan tidak ada suara asing
Suara katup trikuspidalis: suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar, iramanya
ritmis, tidak ada bising dan tidak ada suara asing
Suara katup aorta: suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar, iramanya ritmis,
tidak ada bising dan tidak ada suara asing
Suara katup pulmonal: suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar, iramanya
ritmis, tidak ada bising dan tidak ada suara asing
B. Tekanan Darah
Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara palpatoir didapatkan hasil
tekanan sistol: 100 mmHg
Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara auskultatoit didapatkan hasil
tekanan sistol dan diastol: 120/80 mmHg
C. Nadi
Setelah dihitung selama 1 menit, pada tangan kanan didapatkan frekuensi denyut
nadi 80 x/menit, iramanya reguler, pengisiannya pulsus magnus, gelombang nadi
normal dan equel, pada tangan kiri didapatkan frekuensi denyut nadi 85 x/menit,
iramanya reguler, pengisiannya pulsus magnus, gelombang nadi normal dan equel,
tidak ada pengerasan atau penipisan dan frekuensi denyut nadi antara tangan dan
kiri.
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
V. Pembahasan
A. Bunyi Jantung
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau
kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras
dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal
bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di
ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A
2 lebih besar dari A 1.
B. Tekanan Darah
Tekanan sistolik, ditentukan berdasarkan bunyi Korotkoff 1, sedangkan
diastolik pada Korotkoff 5. Pada saat cuff dinaikkan tekanannya, selama
manset menekan lengan dengan sedikit sekali tekanan sehingga arteri tetap
terdistensi dengan darah, tidak ada bunyi yang terdengar melalui stetoskop.
Kemudian tekanan dalam cuff dikurangi secara perlahan. Begitu tekanan
dalam cuff turun di bawah tekanan sistolik, akan ada darah yang mengalir
melalui arteri yang terletak di bawah cuff selama puncak tekanan sistolik dan
kita mulai mendengar bunyi berdetak dalam arteri yang sinkron dengan
denyut jantung. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg.
C. Nadi
Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri) dan
ke paru (dari ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, darah disemburkan
melalui aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai
akibatnya, timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri
dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi.
 Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit.
• Irama nadi: Normal irama teratur
• Pengisian : tidakteraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat
• Kelenturan dinding arteri : elastis dan kaku
• Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal : nadi kanan dan kiri sama)
• Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung
(Normal : tidak ada perbedaan).
VI. Simpulan
Pada pemeriksaan bising jantung menggunakan stetoskop (auskultasi)
didapatkan hasil suara katup mitral, trikuspidalis, aorta, dan pulmonal suara jantung 1
dan suara jantung 2 terdengar, iramanya ritmis, tidak ada bising dan tidak ada suara
asing. Pada pengukuran tekanan darah menggunakan stetoskop dan tensimeter secara
palpatoir didapatkan hasil tekanan sistol: 100 mmHg dan secara auskultatoit
didapatkan hasil tekanan sistol dan diastol: 120/80 mmHg. Pada pemeriksaan nadi,
Setelah dihitung selama 1 menit, pada tangan kanan didapatkan frekuensi denyut nadi
80 x/menit, iramanya reguler, pengisiannya pulsus magnus, gelombang nadi normal
dan equel, pada tangan kiri didapatkan frekuensi denyut nadi 85 x/menit, iramanya
reguler, pengisiannya pulsus magnus, gelombang nadi normal dan equel, tidak ada
pengerasan atau penipisan dan frekuensi denyut nadi antara tangan dan kiri.
Hafidhatul Awaliya Rahmah
P27224020443
Pemeriksaan bising jantung, tekanan darah dan nadi dapat disimpulkan keseluruhan
dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA

Bakri Syakib, Rini Rachmawarni B. Keterampilan Pengukuran Tanda-Tanda Vital. 2014.


Makassar: FK Universitas Hasanuddin.
Harioputro, Dhani R, dkk. 2018. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik: Basic Physical
Examination: Pemeriksaan Tanda Vital. Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret
Tim Laboratorium Universitas Hasanuddin. 2017. Buku Acuan Peserta CSL 2 Seri 3:
Pemeriksaan Fisis Jantung. Makassar: FK Universitas Hasanuddin
Ratih, Maharani & Pingky Krisna Arindra. 2017. Vital Sign – Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, dan Suhu. Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas
Gadjah Mada. Diterbitkan tanggal 3 November 2017.
https://ibmm.fkg.ugm.ac.id/2017/11/03/vital-sign-tekanan-darah-dan-nadi/. Diakses
tanggal 6 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai