Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI

(Literature Review)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Disusun oleh :

YENI WINATA
NIM. C1614201065

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui, diperiksa dan siap untuk dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

Tasikmalaya, 6 Juli 2020

Pembimbing Utama

Neni Nuraeni, M.Kep., Ns., Sp., Kep., Mat.


NIDN. 042104 7702

Pembimbing Pendamping

Tatang Kusmana, M.Kep.


NIDN : 0425056702

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disahkan oleh Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya guna melengkapi syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tasikmalaya, Juli 2020

Ketua Tim Penguji

Sri Mulyanti, M.Kep


NIDN. 0424077401

Anggota Tim Penguji

Hani Handayani, M.Kep.


NIDN. 0414117502

Anggota Tim Penguji

Neni Nuraeni, M.Kep., Ns. Sp. Kep. Mat.


NIDN. 042104 7702

iii
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain syukur Alhamdulillah kehadirat

Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi, yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian keputihan pada remaja putri”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik

tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ahmad Qonit AD, MA., sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah

Tasikmalaya

2. Sri Mulyanti, M.Kep., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Tasikmalaya

3. Hani Handayani, M.Kep., selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

4. Neni Nuraeni, M.Kep., Ns., Sp., Kep., Mat., selaku pembimbing Utama yang

telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

5. Tatang Kusmana, M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan arahan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Staf dan Dosen Program Studi Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Tasikmalaya yang telah memberikan perhatian dan

motivasinya.

iv
7. Ibunda dan ayahanda serta saudara-saudaraku tercinta, tersayang yang

senantiasa memotivasi dengan do’a, kesabaran dan kasih sayangnya serta

perhatian yang menjadi motivasi bagi penulis.

8. Rekan-rekan yang telah membantu dan memotivasi dalam pembuatan skripsi

ini.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan kripsi ini masih banyak

kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penyusunan yang akan datang.

Akhir kata, semoga kebaikan yang telah diberikan dapat menjadi amal soleh dan

ibadah bagi kita semua, dan mendapatkan balasan lebih dari Allah SWT dari apa

yang telah diberikan.

Tasikmalaya, Juni 2020

Penulis

v
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

Skripsi, Juni 2020

YENI WINATA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI
(Literature Riview)

Abstrak

xi bagian awal + 54 halaman + vii BAB + 1 tabel+ 1 bagan +..3 Lampiran

Keputihan merupakan penyakit infeksi saluran reproduksi yang biasa terjadi pada
remaja puteri. Keputihan yang normal apabila tidak ditangani dapat menyebabkan
keputihan yang patologis. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kejadian keputihan pada remaja putri berdasarkan literature
review. Metode yang digunakan literatur review dengan penelusuran search
engine google schoolar didapat 9 artikel yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.
Tahapan yang dilakukan identifikasi masalah, screening, analisa data
menggunakan IMRaD dan terahir menulis hasil analisis data. Hasil menunjukkan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan adalah pengetahuan,
sikap dan personal hygiene. Melalui pengetahuan yang dimiliki, remaja dapat
mengetahui cara mencegah dan menghindari keputihan. Dari pengetahaun
tersebut, remaja memiliki sikap positif terhadap personal hygiene dan yang harus
dilakukan untuk mencegah keputihan. Personal hygiene yang baik dapat
mencegah keputihan. Oleh karena itu disarankan kepada perawat untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja putri agar pengetahuan, sikap
meningkat dan melakpersonal hygiene.

Kata Kunci: Keputihan, Pengetahuan, Personal hygiene,Sikap, Remaja


Daftar Pustaka: 40 (2010-2019)

vi
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY TASIKMALAYA
FAKULTY OF HEALTH SCIENCE
NURSING STUDY PROGRAM

Thesis, June 2020


YENI WINATA

FACTORS THAT ARE RELATED TO THE EVENT OF WHITENING IN


PRINCESS ADOLESCENTS
(Riview Literature)

Abstract

xi first page + 54 page + vii chapter + 1 table + 1 grapich + 3 Lampiran

Leucorrhoea is a reproductive tract infection disease that commonly occurs in


adolescent girls, several factors that cause vaginal discharge include knowledge,
attitudes and vulva hygiene, changing of underwear and behavior during
menstruation. Normal vaginal discharge if left untreated can cause pathological
vaginal discharge. The purpose of this study was to determine the causes of
vaginal discharge in young women based on literature review. This research
method is literature review using google schoolar search engine which consists of
1670 articles obtained 9 articles that fit the inclusion and exclusion criteria. The
results of the review literature indicate that factors related to vaginal discharge
include knowledge, attitude and personal hygiene. Through their knowledge,
adolescents can know how to prevent and avoid vaginal discharge. From this
knowledge, adolescents have a positive attitude towards personal hygiene and
must be done to prevent vaginal discharge. Good personal hygiene such as
washing the vagina, cleaning hands, shaving hair, using absorbent pants,
changing pants and pads regularly can prevent vaginal discharge. Therefore
nurses are advised to improve good personal hygiene for adolescents by
providing health education

Keywords: Factors causing, vaginal discharge, adolescents


Literature: 40 (2010-2019)

vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yeni Winata

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Tempat /tanggal lahir : Tasikmalaya, 06 juni 1997

Alamat : Kp. Bobos, RT 001 RW 003 Des. Mandalajaya Kec.

Cikalong Kabupaten Tasikmalaya

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 2 Cikalong

2. SMPN 1 Cikalong

3. MAN 4 Tasikmalaya

4. Program Studi S-1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Tasikmalaya

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................ vi

ABSTRACT ...................................................................................................... vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN............................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keputihan ......................................................................................... 6

B. Faktor-faktor penyebab keputihan ................................................... 13

C. Remaja.............................................................................................. 26

BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................... 29

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian .............................................................................. 30

ix
B. Populasi dan Sampel ........................................................................ 30

C. Tahapan Literatur Riview ............................................................... 31

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 39

BAB VI PEMBAHASAN................................................................................. 47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................... 54

B. Saran ................................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR BAGAN

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 37

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel IMRaD

Lampiran 2. Lembar Konsultasi

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Remaja merupakan masa yang paling indah karena di masa remaja

banyak perubahan yang dialami, mulai dari perubahan fisik sampai psikologis.

Dan ini di pengaruhi oleh berbagai faktor terutama masyarakat.

(Widyaningsih, 2012). Pada anak usia SMP dan SMA atau remaja masalah

kesehatan yang di hadapi biasanya berkaitan dengan prilaku beresiko seperti

penyalahgunaan NAFZA ( Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya ),

kehamilan yang tidak diinginkan, abortus yang tidak aman, infeksi menular

seksual termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja termasuk keputihan

(Retnowati, 2017).

Keputihan pada remaja setiap tahunnya mengalami peningkatan,

menurut data internasional sebanyak 75% perempuan di dunia minimal pernah

mengalami keputihan satu kali dalam hidupnya. WHO memperkirakan dari 20

remaja di dunia terjangkit PMS setiap tahunnya, bahkan di AS 1 dari 8 remaja.

Penelitian di Bagian Obstetri Ginekologi RSCM (Sianturi, 2012-2017)

mendapat data 2% (usia 11 – 15 tahun), 12 % (usia 16-20) dari 223 remaja

terinfeksi di daerah kemaluan (volvo-vaginitis), mikroorganisme yang

tergolong PMS. Wanita Indonesia yang pernah mengalami penyakit ini sangat

besar, sekitar 75% wanita mengalami keputihan. Wanita Indonesia banyak

1
2

yang mengalami keputihan karena hawa di tanah air lembab, sehingga mudah

terinfeksi jamur candida albican, penyebab keputihan (Octviyanti, 2017).

Menurut data statistik, jumlah penduduk di Propinsi Jawa Barat

mencapai 11.358.740 jiwa atau wanita yang mengalami keputihan sebesar

27,60% dari total jumlah penduduk di Jawa Barat adalah usia remaja dan

wanita usia subur yang berusia 10-24 tahun. Adapun data yang diperoleh

berdasarkan laporan dari MCR (Mitra Citra Remaja) Tasikmalaya pada tahun

2018 dari 100 orang remaja putri yang konsultasi masalah kesehatan

reproduksi sekitar 70 orang remaja putri Tasikmalaya mengalami keputihan

dan 30 orang terdeteksi IMS.

Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian

besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid.

Sangat tidak nyaman, gatal, berbau bahkan terkadang perih. Artinya,

keputihan yang tidak normal adalah berupa keluarnya cairan secara berlebihan

dari yang ringan sampai yang berat misalnya keluar cairan kental, berbau

busuk yang tidak biasanya, dan berwarna kuning sampai kehijauan, ada rasa

gatal sampai terasa panas pada vagina.

Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para remaja.

Padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya penyakit. Hampir semua

perempuan pernah mengalami keputihan. Pada umumnya, orang menganggap

keputihan pada wanita sebagai hal yang normal. Pendapat ini tidak

sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat mengakibatkan

keputihan, bukan tentang kebersihan daerah intim saja tapi juga cara
3

membersihkannya. Keputihan yang normal memang merupakan hal yang

wajar. Namun, keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya

penyakit yang harus diobati (Graha cendikia 2013).

Keputihan memerlukan perawatan yang baik, Perawatan diri saat

menstruasi meliputi mengganti pakaian dan celana dalam dengan teratur,

mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali, mandi setiap hari, membasuh area

genitalia setelah buang air besar atau kecil, melanjutkan aktivitas normal

sehari-hari (pergi sekolah, melakukan aktivitas fisik, olahraga), personal

hygiene, memelihara keseimbangan asupan nutrisi yang tepat, dan

menggunakan obat sesuai resep yang diberikan dokter (Santina, Wehbe,

Ziade, & Nehme, 2013).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keputihan pada

remaja putri bisa disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan parasit. Namun

keputihan juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan remaja yang masih rendah

tentang keputihan, kurangnya informasi yang didapatkan oleh remaja, akses

pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan cara perawatan organ

reproduksi wanita yang kurang baik. Tindakan yang terpenting dalam menjaga

integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit dalam batas wajar (tidak terlalu

lembab atau kering).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2012) menemukan bahwa dari

hasil analisa bivariat dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tindakan

terhadap terjadinya keputihan. Begitupun dengan penelitian Kurnia Sari

(2013) menemukan bahwa dalam penelitiannya terdapat hubungan sikap,


4

motivasi, keterpaparan informasi, peran orang tua, vulva hygiene dengan

kejadian keputihan.

Hasil penelitian Wulansari (2013) menunjukkan tingkat keputihan yang

tinggi pada remaja putri SMA Negeri 1 Loceret berhubungan dengan perilaku

higiene pribadi yang kurang baik yang dilakukan oleh remaja putri. Hasil

analisis terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku higiene pribadi

dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 1 Loceret. Penelitian

mengenai perawatan untuk mencegah keputihan dilakukan oleh Johar (2013),

dalam penelitiannya menemukan bahwa upaya pencegahan yang dilakukan

sebanyak 31 responden dengan penggunaan cairan pembersih kewanitaan.

Sebanyak, 8 responden selalu memakai pakaian dalam atau celana panjang

yang terlalu ketat.

Melihat dari beberapa penelitian tersebut, faktor pencetus keputihan

dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor infeksi dan faktor non-infeksi. Faktor

infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit, ataupun virus.

Sedangkan faktor non-infeksi disebabkan oleh kurang bersihnya daerah

vagina, masuknya benda asing, jarang mengganti celana dalam maupun

pembalut saat menstruasi, perawatan saat menstruasi yang kurang benar, dan

penggunaan celana yang tidak menyerap keringat. Keputihan patologis yang

tidak ditangani dengan baik akan dapat menimbulkan berbagai penyakit dan

akan berujung fatal yaitu kemandulan, kehamilan diluar uterus, dan sebagai

gejala awal kanker serviks.


5

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi

literatur pada beberapa jurnal yang terkait dengan faktor penyebab kejadian

keputihan pada remaja putri.

B. Rumusan Masalah

Keputihan merupakan penyakit infeksi saluran reproduksi yang biasa

terjadi pada remaja puteri, beberapa faktor penyebab keputihan diantaranya

adalah pengetahuan, sikap dan vulva hygiene, penggantian celana dalam dan

perilaku saat menstruasi. Keputihan yang normal apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan keputihan yang patologis. Berdasarkan studi literatur riview,

maka rumusan masalah ini adalah faktor penyebab apa saja penyebab kejadian

keputihan pada remaja putri berdasarkan literature review?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor penyebab kejadian keputihan pada remaja putri

berdasarkan literature review.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Studi literatur ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang

lebih mendalam bagi peneliti terutama mengenai kejadian keputihan yang


6

dialami oleh remaja putri sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan

pada kesehatan reproduksi remaja dalam setiap asuhan yang diberikan.

2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan

Studi literatur ini dapat menjadi bahan masukan bagi institusi

pendidikan dalam proses belajar mengajar terutama sebagai tambahan

referensi bagi mata kuliah Keperawatan sehingga setiap mahasiswa

mendapatkan ilmu yang up to date.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Studi literatur ini dapat dijadikan bahan untuk konseling bagi

perawat dalam memberikan pelayanan yang berkualitas bagi remaja yang

mengalami keputihan sehingga perawat dapat meningkatkan

kompetensinya melalui asuhan keperawatan secara komprehensif.

4. Peneliti lainnya

Studi literatur ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk

penelitian selanjutnya dengan materi yang sama dan lebih mendalam

tentang asuhan keperawatan pada remaja dengan keputihan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keputihan

1. Pengertian

Keputihan adalah istilah untuk menggambarkan gejala keluarnya

cairan dari alat atau organ reproduksi melalui vagina, selain darah. Dalam

dunia kedokteran keadaa itu disebut leukorea atau flour albus atau white

discharege atau vaginal discharage (Kusmiran, E. 2011).

Keputihan merupakan keluahan yang paling sering ditemukan pada

perempuan. Keputihan dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi

dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan atau keadaan yang

patologis (Prayitno, S. 2014).

Vagina yang normal selalu berada dalam kondisi lembab dan

permukaanya basah oleh cairan atau lendir (selanjutnya disebut : sekret),

seperti kondisi mulut yang senantiasa basah oleh liur. Sekret yang

diproduksi oleh kelenjar pada leher atau mulut rahim (servisk), dinding

vagina, dan kelenjar bartholini di bibir kemaluan, menyatu dengan sel-sel

dinding vagina yang lepas serta penting dalam menjamin fungsi yang

optimal dari organ ini. Cairan dijaringan vagina ini berfungsi sebagai

sistem perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat

7
8

berjalan dan saat melakukan hubungan seksual (Purwoastuti, E., dan

Walyani, E.S. 2015).

Sifatnya dapat berubah sesuai dengan perubahan hormon yang terjadi

dalam siklus haid. Pada masa pertengahan pertama dari siklus haid,

dengan pengaruh hormon estrogen, sekret yang dikeluarkan tipis, bening

dan elastis. Setelah ovulasi (pelapasan sel telur) pada pertengahan siklus

haid, lendir yang diproduksi dengan pengaruh hormon progesteron

berubah karakternya menjadi lendir yang kental, keruh seperti jelly.

Melalui pengamatan terhadap sifat sekret yang keluar ini, dapat diketahui

kapan terjadinya ovulasi atau masa subur. Keputihan dapat dikatakan

normal bila tanpa gejala dan tanda lain yang menunjukan kemungkinan

adanya kelainan (Manuaba, 2013).

Selain cairan, dijaringan vagina juga hidup kuman pelindung yaitu

flora doderleins. Pada keadaan normal, jumlahnya cukup dominan dengan

fungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Pada beberapa kondisi

normal, keseimbangan itu terganggu misalnya stres, menjelang dan setelah

haid, kelelahan, diabetes, saat terangsang, hamil atau mengkonsumsi obat

hormonal seperti pil KB. Gangguan hormonal inilah yang membuat cairan

vagina yang keluar sedikit berlebih. Inilah yang disebut keputihan (Lekore

atau flour albus) tapi keputihan akibat gangguan hormonal biasanya masih

dalam tahap keadaan normal karena tidak ada perubahan warna, baum atau

rasa gatal (Arnita, 2016).


9

2. Penyebab keputihan

Keputihan bisa karena banyak hal. Benda asing, luka pada vagina ,

kotoran dari lingkungan, air tidak bersih, pemakian tampon atau panty

liner berkesinambungan. Semua ini potensial membawa jamur, bakteri,

virus dan parasit diantaranya (Djuanda, 2015):

a. Jamur Candidas atau monilia

Warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa

gatal pada vagina. Akibatnya mulut vagina menjadi kemerahan dan

meradang. Akibat dari perubahan kadar hormon, biasanya kehamilan,

penyakit kencing manis, pemakiana pil KB dan menurunnya daya

tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular

keputihan akibat cndida karena saat persalinan tanpa disengaja

menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.

b. Parasit Trichomonas Vaginalis

Parasit yang sering ditemukan pada orang dewasa adalah

Trichomonas Vaginalis, sedangkan pada anak-anak Enterobiasis.

Ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir

kloset. Cairan keputihan sangat kenta, berbuih, berwarna kuning atau

kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak

menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.


10

c. Bakteri Gardnella

Gardnella menyebabkan peradangan tidak spesifik, biasanya

mengisi sel-sel epitel vagina yang membentuk bentuk khas clue cell.

Kemudian akan menghasilkan asam amino yang akian diubah menjadi

senyawa amin berbau amis. Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan

berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu munculnya

penyakit kelamin seperti sifillis dan gonorrhoea.

d. Virus

Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan oleh

penyakit kelamin seperti, condyloma, herves, HIV/AIDS. Condyloma

ditandai timbulnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan

berbau. Ini sering juga menjangkiti wanita hamil. Sedangkan virus

herves di tularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka

melepuh terdapat disekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal

dan terasa panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi

pemicu kanker rahim.

3. Klasifikasi keputihan

a. Keputihan normal

Keputihan fisiologis juga disebut keputihan normal. Vagina

mengeluarkan sejumlah cairan yang berguna untuk melindungi diri

dari infeksi ditandai keluarnya lendir encer dan bening. Lendir ini tidak

menimbulkan rasa gatal dis ekitar vagina dan tidak menimbulkan bau
11

anyir. Keputihan jenis ini pada umumnya pernah dialami wanita dan

bersifat normal. Namun gangguan ini sedini mungkin harus dicegah.

Penyebabnya adalah pengaruh psikis misalnya terlalu lelah, cemas,

stres, depresi dan biasanya timbul pada saat menjelang atau setelah

menstruasi (Hembing 2011).

b. Keputihan Abnormal

Biasanya keputihan abnormal ditandai dengan sekret yang

berbeda dengan menimbulkan gejala lain pada penderita. Beberapa

perubahan yang dapat ditemukan misalnya : bau yang tidak enak,

sekret berwarna, keputihan bersemu darah atau keputihan yang

menimbulkan rasa gatal, terasa perih atau panas pada kemaluan apalagi

bila tersentuh air saat berkemih. (Wisnuwardani, 2014). Ciri-ciri

keputihan abnormal antara lain :

1) Sekret berlebihan, putih seperti kepala susu dan menyebabkan bibir

kemaluan gatal. Kemungkinan penyebab infeksi jamur kandida.

2) Sekret berlebihan, warna putih kehijauan atau kekuningan dengan

bau yang tidak sedap.

3) Keputihan disertai nyeri perut bagian bawah atau nyeri panggul

bagian belakang, dan badan terasa sakit atau meriang.

4) Sekret sedikit atau banyak, berupa nanah, rasa sakit seperti terbakar

saat berkemih, terjadi beberapa waktu setelah hubungan seksual

dengan pasangan yang sedang ada keluhan pada kemaluannya.


12

5) Sekret kecoklatan seperti darah terjadi setelah senggama

6) Sekret bercampur darah terjadi ditengah siklus haid atau setelah

senggama

7) Sekret bercampur darah disertai bau yang khas akibat banyaknya

sel-sel yang mati

Menurut Nurjanah (2012) klasifikasi dari keputihan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2.1
Klasifikasi keputihan
Kategori Keputihan fisiologis Keputihan patologis
Jumlah Normal, tidak terlalu Berlebihan dan terus
banyak menerus
Warna Bening, cenderung Putih susu,
tidak berwarna kekuningan,kuning
kehijauan
Bau Tidak berbau Berbau amis sampai
busuk
Gatal Tidak menimbulkan Menimbulkan rasa gatal
rasa gatal bahkan sampaiperih,
juga iritasi
Waktu Hanya beberapa waktu Tidak spesifik, dan
tertentu terjadinya terus
a. Saat hamil menerus selama belum
b. Sebelum atau dilakukan pengobatan
sesudah menstruasi
c. Jika terangsang
atau saat
berhubungan
seksual
d. Saat stress
melanda
13

Keputihan yang abnormal menurut Maharani (2010) biasanya

ditandai adanya sekret yang berbeda dengan menimbulkan gejala lain pada

penderita. Beberapa perubahan yang dapat ditemukan misalnya : bau yang

tidak enak, sekret berwarna, keputihan bersemu darah, atu keputihan yang

menimbulkan rasa gatal. Adakalanya keputihan terjadi bersama dengan

adanya iritasi pada serlaput lendir atau kulit di daerah kemaluan ssehingga

terasa perih atau panas, apalagi bila tersentuh air saat berkemih.

Keputihan yang sering terjadi dapat merupakan suatu gejala kanker

mulut rahim, keputihan yang parah dan dibiarkan lama tidak diobati dapat

menyebabkan kemandulan, jika keputihan tidak diobati, maka infeksi

yang ada dapat menjalar ke rongga rahim, kemudian ke saluran telur dan

sampai ke indung telur dan akhirnya ke dalam rongga panggul.

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala keputihan menurut Potter (2010) diantaranya:

a. Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari

saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang

berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau

sesudah haid pada wanita tertentu.

b. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.

Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal.

Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang

daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal


14

dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang

terinfeksi, atau alat kelamin luar.

c. Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga

sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh

hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri.

d. Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum

masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya

5. Pengobatan keputihan

Tujuan pengobatan Flour Albus pada dasarnya terdiri dari 3 tahap

yaitu menghilangkan gejala, memberantas penyebabnya dan mencegah

timbulnya kembali Flour Albus. Untuk itu upaya yang dilakukan adalah

anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan

lainnya. Khusus untuk Flour Albus akibat infeksi maka pasangan seksual

penderita harus diperiksa dan diobati. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi

penoma pingpong (Anurogao,2011). Sesuai gejala dan tanda diatas

kepastian diagnosa perlu ditegaskan oleh dokter.

a. Bila terjadi keputihan yang abnormal, jangan menambah permasalahan

denganmenyiramnya dengan air hangat atau panas, digaruk, disabuni

dengan menggosok secara berlebihan. Bersihkanlah dengan air dingin,

pakai pakaian dalam katun yang agak longgar, jangan pakai stoking

atau celana ketat.


15

b. Pemakaian jamu, berendam dengan air sirih dan lain-lain umumnya

hanya mengurangi gejala. Bila ada infeksi jamur kurangi konsumsi

gula dan karbihidrat jangan sampai terlambat, cari pertolongan untuk

kepastian diagnosa.

c. Untuk mengetahui organ reproduksi bagian dalam, biasanya

diperlukan pemeriksaan perabaan melalui anus, sehingga tidak

mengganggu keutuhan selaput dara. Sekret yang keluar dari lubang

vagina diambil dengan kapas lidi (cotton bud) dan periksa di

laboratorium.

B. Faktor-faktor penyebab keputihan

1. Personal hygiene

a. Pengertian

Pengertian kebersihan pribadi (personal hygiene) mengandung

arti yang luas mempunyai kaitan baik dengan kebersihan pribadi

maupun dengan kebersihanlingkungan yaitu wilayah kita bertempat

tinggal hidup dan berkerja (Hidayat, 2016).

Kata hygiene berasal dari mitologi Yunani purba. Hygiene

artinya kebersihan bangsa Yunani. Perawatan diri atau kebersihan diri

(personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan

untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik, maupun

psikologis, pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor


16

diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga,

pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap

perawatan diri (Hidayat,2016).

b. Perawatan diri pada alat kelamin (vulva higiene)

Perawatan perineal pada wanita meliputi pembersihan genitalia

eksternal. Prosedur biasanya dilakukan selama mandi kebanyakan

wanita menyukai area perineal, mereka sendiri bila secara fisik mereka

mampu melakukannya. Perawatan perineal mencegah dan mengontrol

penyebaran infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan

kenyamanan dan mempertahankan kebersihan (Perry, Peterson, Potter :

2012).

Perawatan diri pada alat kelamin yang dimaksud adalah pada alat

kelamin perempuan yaitu perawatan diri pada organ eksternal yang

terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis pubis. Labia

mayora merupakan dua lipatan besar yang membentuk vulva. Labia

minora yang merupakan dua lipatan kecil diantara labia mayora.

Klitoris (sebuah jaringan erektil yang serupa penis laki-laki), kemudian

bagian yang terpahit disekitarnya seprti uretra, vagina, perinium dan

anus.

c. Cara Pelaksanaan cara vulva hygiene

Tidakan remaja untuk mampu membersihkan vulva sendiri,

tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga


17

kebersihan vulva. Pelaksanaan vulva hygiene dapat mencegah penyakit

keputihan dapat dilakukan dengan berbagai cara pada intinya adalah

selalu menjaga kebersihan diri termasuk di sekitar vagina. Namun

tidak disarankan untuk membilas vagina dengan cairan-cairan yang

dapat mengganggu keseimbangan pH vagina. Karena pada vagina

dewasa terdapat bakteri yang baik yang disebut basil Doderlein. Dalam

keadaan normal jumlah basil ini cukup dominan dan membuat

lingkungan bersifat asam sehingga vagina mempunyai proteksi yang

cukup kuat (Wisnuwardani, 2014). Berikut adalah cara pencegahan

keputihan :

1) Kebersihan daerah kemaluan perlu diperhatikan. Kebiasaan

membersihkan daerah kemaluan setelah membuang air kecil dan

air besar harus benar. Cara cebok yang benar adalah mengalirkan

air dari depan ke arah belakang. Demikain pula saat

mengeringkannya, bila arah ini salah maka kuman dari daerah anus

dapat mencemari sekitar vagina yanglebih sensitif untuk

mengalami infeksi.

2) Dalam keadaan haid atau menggunakan pembalut wanita 2-3 kali

sehari, pakailah celana dalam yang pas sehingga pembalutnya tidak

bergeser dari belakang ke depan.

3) Hati-hati menggunakan kloset duduk umum yang basah.


18

4) Jangan menggunakan handuk bersama orang lain, dan hindari

penggunaan pakaian renang basah bergantian.

5) Selain itu keputihan sering terjadi bersamaan dengan rekasi alergi

pada daerah kemaluan terhadap bahan sintesis dari pakaian dalam

atau pembalut wanita, sebaiknya pergunakan pakaian dalam dari

bahan katun.

6) Hindari penggunaan celana yang panjang dan ketat dan tebal

seperti jeans terus menerus.

7) Buang air besar yang tidak setiap hari juga merangsang sekresi

lendir dari vagina.

8) Jangan merutinkan penggunaan pencuci vagina deodorant vagina

dan memakai sabun pada daerah kemaluan berlebihan sehingga

kelembaban daerah tersebut terganggu.

d. Tujuan perawatan personal hygiene

1) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2) Memelihara kebersihan diri seseorang

3) Memperbaiki personal hygiene yang kurang

4) Pencegahan penyakit

5) Meningkatkan percaya diri seseorang

6) Menciptakan keindahan
19

e. Personal hygiene Berdasarkan waktu pelaksanaannya

Menurut Hidayat (2016) personal hygiene berdasarkan waktu

pelaksanaannya dibagi menjadi empat yaitu:

1) Perawatan dini hari

Perawatan diri merupakan personal hygiene yang dilakukan pada

waktu bangun tidur, seperti mencuci muka, tangan, menjaga

kebersihan mulut.

2) Perawatan pagi hari

Personal hygiene yang dilakukan setelah melakukan sarapan atau

makan pagi seperti kebersihan setelah eliminasi (BAB / BAK),

mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit,

membersihkan mulut, kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur

pasien.

3) Perawatan siang hari

Berbagai tindakan personal hygiene yang dapat dilakukan, antara

lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan

tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan

kesehatan pasien.

4) Perawatan menjelang tidur

Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan

kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka,

membersihkan mulut
20

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Sikap seseorang melakukan personal hygiene menurut Tarwoto

(2010), dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :

1) Citra tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang

penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan

mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu.

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga

individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

2) Praktik sosial

Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air

panas atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang

mempengaruhi perawatan personal hygiene.

3) Status sosioekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta

gigi, sikat gigi, shampo dan alat mandi yang semuanya

memerlukan uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kendati demikian,

pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang harus


21

termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali

pembelajaran tentang penyakit atau kondisi yang mendorong

individu untuk meningkatkan personal hygiene.

5) Budaya

Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi personal

hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti

praktik perawatan diri yang berbeda. Disebagian masyarakat jika

individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang

Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur

dan melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang

menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti

penggunaan shampo, dan lain-lain.

7) Kondisi fisik

Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Penelitian Azizah (2017) menemukan dalam penelitiannya

didapatkan ada hubungan antara personal higoene yang buruk dan

perilaku saat menstruasi. Penelitian suryani (2019) menemukan

faktor dominan yang mempengaruhi perilaku remaja putri tentang

personal hygiene pada saat menstruasi. Kusrani (2013)

menemukan personal hygiene douching berhubungan dengan


22

terjadinya flour albus. Abrori (2019) menemukan gerakan

membersihkan vagina (p=0,025), penggunaan pembersih vagina

(p=0,002), penggunaan celana dalam ketat (p=0,007), dan

penggunaan toilet umum (p= 0,021) dengan kejadian keputihan

patologis

2. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah kegiatan dasar yang mengatur akal, bagian

dan sikap atau prilaku yang dituliskan sebagai gejala dalam alam yang

harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab musabab, tindakan, sebab

pikiran inilah yang menggugah jiwa. Untuk membuat pilihan, misalnya

baik dan buruk, indah dan jelek. Pengetahuan pada hakikatnya adalah

suatu keadaan individu sadar mempunyai pengetahuan, lalu berusaha

untuk mengetahui atau memahami, menghayati, dan pada saatnya

harus memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan

mempertanggungjawabkan (atau mempunyai isi dan arti) (Abbas,

2010).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi orang

melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni;

indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2010).


23

Berdasarkan pengertian pada ahli di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan sebagai segala

sesuatu yang dikenal mengenai suatu hal atau obyek. Pengetahuan

dapat juga dijelaskan sebagai hasil dari mengetahui obyek-obyek di

alam nyata menurut akal dengan jalan pengamatan. Pengetahuan tidak

lain dari perangkat informasi yang tersusun dan terarah mengenai

fenomena dalam pengalaman.

Pengetahuan yang dimiliki oleh remaja tentang keputihan dapat berkaitan

dengan cara atau upaya pencegahannya, dengan memiliki pengetahuan

yang rendah memungkinkan remaja tidak melakukan upaya-upaya untuk

mencegah atau mengobati keputihan. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo

(2010) yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan dapat

mempengaruhi remaja mengenai upaya untuk mencegah terjadinya

keputihan dengan personal hygiene yang baik. Selain itu juga remaja

dengan pengetahuannya yang baik mengenai jenis keputihan, maka akan

mampu membedakan jenis keputihan normal dan abnormal maka perilaku

yang terjadi adalah segera pemeriksaan ke tenaga kesehatan untuk

diperiksa diberikan pengobatan, dalam arti ibu dapat mengaplikasikan apa

yang ketahui tentang kesehatan.

Penelitian Azizah (2017) menemukan tidak adanya hubungan antara

pengetahuan dnegan kejadian keputihan. Namun Suryani (2019), Kusrani


24

(2013), Nanlessy (2013), Abrori (2017) Ario (2018) dan Rahmi ( 2016)

menemukan pengetahuan berhubungan dengan kejadian keputihan.

3. Sikap

a. Pengertian

Sikap adalah evaluasi positif-negatif ambivalen individu terhadap

objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan,

keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-

unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah

pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain (Sugandhi, 2010).

Sikap adalah konsep yang merepresentasikan suka atau tidak

sukanya seseorang pada sesuatu. Sikap adalah pandangan positif,

negatif, atau netral terhadap "objek sikap", seperti manusia, perilaku,

atau kejadian. Seseorang dapat menjadi ambivalen terhadap suatu

target, yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif terhadap

sikap tertentu.

Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian.Sikap

dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku,

dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang

mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan

perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon

kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek

sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari


25

lingkungannya. Bisa terdapat kaitan antara sikap dan perilaku

seseorang walaupun tergantung pada faktor lain, yang kadang bersifat

irasional (Zainurie, 2010).

Sikap dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari

pengalaman. Tesser (2012) berargumen bahwa faktor bawaan dapat

mempengaruhi sikap tapi secara tidak langsung. Sebagai contoh, bila

seseorang terlahir dengan kecenderungan menjadi ekstrovert, maka

sikapnya terhadap suatu jenis musik akan terpengaruhi. Sikap

seseorang juga dapat berubah akibat bujukan. Hal ini bisa terlihat saat

iklan atau kampanye mempengaruhi seseorang.

4. Penggunaan celana dalam

Salah satu penyebab timbulnya keputihan pada perempuan menurut

Prisatianti (2013) adalah kondisi vagina yang terlalu lembab. Area vagina

yang lembab akan membuat jamur dan bakteri berbahaya tumbuh lebih

cepat. Serangan jamur dan bakteri pada vagina akan menyebabkan

keluarnya cairan kental berwarna putih yang disertai dengan rasa gatal.

Tindakan pencegahan terjadinya keputihan adalah memilih bahan pembuat

celana dalam yang tepat, dan sering mengganti celana dalam. Karena

celana dalam melekat langsung pada kulit maka area yang tertutupi celana

akan lebih lembab.

Mengganti celana dalam biasanya dilakukan dua kali sehari sesudah

mandi. Untuk menghindari kelembaban yang tinggi di area vagina, ada

baiknya untuk mengganti celana dalam sesering mungkin. Misalnya


26

mengganti celana dalam ketika celana sudah terasa lembab dan tidak

nyaman dipakai lagi. Frekuensinya tergantung pada aktivitas yang

dilakukan. Jika suka berolahraga, celana dalam akan lebih cepat lembab,

karena itu harus lebih sering mengganti celana dalam.

Celana dalam akan memengaruhi kelembaban dan sirkulasi udara di

vagina. Kelembaban yang terlalu tinggi akan membuat jamur dan bakteri

di vagina berkembang cepat dan menyebabkan keputihan yang patogenik

(berpotensi jadi penyakit). Celana dalam yang paling baik untuk menjaga

kesehatan vagina adalah yang berbahan katun. Bahan katun memiliki pori-

pori kain yang besar sehingga memungkinkan terjadinya pergantian udara

dengan baik. Selain itu, katun juga memiliki elastitas yang baik dan tekstur

kain yang lembut sehingga tidak menimbulkan alergi atau gatal pada area

tersebut. Hindari memilih celana dalam yang terbuat dari bahan yang

berpori kecil seperti satin atau spandex yang terlalu ketat. Hindari juga

memilih celana dalam yang berbahan tile. Sekalipun berpori besar (mirip

jala), namun tektur kainnya yang agak kasar membuat tidak nyaman

memakainya dan juga bikin gatal

5. Perilaku saat menstruasi

Saat menstruasi kebersihan vagina perlu dijaga secara maksimal. Hal

ini disebabkan oleh terjadinya perubahan hormonal secara alami yang turut

meningkatkan kondisi kelembapan area intim. Penggunaan pembalut dan

keberadaan darah menstruasi juga bisa memengaruhi keseimbangan pH

vagina sehingga makin meningkatkan risiko infeksi. Cara yang salah


27

dalam menjaga kebersihan vagina saat menstruasi bisa menyebabkan

infeksi seperti keputihan, iritasi, gatal, dan bau tidak sedap.

Menjaga kebersihan vagina terutama saat menstruasi sangat penting

dan tidak bisa sembarangan dilakukan. Tingkat pH (keasaman) vagina

yang pada saat normal berada di angka 3,8–4,5 bisa meningkat saat

menstruasi karena adanya proses hormonal dalam tubuh wanita yang

memengaruhi bertambahnya kelembapan area sekitar organ kewanitaan,

ditambah dengan adanya medium darah, menyebabkan risiko pertumbuhan

jamur dan bakteri meningkat, serta mengurangi jumlah bakteri baik yang

seharusnya menjaga tingkat keasaman alami vagina.

Remaja saat menstruasi dianjurkan untuk rutin membersihkan area

luar organ intim kewanitaan dengan menggunakan air bersih yang

mengalir, dan menambahkan penggunaan antiseptik kewanitaan yang

mengandung Povidone - Iodine, terutama bila memiliki riwayat infeksi

pada area kewanitaan, bersihkan area vagina dengan arah basuhan dari

depan ke belakang dan bukan sebaliknya, kemudian keringkan hingga

bersih untuk menghindari bakteri masuk ke dalam vagina, baik pada saat

mandi, setelah buang air kecil, maupun saat mengganti pembalut.

Penggunaan antiseptik kewanitaan dengan Povidone – Iodine dapat

dilakukan satu sampai dua kali sehari untuk mencegah atau mengurangi

infeksi di sekitar area vagina.

Remaja pda saat menstruasi dapat mengganti pembalut setiap 3–4 jam

sekali, menggunakan pakaian dalam yang nyaman, berdaya serap baik


28

seperti katun alami dan tidak terlalu ketat. Beberapa tindakan perawatan

vagina saat menstruasi menurut Prisatianti (2013) yaitu :

a. Membersihkan vagina secara rutin

Membersihkan vagina sangat penting untuk dilakukan secara rutin dan

benar, terutama saat sedang memasuki siklus menstruasi. Bersihkan

vagina setiap kali selesai buang air kecil dan buang air besar. Pastikan

membersihkan vagina dari depan ke belakang (dari arah vagina menuju

anus), Hal ini untuk menghindari perpindahan bakteri dari anus ke

vagina. menggunakan tisu bersih dan tidak beraroma untuk

mengeringkan vagina.

b. Menggunakan pembersih kewanitaan dengan bijak

Menggunakan sabun kewanitaan untuk membersihkan vagina. Namun,

hindari penggunaan sabun kewanitaan yang mengandung pewangi atau

parfum. Sebab, pemakaian sabun dengan pewangi hanya akan

membuat kulit di sekitar vagina mengalami iritasi. Selain itu, hindari

penggunaan vaginal douching karena justru dapat mengganggu

keseimbangan pH vagina, sehingga pertumbuhan bakteri baik di

vagina menjadi terganggu.

c. Gunakan pakaian dalam yang menyerap keringat

Selalu gunakan celana dalam berbahan katun yang mudah menyerap

keringat dan tidak terlalu ketat. Penggunaan celana dalam seperti ini,

bisa membantu menjaga vagina tetap kering sehingga tidak terlalu

lembap dan menjadi gatal.


29

d. Konsumsi makanan sehat

Perhatikan asupan makanan yang dikonsumsi, karena pola makan yang

sehat akan turut menjaga kesehatan vagina. Makanan yang dianggap

baik untuk kesehatan area kewanitaan di antaranya yoghurt, ikan, buah

beri, dan makanan yang mengandung kedelai.

e. Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut

Kegiatan yang sederhana ini sering sekali dilupakan para wanita.

Padahal, mencuci tangan berguna untuk mencegah perpindahan bakteri

yang mungkin ada di tangan ke vagina, sehingga memperkecil

terjadinya infeksi. Pastikan selalu mencuci tangan sebelum dan

sesudah mengganti pembalut atau pantyliner untuk vagina yang lebih

sehat.

f. Ganti pembalut atau pantyliner setiap 3-4 jam sekali

Pastikan wanita mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengganti

pembalut atau pantyliner. Karena saat menstruasi, darah dan cairan di

sekitar vagina dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme

penyebab infeksi dan iritasi. Pembalut yang tidak kunjung diganti

dapat menimbulkan bau dan infeksi yang diakibatkan oleh darah haid.

Oleh karena itu, disarankan mengganti pembalut setidaknya setiap 3-4

jam sekali, bahkan jika volume darah tidak terlalu banyak.

g. Pilih pembalut yang berdaya serap baik

Gunakanlah pembalut yang memiliki daya serap baik. Penggunaan

pembalut yang berdaya serap baik memungkinkan vagina tetap kering,


30

sehingga terlindungi dari pertumbuhan bakteri dan jamur, serta

mencegah munculnya bau tidak sedap selama haid.

h. Pilih pembalut yang tidak beraroma

Disarankan memilih pembalut yang tidak mengandung pewangi atau

parfum, terlebih jika mempunyai kulit sensitif. Tambahan parfum pada

pembalut hanya akan membuat kulit area kewanitaan rentan

mengalami gatal-gatal dan terjadi keputihan. Disarankan memilih

produk pembalut yang berlabel hipoalergenik, karena produk jenis ini

dianggap lebih aman untuk pemilik kulit sensitif.

i. Pembalut dengan antibakteri alami

Untuk mendapatkan perlindungan ekstra, bisa menggunakan pembalut

yang memiliki kandungan bahan alami, salah satunya adalah daun

sirih. Daun sirih sudah sejak lama diketahui memiliki kandungan

antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi dan iritasi pada luka.

C. Remaja

Remaja menurut Ramadhy (2010) adalah usia dimana anak individu

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa

dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berasa dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Masa remaja yang kita alami merupakan suatu periode dalam rentang

kehidupan manusia, mau tidak mau kita pasti kita mengalaminya. Pada masa

ini berlangsung proses proses perubahan secara biologis juga secara psikologis
31

yang dipengaruhi berbagai faktor, temasuk oleh masyarakat, teman sebaya dan

juga media massa. Pad amasa remaja sudah mulai belajar untuk meninggalkan

sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan pada saat yang bersamaan

mempelajari perubahan pola prilaku dan sikap baru orang dewasa. Selain itu,

remaja juga dihadapkan pada tuntutan yang terkadang bertentangan, baik dari

orang tua, guru, teman sebaya maupun masyarakat di sekitar (Ma`shum,

2016).

Remaja dibagi 3 tahapan, namun dalam pembagian usia berbeda yaitu

masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja madya usia 13-15 tahun dan masa

remaja akhir 16-19 tahun ( Ramadhy, 2010 ).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan

pengertian remaja adalah individu baik laki-laki maupun perempuan yang

berada pada masa atau usia antara anak-anak dan dewasa dengan beberapa

tahapan dalam pembagian usia. Setiap tahapan tersebut mempunyai

perubahan-perubahan baik fisik maupun mental.

1. Perubahan fisik pada remaja

Terjadinyaperubahan fisik yang cepat pada remaja, menurut

Ramadhy (2010) termasuk pertumbuhanorgan-organ reproduksi (organ

seksual) ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut :

a. Tanda-tanda seks primer yaitu hubungan langsung denganorgan

reproduksi yaitu :
32

1) Terjadinya hai/menstruasi pertama kali pada remaja perempuan

atau disebut juga menarche.

2) Dialaminya mimpi basah (wet dream pollutio) pada remaja laki-

laki.

b. Tanda-tanda sekunder yaitu :

1) Pada remaja laki-laki yaitu timbulnya perubahan suara, tumbuhnya

jakun, penis dan testis makin membesar, terjadinya sekresi dan

ejakulasi, dada lebih datar/bidang. Badan berbobot, tumbuh kumis,

jambang, janggut dan rambut kelamin (mons pubis) dan disekitar

ketiak.

2) pada remaja perempuan pinggul melebar, pertumbuhan rahim

(uterus) dan vagina, payudara membesar (telarche), timbulnya

rambut disekitar kelamin dan ketiak.

2. Perubahan psikis pada masa remaja

Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan

perubahan fisik, yaitu :

a. Perubahan emosi sehingga remaja menjadi :

1) Sensitif (mudah menangis, cemas, prustasi, dan tertawa)

2) Agresif dan mudah bereaksi terhadap ransangan luar yang

berpengaruh sehingga mudah berkelahi.


33

b. Perkembangan intelegensia sehingga remaja menjadi

1) mampu berpikir abstrak

2) senang memberikan kritik

3) ingin mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu yang tinggi sehingga

muncul perilaku mencoba-coba


BAB III

KERANGKA KONSEP

Keputihan merupakan masalah yang sering dialami oleh wanita, namun

keputihan ini dapat menjadi sekresi vaginal abnormal. Keputihan abnormal

disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di

sekitar bibir vagina bagian luar. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengetahuan

tentang keputihan, sehingga berdampak pada sikapnya terhadap personal

hygiene. Berdasarkan uraian diatas, kerangka penelitian dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

perubahan fisik
Remaja sampai psikologis

kesehatan
reproduksi
Faktor keputihan:
✓ Pengetahuan
✓ Sikap
✓ Vulva hygiene Keputihan
✓ Penggunaan celana dalam
✓ Perilaku saat menstruasi

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian menggunakan literature review,

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keputihan

pada remaja. Literature review adalah sebuah sintesis dari studi-studi

penelitian primer baik jurnal, prosiding, majalah, atau lainnya yang

menyajikan suatu topic tertentu dengan formulasi pertanyaan klinis yang

spesifik dan jelas (Nursalam. 2015).

B. Populasi, Sampling dan Sample Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh

peneliti (Nursalam, 2015). Adapun yang menjadi populasi di penelitian ini

adalah jurnal nasional yang berkaitan dengan faktor yang berhubungan

dengan keputihan pada remaja dengan jumlah jurnal sebanyak 1670 jurnal

nasional

2. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk

memilikih populasi ahar memperoleh dari subjek penelitian ((Nursalam,

2015: 173). Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara

mencari jurnal-jurnal yang terkait dengan faktor penyebab keputihan


35
36

remaja yaitu pencarian melalui elektronik data base yang bersumber dari

web engine pencarian seperti scholar google. Untuk memperoleh jurnal

tersebut peneliti mencari kata kunci yang berhubungan dengan topik

penelitian. Kata kunci yang digunakan adalah faktor penyebab keputihan

pada remaja.

3. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi menurut Notoatmodjo (2010) adalah kriteria atau ciri-ciri

yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil

sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Jurnal nasional yang berkaitan dengan faktor penyebab keputihan pada

remaja

2) Jurnal diterbitkan dalam rentang waktu 10 tahun (2011-2019).

3) Dapat dipertanggung jawabkan seperti tercantumnya sumber jurnal,

nomor, volume, ISSN, ISBN dan DOI

4) Dapat diakses fulltext berupa pdf

4. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

2015). Kriteria enklusi pada penelitian ini yang tidak ada.

5. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut, Teknik sampling merupakan cara yang digunakan dalam

pengambilan sampel, sehingga sampel yang diperoleh mewakili secara


37

keseluruhan dari populasi (Notoatmodjo,2010). Sampel dalam penelitian

ini adalah 9 jurnal nasional yang berkaitan dengan faktor penyebab

keputihan pada remaja.

C. Tahapan Literature Reviews

Peneliti dalam melakukan studi literatur riview ini peneliti melakukan

beberapa tahapan, dimana tahapan-tahapan tersebut dilakukan untuk

memperoleh jurnal yang diakui kredibilitasnya. Adapun tahapan-tahapan

tersebut digambarkan sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah

Tahap ini peneliti mengumpulkan jurnal sebanyak-banyaknya yang

terkait dengan faktor kejdian keputihan. Artinya dalam penelitian ini

peneliti mengkaji permasalahan melalui jurnal-jurnal penelitian nasional

seperti web google scholar, dimana didapatkan sebanyak 1670

artikel/jurnal

2. Screening

Tahap ini peneliti melakukan penyaringan dari jurnal yang telah

diperoleh. Adapun jurnal yang sesuai dengan tujuan penelitian sebanyak

18 buah jurnal yang sesuai dengan masalah penelitian, Selanjutnya dari

18 artikel tersebut berdasarkan kriteria inklusi di cari fulltext dan sumber

data yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga didapatkan artikel

sebanyak 9 artikel.
38

3. Penilaian Kualitas

Tahap ini peneliti melakukan penilaian kualitas pada jurnal-jurnal yang

telah di skrining, pemilihan terhadap jurnal yang diperoleh untuk

mendapatkan jurnal yang bisa dibertanggung jawabkan seperti jurnal yang

mencantumkan ISSN, nomor, tahun, sumber jurnalnya dan dapat diakses

lengkap artikelnya berupa pdf atau dokumen lainnya.

4. Analisa Data

Analisis data menurut Nursalam (2015) merupakan metode dalam mencari

dan menata secara sistematis data yang telah terkumpul untuk

meningkatkan pemahaman penelitian. Analisis data dalam penelitian ini

dengan memasukan ringkasan dari jurnal ke dalam tabel IMRaD

(Introduction, methode, Result dan Discussion)

5. Menulis Hasil Analisis Data

Tahap ini, peneliti menulis hasil pada tabel IMRaD tersebut ke dalam

sebuah narasi untuk melihat persamaan dan perbedaan dari jurnal dan

mendapatkan bahwa terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian keputihan pada remaja.


BAB V

HASIL LITERATUR RIVIEW

Penelitian dilakukan sesuai dengan proses penelitian yang telah ditentukan

meliputi proses identifikasi, screening, penilaian kualitas artikel, analisa data dan

menulis hasil analisis. Adapun langkah proses dan hasil data yang diperoleh dapat

dilihat dalam bagan berikut ini:

Hasil Penelusuran Jurnal


dengan Search Engine
Google Scholar = (n=1670)
Jurnal yang tidak relevan
dengan tujuan penelitian
(n=1652)
Hasil screening sesuai dengan
masalah penelitian (n=18) Jurnal yang tidak eligible
dengan kriteria inklusi
dan duplikasi (n= 9)
Hasil penilaian kualitas yang
sesuai dengan kriteria inklusi
(n=9)

Jurnal yang masuk dalam


analisis (n= 9)

39
40

Berdasarkan penelusuran literatur mengenai faktor yang berhubungan dengan

kejadian keputihan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Noor Azizah (2017)

Karakteristik remaja putri dengan kejadian keputihan di SMK Muhammadiyah

kudus. Tujuan penelitiannya untuk mengetahui pengetahuan tentang

keputihan, jenis celana dalam, cara cebok dengan kejadian keputihan pada

siswi SMK Muhammadiyah Kudus. Penelitian ini termasuk penelitian non

eksperimental (observasional), dengan rancangan penelitian cross sectional.

Hasil penelitiannya tidak ada hubungan antara pengetahuan, cara cebok dan

anti celana dalam dengan kejadian keputihan. Hasil penelitiannya didapatkan

tidak adanya hubungan antara pengetahuan, jenis celana dalam dan cara cebok

dapat disebabkan oleh faktor lain karena infeksi, adanya benda asing, personal

higoene yang buruk dan perilaku saat menstruasi.

2. Ida Ayu Cintya Pradnyandari (2018)

Gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang vaginal hygiene terhadap

kejadian keputihan patologis pada siswi kelas 1 di SMA Negeri 1 Denpasar.

Tujuan mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang

vaginal hygiene terhadap kejadian keputihan patologis pada siswi. Penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode cross- sectional. Hasil

penelitian tingkat pengetahuan tentang vaginal hygiene didapatkan data

sebesar 99,9% baik dan 0,1% buruk. Tingkat sikap tentang vaginal hygiene

didapatkan data sebesar 100% baik. Tingkat perilaku tentang vaginal hygiene

didapatkan data sebesar 98,2% baik dan 1,8% buruk


41

3. Elmia Kursani (2013)

Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Flour Albus (Keputihan) Pada

Remaja Putri di SMA PGRI Pekanbaru. Penelitian bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya flour albus

(keputihan) pada remaja putri di SMA PGRI Pekanbaru tahun 2013. Jenis

Penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan desain penelitian yang

digunakan adalah cross sectional. Subjek penelitian ini adalah siswi kelas X

dan Kelas XI yang berjumlah 125 orang. Teknik sampling yang digunakan

adalah simple random sampling yang menggunakan angket berupa kuesioner.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden

mengalami flour albus yang normal sebanyak 119 (95,2%), responden dengan

tingkat pengetahuan rendah sebanyak 24 orang (19,2%), responden dengan

sikap negatif sebanyak 46 orang (36,8%), responden yang tidak melakukan

personal hygiene sebanyak 45 orang (36,0%), dan responden yang

menggunakan douching sebanyak 45 orang (36,0%). Berdasarkan uji statistik

diperoleh P value semua variabel < ɑ (0,05), berarti terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan, sikap, personal hygiene dan douching dengan

terjadinya flour albus. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai OR yang paling

tinggi diantara variabel yang lain adalah variabel pengetahuan dengan nilai

OR (95% CI) = 9,900 (1,696-57,778), artinya responden yang memiliki

tingkat pengetahuan rendah berpeluang 9,900 kali terjadinya flour albus tidak

normal di bandingkan responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi.


42

4. Deissy Marcelien Nanlessy (2013)

Hubungan antara pengetahuan dan perilaku remaja puteri dalam menjaga

kebersihan alat genitalia dengan kejadian keputihan di SMA Negeri 2

Pineleng. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan dan perilaku remaja putri dalam menjaga kebersihan alat

genitalia dengan kejadian keputihan di SMA Negeri 2 Pineleng. Metode. Jenis

penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan cross

sectional yang menggunakan teknik total sampling, responden berjumlah 60

orang dengan criteria inklusi dan eksklusi. Hasil yang disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan dianalisis menggunakan Chi-square test dengan

taraf signifikan (a=0.05). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

kuesioner. Kesimpulan dalam penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan

antara pengetahuan remaja putri dalam menjaga kebersihan alat genitalia

dengan kejadian keputihan sebanyak 18 remaja putri dengan nilai p=0,628,

dan tidak ada hubungan antara perilaku remaja putri dalam menjaga

kebersihan alat genitalia dengan kejadian keputihan sebanyak 21 remaja putri

dengan nilai p=0,158

5. Helmy Ilmiawati (2016)

Pengetahuan Personal hygiene Remaja Putri pada Kasus Keputihan. Tujuan

penelitian untuk mengetahui pengetahuan personal hygiene remaja putri

dengan kasus keputihan. Peneliti menggunakan 50 responden dan semua

memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan total sampling.

Variabel yang diteliti adalah karakteristik responden meliputi usia dan tingkat
43

pendidikan. Sedangkan variabel pengetahuan personal hygiene meliputi cuci

tangan sebelum menyentuh kelamin, cara yang benar membasuh vagina,

penggunaan celana dalam, penggunaan panty liner. Untuk kasus keputihannya

adalah keputihan yang dialami responden. Seluruh variabel diukur

menggunakan kuesioner tertutup dan dianalisis menggunakan analisa

deskriptif. Hasil penelitian karakteristik usia responden sebagian besar berusia

13 tahun. Hasil penelitian tentang pengetahuan personal hygiene sebagian

besar remaja putri memiliki pengetahuan yang tidak baik sebesar 23

responden (46%) tentang personal hygiene. Untuk kasus keputihan yang

dialami sebagian besar keputihan yang dialami adalah keputihan yang tidak

normal yaitu sebesar 27 responden (54%). Pengetahuan tidak baik disebabkan

keterbatasan akses informasi dan fasilitator di Lembaga Pendidikan tersebut.

6. Abrori (2017)

Faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan Patologis siswi sman 1

simpang hilir kabupaten kayong Utara. Tujuan penelitiannya adalah untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keputihan

patologis pada siswi SMA di Kabupaten Kayong Utara. Metode penelitian

adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan

sampel menggunakan simple random sampling. Besar sampel yang ditetapkan

adalah 59 sampel. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan

kuesioner. Analisis data dilakukan dengan uji chi square Hasil penelitian

menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan

vulva hygiene (p=0,036), gerakan membersihkan vagina (p=0,025),


44

penggunaan pembersih vagina (p=0,002), penggunaan celana dalam ketat

(p=0,007), dan penggunaan toilet umum (p= 0,021) dengan kejadian keputihan

patologis. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kegemukan dengan

kejadian keputihan patologis (p=0,587).

7. Novalita Oriza (2018)

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keputihan Pada Remaja Putri di

SMA Darussalam Medan. Tujuan mengetahui faktor yang berhubungan

dengan kejadian keputihan di SMA Darussalam Medan. Metode Jenis

penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi

penelitian ini adalah seluruh remaja putri di SMA Darussalam Medan

sebanyak 207 remaja putri. Hasil penelitian dari ujichi-square dengan nilai (sig

α <0,05) yang berartiterdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan

tentang vulva hygiene (p=0,006), sikap tentang vulva hygiene (p=0,004),

pemakaian pantyliner (p=0,004), dan pemakaian cairan pembersih vagina

(p=0,025). Hasil uji penelitian dengan metode Enter dengan nilai (sig α <0,05)

yang berarti sangat memengaruhi terjadinya kejadian keputihan, sikap (sig=

0,008) dan pemakaian pantyliner (sig=0,001).

8. Egi Yunia Rahmi (2016)

Faktor Perilaku Yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan Pada Remaja

Putri. Untuk mengetahui faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya

keputihan pada remaja putri. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif

dengan menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dan pendekatan

cross sectional. Hasil penelitian analisa univariat dapat disimpulkan bahwa


45

sebagian besar responden berada pada usia remaja (16-18 tahun) yaitu

sebanyak 69 responden (84.2%), sebagian besar responden yang mengalami

kejadian keputihan sebanyak 55 responden (67.1%), pengetahuan responden

berada pada tingkat pengetahuan yang sedang sebanyak 40 responden

(48.8%), sikap responden berada pada sikap yang baik sebanyak 50 responden

(61.0%), dan tindakan responden berada pada tindakan yang baik sebanyak 43

responden (52.4%). Hasil analisa bivariat dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap terjadinya keputihan (p value =

0,090), tidak ada hubungan antara sikap terhadap terjadinya keputihan (p

value = 0,986), dan ada hubungan antara tindakan terhadap terjadinya

keputihan (p value = 0,041).

9. Dinda Regia Febryary (2016)

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Remaja Putri dalam Penanganan

Keputihan di Desa Cilayung. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran

pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja putri dalam penanganan keputihan di

Desa Cilayung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif. Sampel penelitian adalah 81 remaja putri yang ada di Desa

Cilayung. Sampel yang dipilih yaitu Simple Random Sampling. Instrumen

yang digunakan adalah kuisioner. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

remaja putri yang berpengetahuan baik sebesar 61,7%, remaja putri yang

bersikap positif sebesar 56,8%, remaja putri yang berperilaku positif sebesar

50,6%, remaja putri yang berpengetahuan baik serta bersikap positif sebesar

68,0%, dan remaja putri yang berpengetahuan baik serta berperilaku baik
46

sebesar 62%. Simpulan dari penelitian ini adalah penanganan keputihan yang

dilakukan oleh remaja putri di Desa Cilayung dilihat dari tingkat pengetahuan,

sikap, dan perilaku termasuk kedalam kategori baik.


BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan literatur riview didapatkan latar belakang dari peramasalahan

didasarkan pada adanya perubahan pada masa remaja. Masa remaja merupakan

masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Perubahan yang dapat dijumpai

pada masa remaja khususnya remaja putri adalah perubahan bentuk tubuh, adanya

perubahan pada organ reproduksi dan lainnya. Pada umumnya setiap remaja

wanita dapat mengalami keputihan. Keputihan ada yang bersifat normal dan ada

yang abnormal sehingga dapat berdampak pada gambaran dan harga diri remaja

putri tersebut. Masalah keputihan adalah masalah sejak lama yang telah dialami

oleh wanita khususnya remaja. Remaja adalah bagian dari populasi yang beresiko.

Keputihan patologis yang tidak dicegah dan ditangani dengan baik dapat

menimbulkan berbagai penyakit dan berujung fatal ( Pradnyandari, 2019; Kursani,

2013; Febryary, 2016; Rahmi, 2016; Azizah, 2017 dan Nanlessy, 2013)

Hal ini sesuai teori Prayitno (2014) yang mengatakan bahwa keputihan

merupakan keluahan yang paling sering ditemukan pada perempuan. Keputihan

dapat terjadi dalam keadaan yang normal, tetapi dapat juga merupakan gejala dari

suatu kelainan atau keadaan yang patologis.

Penulis berpendapat bahwa masalah kesehatan pada remaja tidak terlepas

dari adanya perubahan pada alat-alat organ reproduksi remaja. Salah satu masalah

yang sering dialami oleh remaja khususnya wanita adalah keputihan. Oleh karena

47
48

itu remaja meurpakan populasi yang beresiko dan harus mendapatkan pehatian

khusus dan pengkajian terhadap faktor-faktor penyebab keputihan pada remaja

Berdasarkan hasil studi literatur terhadap beberapa jurnal tentang faktor

yang berhubungan dengan kejadian keputihan didapatkan bahwa faktor yang

diteliti sebagai penyebab keputihan diantaranya adalah pengetahuan, sikap dan

tindakan personal hygiene. Tindan personal hygiene terdiri dari cara

membersihkan vagina, penggunaan celana dalam ketat, penggunaan pembersih

vagina, penggunaan toilet umum, pemakaian pantyliner, cara cebok, jenis celana

dalam (Pradnyandari, 2018; Febryary, 2016; Rahmi, 2016; Kursani, 2013;

Ilmiawati, 2016; Abrori, 2017; Oriza, 2018; Azizah, 2017 dan Nanlessy, 2013).

Pengetahuan remaja tentang vaginal hyiene, atau tentang keputihan itu

sendiri sebagian besar termasuk baik. Dalam hal ini remaja dapat mengetahui

pelaksanaan vulva hygiene (Pradnyandari, 2018; Febryary, 2016). Namun dalam

penelitian Rahmi (2016) pengetahuan remaja berada pada tingkat pengetahuan

yang sedang. Hasil penelitian yang berbeda juga ditemukan pada penelitian

Kursani, (2013) dan Ilmiawati, (2016) yang menemukan sebagian besar

pengetahuan remaja termasuk rendah atau kurang.

Pada faktor sikap, didapatkan sebagian besar remaja memiliki sikap yang

baik atau positif tentang vulva hygiene (Pradnyandari, 2018; Febryary, 2016;

Rahmi, 2016). Namun pada penelitian Kursani (2013) remaja sebgaian besar

memiliki sikap negatif.

Perilaku personal hygiene dilakukan oleh remaja sebagian besar termasuk

baik, dalam hal ini remaja dapat melakukan personal hygiene seperti pengertian
49

membasuh vagina, kebersihan tangan, mencukur rambut, menggunakan celana

yang menyerap, mengganti celana dan pembalut secara teratur. Pengetahuan

tentang pengertian dan penyebab keputihan sudah diketahui oleh remaja

(Pradnyandari, 2018; Febryary, 2016 dan Rahmi, 2016). Namun dalam penelitian

Kursani (2013) sebagian besar remaja tidak melakukan personal hygiene dengan

baik. Seperti seperti mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara

berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti

celana dalam dan jarang mengganti pembalut

Sebagian besar remaja mengalami keputihan atau flour albus yang normal

(Kursani, 2013). Namun pada penlitian Ilmiawati (2016), Rahmi (2016) dan

Abrori (2017) kasus keputihan yang dialami sebagian besar keputihan yang

dialami adalah keputihan yang tidak normal seperti kental, wana kehijauan dan

menimbulkan gatal-gatal pada daerah kelamin.

Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan pengetahuan, sikap dan

personal hygiene dengan terjadinya keputihan (Kursani, 2013; Abrori, 2017,

Oriza, 2018).

Namun pada penelitian Azizah (2017) dalam penelitiannya menemukan

tidak ada hubungan antara pengetahuan, cara cebok, jenis celana dalam dengan

kejadian keputihan. Nanlessy (2013) menyimpulkan dalam penelitian didapatkan

tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja putri dalam menjaga kebersihan

alat genitalia dengan kejadian keputihan.


50

Rahmi (2016) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pengetahuan terhadap terjadinya keputihan, tidak ada hubungan antara sikap

terhadap terjadinya keputihan.

Melihat dari hasil penelitian dari jurnal-jurnal yang terkait, peneliti

berpendapat bahwa pengetahuan yang dimiliki remaja yang baik dapat

mengetahui bahwa menjaga vaginal hygiene adalah hal positif yang harus

dilakukan untuk mencegah keputihan. Sehingga kurangnya pengetahuan yang

dimiliki menyebabkan remaja tidak mengetahui hal yang baik dan buruk bagi

dirinya.

Hal ini sesuai dengan Tarwoto (2010) yang mengatakan bahwa

pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah

cukup. Seseorang harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali

pembelajaran tentang penyakit atau kondisi yang mendorong individu untuk

meningkatkan personal hygiene.

Pengetahuan yang dimiliki oleh remaja tentang keputihan dapat berkaitan

dengan cara atau upaya pencegahannya, dengan memiliki pengetahuan yang

rendah memungkinkan remaja tidak melakukan upaya-upaya untuk mencegah

atau mengobati keputihan. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2010) yang

mengatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan dapat mempengaruhi remaja

mengenai upaya untuk mencegah terjadinya keputihan dengan personal hygiene

yang baik. Selain itu juga remaja dengan pengetahuannya yang baik mengenai
51

jenis keputihan, maka akan mampu membedakan jenis keputihan normal dan

abnormal maka perilaku yang terjadi adalah segera pemeriksaan ke tenaga

kesehatan untuk diperiksa diberikan pengobatan, dalam arti ibu dapat

mengaplikasikan apa yang ketahui tentang kesehatan.

Hal lain yang berbeda pula ditemukan bahwa pengetahuan tidak

berhubungan dengan kejadian keputihan seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya penelitian oleh Azizah (2017) Nanlessy (2013) dan Rahmi (2016),

keputihan dalam penelitian tersebut dapat disebabakan oleh faktor lain misalnya

karena infeksi, adanya benda asing, personal higoene yang buruk dan perilaku saat

menstruasi.

Menurut teori dari (Santina, Wehbe, Ziade, & Nehme, 2013) menyebutkan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keputihan pada remaja putri

bisa disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan parasit. Keputihan memerlukan

perawatan yang baik, Perawatan diri saat menstruasi meliputi mengganti pakaian

dan celana dalam dengan teratur, mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali,

mandi setiap hari, membasuh area genitalia setelah buang air besar atau kecil,

melanjutkan aktivitas normal sehari-hari (pergi sekolah, melakukan aktivitas fisik,

olahraga), personal hygiene, memelihara keseimbangan asupan nutrisi yang tepat,

dan menggunakan obat sesuai resep yang diberikan dokter

Terkait dengan masalah sikap, dari penelusuran literatur sebagian besar

termasuk baik. Sikap atau responden yang positif terhadap cara pencegahan

penyakit akan menimbulkan perilaku yang baik. Sebaliknya sikap yang negatif
52

menganggap bahwa keputihan adalah yang yang warjar dan akan hilang

sendirinya sehingga tidak perlu mendapatkan pengobatan (Pribakti, 2010).

Dalam menjaga kebersihan genitalia seperti mencucinya dengan air kurang

bersih, memakai sabun pembersih vagina secara berlebihan, menggunakan celana

dalam yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tidak sering

mengganti pembalut saat menstruasi dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi

yang menyebabkan keputihan. Personal hyegiena menurut Monaidi SW (2015)

mengatakan bahwa Penggunaan cairan antiseptik dan pengharum dapat

membunuh flora normal yang ada di vagina. Keadaan pH yang normal akan

membunuh bakteri patogen yang ada di vagina, dimana bakteri patogen tersebut

merupakan salah satu penyebab keputihan. Namun bila terjadi gangguan

keseimbangan flora normal akibat pengunaan cairan antiseptik, maka akan terjadi

perubahan pH yang akan memicu kolonisasi bakteri patogen. Bakteri patogen

tersebut dapat menyebabkan vaginosis bakterial, vaginitis, dan cervitis sehingga

sekret yang dikeluarkan vagina menjadi tidak normal.

Mahanad, (2015) menyebutkan berada di daerah tropis yang panas

menyebabkan pengeluaran keringat yang berlebihan, keringat ini membuat tubuh

menjadi lembab terutama pada organ genitalia. Akibatnya bakteri dan jamur dapat

berkembang biak sehingga ekosistem di vagina terganggu yang dapat

menimbulkan bau tidak sedap serta infeksi. Untuk itulah diperlukan dalam

menjaga keseimbangan ekosistem dengan melakukan personal hygiene, untuk

menghindari timbulnya infeksi yang dapat menyebabkan timbulnya keputihan.


53

Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa keputihan dapat

dialami oleh remaja yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahannya,

sehingga dengan pengetahuan kruang tersebut remaja dapat memiliki sikap yang

negatif. Akhirnya remaha berperilaku atau melakukan tindakan personal hygiene

yang buruk. Sebaliknya, remaja yang memiliki pengetahuan baik dapat

menimbulkan sikap yang positif sehingga remaja memiliki perilaku personal

hygiene yang baik.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan literatur review didapatkan bahwa ada hubungan antara

personal hygiene dan sikap dengan kejadian keputihan. Namun pada faktor

pengetahuan terdapat perbedaan, artinya pengetahuan dapat menjadi faktor

terjadinya keputihan, disisi lain pengetahuan tidak dapat mempengaruhi

kejadian keputihan. Dengan memiliki pengetahuan yang baik, remaja masih

beresiko mengalami keputihan. Sikap remaja positif terhadap personal

hygiene dan yang harus dilakukan untuk mencegah keputihan. Personal

hygiene yang baik seperti membasuh vagina, kebersihan tangan, mencukur

rambut, menggunakan celana yang menyerap, mengganti celana dan pembalut

secara teratur dapat mencegah keputihan.

B. Saran

1. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan

Harapannya bagi penliti dari hasil literatur ini, dapatlah kiranya

menjadi tambahan referensi bagi mata kuliah Keperawatan dalam masalah

keputihan bagi remaja, pihak institusi pendidikan dapat melibatkan

mahasiswa untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja di

sekolah-sekolah menengah atau sederajat.

54
55

2. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil literatur ini diketahui penyebab keputihan salah satunya adalah

persoinal hygiene, oleh karena itu perawat disarankan dapat

meningkatakan personal hygiene yang baik bagi remaja dengan cara

memberikan pendidikan kesehatan

3. Peneliti lainnya

Peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian langsung ke

lapangan dengan mengambil data primer tentang faktor keputihan pada

remaja perlu dilakukan, dan menggunakan metode atau faktor lain yang

lebih luas
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, (2010). Gerakan Mengubah Perilaku Kesehatan. Dari


http://www.tempo.co.id/ medika/arsip/042001/lap-1.htm diakses tanggal
12 Januari tahun 2020

Anurogao, (2011). 45 Penyakit Aneh dan Khusus; Seluk Beluk dan Solusi Praktis
Terhadap Penyakit Aneh dan Khusus yang Wajib Kita Tahu. Yogyakarta:
C.V Andioffset.

Arnita, (2016). Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Keputihan Pada


Siswi Ma Al-Hikmah Aeng Deke Bluto. Tugas Akhir. Sumenep:
Universitas Wiraraja
Djuanda, (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Hembing (2011). Mengatasi Sindrom Pra-Menstruasi (Pms) & Nyeri Menstruasi


Secara Alami. http://www.infosehat.com

Hidayat (2011). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Cetakan Ketiga. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat, (2016). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta:


Salemba Medika

Johar (2013). Persepsi Dan Upaya Pencegahan Keputihan Pada Remaja Putri di
SMA Muhammadiyah 1 Semarang. Jurnal Keperawatan Maternitas .
Volume 1, No. 1, Mei 2013; 37-45

Kurnia Sari (2013). Identifikasi Faktor Penyebab Keputihan Pada Remaja Putri.
Fakultas Kesehatan dan Farmasi, Universitas Adiwangsa Jambi, Indonesia

Kusmiran, E (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika

Ma`shum, (2016). Perkembangan Remaja. Elektindo. Jakarta

Maharani (2010). Jangan Anggap Enteng Keputihan. http://www.infomedia.com


diakses pada tanggal 23 Maret tahun 2020

Manuaba, (2013). Buku Saku Ilmu Kandungan. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates

Notoatmodjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

56
Notoatmodjo, (2010). Ilmu Perilaku dan Pendidikan Kesehatan. Teori dan aplikai
. Jakarta : Rineka Cipta
Nurjanah (2012). Serangan Penyakit -penyakit Khas Wanita Paling Sering
Terjadi. Yogyakarta: Buku Biru.

Octviyanti, (2017). Penyebab Dan Penanggulangan Keputihan. Http://www.


medicine&theraphy.com diakses pada tanggal 18 Maret tahun 2020

Peterson, Potter, (2012). Masalah Reproduksi Wanita.


http://www.seksologi.infogue.com diakses pada tanggal 18 Maret tahun
2020

Potter (2010). Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika

Prayitno, S. (2014). Buku Lengkap Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta:


Saufa

Prisatianti (2013). Pakaian Dalam Lembab Memicu Keputihan.


https://www.alodokter.com

Prisatianti (2013) Tips. MenjagaKesehatanVagina Saat Menstruasi.


https://www.alodokter.com

Purwoastuti, E., dan Walyani, E.S. (2015). Panduan Materi Kesehatan


Reproduksi dan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Rahmi (2012). Faktor Perilaku Yang Mempengaruhi Terjadinya Keputihan Pada


Remaja Putri. Universitas Riau1

Ramadhy (2010). Matrikulasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Stikes Ngudi


Waluyo. Tidak Dipublikasikan

Retnowati, (2017) Remaja dan Permasalahannya. Fakultas psikologi UGM. Dari


http://sofia-psy.staff.ugm.ac.id/ diakses tanggal 3 Maret tahun 2020

Santina, Wehbe, Ziade, & Nehme, (2013). Assessment of beliefs and practices
relating to menstrual hygiene of adolescent girls in Lebanon. International
Journal of Health Sciences and Research, 75-88.

Sugandhi, (2010). Evaluasi Positif-Negatif Individu terhadap objek.


http://silabus.upi.edu diakses Januari Tahun 2020

Tesser (2012). Faktor Bawaan dalam penentuan Sikap. http://silabus.upi.edu


diakses tahun 2020

57
Wisnuwardani, (2014). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Buku Archan.
Jakarta

Wulansari (2013). Ilmu Kesehatan Masayrakat. Refika Aditama. Jakarta

Zainurie, (2010). Cara Seseorang Memperoleh Pengetahuan Dan Implikasinya


Pada Pembelajaran Matematika. http://zainurie.psikologi.com diakses tahun 2020

58
Lamprian 1. Analisa Data (IMRAD)

ANALISA DATA JURNAL FAKTOR PENYEBAB KEPUTIHAN

N Author Title Introductio Method Result Discussio


o n n

1. Noor Karakteristi mengetahui penelitian Hasil tidak


Azizah k remaja pengetahuan non penelitianny adanya
(2017) putri dengan tentang eksperiment a tidak ada hubungan
kejadian keputihan, al hubungan antara
keputihan di jenis celana (observasio antara pengetahu
SMK dalam, cara nal), dengan pengetahua an, jenis
Muhammadi cebok rancangan n, cara celana
yah kudus dengan penelitian cebok dan dalam dan
kejadian cross anti celana cara cebok
keputihan sectional dalam dapat
pada siswi dengan disebabka
SMK kejadian n oleh
Muhammadi keputihan faktor lain
yah Kudus karena
infeksi,
adanya
benda
asing,
personal
higoene
yang
buruk dan
perilaku
saat
menstruasi

2. Ida Ayu Gambaran mengetahui penelitian tingkat masih


Cintya pengetahuan bagaimana deskriptif pengetahua banyaknya
Pradnyan , sikap, dan pengetahuan dengan n tentang responden
dari perilaku , sikap, dan metode vaginal yang
(2018) tentang perilaku cross- hygiene mengguna
vaginal tentang sectional didapatkan kan cairan
hygiene vaginal data sebesar antiseptik
terhadap hygiene 99,9% baik maupun
kejadian terhadap dan 0,1% sabun
keputihan kejadian buruk. pada
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

patologis keputihan Tingkat daerah


pada siswi patologis sikap genitalnya,
kelas 1 di pada siswi tentang namun
SMA Negeri vaginal pada
1 Denpasar. hygiene kuesioner
didapatkan responden
data sebesar tidak
100% baik. menuliska
Tingkat n merk
perilaku sabun
tentang maupun
vaginal cairan
hygiene antiseptik
didapatkan yang
data sebesar digunakan
98,2% baik
dan 1,8%
buruk

3. Elmia Faktor Yang untuk Penelitian terdapat Responden


Kursani Mempengar mengetahui ini adalah hubungan yang
(2013) uhi faktor-faktor analitik yang memiliki
Terjadinya yang kuantitatif signifikan tingkat
Flour Albus mempengar dengan antara pengetahu
(Keputihan) uhi desain pengetahua an rendah
Pada terjadinya penelitian n, sikap, berpeluang
Remaja flour albus yang personal 9,900 kali
Putri di (keputihan) digunakan hygiene dan terjadinya
SMA PGRI pada remaja adalah cross douching flour albus
Pekanbaru putri sectional dengan tidak
terjadinya normal di
flour albus bandingka
n
responden
yang
memiliki
tingkat
pengetahu
an tinggi

60
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

4. Deissy Hubungan untuk menggunak tidak ada


Marcelien antara mengetahui an hubungan
Nanlessy pengetahuan hubungan observasion antara
(2013) dan perilaku antara al analitik pengetahua
remaja pengetahuan dengan n remaja
puteri dalam dan perilaku rancangan putri dalam
menjaga remaja putri cross menjaga
kebersihan dalam sectional kebersihan
alat genitalia menjaga alat
dengan kebersihan genitalia
kejadian alat genitalia dengan
keputihan di dengan kejadian
SMA Negeri kejadian keputihan
2 Pineleng keputihan
dan tidak
ada
hubungan
antara
perilaku
remaja putri
dalam
menjaga
kebersihan
alat
genitalia
dengan
kejadian
keputihan

5. Helmy Pengetahuan untuk Metode pengetahua Pengetahu


Ilmiawati Personal mengetahui deskriptif n personal an tidak
(2016) hygiene pengetahuan hygiene baik
Remaja personal sebagian disebabka
Putri pada hygiene besar n
Kasus remaja putri remaja putri keterbatas
Keputihan. dengan memiliki an akses
kasus pengetahua informasi
61
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

keputihan n yang tidak dan


baik fasilitator
di
kasus Lembaga
keputihan Pendidika
yang n tersebut
dialami
sebagian
besar
keputihan
yang
dialami
adalah
keputihan
yang tidak
normal

6. Abrori Faktor yang Untuk observasion terdapat Pengetahu


(2017) berhubunga mengetahui al analitik hubungan an yang
n dengan faktor yang dengan yang dimiliki
kejadian berhubunga pendekatan signifikan membentu
keputihan n dengan cross antara k perilaku
Patologis kejadian sectional pengetahua dalam
siswi sman 1 keputihan n vulva pencegaha
simpang Patologis hygiene , n
hilir siswi gerakan keputihan
kabupaten membersihk dnegan
kayong an vagina melakukan
Utara penggunaan personal
pembersih hygiene
vagina yang baik
penggunaan
celana
dalam ketat
dan
penggunaan
toilet umum

7. Novalita Faktor Yang mengetahui Jenis Hasil Faktor


62
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

Oriza Berhubunga faktor yang penelitian penelitian yang


(2018) n Dengan berhubunga survei dari ujichi- sangat
Kejadian n dengan analitik square memengar
Keputihan kejadian dengan dengan nilai uhi
Pada keputihan di pendekatan (sig α terjadinya
Remaja SMA cross <0,05) yang kejadian
Putri di Darussalam sectional berartiterda keputihan,
SMA Medan pat sikap
Darussalam hubungan
Medan yang dan
signifikan pemakaian
antara pantyliner
pengetahua
n tentang
vulva
hygiene

sikap
tentang
vulva
hygiene

pemakaian
pantyliner

dan
pemakaian
cairan
pembersih
vagina

8. Egi Yunia Faktor mengetahui penelitian Hasil Walaupun


Rahmi Perilaku faktor kuantitatif analisa remaja
(2016) Yang perilaku dengan bivariat memiliki
Mempengar yang menggunak dapat pengetahu
uhi mempengar an desain disimpulkan an dan
Terjadinya uhi penelitian bahwa tidak sikap yang
Keputihan terjadinya deskriptif ada negatif,
Pada keputihan korelasi dan hubungan namun
Remaja pada remaja pendekatan antara personal
cross tingkat higiene
63
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

Putri putri sectional pengetahua yang baik


n terhadap dapat
terjadinya mencegah
keputihan (p keputihan.
value =
0,090),
tidak ada
hubungan
antara sikap
terhadap
terjadinya
keputihan (p
value =
0,986), dan
ada
hubungan
antara
tindakan
terhadap
terjadinya
keputihan (p
value =
0,041).

9. Dinda Gambaran mengetahui penelitian remaja putri penangana


Regia Pengetahuan gambaran deskriptif yang n
Febryary , Sikap dan pengetahuan berpengetah keputihan
(2016) Perilaku , sikap, dan uan baik yang
Remaja perilaku sebesar dilakukan
Putri dalam remaja putri 61,7%, oleh
Penanganan dalam remaja putri remaja
Keputihan di penanganan yang putri
Desa keputihan bersikap dilihat dari
Cilayung positif tingkat
sebesar pengetahu
56,8%, an, sikap,
remaja putri dan
yang perilaku
berperilaku termasuk
positif kedalam
64
N Author Title Introductio Method Result Discussio
o n n

sebesar kategori
50,6%, baik

65

Anda mungkin juga menyukai