Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PLASENTA PREVIA

Disusun Oleh

NURUL TAHMI (22020035)

OKSIYANI KAMPINDO (22020036)

ALDAYANA TOGANDU (22020004)

SALMIA ( 22020039)

MERSY TORAU (22020028)

DHELIA VERONICA TONGKU (22020013)

STIKES HUSADA MANDIRI POSO

PRODI DIII KEBIDANAN

2023

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Poso, Februari 2022

7
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plasenta previa adalah komplikasi dalam kehamilan biasanya ditandai dengan


pendarahan pada vagina tanpa rasa nyeri pada trimester ketiga, dimana letak
plasenta menutupi ostium uteri interna. Umumnya kategori plasenta previa
adalah total, partial dan marginal. Plasenta previa totalis merupakan plasenta
menutupi seluruh ostium internal, plasenta previa parsial adalah plasenta
tertanam dekat dan sebagian menutupi internal ostium dan plasenta previa
marginal merupakan plasenta terletak 2-3 cm dari ostium uteri internum
(Almnabri et al., 2017).
Plasenta previa bisa menimbulkan masalah kesehatan yang signifikan karena
penderita mungkin akan dirawat di rumah sakit untuk observasi karena
penderita mungkin akan membutuhkan tranfusi darah dan berisiko untuk
melahirkan secara prematur (Wiknjosastro, 2009). Plasenta previa dapat
menyebabkan ibu dan janin mengalami risiko tinggi dan hal ini merupakan
salah satu kedaruratan kebidanan. Bantuan medis merupakan hal yang sangat
penting untuk menyelamatkan ibu dan janin (Fraser, 2011).
Perempuan dengan plasenta previa berisiko lebih tinggi mengalami
pendarahan post partum, pendarahan antepartum, membutuhkan transfusi
darah, lama dirawat di rumah sakit dan pesalinan dengan operasi caesar.
Kejadian plasenta previa juga meningkatkan dampak yang merugikan bagi
kehamilan yaitu apgar skor kurang dari 7 pada menit ke 1, menit ke-5 dan ke

10, bayi dengan berat badan lahir rendah, malpresentasi janin, dirawat di
ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan kematian bayi (Senkoro et
al, 2017).

8
Penyebab langsung kematian ibu adalah komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas. Semakin tinggi kasus komplikasi maka semakin tinggi
kematian ibu. Penyebab utama komplikasi ibu hamil adalah perdarahan,
hipertensi, infeksi dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena
interaksi antara kondisi medis yang sudah ada dan kehamilan (WHO, 2018).
Lima penyebab kematian ibu tebanyak yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian
ibu masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan
(30,5), hipertensi dalam kehamilan (27,1) dan infeksi (7,3) (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), kematian ibu adalah
kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari
(6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan
maupun tempat melekatnya janin tetapi juga bukan disebabkan oleh
kecelakaan/cedera. Tahun 2015, WHO menyebutkan bahwa angka kematian
ibu di seluruh dunia sebanyak 303.000 jiwa. Setiap hari terjadi kematian ibu
sebanyak 830 akibat kehamilan dan persalinan dan sekitar 99% angka
kematian ibu terjadi di negara berkembang dan 1% terjadi di negara maju
(WHO, 2018).
Salah satu indikator utama yang peka untuk mengukur status kesehatan suatu
wilayah yaitu angka kematian ibu (AKI) yang juga ditetapkan Sustainable
Development Goals (SDGs). Tujuan kelima dari SDGs yaitu
“kesehatan yang lebih baik” memiliki 13 target, yang salah satunya adalah
penurunan angka kematian ibu yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup. Secara
umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1995-2015 dari 390
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun mengalami penurunan
angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus
dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015
(Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 mencapai

107 orang dengan sedikit penurunan dari tahun 2015 yang mencapai 111
orang. Dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang

9
merupakan salah satu kota dengan AKI sebanyak 20 orang pada tahun 2016
yang mengalami sedikit penurunan di tahun 2017 menjadi 16 orang (Dinkes
Kota Padang, 2018; Dinkes Sumbar, 2017).
Pendarahan antepartum adalah pendarahan pervaginam pada usia kehamilan
diatas 28 minggu (Manuaba,2014). Perdarahan antepartum merupakan salah
satu dari kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 35% dari seluruh
persalinan. Penyebab perdarahan antepartum yang paling umum adalah
plasenta previa (31%), solusio plasenta (22%), dan penyebab lainnya
(perdarahan sinus marginal, vasa previa, servisitis, trauma genital dan infeksi)
(Athanasias et al., 2012).
Kejadian plasenta previa secara global berkisar 5,2/1.000 kehamilan.

Angka kejadian di Amerika berkisar 2,8/1.000 kehamilan tunggal atau


3,9/1.000 pada kehamilan dengan janin kembar. Kejadian plasenta previa
lebih tinggi pada ibu hamil di Asia yaitu sekitar 12,3/1.000 kehamilan
(Senkoro et al.,2017). Insiden plasenta previa telah meningkat selama 30
tahun terakhir.
Insiden yang dilaporkan rata-rata 0,3 persen atau 1 kasus per 300 hingga 400
persalinan. Frekuensi di Rumah Sakit Parkland dari tahun 1988 hingga 2003
untuk hampir 250.000 kelahiran adalah 2,6 per 1000. Untuk periode 2004
hingga 2015, ia meningkat menjadi 3,8 per 1.000. Frekuensi serupa telah
dilaporkan dari Austria, Finlandia, dan Israel (Cunningham et al.,2018).
Sedangkan di Indonesia kejadian plasenta previa dilaporkan oleh
beberapa peneliti berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan (Fitria,
2014). Kejadian plasenta previa Pada beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah di Indonesia melaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar
1,7 % sampai
2,9%, sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu < 1 %
(Chalik, 2016).
Rumah sakit umum pusat Dr. M. Djamil merupakan salah satu rumah sakit
rujukan daerah Sumatera Barat. Angka kejadian plasenta previa di RSUP Dr.
M Djamil Padang pada tahun 2017-2018 berjumlah 107 kasus.

10
Penelitian Rosenberg et al., (2011) menyebutkan bahwa faktor risiko
plasenta previa adalah infertilitas, riwayat operasi caesar dan usia ibu. Hasil
penelitian Kiliccii et al., (2017;19) menyebutkan bahwa usia ibu menjadi
salah satu faktor risiko plasenta previa dan meningkatnya angka kejadian
operasi caesar. Penelitian Sencoro, et al (2017) menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi plasenta previa seperti
multigravida lebih dari lima kali, minum alkohol selama kehamilan dan
penyakit ginekologi.
Sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Mgaya et al di Tanzania dan
Raes et al di Pakistan menyebutkan bahwa insiden plasenta previa terjadi
pada ibu multigravida yang dapat dijelaskan oleh perubahan degeneratif
vaskularisasi uterus memicu perfusi yang tidak adekuat pada plasenta,
pembesaran dan peningkatan implantasi pada segmen bagian bawah uterus.
Namun ada studi yang menginformasikan bahwa tidak ada hubungan antara
usia ibu yang lanjut dengan kejadian plasenta atau paritas tinggi. Plasenta
previa berhubungan dengan penatalaksanaan infertile, operasi sesar
sebelumnya dan usia ibu yang dievaluasi sebagai meningkatkanya risiko
kelahiran SC (Senkoro et al.,2017).
Paritas menurut kamus kedokteran Dorland (2012) adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menunjukkan keadaan seorang wanita yang pernah
melahirkan keturunan yang mampu hidup tanpa memandang anak tersebut
hidup saat lahir atau tidak. Kejadian plasenta previa meningkat 3 kali pada
wanita multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa
disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua
akibat persalinan masa lampau, terutama jika jarak kehamilannya pendek
(Sukarni dan Sudarti, 2014). Penelitian Permata (2016) di RSUP DR M
Djamil tahun 2013 pada 38 orang responden menyebutkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara paritas dengan plasenta previa. Sedangkan
penelitian Fiolly (2016) di RSUP DR M Djamil tahun 2014-2015 pada 38
orang responden menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas
dan plasenta previa.

11
Menurut Manuaba (2014) umur reproduksi yang optimal dan aman bagi
seorang ibu adalah antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tesebut
akan meningkatkan risiko pada kehamilan dan persalinannya termasuk
plasenta previa yang juga akan meningkat tiga kali lipat pada usia diatas 35
tahun karena endometrium akan menjadi kurang subur.

Usia merupakan salah satu faktor terjadinya plasenta previa. Perempuan


dengan usia diatas 35 tahun meningkat risiko plasenta previa 3 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita di bawah usia 20 tahun. Penelitian
Wardana (2007) menyatakan bahwa peningkatan umur ibu merupakan faktor
risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteri dan arteriole
miometrium yang dapat menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang
lebih besar untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat (Wardana,2007).
Berbeda dengan penelitian Senkoro et al., (2017) menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian plasenta previa.
Plasenta previa juga berhubungan dengan adanya jaringan parut uterus dan
perlukaan pada endometrium seperti yang terjadi akibat kuretase dan terutama
adanya riwayat operasi caesar sebelumnya (Oyelese dan Smulian, 2006).
Sebagaimana diketahui operasi caesar dilakukan dengan cara sayatan pada
dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan perubahan atropi dari desidua
dan berkurangnya vaskularisasi. Hal tersebut dapat menyebabkan aliran darah
ke janin tidak cukup dan mengakibatkan plasenta mencari tempat yang lebih
luas dan endometrium yang masih baik untuk berimplantasi yaitu di segmen
bawah rahim, yang nantinya dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (Trianingsih, 2015). Dalam penelitian Gargari et al., (2016)
menyebutkan faktor risiko meningkat dengan adanya riwayat operasi caesar
sebelumnya. Berdasarkan penelitian Fiolly (2016) terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat operasi uterus (seksio sesarea, kuretase,
miomektomi) dengan plasenta previa.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan penelitian ini untuk
mengetahui faktor risiko usia, paritas dan bekas seksio sesarea dengan
kejadian plasenta previa di RSUP Dr. M Djamil Padang.

12
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari seluruh latar belakang yang dijelaskan sebelumnya


maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1) Apakah terdapat hubungan antara usia ibu dengan plasenta previa di
RSUP Dr. M Djamil Padang?
2) Apakah terdapat hubungan antara paritas dengan plasenta previa di RSUP
Dr. M Djamil Padang?
3) Apakah terdapat hubungan antara bekas seksio sesarea dengan plasenta
previa di RSUP Dr. M Djamil Padang?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, paritas dan bekas
seksio sesarea dengan plasenta previa di RSUP Dr. M Djamil Padang tahun
2017-2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui karakteristik ibu bersalin di RSUP Dr. M Djamil Padang


tahun 2017-2018
2) Mengetahui distribusi frekuensi usia ibu bersalin di RSUP Dr. M
Djamil Padang tahun 2017-2018

3) Mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu bersalin di RSUP Dr. M


Djamil Padang tahun 2017-2018
4) Mengetahui distribusi frekuensi bekas SC ibu bersalin di RSUP Dr. M
Djamil Padang tahun 2017-2018
5) Mengetahui hubungan usia ibu dengan plasenta previa di RSUP Dr. M
Djamil Padang tahun 2017-2018.
6) Mengetahui hubungan antara paritas dengan plasenta previa di RSUP
Dr. M Djamil Padang tahun 2017-2018.
7) Mengetahui hubungan antara bekas seksio sesarea dengan plasenta
previa di RSUP Dr. M Djamil Padang tahun 2017-2018.

13
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti


Menjadi wadah bagi peneliti untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang plasenta previa dan dan meningkatkan pengalaman dalam
melakukan penelitian.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai data awal bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor–faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian plasenta previa dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah ilmu pengetahuan pembaca terutama tentang plasenta previa.

14
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Plasenta Previa

1. Definisi dan Klasifikasi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada


segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (Wiknjosastro, 2014). Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta
berimplantasi menutupi sebagian atau seluruh segmen bawah rahim (Sataloff dkk,
2014).
Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui jalan
lahir diklasifikasikan menjadi plasenta previa totalis yaitu implantasi plasenta
menutupi seluruh pembukaan jalan lahir, plasenta previa partialis yaitu plasenta
yang implantasinya menutupi sebagian pembukaan jalan lahir, plasenta previa
marginalis yaitu plasenta yang implantasinya berada tepat di pinggir pembukaan
jalan lahir dan plasenta letak rendah yaitu implantasi plasenta yang terletak 3-4 cm
dari pembukaan
jalan lahir.

15
Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa berdasarkan derajat invasinya, dibagi menjadi tiga (Cunningham,
2014), yaitu :

a. Plasenta Akreta

Melekatnya vili korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan


miometrium. Tanda khas dari plasenta akreta pada pemeriksaan luar adalah
ikutnya fundus, apabila tali pusat ditarik.

b. Plasenta Inkreta

Melekatnya vili korion plasenta hingga memasuki/mencapai lapisan


miometrium, sehingga tidak mungkin dapat lepas dengan sendirinya. Perlu
dilakukan plasenta manual dengan tambahan kuretase tajam dan dalam hingga
histerektomi.

c. Plasenta Perkreta

Melekatnya vili korion hingga menembus lapisan otot hingga mencapai


lapisan serosa dinding uterus.
Ibu hamil yang terdiagnosis mengalami plasenta previa pada kehamilan
kurang dari 28 minggu, harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi ulangan
pada usia kehamilan antara 32 minggu hingga 35 minggu untuk mendeteksi ulang

16
letak plasenta karena letak plasenta masih bisa berubah seiring dengan
membesarnya kehamilan. Pada ibu hamil dengan plasenta previa yang memiliki
riwayat seksio sesarea membutuhkan pemeriksaan ulangan untuk memastikan ada
tidaknya plasenta akreta (Berghella, 2016). Silver,dkk (2018) menyebutkan
plasenta akreta adalah salah satu kondisi paling berbahaya yang terkait dengan
kehamilan, karena perdarahan dapat mengakibatkan kegagalan multi sistem organ,
kebutuhan untuk masuk ke unit perawatan intensif, histerektomi, dan bahkan
kematian.

2. Patofisiologi

Segmen bawah uterus tumbuh dan meregang setelah minggu ke 12


kehamilan, dalam minggu-minggu berikutnya ini dapat menyebabkan plasenta
terpisah dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi secara
spontan dan tanpa disertai nyeri, seringkali terjadi saat ibu sedang istirahat
(Sataloff dkk, 2014).
Segmen bawah uterus telah terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
Usia kehamilan yang bertambah menyebabkan segmen-segmen bawah uterus akan
melebar dan menipis serta servik mulai membuka. Pelebaran segmen bawah
uterus dan pembukaan servik pada ibu hamil dengan plasenta previa dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
merah kehitaman. Sumber perdarahannya adalah robeknya sinus uterus akibat
terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
(Wiknjosastro, 2014).
Plasenta previa dapat mengakibatkan terjadinya anemia bahkan syok,
terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh, bahkan infeksi
pada perdarahan yang banyak sampai dengan kematian (Manuaba, 2012).

17
3. Faktor Risiko

Berghella (2016) menyebutkan faktor risiko terjadinya plasenta previa


yaitu ibu dengan riwayat seksio sesarea, riwayat tindakan kuretase, multiparitas
dan riwayat merokok. Qatrunnada, dkk (2018) mendapatkan hubungan yang
bermakna pada usia, paritas, riwayat seksio sesarea, dan plasenta previa (p<0,05).

a. Usia ibu

Usia seorang ibu berkaitan dengan alat reproduksi wanita. Pengertian


usia menurut beberapa ahli, yaitu:
1). Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makluk, baik yang hidup maupun yang mati. semisal, umur manusia dikatakan 15
Tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Depkes, 2012).
2). Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
Tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Bertambahnya umur seseorang maka
kematangan dalam berpikir semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam
memeriksakan kehamilan dan mengetahui pentingnya ANC (Padila, 2014)
3). Usia adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan
sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan Tahun
(Nursalam, 2015)
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun, karena
pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang
dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri. Dalam Wiknjosastro (2014),
kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
dua hingga lima kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.
Manuaba (2012) menyebutkan kehamilan yang terjadi pada usia kurang
dari 20 tahun memerlukan perhatian yang optimal. Penyulit pada kehamilan lebih

18
tinggi muncul dibandingkan usia reproduksi sehat. Salah satu faktor
yang
mempengaruhinya adalah wanita berusia kurang dari 20 tahun secara fisik kondisi
organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Ibu muda biasanya memiliki
kemampuan perawatan pra-natal yang kurang baik karena rendahnya pengetahuan
dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
Masalah psikologis terkadang muncul, karena ketidaksiapan mental dan jiwa
untuk menjadi seorang ibu.. Hal ini mengakibatkan peningkatan risiko mengalami
persalinan komplikasi atau komplikasi obstretrik seperti abortus inkomplit,
toksemia, eklamsia, solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan,
persalinan macet, berat bayi lahir rendah, kematian neonatus dan perinatal. Pada
usia lebih dari 35 tahun, sering dikaitkan dengan kemunduran dan penurunan daya
tahan tubuh. Ibu yang berumur di atas 35 tahun mempunyai risiko dua atau tiga
kali untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan seperti perdarahan
atau hipertensi dalam kehamilan dan partus lama. b. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita

(BKKBN, 2011). Klasifikasi paritas menurut Mochtar (2012) dibedakan menjadi:


1). Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup
besar untuk hidup di dunia luar.
2). Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak lebih dari
satu, tidak lebih dari lima kali.
3). Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan lima orang anak
atau lebih.
Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien
dalam semua kala dalam persalinan karena melemahnya otot-otot rahim untuk
berkontraksi sehingga berisiko terjadinya persalinan lama dan perdarahan post
pasca persalinan (Wiknjosastro, 2014).
c. Riwayat Seksio Sesarea

19
Seksio Sesarea adalah tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2014). Cunningham (2014)
menyebutkan seksio sesarea adalah upaya melahirkan janin dengan metode
laparatomi dan histerektomi. Tindakan pembedahan seksio sesaria dilakukan
untuk keselamatan ibu dan janin selama persalinan berlangsung. Indikasi
dilakukannya
Sectio Caesarea (SC) secara umum adalah bila terdapat masalah pada jalan lahir
(passage), his (power) dan/atau janin (passenger) atau terdapat kontraindikasi
persalinan per vaginam. Indikasi ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu indikasi maternal, indikasi fetal, dan keduanya (Adriaansz, 2017;
Subekti, 2018). Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi, makrosomia
dan kelainan kongenital, sedangkan indikasi maternal meliputi persalinan lama,
disproporsi cepalo pelvik, ibu dengan penyakit bawaan seperti jantung, ibu
dengan infeksi HIV/AIDS.
B. Luaran Maternal

Luaran maternal adalah karakteristik, mortalitas dan morbiditas maternal


yang timbul selama kehamilan, persalinan dan masa nifas. Luaran maternal pada
ibu dengan plasenta previa yang memiliki riwayat seksio sesarea sebelumnya
memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami plasenta akreta, ruptur uteri, syok
hipovolemik, anemia dan tindakan histerektomi (Xie dkk, 2021). Greiny dkk
(2017), mendapatkan bahwa luaran maternal pada plasenta previa meliputi
perdarahan, anemia, retensio plasenta dan histerektomi. Qatrunnada dkk (2018)
menyebutkan bahwa luaran maternal pada ibu dengan plasenta previa meliputi
lama perawatan lebih dari tujuh hari, transfusi darah dan histerektomi.

1. Perdarahan Pasca Salin

Perdarahan pasca salin adalah perdarahan yang terjadi 24 jam setelah


persalinan berlangsung (Manuaba, 2012). Perdarahan pasca salin adalah
perdarahan yang masif berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan dari jalan
lahir. Selain itu, perdarahan pasca salin memiliki definisi lain yaitu hilangnya
darah sebelum, selama atau sesudah lahirnya plasenta yang melebihi 500 ml

20
setelah bayi lahir pada persalinan pervaginam dan 1000 ml pada persalinan
dengan seksio sesarea (Setyarini, 2016)
Penyebab dari perdarahan pasca salin adalah 4T yang merupakan
singkatan dari tone, trauma, tissue dan thrombin. Tone merupakan masalah pada
70% kasus perdarahan pasca persalinan, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus.
Perdarahan akibat trauma sebesar 20% kasus. Trauma dapat disebabkan oleh
laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada seksio sesarea,
ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur
subkapsular hepar. Kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti
retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan dan plasenta
abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi
yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar < 1% kasus (POGI, 2016).
Perdarahan pada ibu dengan plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis
(Wiknjosastro, 2014). Perdarahan pada saat persalinan terjadi karena proses
pemendekan segmen bawah uteri dan adanya pembukaan servik yang
menyebabkan robekan pada sinus marginalis dari plasenta, serta ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi secara maksimal (Setiawan,
2016). Ojna, N
(2013) mendapatkan dari 82 kasus ibu dengan plasenta previa, hampir sepertiga
(31,4%) ibu mengalami kehilangan darah ≥ 500ml, terdapat empat kasus dengan
kehilangan darah ≥ 1000ml, dengan dua diantaranya mengalami kehilangan darah
lebih dari dua liter. Hasil penelitian yang diperoleh Geiny dkk (2017) terdapat
hubungan yang signifikan antara plasenta previa dengan perdarahan post partum
(p value < 0,05).
Kondisi ibu dengan pre eklampsia dan eklampsia juga memicu kejadian
perdarahan pasca salin. Terdapat hubungan yang bermakna antara pre eklampsia
dengan kejadian perdarahan pasca salin (Uteri dkk., 2013). Hal ini berkaitan
dengan pemberian magnesium sulfat sebagai anti konvulsan yang mana
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot
polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus (Apriyana, 2021).

21
2. Anemia

Varney (2006) dalam Astutik dan Ertiana (2018) menyebutkan anemia


adalah suatu penurunan massa sel darah merah atau total hemoglobih (Hb), secara
tepat dikatakan kadar Hb normal pada wanita yang sudah menstruasi adalah 12,0
g/dL dan untuk wanita hamil 11,0 g/dL, namun tidak ada efek merugikan bila
kadarnya <10,0 d/dL. Anemia dalam kehamilan dapat dikatakan sebagai suatu
kondisi ibu dengan kadar Hb <11 g/dL pada trimester I dan III, sedangkan pada
trimester II Hb <10,5 g/dL (Manuaba, 2014).
Soebroto (2009) dalam Astutik (2016) penyebab anemia selama
kehamilan yaitu defisiensi besi, penghancuran sel darah merah yang berlebihan
dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis), kehilangan darah atau perdarahan
kronik, produksi sel darah merah yang tidak optimal, gizi yang buruk seperti pada
gangguan penyerapan protein dan zat besi oleh usus, gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang belakang. Pada ibu dengan plasenta previa, anemia
diakibatkan oleh adanya perdarahan dari uterus baik pada saat kehamilan maupun
persalinan (Royston dan Amstrong, 2000).
Klasifikasi anemia pada ibu hamil berdasarkan berat ringannya yaitu
anemia ringan dan anemia berat. Anemia ringan bila kadar Hb dalam darah adalah
8 g/dL sampai dengan kurang dari 11 g/dL, anemia berat bila kadar Hb dalam
darah kurang dari 8 g/dL (Astutik, 2016). Bergmann (2010) menemukan bahwa
anemia pada ibu bersalin 17,8%nya disebabkan oleh plasenta previa. Penelitian
lainnya oleh Jatiningrum, T (2015) mendapatkan 54,7% kejadian anemia pada ibu
pasca salin terjadi pada persalinan dengan kelainan letak plasenta.

3. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan uterus. Tindakan histerektomi


pada ibu dengan plasenta previa dilakukan sebagai tindakan untuk menghentikan
perdarahan (Berghella, 2016). Riwayat bedah sesar dan plasenta previa merupakan
faktor resiko untuk dilakukannya histerektomi post partum. Histerektomi post
partum emergensi didefinisikan sebagai seksio sesarea histerektomi atau
histerektomi yang dilakukan pada < 24 jam setelah persalinan akibat perdarahan

22
masif yang mengancam jiwa setelah pelepasan plasenta atau karena komplikasi
selama bedah sesar. Kejadian histerektomy terjadi pada 5,1% dari seluruh total ibu
bersalin dengan plasenta previa (Greiny dkk, 2017). Daskalakis, dkk (2011)
mendapatkan 19,7% ibu mengalami histerektomi, 92,3%nya diakibatkan oleh
plasenta previa dan ibu dengan riwayat seksio dua kali atau lebih memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami histerektomi (p<0,01). Penelitian Eskholi
(2013) mengatakan adanya hubungan antara transfusi darah dan histerektomi pada
pasien plasenta akreta. Penelitian lain oleh Qatrunnada (2018) mendapatkan
hubungan yang bermakna pada luaran maternal berupa lama rawatan >7 hari,
butuh transfusi darah, dan histerektomi (p<0,05).

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Plasenta previa adalah letak implantasi plasenta abnormal pada segmen


bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum. Perdarahan sebagai salah satu komplikasi dalam kehamilan yang
menyumbang kematian ibu dan janin, salah satunya diakibatkan oleh plasenta
previa. Plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan antepartum dan
postpartum serta histerektomi, dan untuk janin bisa menyebabkan BBLR,
gangguan pernafasan dan lainnya. Buruknya dampak yang ditimbulkannya,
sehingga kehamilan dengan komplikasi plasenta previa perlu mendapat
perhatian yang serius guna mencegah hasil yang merugikan. Faktor risiko
kejadian plasenta previa bisa dialami oleh wanita dengan riwayat operasi
sesar, usia >35 tahun, paritas, riwayat kuretase dan riwayat plasenta previa.

23
Plasenta previa yang dilaporkan, penting bagi tenaga kesehatan untuk
menangani kehamilan yang beresiko supaya dapat membantu dalam
penanganan kondisi tersebut. Hasil atau dampak ibu dan janin yang
merugikan karna plasenta previa, dapat dikurangi dengan pencegahan faktor
risiko yang berkaitan. Dari sekian banyak faktor risiko yang diteliti terhadap
kejadian plasenta previa, diketahui operasi sesar adalah yang paling dominan.
Hal ini bisa disebabkan karna kerusakan lapisan endotel Rahim, sehingga
plasenta tertanam dilapisan yang belum ada jaringan parut.

Implikasi dan Rekomendasi

Untuk dapat mengurangi hasil merugikan dari plasenta previa, yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan ialah dengan melakukan pendidikan
kesehatan ibu hamil terkait komplikasi dalam kehamilan dan pengenalan
faktor risiko yang bersangkutan, peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi
dan kontrasepsi,

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian


Kesehatan 2012. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2013: 260-1462

2. World Health Organization (WHO). World health statistic. Switzerland.


2015: 69-70

3. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN Mother’s


Day (situasi kesehatan ibu). Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2014: 1-3

4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa


Tengah tahun 2015. Semarang. 2015: 17-8.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. Profil Dinas Kesehatan Tahun


2016. Lhokseumawe. 2016: 11-3

24
6. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
1. Edisi IV. Jakarta. 2014: 444-5

7. Rustam M. SINOPSIS OBSTETRI (Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi) jilid


1 edisi 3. Jakarta. 2011: 187-93

8. Latif L, Iqbal UJ, Aftab MU. Associated Risk Factors of Placenta Previa A
Matched Control Study. Pakistan Journal of Medical and Health Sciences.
2015; 4: 1344-6

9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, et al. Perawatan Pranatal.
In: Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta: ECG; 2012: 203

10. Wiknjosastro H. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. in:


Wiknjosastro H. (Ed) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2006: 180

11. DeCheney AH, Nathaan L. Current Obstetric and Gynecologyc Diagnosis


and Treatment. 10th Ed. New York: Graw-Hill; 2007: 336-8

25

Anda mungkin juga menyukai