Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN DENGAN PNEUMONIA


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Komplek
Dosen Pembimbing: Wahyul Anis., S.Keb., Bd.,M.Kes

Disusun Oleh :
Winarty Natalia Hasibuan 011811223014
Luisa Octaviana Eluama 011811223016
Irmina Tulle 011811223017
Estin Puspaningrum 011811223018
Mega Merdeka Pertiwi 011811223019
Ida Ayu Setyarini 011811223021
Fitri Indah Pratiwi 011811223020
Fitri Erna Erfiany 011811223022
Alfi Syifa Darmastuti 011811223023
Luh Sukeningsih 011811223024
Faridatul Ummi 011811223025
Rizki Titah Angesti 011811223028
Desy Jein Rimelda Masombe 011811223030
Devvy Apriani 011811223043
Yeni Riskawati 011811223045
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI KEBIDANAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Kehamilan dengan Pneumonia” ini dengan baik tepat pada
waktunya sebagai syarat untuk memnuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Komplek.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen
pembimbing, ibu Wahyul Anis.,S.Keb.,Bd.,M.Kes yang telah memberikan banyak
bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan karya ilmiah
ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan yang telah
memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
makalah lain agar lebih baik lagi.
Surabaya, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B.Rumusan Masalah..................................................................................2
C.Tujuan ....................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi .................................................................................................3
B. Etiologi..................................................................................................3
C. Gejala klinis .........................................................................................4
D. Faktor risiko..........................................................................................4
E. Komplikasi............................................................................................5
F. Diagnosis................................................................................................5
G. Klasifikasi.............................................................................................7
H. Penatalaksanaan..................................................................................14
BAB 3 MANAJEMEN KEBIDANAN
A. Data Subjektif ....................................................................................16
B. Data Objektif ......................................................................................18
C. Interpretasi ..........................................................................................20
D. Identifikasi diagnosis potensial ..........................................................21
E. Kebutuhan tindakan segera.................................................................21
F. Perencanaan.........................................................................................21
G. Implementasi.......................................................................................22
H. Evaluasi...............................................................................................23
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................24
B. Saran ...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan


kecacatan yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di
masyarakat (PK) atau didalam rumah sakit/pusat perawatan.
Pneumonia adalah penyebab paling umum dari infeksi non obstetrik
yang berakibat fatal pada pasien hamil (Brito dan Niederman, 2011) Selain
itu, pneumonia merupakan penyebab kematian non obstetrik kedua setelah
penyakit jantung. Angka kejadian pneumonia ini adalah 1,47 per 1000
wanita. Ibu hamil memiliki nenerapa karakteristik khusus yang membuat
mereka cenderung mengalami peningkatan insiden dan risiko komplikasi
dari pneumonia, salah satunya termasuk perubahan imunologis, fisiologis,
gaya hidup dan penyakit paru yang diderita sebelumnya (Brito &
Niederman, 2011). Pneumonia pada kehamilan juga dapat meningkatkan
kemungkinan persalinan dengan komplikasi seperti kematian ibu,
kematian janin dalam rahim, abortus dan persalinan prematur (Kaunitz,
Hughes, Grimes, et al, 1985).
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (PDPI,
2003). Sebagian besar kasus pneumonia tergolong tidak berat dan dapat
dengan mudah ditangani di rumah dengan istirahat yang tepat dan
mengonsumsi antibiotik jika diperlukan. Namun, komplikasi tidak biasa
juga bisa terjadi seperti gagal napas berat, efusi pleura parapneumonik dan
empiema, pembentukan abses dan abses embolik serta septikemia umum..
Pengobatan pneumonia pada kehamilan sebagian besar sama dengan
pasien tidak hamil dengan beberapa pengecualian. Pada pneumonia selama

1
kehamilan, memerlukan penanganan yang tepat dan pemilihan antibiotik
tetap berdasarkan potensial efek teratogenik (Metlay, Kapoor dan Fine,
1997).
Peran bidan dalam hal ini adalah dengan mendeteksi dini ibu hamil
yang dicurigai mengidap pneumonia. Salah satunya dapat dilakukan pada
saat ibu hamil melakukan antenatal care. Selain itu, bidan juga harus
mampu melakukan asuhan mandiri dan kolaborasi mengenai hal ini.
Dengan manajemen asuhan yang tepat diharapkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu hamil dengan Pneumonia dapat dicegah.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan pneumonia?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari tentang asuhan kebidanan pada ibu hamil


dengan pneumonia.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi pneumonia pada kehamilan
2. Mengetahui etiologi pneumonia pada kehamilan
3. Mengetahui klasifikasi pneumonia pada kehamilan
4. Mengetahui diagnosis pneumonia pada kehamilan
5. Mengetahui komplikasi pneumonia terhadap kehamilan
6. Mengetahui penatalaksanaan pneumonia terhadap kehamilan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Definisi Pnemonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem


pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru
yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan. Pada umumnya, pneumonia
dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara,
dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan
kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Untuk
selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran pernapasan
melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara penularan
langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat
batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi saluran pernapasan penderita.

Beberapa perubahan fisiologis kehamilan juga dapat menyebabkan


wanita hamil mengalami radang paru-paru yang parah, termasuk
peningkatan diafragma hingga 4 cm, penurunan kapasitas residu
fungsional, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan air paru-paru.
(Brito & Niederman, 2011)
Perubahan-perubahan ini dapat menurunkan kemampuan wanita
hamil untuk membersihkan sekresi pernapasan dan berpotensi
memperburuk obstruksi jalan napas yang berhubungan dengan infeksi
paru-paru. Tingginya diafragma, penurunan kapasitas residu fungsional
yang terkait, dan peningkatan konsumsi oksigen selama kehamilan
membuat wanita hamil kurang mampu menoleransi periode singkat
bahkan hipoksia, khususnya pada trimester ketiga. (Brito & Niederman,
2011)

2.2 Etiologi Pneumonia Dalam Kehamilan

Komunitas pneumonia (CAP) yang didapatkan pada masyarakat


pnemonia bisa menjadi penyakit yang serius, terutama pada kehamilan

3
penyebab paling umum infeksi non obstetrik. Pneumonia merupakan
penyebab gagal napas dan aspirasi pada wanita hamil, peningkatan
tekanan intragastrik karena pembesaran uterus, sfingter gastroesophageal
yang rileks karena progesteron yang beredar ditubuh wanita hamil, serta
pengosongan lambung yang tertunda menyebabkan aspirasi dan gagal
nafas. Perubahan hormonal perubahan selama kehamilan, termasuk
peningkatan progesteron, gonadotropin, a-fetoprotein, dan kortisol, juga
dapat menghambat kekebalan. Perubahan-perubahan ini dapat
menyebabkan predisposisi infeksi dengan patogen tertentu, yaitu bakteri,
virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru- paru,atau secara tak langsung dari penyakit
lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman
pneumococcus, staphylococcus, streptococcus. Hopwood (2018)
mengidentifikasi penyebab 9 dari 23 kasus, pnemonia dengan cara
campuran gram positif bakteri, bakteri gram negatif, dan virus influenza.
A. Benedetti dan rekannya menemukan 4 bakteri patogen pada 21 dari 39
pasien, dengan pneumokokus menjadi akuntansi patogen dominan dan 13
kasus Hemophilus influenzae . Madinger dan 5 rekannya juga menemukan
Streptococcus pneumoniae (pneumo-coccus) menyebabkan influenza yang
paling umum.

2.3 Gejala klinis Pneumonia pada Kehamilan

Gejala klinis pada kehamilan tidak berbeda dengan gejala yang


ditemukan pada orang yang sedang tidak hamil. Gejala klinis pneumonia
pada kehamilan diantaranya demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum, berlendir,
purulen, atau bercak darah), nyeri dada pleuritik, dispnea (Brito &
Niederman, 2011)

2.4 Faktor Risiko Pneumonia

1) Merokok
2) Anemia

4
3) Asma
4) Cystic fibrosis
5) Pemakaian narkoba
6) Infeksi HIV
7) Infeksi saluran pernapsan yang disebabkan karena influenza
8) Penyakit dan terapi immunosupresif (Brito & Niederman, 2011)

2.5 Komplikasi Pneumonia pada Kehamilan

Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa


menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya
kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang
menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi
ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ
(Djojodibroto, 2013). Ibu hamil dengan pneumonia kemungkinan
melahirkan preterm pada usia kehamilan 34 minggu. Hal ini disebabkan
produksi prostaglandin sebagai inang dalam respons inflamasi terhadap
infeksi. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan pneumonia biasanya
memiliki berat badan yang kurang dari normal (Lim, 2001).

2.6 Diagnosis Pneumonia pada Kehamilan

Pneumonia adalah infeksi yang melibatkan parenkim paru distal ke


saluran udara yang lebih besar, yang melibatkan bronkiolus pernapasan
dan unit alveolar. Pneumonia biasanya berasal dari bakteri; Namun,
berbagai organisme virus, jamur, dan protozoa lainnya dapat menyebabkan
pneumonia. Lebih dari setengah dari semua kasus pneumonia akut adalah
sekunder dari patogen bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Pneumokokus dan varicella pneumonia adalah bentuk pneumonia yang
paling umum dijumpai selama kehamilan. Pneumonia yang dihasilkan dari
spesies Staphylococcus aureus dan basil gram negatif membawa prognosis
yang lebih buruk daripada pneumonia pneumokokus, dan, biasanya,

5
rejimen pengobatan yang berbeda diperlukan. Pneumonia dapat
disebabkan oleh bakteri khusus, seperti Chlamydia psittaci, Chlamydia
pneumoniae, dan Mycoplasma pneumoniae, dan dalam beberapa keadaan
oleh bakteri yang tumbuh lambat seperti Mycobacterium tuberculosis.
Pneumonia akut sekunder akibat infeksi virus sering terjadi dan
sering tidak terdiagnosis. Infeksi paru-paru dan jamur protozoa dapat
muncul sebagai pneumonia akut atau kronis. Patogen pernapasan biasanya
mencapai paru-paru dengan menghirup atau dengan aspirasi sekresi
nasofaring. beberapa organisme bakteri yang menyebabkan pneumonia
yang didapat masyarakat, seperti Streptococcus pneumoniae, adalah
bagian dari flora normal penghuni. Gangguan pertahanan mukosa asli
dapat memungkinkan penghuni normal saluran pernapasan atas untuk
mencapai saluran pernapasan bawah, menghasut reaksi inflamasi akut.
Organisme lain diperoleh dari tetesan pernapasan yang berasal dari
individu yang terinfeksi lainnya. Merokok dan bronkitis kronis tidak hanya
mengganggu pertahanan mukosa pelindung saluran pernapasan atas, tetapi
juga mendukung kolonisasi saluran pernapasan atas dengan patogen
potensial, seperti S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Legionella
pneumophila. Penyakit ibu yang mendasarinya (misalnya asma, fibrosis
kistik, infeksi HIV), penyalahgunaan alkohol, dan penggunaan kokain
adalah faktor risiko tambahan untuk pengembangan pneumonia pada
kehamilan.
Karena banyak kasus pneumonia mengikuti penyakit saluran
pernapasan bagian atas virus yang umum, perburukan atau gejala yang
menetap harus segera dipertimbangkan untuk diagnosis infeksi parenkim
paru. Tanda-tanda pneumonia termasuk demam, batuk produktif, dispnea,
menggigil, batuk, takipnea, dan sesak napas. Sianosis dan penggunaan
otot-otot pernafasan sebagai aksesori juga dapat dicatat. Auskultasi dada
dapat mengungkapkan lag inspirasi dan penurunan ekskursi ekspirasi
(splinting) dari hemithorax yang terlibat. Pectoriloquy bisikan, gesekan
gesekan pleura, rales inspirasi kasar, atau tidak adanya suara nafas dapat
dicatat pada area konsolidasi paru. Menengahnya perkusi, peningkatan

6
fremitus taktil, dan bunyi napas bronkial dapat dicatat. Semua pasien
dengan dugaan pneumonia, termasuk wanita hamil, harus mendapatkan
radiografi dada anteroposterior dan lateral.
Hampir semua pasien dengan pneumonia memiliki bukti infiltrat
pada radiografi dada. Temuan tambahan mungkin termasuk efusi pleura,
konsolidasi lobar atau segmental, kavitasi, fisura menggembung,
adenopati hilus, dan bronkogram udara. Pola spesifik yang dicatat pada
radiografi dada dapat membantu menegakkan diagnosis dugaan. Studi
tambahan yang membantu dalam menegakkan diagnosis dan etiologi
pneumonia termasuk pewarnaan sputum Gram dan biakan, jumlah sel
darah lengkap dengan perbedaan, dan biakan darah, biakan sputum dan
pewarnaan Gram dapat memudahkan identifikasi patogen yang
bertanggung jawab atas pneumonia. Jumlah sel darah putih yang
meningkat dengan pergeseran ke kiri dapat memberikan informasi
tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis pneumonia.
Biakan darah bermanfaat; sebanyak 50% wanita dengan
pneumonia pneumokokus dan 20% wanita dengan bentuk bakteri
pneumonia lainnya memiliki bakteremia. Kehadiran lesi kavitas, terutama
di bidang paru-paru atas, mencurigakan untuk TB dan harus segera
dievaluasi lebih lanjut termasuk penempatan tes kulit purified protein
derivative (PPD) tuberculin (Mantoux).

2.7 Presentasi dan Klinis pnemounia bakteri


Secara klinis, gambaran pneumonia bakteri akut tidak berbeda
antara pasien yang hamil dan yang tidak hamil. Hopwood melaporkan
bahwa di antara 23 pasien hamil yang menderita pneumonia, semuanya
memiliki infeksi saluran pernapasan atas sebelumnya dan 20 menderita
batuk. Demam di atas 38,3 ° C (101 ° F) terlihat pada 18, sementara hanya
3 pasien melaporkan dispnea dan 5 mengalami kedinginan. Insidensi
dispnea yang dilaporkan rendah ini kemungkinan merupakan hasil dari
pasien hamil yang melihat dispnea sebagai gejala normal daripada
patologis.

7
Benedetti dan rekan kerjanya juga memeriksa gambaran radiografi
pneumonia pada kehamilan dan menemukan infiltrat lobar tunggal pada
sebagian besar pasien. Hanya satu pasien dalam seri memiliki efusi pleura
parapneumonic. (Niederman, Ahmed. 1999)
Ketika komplikasi pneumonia berkembang pada pasien hamil,
mereka biasanya merupakan konsekuensi dari keterlambatan diagnosis.
Bahkan, Hopwood merekomendasikan bahwa semua wanita dengan
gangguan pernapasan bagian atas yang persisten memiliki foto rontgen
dada. (Niederman, Ahmed. 1999)
Dokter harus waspada terhadap wanita hamil yang melaporkan
batuk, dahak, hidung tersumbat atau keluar, atau sesak nafas. Gejala
terakhir ini merupakan faktor perancu karena dispnea seringkali fisiologis
dan normal pada kehamilan. Dokter perlu mempertahankan indeks
kecurigaan yang tinggi untuk patologi paru pada wanita hamil. Seringkali
dia akan tinggal di rumah dan tidak mempertimbangkan mencari perhatian
medis, berharap merasa sesak napas karena kehamilan, ketika dalam
kenyataannya, ini bisa mewakili presentasi klinis pneumonia atau proses
penyakit lainnya. (Niederman, Ahmed. 1999)
Pneumonia postpartum juga dijelaskan dengan baik, terutama
karena aspirasi asam (sindrom Mendelson) pertama kali didokumentasikan
sebagai komplikasi penting anestesi obstetrik. Selama persalinan dan
pemberian aspirasi adalah penyebab paling umum dari pneumonia
postpartum. Ada perdebatan yang sedang berlangsung mengenai utilitas
klinis mengklasifikasikan pneumonia sebagai atipikal dibandingkan khas
pada populasi hamil. Sindrom pneumonia khas dengan demam, dahak
purulen, menggigil, dan infiltrat lobar secara klasik dianggap sugestif
pneumonia pneumokokus atau Haemophilus influenza. Sebaliknya,
sindrom pneumonia atipikal dengan demam derajat rendah, onset bertahap,
sputum mukoid dan infiltrat tambal sulam atau interstitial menunjukkan
infeksi dengan patogen pneumonia atipikal. Namun, penelitian terbaru
pada pasien tidak hamil menunjukkan bahwa infeksi Legionella dapat
hadir dengan tumpang tindih fitur klinis yang umum terjadi pada kedua

8
sindrom. Selain itu, ketika ada penyakit serius, Legionella sering menjadi
patogen yang memicu.( (Niederman, Ahmed. 1999))
Oleh karena itu bijaksana untuk mengobati pneumonia serius pada
populasi ini secara empiris untuk kedua sindrom, terlepas dari presentasi
klinis. Untuk pasien dengan pneumonia yang didapat dari komunitas tanpa
komplikasi, masuk akal untuk menargetkan terapi pada pneumococcus, H
influenzae, dan kemungkinan agen atipikal, tergantung pada berbagai
penilaian klinis. Ketika pneumonia bakteri memperumit influenza,
superinfeksi sebagian besar disebabkan, selain pneumokokus dan
influenzae H, karena invasi oleh Staphylococcus aureus dan bakteri gram
negatif (cocci dan basil). Pneumonia nosokomial dalam hal ini pasien
masih paling sering infeksi gram negatif, sedangkan pneumonia aspirasi
melibatkan anaerob serta organisme gram negatif. (Niederman, Ahmed.
1999)
2.8 Perubahan Fisiologis pada Wanita Hamil yang Mengarah Pneumonia
2.8.1 Perubahan Anatomi
Sejumlah perubahan anatomis terjadi di dada selama kehamilan,
termasuk melebarnya tulang rusuk bagian bawah, peningkatan sudut
subkostal, dan peningkatan diameter melintang dada. Diafragma juga naik
4 cm. (Niederman dan Ahmed, 1999)
Secara kolektif, perubahan-perubahan ini mengurangi kemampuan
wanita hamil untuk membersihkan sekresi pernapasan. Peningkatan
diafragma menyebabkan penurunan kapasitas residual fungsional,
ditambah dengan peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi selama
kehamilan, mengurangi kemampuan pasien hamil untuk mentolerir bahkan
periode hipoksia yang paling singkat, terutama pada trimester ketiga.
Progesteron yang berasal dari plasenta menstimulasi pusat pernafasan
secara terpusat, yang mengarah ke hiperventilasi dan sensasi dispnea yang
umumnya dicatat selama kehamilan yang sehat. Karena tingkat pernapasan
harus tetap "normal" selama kehamilan, penting bahwa setiap bukti
takipnea diakui sebagai patologis. Oleh karena itu, insidensi takipnea dapat

9
digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan penyakit saat
pneumonia. (Niederman dan Ahmed, 1999)
2.8.2 Perubahan Status Kekebalan Ibu
Faktor utama yang mempengaruhi wanita hamil terhadap infeksi
pneumonia berat adalah perubahan status kekebalan tubuh. Perubahan-
perubahan ini terjadi terutama pada imunitas yang diperantarai sel,
membuat infeksi virus, jamur, dan TBC yang sangat patogen pada wanita
ini. Penelitian telah mendokumentasikan sejumlah perubahan spesifik
kehamilan dalam status kekebalan ibu, termasuk penurunan respons
proliferasi limfosit, penurunan aktivitas sel pembunuh alami, dan
penurunan jumlah absolut sel T4 pembantu. Serum ibu juga dapat
memblokir sekresi limfokin dan respons limfoproliferatif terhadap
alloantigen.
Lebih lanjut, limfosit janin dapat menghambat respons imun ibu
dengan menekan proliferasi sel T. Adaptasi imunologis ini yang dilakukan
untuk melindungi pertumbuhan janin dari induknya yang berbeda secara
antigen, dan jelas wajib untuk mendukung janin, meningkatkan kerentanan
ibu terhadap infeksi. (Niederman dan Ahmed, 1999)
2.8.3 Perubahan Hormon
Lingkungan hormonal dalam keadaan hamil juga dapat
menyebabkan infeksi dalam beberapa cara. Progesteron, HCG, alfa-
fetoprotein, dan kortisol semuanya menghambat imunitas yang dimediasi
sel. Selain itu, estrogen (17-estradiol), progesteron, dan testosteron telah
terbukti meningkatkan pertumbuhan patogen tertentu secara in vitro,
seperti Coccidioides immitis. Akhirnya, karena adaptasi fisiologis dengan
keadaan hamil, perubahan keseimbangan air paru dapat terjadi. Kehamilan
telah dikaitkan dengan kecenderungan untuk meningkatkan air paru
interstitial, yang meningkatkan kemungkinan cedera paru-paru.
(Niederman dan Ahmed, 1999)

10
2.9 Klasifikasi Pneumonia
1) Pneumonia Bakteri
Pneumonia pneumokokus menyumbang 25% hingga 50% dari
pneumonia yang terjadi pada pasien anteparturn. Penyebab sekunder
pneumonia bakteri yang terjadi pada kehamilan termasuk Haemopkilus
influenzae, Legionellu pneumophila, Mycoplasma sp., Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella pneumoniue, dan Staphylococcus aureus. Infeksi
bakteri oportunistik akibat Acinetobacter sp., Serrutiu sp., Dan
Pseudomonas sp. menjadi lebih umum, terutama pada pasien
immunocompromised. Bakteremia terjadi pada 25% hingga 70% pasien
dengan pneumonia bakteri. Meskipun perawatan intensif, pasien dengan
bakteremia memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi (17% hingga
30%). Kematian ibu tampaknya lebih tinggi ketika infeksi terjadi pada
trimester ketiga kehamilan dan pada pasien dengan sistem imun yang
terkompromikan.
2) Pneumococcai
Pneumonia pneumokokus adalah penyakit lokal. Biasanya, lobus
soliter paru terlibat dengan konsolidasi. Tanda dan gejala demam dan
menggigil kedinginan. Batuk, dahak berkarat bernanah, dispnea, dan nyeri
dada pleuritik sering terjadi. Pleurisy diafragma dapat menyebabkan nyeri
di bahu atau perut bagian atas. Diagnosis yang cepat dan inisiasi
pengobatan sangat penting untuk mengurangi potensi morbiditas ibu dan
janin. Penisilin adalah pengobatan pilihan untuk pneumonia
pneumokokus. Regimen antimikroba alternatif untuk pneumonia yang
didapat masyarakat, termasuk pneumonia pneumokokus. Dengan
pengobatan yang memadai, prognosis baik pada wanita hamil tanpa
komorbiditas yang mendasarinya. Peningkatan temuan radiografi dada
mungkin tertinggal dari pemulihan klinis dan tidak boleh digunakan
semata-mata untuk memandu penilaian tanggapan terhadap pengobatan.
3) Atypical
Berbagai patogen bakteri dapat menyebabkan pneumonia yang
tidak khas. Mycoplasma pneumoniue adalah contoh klasik dari pneumonia
atipikal. Bentuk pneumonia ini paling umum pada anak-anak dan dewasa
muda. Infeksi dapat terjadi secara sporadis atau epidemi. Pneumonia

11
berkembang pada 10% pasien yang terinfeksi, dengan sebagian besar
pasien (70% hingga 80%) mengalami trakeobronkitis. Tanda dan gejala
karakteristik mirip dengan yang diamati dengan bentuk lain pneumonia.
Batuknya mungkin tidak produktif. Sebagian besar pasien tidak tampak
sakit parah dan tidak memerlukan rawat inap. Radiografi thoraks biasanya
mengungkapkan bronkopneumonia segmental pada lobus bawah.
Pewarnaan Gram dahak biasanya menunjukkan sel mononuklear dan sel
polimorfonuklear saja tanpa adanya patogen dominan. Organisme dapat
dikultur pada media khusus. Tes serologis yang paling spesifik adalah uji
fiksasi komplemen yang menunjukkan peningkatan titer yang signifikan
dengan spesimen yang dikumpulkan secara berurutan. Perawatan yang
lebih disukai untuk pneumonia mikoplasma pada kehamilan adalah
eritromisin atau azitromisin. Penisilin dan sefalosporin tidak efektif
melawan mikoplasma.
4) Patogen Bakteri Lainnya
Berbagai patogen bakteri lain, dapat menyebabkan pneumonia.
Pneumonia stafilokokus lebih sering terjadi pada pasien yang
immunocompromised atau sebagai infeksi sekunder setelah pneumonia
virus. Tanda dan gejala umum termasuk menggigil dan demam. Sputum
sering bercampur dengan darah. Karena infeksi sering nekrotikan, abses
dapat terjadi lebih awal. Klebsiella pneumonia juga dapat hadir sebagai
pneumonia nekrotikans yang parah, umumnya di lobus atas. Ini paling
sering terlihat pada pecandu alkohol. Perjalanan klinis seringkali fulminan
dan ditandai dengan dahak kental, seringkali berdarah. Penyebab bakteri
lain yang kurang umum dari pneumonia termasuk Haemophilus
influenzae, Legionella pneumophila, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumoniae, dan Serratia
marcescens. TBC masih merupakan penyakit pernapasan yang penting.
Data epidemiologi terbaru menunjukkan peningkatan prevalensi
tuberkulosis di seluruh dunia. Meskipun sekitar 1% hingga 2% dari semua
wanita hamil di AS. Amerika Serikat menunjukkan reaktivitas tes kulit
tuberkulin, kurang dari 10% dari kelompok ini memiliki TB aktif. Wanita
hamil dengan TB biasanya bergejala dengan batuk (74%), penurunan berat

12
badan (41%), demam (30%), kelelahan (30%), dan hemoptisis (19 '% 0).
Kehamilan tampaknya tidak mempengaruhi perjalanan klinis TBC.
Penyebaran Mycobacterium tuberculosis yang hematogen dapat
menyebabkan TBC bawaan. Mengingat sifat pengobatan yang kompleks
selama kehamilan dan pengembangan jenis tuberkulosis yang resistan
terhadap beberapa obat, pengobatan harus dilakukan secara individual
dengan berkonsultasi dengan layanan penyakit menular.
5) Virus Pneumonia
Meskipun perjalanan klinis pneumonia bakteri tampaknya tidak
dimodifikasi oleh kehamilan, pneumonia virus, terutama yang disebabkan
oleh varicella, influenza, dan campak (rubela), bisa parah dan dapat
mengakibatkan dekompensasi pernapasan akut, kegagalan pernapasan, dan
pernapasan dewasa. sindrom tekanan (ARDS). Perkembangan ARDS
dapat menyebabkan hipoksia ibu-janin, persalinan prematur, kegagalan
organ multisistem, dan kematian. Identifikasi yang cepat dari pasien
dengan pneumonia virus dan inisiasi dukungan pernapasan agresif sangat
penting untuk manajemen yang sukses.
6) Varicella
Infeksi varicella, atau cacar air, jarang terjadi tetapi berpotensi
terjadi komplikasi kehamilan. Walaupun infeksi kulit sekunder adalah
komplikasi umum dari cacar air, varicella pneumonia adalah komplikasi
serius dan berpotensi mengancam jiwa. Varicella pneumonia dapat
memperumit sebanyak 20% dari kasus varicella pada orang dewasa.
Biasanya, pneumonia berkembang dalam 3 sampai 5 hari awal penyakit
dan ditandai oleh batuk, demam, nyeri dada pleuritik, dispnea, dan
takipnea. Kompromi pernapasan progresif dapat berkembang. Radiografi
thoraks menunjukkan pola pneumonitis interstitial dengan infiltrat
modular difus. Kehamilan dikaitkan dengan perjalanan yang lebih berat.
Dengan tidak adanya terapi asiklovir, tingkat kematian ibu dapat mencapai
40% .Hake dan rekan kerja melaporkan tingkat kematian ibu 35% untuk
wanita yang mengalami varicella pneumonia selama kehamilan
dibandingkan dengan tingkat 10% untuk yang lain.
orang dewasa tidak hamil yang sehat.
7) Influenza

13
Influenza tetap menjadi patogen pernapasan utama secara global.
Influenza tipe A dan B membentuk satu genus virus RNA ini dari keluarga
Orthomyxoviridae. Virus-virus selanjutnya disubklasifikasikan oleh
hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N) penentu antigenik. Influenza A
umumnya lebih serius daripada influenza B. Infeksi influenza biasanya
mandiri dan tidak mengancam jiwa bagi orang dewasa yang sehat.
Biasanya, penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, malaise umum,
mialgia, sakit tenggorokan, dan batuk produktif. Berbeda dengan populasi
umum, wanita hamil tampaknya memiliki risiko lebih tinggi untuk
pneumonia influenza. Data epidemiologis dari pandemi influenza 1918-
1919 mengungkapkan tingkat kematian ibu yang mendekati 50% untuk
wanita hamil dengan influenza pneumonia.
8) Patogen Virus Lainnya
Manifestasi paru dapat terjadi dengan berbagai patogen virus lain.
Keterlibatan paru yang signifikan (5O%) juga dapat terjadi dalam
hubungan dengan pneumonia campak yang seringkali rumit dengan
superinfeksi bakteri dengan Staphylococcus aureus atau Streptococcus
pneumoniae. Untungnya, sebagai akibat dari kampanye imunisasi aktif,
pneumonia campak jarang terjadi ditemui secara klinis. Baru-baru ini,
wabah hantavirus di barat daya Amerika Serikat menunjukkan sifat virulen
patogen pernapasan ini, dengan tingkat fatalitas kasus keseluruhan 60%.
Beberapa kasus sindrom paru hantavirus telah dilaporkan pada kehamilan;
untungnya, tidak ada kematian ibu yang dilaporkan.
9) Pneumonia Jamur
Pneumonia jamur adalah komplikasi kehamilan yang jarang terjadi.
Jamur yang paling umum yang dapat menyebabkan pneumonia akut
adalah Blastomyces dermatitidis, Coccidioides immitis, Cyptococcus
neoformans, Histoplasma capsulatum, dan Sporothrix schenckii. Spora
untuk organisme ini umumnya ditemukan di tanah. Walaupun infeksi ibu
dapat terjadi, infeksi ini biasanya menyebabkan infeksi ringan yang
sembuh sendiri. Umumnya, pneumonia jamur ditandai oleh batuk dan
demam, dan penyebaran jarang terjadi. Pasien immunocompromised
berada pada risiko yang jauh lebih besar untuk infeksi jamur diseminata.
Secara umum, pneumonia jamur yang mungkin disebabkan oleh

14
Blastornyces, Cyptococcus, HistopZusma, Cryptococcus, dan Sporothrix
sp. tampaknya tidak lebih umum atau parah selama kehamilan kecuali ada
komorbiditas ibu yang mendasarinya. Sebaliknya, pneumonia yang
disebabkan oleh Coccidioides memiliki risiko lebih besar untuk diseminasi
selama kehamilan. Stevens melaporkan bahwa coccidioidomycosis
berkembang selama kehamilan, khususnya pada trimester kedua dan
ketiga, meningkatkan tingkat infeksi yang menyebar dari 0,2% menjadi di
atas 20%. Angka kematian ibu terkait dengan coccidioidomycosis yang
disebar mendekati 10%, angka yang kira-kira dua kali lipat terlihat pada
pasien yang tidak hamil. Coccidioidomycosis diseminata juga dikaitkan
dengan peningkatan risiko kelahiran prematur dan mortalitas perinatal.
10) Aspiration Pneumonia
Aspirasi adalah penyebab salah satu jenis pneumonia paling serius.
Aspirasi cairan lambung ke dalam pohon pulmonalis menyebabkan cedera
kimia parah yang disebabkan oleh sifat asam hidroklorat kaustik. Cidera
ini menyebabkan kebocoran kapiler paru dan hilangnya cairan albuminous
dari plasma ke dalam ruang alveolar. Walaupun pneumonia aspirasi sering
terjadi sebagai komplikasi anestesi, ini dapat terjadi di rangkaian lain.
Kehamilan adalah situasi yang sangat berisiko tinggi untuk potensi
aspirasi karena penundaan pengosongan lambung dan penurunan tonus
sfingter gastroesofageal. Penggunaan obat penenang secara sembarangan
(mis., Benzodiazepin) untuk pengobatan eklampsia dapat mengakibatkan
aspirasi konten lambung yang tidak disengaja. Crowther mengevaluasi
risiko diltiazem yang diberikan untuk pengobatan eklampsia dan mencatat
bahwa 11% (3 dari 27) wanita yang dirawat menunjukkan infiltrat pada
roentgenogram dada, mungkin hasil dari aspirasi saat dibius.
Pneumonia aspirasi membawa tingkat kematian yang tinggi
meskipun manajemen dan dukungan pernapasan agresif; karenanya,
pencegahan adalah yang paling penting. Penggunaan rutin penetral asam
(mis., Bicitra) sebelum prosedur anestesi, aplikasi kontinyu tekanan
krikoid selama upaya intubasi, dan menghindari sedasi berat pada wanita
hamil dapat mengurangi risiko aspirasi isi lambung dan potensi
pengembangan pneumonia aspirasi.
11) Pneumonia In The Immunocompromised Host

15
Infeksi paru-paru dan jamur parasit lebih sering terjadi pada wanita
yang immunocompromised. Meningkatnya jumlah infeksi tersebut ditemui
secara klinis sekunder dari epidemi AIDS yang sedang berlangsung.
Pneumocystis pneumonia yang disebabkan oleh parasit. Pneumocystis
carinii adalah salah satu komplikasi infeksi paling umum yang diamati
pada wanita dengan AIDS. Pada pasien dengan sistem imun yang tertekan,
infeksi paru Pneumocystis dapat mengancam jiwa. Presentasi khas
termasuk batuk kering, takipnea, dan dispnea. Temuan grafik radio yang
khas adalah infiltrat interstitial difus. Diagnosis dapat dibuat dengan
mengidentifikasi organisme pada kultur sputum. Dalam beberapa kasus,
bronkoskopi atau biopsi mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan pilihan untuk wanita hamil dengan Pneurnocystis pneumonia
adalah trimethoprim-sulfamethoxazole atau pentamidine. Kedua
perawatan ditoleransi dengan baik dan aman untuk digunakan dalam
kehamilan. Bahkan dengan perawatan yang tepat, angka kematian ibu dari
Pneurnocystis pneumonia bisa tinggi. Karena risiko ini, Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit merekomendasikan bahwa
perempuan HIV-positif yang pernah mengalami infeksi pneumokokus
sebelumnya dan mereka yang memiliki limfosit T CD4 kurang dari 200 /
uL atau persentase limfosit T CD4 absolut kurang dari 14% harus
menerima kemoprofilaksis terhadap infeksi pneumokokus. Trimethoprim-
sulfamethoxazole (Bactrim DS, satu tablet setiap hari) adalah rejimen
kemoprofilaksis yang direkomendasikan untuk kehamilan. Regimen
alternatif termasuk dapson, pentamidine aerosol yang diberikan oleh
nebulizer IITM Respirgard (Marquest, Englewood, CO), dan atovaquone.
Selain Pneurnocystis curinii, berbagai bakteri lain (mis.,
Stafilokokus, streptokokus, mikoplasma, mikobakteri), jamur (mis.,
Candidal, kriptokokus, aspergillus), dan patogen virus (misalnya herpes)
dapat menyebabkan pneumonia pada pasien. Selain peningkatan risiko
infeksi atau reaktivasi mycobacterial tuberculosis, Mycobacterium avium-
intracellulare adalah organisme paru umum yang mempengaruhi pasien
dengan AIDS stadium akhir. Karena risiko ini, wanita hamil dengan
jumlah limfosit T CD4 kurang dari 50 / uL harus memulai kemoprofilaksis

16
yang terdiri dari azitromisin, 1200 mg per oral setiap minggu. Secara
umum, semua pasien imunosupresi harus menerima vaksinasi
pneumokokus dan vaksinasi influenza tahunan sebagai pencegahan utama
terhadap patogen paru ini.

2.10 Penatalaksanaan Penanganan Pnemonia


2.10.1 Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi
Hopwoop merekomendasikan pada semua perempuan dengan
gangguan pernapasa bagian atas yang persisten untuk melakukan
pemeriksaaan radiografi thorax untuk menghindari keterlambatan dalam
mengenali timbulnya pneumonia (Brito & Niederman, 2011)
2) Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat (Lutfiyya, Henley, Chang, & Reyburn, 2006).
3) Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur
darah untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan
koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus. Kultur darah dapat
memberikan hasil false-positive dan hanya direkomendasikan pada pasien
dengan kondisi berat, khususnya jika sebelumnya belum mengkonsumsi
antibiotik. Kultur sputum dan pewarnaan gram harus diperoleh jika
diduga terdapat patogen atau organisme yang resistan terhadap obat yang
tidak dicakup oleh terapi antibiotik empiris biasa (Lutfiyya et al., 2006)
4) Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus,
tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium
lanjut menunjukkan asidosis respiratorik (Lutfiyya et al., 2006).
2.10.2 Pemeriksaan Sputum

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam


mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari

17
kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia
di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negative (IPDP,2003).

1) Cara pengambilan bahan


Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat
secara noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif
yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan
bronkus dan BAL. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang
steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal
atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri yang bukan koloni
di saluran napas atas seperti M. tuberkulosis, Legionella, P. carinii.
Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan
melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll). Cara invasif
walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya
digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan,
hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap
dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus
dilakukan sebelum pemeriksaan kultur.
2) Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-
kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam
kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril
dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh
lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat
dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi
syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk
2.10.3 Pengobatan Pneumonia

18
Pada umumnya semua wanita hamil yang memiliki pneumonia
dirawat di rumah sakit untuk observasi dan terapi awal. Pengobatan
dilakukan berdasarkan penyebabnya. (Laibl and Sheffield, 2005):
1) Bacterial pneumonia
Pemberian antibiotik secara intravena harus dimulai secara empiris.
Pemberian eritromisin adalah salh satu pilihan awal yang aman untuk
kehamilan dimana tingkat keberhasilannya mencakup hingga 99%.
Jika aspirasi, dicurigai adanya organisme gram negatif yang resisten
terhadap obat, maka perlu penambahan betalaktam seperti ceftriaxones
atau ampicilin dan pasien akan mengalami respon klinis dalam 3 hari.
Terapi tetap dilanjutkan jika tidak terdapat kemunduran klinis yang
nyata.
2) Viral pneumonia
Pneumonia virus paling umum disebabkan oleh influenza dan varicella
zooster virus, dimana akan dilakukan pemberian terapi antivirus.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian asiklovir intravena (namun
nilainya belum terbukti pada studi ilmiah yang ketat). Imunoglobulin
varicella-zooster diberikan dalam 96 jam setelah paparan varicella agar
dapat melemahkan atau mencegah infeksi pada individu yang rentan.
Namun kehamilan adalah kontraindikasi dalam pemberian vaksin
varicella.
3) Fungal pneumonia
Pengobatannya adalah dengan amforetisin B atau ketokonazol pada
kasus pneumonia sekunder yaitu kasus blastomycosis.

2.10.4 Terapi Antimikrobial


Penisilin, cephalosporin, dan erytrhromycin merupakan terapi yang
aman dan berpotensi efektif sebagai anti mikroba yang menyebabkan
pneumonia Manajeman pneumonia pada kehamilan meliputi evaluasi,
inisiasi terapi antimikroba, evaluasi janin dengan tepat (Graves, 2010).

Antimicrobial Management of Community-Acquired Pneumonia


Mild Symptoms Advanced generation macrolide
Severe symptoms Advanced generation macrolide
and β-lactam
Suspected aspiration or hospital Advanced generation macrolide
acquired and β-lactam

19
Amnioglycoside
Doxycycline (tidak digunakan
saat kehamilan)
Sumber : (Graves, 2010)

Aminoglicosides sebaiknya hanya digunakan jika indikasi klinis


yang serius yang disebabkan oleh bakteri gram negatif karena dapat
menyebabkan risiko ototoksik pada janin (Brito & Niederman, 2011).

20
2.11 Alur rujukan Pneumonia selama kehamilan (Kemenkes, 2013)

Praktik Mandiri Bidan (PMB) sebagai fasilitas kesahatan dasar


melakukan pemeriksaan terkait tanda dan gejala Pneumonia, maka segera
rujuk ke faskes primer atau Puskesmas. Rujukan ke fasilitas lanjutan
dalam hal ini Puskesmas untuk diberi tatalaksana umum seperti

1) Tatalaksana Umum
i. Berikan oksigen.
ii. Berikan eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 7 hari.
iii. Berikan inhalasi uap.
2) Tatalaksana Khusus
i. Berikan eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 7 hari.
ii. Bila selama masa terapi tidak terdapat perbaikan, rujuk ke
fasilitas
yang memadai.
iii. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto thoraks,
laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif
bilamana perlu.

21
BAB III
MANAJEMEN KEBIDANAN

3.1 Data Subyektif


1) Identitas
Nama :Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan
Umur :Pneumonia dapat menyerang segala usia (Graves, 2010)
Pendidikan :Pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan informasi
yang didapat oleh ibu hingga berdampak pada perilaku
sehari-hari
Pekerjaan :Mempengaruhi kondisi perekonomian keluarga/tingkat
sosial ekonomi, yang dapat berdampak pada kasus
kesehatan ibu hamil
Alamat :Mengetahui kondisi lingkungan klien apakah tempat
tinggalnya berpotensi pada timbulnya pneumonia
2) Keluhan Utama
Klien mengatakan batuk selama 2-3 minggu disertai sesak nafas.
Selain itu klien mengalami demam meriang dan berkeringant pada
malam (Ramsey et al., 2011).
3) Riwayat Kehamilan Saat Ini
Kunjungan ANC, keluhan, penyulit, suplemen/obat-obatan yang
telah dikonsumsi. serta pemeriksaan skrinning atau penunjang, contoh
USG.
4) Riwayat Kesehatan Klien
Seseorang dapat terinfeksi penyakit pneumonia sewaktu-waktu
dalam hidupnya sebab penyakit ini ditularkan melalui udara dengan
sumber penularan dari penderita pneumonia yang menyebarkan kuman
dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Risiko ini
menjadi jauh lebih tinggi pada individu yang mengalami penurunan
kekebalan tubuh dan adanya refluk gastrik (Wibowo, 2017).

5) Riwayat Kesehatan yang Lalu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita pneumonia, keluhan batuk lama,
sesak napas, kehilangan nafsu makan, kelelahan serta mengalami

22
demam menggigil dan berkeringat pada malam hari (Ramsey et al.,
2011). Riwayat pneumonia sebelumnya yang ditunjukkan oleh gejala
serta radiografi dada. Hampir semua pasien dengan pneumonia
memiliki bukti infiltrat pada radiografi dada. Temuan tambahan
mungkin termasuk efusi pleura, konsolidasi lobar atau segmental,
kavitasi, fisura menggembung, adenopati hilus, dan bronkogram udara
(Ramsey et al., 2011).
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa yang lalu yang masih relevan, biasanya pasien dengan pneumonia
mendapatkan pengobatan antivirus, antibiotik dan pereda nyeri. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Adanya alergi obat juga
harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul (Mutaqqin, 2008).
Selain itu, adanya resistan terhadap obat dan adanya penyakit infeksi
juga perlu dikaji.
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi pneumonia tidak diturunkan, tetapi tenaga
kesehatan perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh
anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposi penularan di dalam
rumah (Mutaqqin, 2008).
7) Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi Nafsu makan menurun sehingga biasanya
mengalami penurunan berat badan
(Ramsey et al., 2011).
Aktivitas Klien dengan pneumonia akan sering
mengalami kelelahan sehingga aktivitas
dapat berkurang (Ramsey et al., 2011).
Personal Hygiene Klien yang kurang menjaga kebersihan
seperti cuci tangan, mandi dan mengganti
pakaian rentan terinfeksi virus dan bakteri

8) Riwayat Psikososiokultural dan Spiritual

23
Kelompok yang rentan tertular pneumonia seperti di rumah
tahanan, lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup
pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien pneumonia
(Kemenkes, 2011). Pneumonia juga rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena populasi
bakteri gram lebih mudah hidup di tempat yang kumuh dengan sirkulasi
udara yang kurang.

3.2 Data Objektif


3.2.1 Pemeriksaan Umum (Kemenkes, 2016)
1) Kesadaran:
Perhatikan bagaimana kesadaran pasien:
a. Compos mentis : merespon dengan baik
b. Apatis : perhatian berkurang
c. Somnolens : mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara.
d. Sopor : dengan rangsangan kuat masih memberi respons gerakan.
e. Sopor-comatous : hanya tinggal reflex cornea
f. Coma : tidak memberi repson sama sekali.
2) Keadaan umum:
Pemeriksaan keadaan umum meliputi kesesuaian
penampakan usia, status gizi umum, pada pneumonia tampak
malnutrisi, temuan kegagalan sistem, seperti sianosis, distres
pernafasan, batuk persisten, abnormalitas suara dan bicara, wajah
simetris atau tidak, postur tubuh, gaya berjalan, dan gerakan tubuh,
cara berjalan apakah klien berjalan normal atau sempoyongan,
apakah pasien tampak susah bernafas, menggigil dan terdengar
suara batuk berdahak (Kemenkes, 2016; Tang, Wang and Song,
2018)
3) Tanda-tanda vital:
Perhatikan tekanan darah, kehamilan dengan pneumonia
juga diiringi dengan kejadian pre eklamsia yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah. Denyut nadi dan pernapasan cenderung

24
meningkat, serta juga terjadi peningkatan suhu badan (‘Pneumonia
in the Pregnant Patient’, 2014)
4) Berat Badan dan Tinggi badan
Selain melakukan pengukuran berat badan, lakukan juga
pengkajian berat badan sebelum hamil untuk mengetahui apakah
ada peningkatan atau penurunan yang signifikan. Pada pneumonia
terjadi penurunan berat badan karena cenderung anoreksia.
Sedangkan pemeriksaan tinggi badan merupakan salah satu standar
dalam pemeriksaan ibu hamil (Tang, Wang and Song, 2018).

3.2.2 Pemeriksaan Fisik


1) Kepala
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan kepala
terkait kasus pneumonia pada kehamilan adalah pada wajah dan
mata. Pada pneumonia menunjukkan wajah yang tampak pucat dan
berkeringat. Pada pemeriksaan mata dijumpai konjungtiva yang
menunjukkan tanda anemia karena pneumonia pada kehamilan
juga diiringi dengan timbulnya anemia (‘Pneumonia in the
Pregnant Patient’, 2014; Tang, Wang and Song, 2018).
2) Dada
Pada kasus pneumonia pemeriksaan dada penting untuk
menentukan apakah ada tarikan ke dalam atau tidak saat inspirasi.
Adakah kesusahan saat mengambil nafas. Pada auskultasi dijumpai
adanya ronkhi (Tang, Wang and Song, 2018).
3) Abdomen
Pemeriksaan leopold adalah komponen pendukung dalam
menentukan usia kehamilan dan merupakan standar dalam asuhan
kehbidanan pada ibu hamil. Pneumonia pada kehamilan rata-rata
terjadi pada usia kehamilan 30 minggu. Selain itu dengan
memperkirakan usia kehamilan melalui leopold juga dapat
menentukan penatalaksanaaan pneumonia berdasarkan usia
kehamilan. Terminasi kehamilan direkomendasikan bila terjadi
perburukan fungsi pernapasan dan pasien sudah memasuki

25
trimester ketiga. Apabila masih trimester kedua maka masih
mempertimbangkan untuk mempertahankan kehamilan.
Pemantauan DJJ selain merupakan standar pemeriksaan ibu hamil,
pada kasus pneumonia harus menjadi perhatian karena pneumonia
mengakibatkan ibu kekurangan oksigen yang disebabkan fungsi
alveolus terganggu karena ada infeksi. Oksigen digunakan untuk
kebutuhan ibu dan bayi, bila terjadi kekurangan oksigen pada ibu
maka bayi pun akan mengalami hal yang sama dan akan
menyebabkan fetal distress (Kemenkes, 2016; Tang, Wang and
Song, 2018).
4) Ekstrimitas
Beberapa ibu hamil yang mengalami pneumonia diiringi
pula dengan kejadian pre eklamsia. Memastikan adanya oedema
atau tidak pada ekstremitas bisa bermanfaat sebagai data
pendukung kemungkinan penyulit lain yang menyertai pneumonia
yaitu pre eklamsia (Tang, Wang and Song, 2018).

3.2.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kasus
pneumonia adalah pemeriksaan Hb, leukosit. Pada pneumonia
dijumpai keadaan anemia dan leukositosis. (Tang, Wang and Song,
2018).
Pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus
dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. Pengambilan dahak
dilakukan pagi hariKriteria dahak yang memenuhi syarat untuk
pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel
PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. (IPDP, 2003)

3.3 Interpretasi Data Dasar


Interpretasi data merupakan langkah yang dilakukan untuk
mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah
kebutuhan pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan
berdasarkan interpretasi yang benar terhadap data dasar. Dalam langkah ini

26
data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnosa
kebidanan dan masalah (Sudarti, 2010).
G P berapa usia kehamilan dengan Pneumonia
Masalah :
- Batuk
- Sesak nafas
3.4 Identifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Merupakan langkah untuk mengidentifikasi masalah atau diagnosa
yang sudah diidentifikasikan oleh karena kita membutuhkan pengawasan
pada ibu hamil dengan Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik
tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya
kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang
menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi
ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ
(Djojodibroto, 2013).

3.5 Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera


Merupakan langkah bidan dalam melakukan tindakan yang harus
sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya,
setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosis atau masalah potensial yang sebelumnya. Diberikan apabila
diperlukan tindakan segera seperti mandiri, kolaborasi dan rujukan. Ibu
hamil dengan pneumonia memerlukan pengobatan intensif sehingga
sebaiknya segera melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis atau
segera rujuk ketika klien membutuhkan penanganan segera.

3.6 Merencanakan Asuhan yang menyeluruh (Rencana Tindakan)


1) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
R/ Penjelasan hasil pemeriksaan berfungsi agar ibu dan keluarga
mengerti kondisi kesehatan ibu saat ini dan dapat mendiskusikan
rencana ataupun tindakan yang sesuai dan terbaik bagi ibu.
2) Jelaskan kemungkinan resiko pneumonia yang dapat berdampak pada
janin
R/ Penjelasan resiko pneumonia yang diidap ibu berfungsi agar ibu
dan keluarga tahu pentingnya penanganan pada penyakit ibu dan

27
mampu kooperatif dalam upaya kesehatan ibu. Pneumonia pada
kehamilan menyebabkan bayi premature, BBLR dan keguguran.
(Goodnight, 2005)
3) KIE ibu tentang nutrisi
R/ untuk menjaga kesehatan ibu, asupan nutrisi ibu untuk tetap
memiliki imunitas agar terhindar dari penyakit lain, dan asupan nutrisi
bagi kesehatan janin.
4) Anjurkan ibu menggunakan masker untuk mencegah penularan
R/ penggunaan masker wajah untuk mencegah penularan infeksi virus
kepada orang terdekat, serumah, keluarga, dan orang lain
5) Anjurkan ibu dan keluarga untuk menjaga sirkulasi udara dan sinar
matahari dengan ventilasi yang baik
R/ ventilasi udara yang baik akan membuat sirkulasi udara menjadi
segar dan minimnya kuman.
6) Kolaborasi dengan Puskesmas agar dapat melanjutkan penatalaksanaan
kepada ibu hamil termasuk rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat
rujukan lanjut.
R/ ibu hamil dengan infeksi pneumonia bukan merupakan
kewenangan bidan, karena itu kita perlu berkolaborasi dengan dokter
di puskesmas untuk pengobatan dan advis yang sesuai.

3.7 Implementasi
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun.
Pelaksanaan yang efisien menyingkat waktu dan biaya serta menghasilkan
mutu asuhan yang terjamin.

3.8 Evaluasi
Tindakan pengukuran keberhasilan tindakan sebagai acuan intervensi
lanjutan.
S: diperoleh dari keluhan ibu, apakah keluhan sebelumnya sudah hilang
ataukah masih menetap. Keluhan juga dapat berubah sesuai dengan
keadaan.
O: diperoleh dari hasil pemeriksaan, apakah setelah dilakukan intevensi
pemeriksaan dahak hasilnya kuman pneumococus (+) atau sudah berubah.
A: diagnosis yang ditetapkan sesuai dengan data S dan data O terbaru.
P: evaluasi konsumsi antibiotik pada ibu, apakah sudah dilakukan sesuai
advis dokter

28
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru
yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan yang disebabkan kuman
pneumococcus, staphylococcus, streptococcus. Gejala klinis pneumonia
pada kehamilan diantaranya demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum, berlendir,
purulen, atau bercak darah), nyeri dada pleuritik, dispnea. Faktor Risiko
Pneumonia yaitu merokok, anemia, asma, cystic fibrosis, pemakaian
narkoba, infeksi HIV, infeksi saluran pernapsan yang disebabkan karena
influenza, penyakit dan terapi immunosupresif dan abrupsio plasenta.
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien

29
risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia
(sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia
dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke
dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi
menyebabkan kegagalan organ. Pada ibu hamil dengan pneumonia
kemungkinan melahirkan preterm pada usia kehamilan 34 minggu.

4.2 Saran
1) Tenaga kesehatan
Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan di fasilitas kesehatan
tingkat primer dapat mengenali faktor resiko dan tanda gejala
Pneumonia agar dapat ditangani segera untuk dirujuk sehingga tidak
berkembang ke arah komplikasi.

2) Ibu hamil dan keluarga


Ibu hamil maupun suami dan keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan seputar kehamilan sehingga dapat mengetahui gejala dan
tanda bahaya apa saja yang dapat dialami ibu hamil dan faktor – faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya Pneumonia.
3) Mahasiswa
Mahasiswa kebidanan lebih mengetahui mengenai penyakit
pneumonia yang terjadi pada ibu hamil sehingga dapat menerapkan
saat praktek di lapangan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Brito, V., & Niederman, M. S. (2011). Pneumonia Complicating Pregnancy.


Clinics in Chest Medicine, 32(1), 121–132.
https://doi.org/10.1016/j.ccm.2010.10.004

Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG

Graves, C. R. (2010). Pneumonia in pregnancy. Clinical Obstetrics and


Gynecology, 53(2), 329–336.
https://doi.org/10.1097/GRF.0b013e3181de8a6f

Indonesia, P. D. P. (2003). Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kaunitz AM, Hughes JM, Grimes DA, et al. Causes of maternal mortality in the
United States. Obstet Gynecol 1985;65(5):605-12

Kemenkes RI.2011.Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia

Kementrian Kesehatan RI (2013) ‘Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas


kesehatan dasar dan rujukan [Handbook on maternal health service delivery
in primary care and referral health facilities]’.

Kementrian Kesehatan RI. (2016) Praktikum Konsep Kebidanan dan Etika Legal
dalam Praktik Kebidanan. (Ketua: Patimah). Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan.

Laibl, V. R. and Sheffield, J. S. (2005) ‘Influenza and pneumonia in pregnancy’,


Clinics in Perinatology, 32(3), pp. 727–738. doi: 10.1016/j.clp.2005.04.009.

Lim, W. S. (2001). Respiratory diseases in pregnancy bullet 2: Pneumonia and


pregnancy. Thorax, 56(5), 398–405. https://doi.org/10.1136/thorax.56.5.398

Lutfiyya, M. N., Henley, E., Chang, L. F., & Reyburn, S. W. (2006). Diagnosis
and treatment of community-acquired pneumonia. American Family
Physician, 73(3), 442–450.

Metlay JP, Kapoor WN and Fine MJ, 1997. Does this patient have community
acquired pneumonia? Diagnosing pneumonia by history and phsycal
examination. Journal of the American Medical Association. 278:1440

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

31
Niederman MS, Ahmed QA. 1999. Pneumonia in the Pregnant Patient: A
Synopsis. MedGenMed 1(3), Medscape Pulmonary Medicine eJournal 3(3),
1999]. Diakses dari: http://www.medscape.com/viewarticle/408745

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas, pedoman diagnosis


& penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI, 2003. h.1-6.

Ramsey, Patrick S and Ramin, Kirk D. (2001) Pneumonia In Pregnancy.


Obstetrics and Gynecology Clinics of North AmericaVolume 28, Issue 3,
Pages 553-569

Tang, P., Wang, J. and Song, Y. (2018) ‘Characteristics and pregnancy outcomes
of patients with severe pneumonia complicating pregnancy : a retrospective
study of 12 cases and a literature review’. BMC Pregnancy and Childbirth,
0, pp. 1–6.

Wibowo, Putranto RH, Widianto, Sahir.2017.Situasi penemonia diwilayah kerja


Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.Media Kesehatan
Politeknik Kesehatan Makassar ISSN : 1907-8153 (Print) ISSN : 2549-
0567 (Online) Vol. XIII No. 2, Desember 2018 34 DOI:
https://doi.org/10.32382/medkes.v13i2.691

32

Anda mungkin juga menyukai