PLASENTA PREVIA
Disusun Oleh
SALMIA ( 22020039)
2023
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
7
BAB 1
PENDAHULUAN
10, bayi dengan berat badan lahir rendah, malpresentasi janin, dirawat di
ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan kematian bayi (Senkoro et
al, 2017).
8
Penyebab langsung kematian ibu adalah komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas. Semakin tinggi kasus komplikasi maka semakin tinggi
kematian ibu. Penyebab utama komplikasi ibu hamil adalah perdarahan,
hipertensi, infeksi dan penyebab tidak langsung, sebagian besar karena
interaksi antara kondisi medis yang sudah ada dan kehamilan (WHO, 2018).
Lima penyebab kematian ibu tebanyak yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian
ibu masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan
(30,5), hipertensi dalam kehamilan (27,1) dan infeksi (7,3) (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), kematian ibu adalah
kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari
(6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan
maupun tempat melekatnya janin tetapi juga bukan disebabkan oleh
kecelakaan/cedera. Tahun 2015, WHO menyebutkan bahwa angka kematian
ibu di seluruh dunia sebanyak 303.000 jiwa. Setiap hari terjadi kematian ibu
sebanyak 830 akibat kehamilan dan persalinan dan sekitar 99% angka
kematian ibu terjadi di negara berkembang dan 1% terjadi di negara maju
(WHO, 2018).
Salah satu indikator utama yang peka untuk mengukur status kesehatan suatu
wilayah yaitu angka kematian ibu (AKI) yang juga ditetapkan Sustainable
Development Goals (SDGs). Tujuan kelima dari SDGs yaitu
“kesehatan yang lebih baik” memiliki 13 target, yang salah satunya adalah
penurunan angka kematian ibu yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup. Secara
umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1995-2015 dari 390
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun mengalami penurunan
angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus
dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015
(Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 mencapai
107 orang dengan sedikit penurunan dari tahun 2015 yang mencapai 111
orang. Dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang
9
merupakan salah satu kota dengan AKI sebanyak 20 orang pada tahun 2016
yang mengalami sedikit penurunan di tahun 2017 menjadi 16 orang (Dinkes
Kota Padang, 2018; Dinkes Sumbar, 2017).
Pendarahan antepartum adalah pendarahan pervaginam pada usia kehamilan
diatas 28 minggu (Manuaba,2014). Perdarahan antepartum merupakan salah
satu dari kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 35% dari seluruh
persalinan. Penyebab perdarahan antepartum yang paling umum adalah
plasenta previa (31%), solusio plasenta (22%), dan penyebab lainnya
(perdarahan sinus marginal, vasa previa, servisitis, trauma genital dan infeksi)
(Athanasias et al., 2012).
Kejadian plasenta previa secara global berkisar 5,2/1.000 kehamilan.
10
Penelitian Rosenberg et al., (2011) menyebutkan bahwa faktor risiko
plasenta previa adalah infertilitas, riwayat operasi caesar dan usia ibu. Hasil
penelitian Kiliccii et al., (2017;19) menyebutkan bahwa usia ibu menjadi
salah satu faktor risiko plasenta previa dan meningkatnya angka kejadian
operasi caesar. Penelitian Sencoro, et al (2017) menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi plasenta previa seperti
multigravida lebih dari lima kali, minum alkohol selama kehamilan dan
penyakit ginekologi.
Sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Mgaya et al di Tanzania dan
Raes et al di Pakistan menyebutkan bahwa insiden plasenta previa terjadi
pada ibu multigravida yang dapat dijelaskan oleh perubahan degeneratif
vaskularisasi uterus memicu perfusi yang tidak adekuat pada plasenta,
pembesaran dan peningkatan implantasi pada segmen bagian bawah uterus.
Namun ada studi yang menginformasikan bahwa tidak ada hubungan antara
usia ibu yang lanjut dengan kejadian plasenta atau paritas tinggi. Plasenta
previa berhubungan dengan penatalaksanaan infertile, operasi sesar
sebelumnya dan usia ibu yang dievaluasi sebagai meningkatkanya risiko
kelahiran SC (Senkoro et al.,2017).
Paritas menurut kamus kedokteran Dorland (2012) adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menunjukkan keadaan seorang wanita yang pernah
melahirkan keturunan yang mampu hidup tanpa memandang anak tersebut
hidup saat lahir atau tidak. Kejadian plasenta previa meningkat 3 kali pada
wanita multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa
disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua
akibat persalinan masa lampau, terutama jika jarak kehamilannya pendek
(Sukarni dan Sudarti, 2014). Penelitian Permata (2016) di RSUP DR M
Djamil tahun 2013 pada 38 orang responden menyebutkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara paritas dengan plasenta previa. Sedangkan
penelitian Fiolly (2016) di RSUP DR M Djamil tahun 2014-2015 pada 38
orang responden menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas
dan plasenta previa.
11
Menurut Manuaba (2014) umur reproduksi yang optimal dan aman bagi
seorang ibu adalah antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tesebut
akan meningkatkan risiko pada kehamilan dan persalinannya termasuk
plasenta previa yang juga akan meningkat tiga kali lipat pada usia diatas 35
tahun karena endometrium akan menjadi kurang subur.
12
1.2 Rumusan Masalah
13
1.4 Manfaat Penelitian
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Plasenta Previa
15
Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa berdasarkan derajat invasinya, dibagi menjadi tiga (Cunningham,
2014), yaitu :
a. Plasenta Akreta
b. Plasenta Inkreta
c. Plasenta Perkreta
16
letak plasenta karena letak plasenta masih bisa berubah seiring dengan
membesarnya kehamilan. Pada ibu hamil dengan plasenta previa yang memiliki
riwayat seksio sesarea membutuhkan pemeriksaan ulangan untuk memastikan ada
tidaknya plasenta akreta (Berghella, 2016). Silver,dkk (2018) menyebutkan
plasenta akreta adalah salah satu kondisi paling berbahaya yang terkait dengan
kehamilan, karena perdarahan dapat mengakibatkan kegagalan multi sistem organ,
kebutuhan untuk masuk ke unit perawatan intensif, histerektomi, dan bahkan
kematian.
2. Patofisiologi
17
3. Faktor Risiko
a. Usia ibu
18
tinggi muncul dibandingkan usia reproduksi sehat. Salah satu faktor
yang
mempengaruhinya adalah wanita berusia kurang dari 20 tahun secara fisik kondisi
organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Ibu muda biasanya memiliki
kemampuan perawatan pra-natal yang kurang baik karena rendahnya pengetahuan
dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
Masalah psikologis terkadang muncul, karena ketidaksiapan mental dan jiwa
untuk menjadi seorang ibu.. Hal ini mengakibatkan peningkatan risiko mengalami
persalinan komplikasi atau komplikasi obstretrik seperti abortus inkomplit,
toksemia, eklamsia, solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan pasca persalinan,
persalinan macet, berat bayi lahir rendah, kematian neonatus dan perinatal. Pada
usia lebih dari 35 tahun, sering dikaitkan dengan kemunduran dan penurunan daya
tahan tubuh. Ibu yang berumur di atas 35 tahun mempunyai risiko dua atau tiga
kali untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan seperti perdarahan
atau hipertensi dalam kehamilan dan partus lama. b. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita
19
Seksio Sesarea adalah tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2014). Cunningham (2014)
menyebutkan seksio sesarea adalah upaya melahirkan janin dengan metode
laparatomi dan histerektomi. Tindakan pembedahan seksio sesaria dilakukan
untuk keselamatan ibu dan janin selama persalinan berlangsung. Indikasi
dilakukannya
Sectio Caesarea (SC) secara umum adalah bila terdapat masalah pada jalan lahir
(passage), his (power) dan/atau janin (passenger) atau terdapat kontraindikasi
persalinan per vaginam. Indikasi ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu indikasi maternal, indikasi fetal, dan keduanya (Adriaansz, 2017;
Subekti, 2018). Indikasi fetal meliputi gawat janin, malpresentasi, makrosomia
dan kelainan kongenital, sedangkan indikasi maternal meliputi persalinan lama,
disproporsi cepalo pelvik, ibu dengan penyakit bawaan seperti jantung, ibu
dengan infeksi HIV/AIDS.
B. Luaran Maternal
20
setelah bayi lahir pada persalinan pervaginam dan 1000 ml pada persalinan
dengan seksio sesarea (Setyarini, 2016)
Penyebab dari perdarahan pasca salin adalah 4T yang merupakan
singkatan dari tone, trauma, tissue dan thrombin. Tone merupakan masalah pada
70% kasus perdarahan pasca persalinan, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus.
Perdarahan akibat trauma sebesar 20% kasus. Trauma dapat disebabkan oleh
laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada seksio sesarea,
ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur
subkapsular hepar. Kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti
retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan dan plasenta
abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi
yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar < 1% kasus (POGI, 2016).
Perdarahan pada ibu dengan plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis
(Wiknjosastro, 2014). Perdarahan pada saat persalinan terjadi karena proses
pemendekan segmen bawah uteri dan adanya pembukaan servik yang
menyebabkan robekan pada sinus marginalis dari plasenta, serta ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi secara maksimal (Setiawan,
2016). Ojna, N
(2013) mendapatkan dari 82 kasus ibu dengan plasenta previa, hampir sepertiga
(31,4%) ibu mengalami kehilangan darah ≥ 500ml, terdapat empat kasus dengan
kehilangan darah ≥ 1000ml, dengan dua diantaranya mengalami kehilangan darah
lebih dari dua liter. Hasil penelitian yang diperoleh Geiny dkk (2017) terdapat
hubungan yang signifikan antara plasenta previa dengan perdarahan post partum
(p value < 0,05).
Kondisi ibu dengan pre eklampsia dan eklampsia juga memicu kejadian
perdarahan pasca salin. Terdapat hubungan yang bermakna antara pre eklampsia
dengan kejadian perdarahan pasca salin (Uteri dkk., 2013). Hal ini berkaitan
dengan pemberian magnesium sulfat sebagai anti konvulsan yang mana
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot
polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus (Apriyana, 2021).
21
2. Anemia
3. Histerektomi
22
masif yang mengancam jiwa setelah pelepasan plasenta atau karena komplikasi
selama bedah sesar. Kejadian histerektomy terjadi pada 5,1% dari seluruh total ibu
bersalin dengan plasenta previa (Greiny dkk, 2017). Daskalakis, dkk (2011)
mendapatkan 19,7% ibu mengalami histerektomi, 92,3%nya diakibatkan oleh
plasenta previa dan ibu dengan riwayat seksio dua kali atau lebih memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami histerektomi (p<0,01). Penelitian Eskholi
(2013) mengatakan adanya hubungan antara transfusi darah dan histerektomi pada
pasien plasenta akreta. Penelitian lain oleh Qatrunnada (2018) mendapatkan
hubungan yang bermakna pada luaran maternal berupa lama rawatan >7 hari,
butuh transfusi darah, dan histerektomi (p<0,05).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
23
Plasenta previa yang dilaporkan, penting bagi tenaga kesehatan untuk
menangani kehamilan yang beresiko supaya dapat membantu dalam
penanganan kondisi tersebut. Hasil atau dampak ibu dan janin yang
merugikan karna plasenta previa, dapat dikurangi dengan pencegahan faktor
risiko yang berkaitan. Dari sekian banyak faktor risiko yang diteliti terhadap
kejadian plasenta previa, diketahui operasi sesar adalah yang paling dominan.
Hal ini bisa disebabkan karna kerusakan lapisan endotel Rahim, sehingga
plasenta tertanam dilapisan yang belum ada jaringan parut.
Untuk dapat mengurangi hasil merugikan dari plasenta previa, yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan ialah dengan melakukan pendidikan
kesehatan ibu hamil terkait komplikasi dalam kehamilan dan pengenalan
faktor risiko yang bersangkutan, peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi
dan kontrasepsi,
DAFTAR PUSTAKA
24
6. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
1. Edisi IV. Jakarta. 2014: 444-5
8. Latif L, Iqbal UJ, Aftab MU. Associated Risk Factors of Placenta Previa A
Matched Control Study. Pakistan Journal of Medical and Health Sciences.
2015; 4: 1344-6
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, et al. Perawatan Pranatal.
In: Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta: ECG; 2012: 203
25