Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH DENGAN PENUNDAAN


KEHAMILAN DI PUSKESMAS TANAH KALI KEDINDING

Oleh:
Mega Lestari
011913243050

PROGRAM PROFESI S1 PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan pada Pasangan Pranikah dengan Penundaan


Kehamilan di Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya Periode Praktik Klinik
23 September–13 Oktober 2019, telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing
pada:
Hari :
Tanggal :

Surabaya, Oktober 2019


Mahasiswa,

Mega Lestari
011913243050

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


PSBP FK UNAIR Surabaya Puskesmas Tanah Kali Kedinding

Rize Budi A, S.Keb., Bd, M.Kes Dyah Sabrang Purwaningrum, S.ST


NIK. 19841023201611201 NIP. 19621111 198803 2 011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa pranikah merupakan saat yang tepat untuk melakukan persiapan yang
matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Program pemeriksaan kesehatan
dan penyuluhan reproduksi pada calon pengantin merupakan salah satu usaha untuk
membentuk kualitas kesehatan dalam keluarga.
Perkawinan merupakan suatu hal yang didambakan semua orang, tidak hanya
bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan seksual saja namun juga pembentukan
sebuah keluarga yang utuh dan bahagia sehingga diperlukan beberapa persiapan
untuk menghadapinya. Upaya meningkatkan bekal dalam membangun rumah
tangga direalisasikan melalui Instruksi Walikota Surabaya nomor 1 tahun 2017.
Realisasi tersebut mencakup kewajiban seluruh puskesmas untuk melaksanakan
kelas calon pengantin. Setiap calon pengantin wajib mengikuti kegiatan tersebut
sebagai administrasi dalam pendaftaran pernikahan (Amalia dan Siswantara, 2018).
Pelaksanaan konseling pranikah pada kelas catin bertujuan untuk membantu
kesiapan individu dalam menghadapi kehidupan rumah tangga. Salah satu kegiatan
dari kelas catin adalah penyuluhan reproduksi, Informasi yang diberikan meliputi:
persiapan pranikah, kesetaraan gender dalam pernikahan, keluarga berencana,
kehamilan, pencegahan komplikasi persalinan dan pasca salin, infeksi saluran
reproduksi, infeksi menular seksual, deteksi dini kanker leher rahim dan payudara,
gangguan dalam kehidupan seksual suami isteri serta mitos dalam perkawinan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Melalui pemberian konseling, informasi dan edukasi (KIE) diharapkan calon
pengantin mampu mempersiapkan diri serta merencanakan kehamilan yang sehat
demi menghasilkan generasi penerus yang berkualitas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat menerapkan asuhan kebidanan pada pasangan pranikah
yang menunda kehamilan.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasangan pranikah
yang menunda kehamilan.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa kebidanan pada
pasangan pranikah yang menunda kehamilan.
3. Mahasiswa mampu memberikan intervensi pada pasangan pranikah
yang menunda kehamilan.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
yang telah disususun pada pasangan pranikah yang menunda kehamilan.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi yang
telah dilakukan pada pasangan pranikah yang menunda kehamilan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama
pendidikan.
1.3.2 Bagi institusi pendidikan dan petugas kesehatan
Sebagai subjek dalam menilai bagaimana pemahaman dan keterampilan
penulis dalam menyikapi kasus serta melengkapi kepustakaan institusi.
1.3.3 Pelaksanaan
Praktik klinik profesi dilaksanakan di Puskesmas Tanah Kali Kedinding
Surabaya pada tanggal 23 September–13 Oktober 2019.
1.4 Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Menguraikan latar belakang, tujuan, pelaksanaan, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Menguraikan konsep dasar prakonsepsi dan penundaan kehamilan pada
pasangan pranikah yang menunda kehamilan.
Bab 3 Tinjauan Kasus
Menguraikan pengkajian data secara subyektif dan obyektif, penetapan
analisis dan masalah kebidanan, serta penatalaksanaan.
Bab 4 Pembahasan
Terdiri dari pembahasan yang membandingkan antara landasan teori dengan
tinjauan kasus.
Bab 5 Penutup
Terdiri dari simpulan dan saran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernikahan
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan
merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan batas usia 19 tahun untuk laki-laki
dan 16 tahun untuk perempuan.
2.2 Pranikah
Pranikah menurut kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai masa
sebelum menikah. Berdasarkan perundang-undangan Republik Indonesia tahun
1974 pasal 7 ayat 1 pernikahan hanya diziinkan apabila pihak pria mencapai usia
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Usia menikah akan
mempengaruhi status reproduksi seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh
Damayanti dan Djokosujono (2013) menyatakan bahwa ibu bersalin usia >35 tahun
berisiko 2,3 kali lebih tinggi untuk mengalami komplikasi persalinan dibandingkan
dengan ibu bersalin dengan usia 20-35 tahun. Peningkatan usia maternal
menyebabkan perubahan pada organ reproduksi, jaringan pada jalan lahir menjadi
tidak elastis, terjadi kemunduran fisik dan daya tahan tubuh sehingga terjadi
komplikasi pada saat persalinan.
Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami istri penting dilakukan,
terutama untuk mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan
dilahirkan, sehingga diperlukan asuhan prakonsepsi.
2.3 Asuhan Prakonsepsi
2.3.1 Definisi asuhan prakonsepsi
Asuhan prakonsepsi merupakan sebuah asuhan yang berisi pembekalan
berupa intervensi biomedikal serta kesehatan sosial dan perilaku yang diberikan
kepada wanita maupun pasangan sebelum proses konsepsi terjadi dengan tujuan
identifikasi berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kesuburan dan hasil
kehamilan dari seorang wanita (Berghella, 2017; World Health Organization, 2013;
Macdonald and Cuerden, 2011).
Asuhan prakonsepsi dapat diberikan kapanpun sepanjang rentang masa
reproduksi wanita. Meskipun asuhan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan ibu dan anak, asuhan ini juga dapat membawa keuntungan bagi remaja,
pria maupun wanita terlepas dari perencanaan mereka menjadi orang tua.
2.3.2 Tujuan asuhan prakonsepsi
Inti dari asuhan prakonsepsi adalah pencegahan. Pencegahan ini bermaksud
untuk menekan berbagai faktor yang merugikan baik dari lingkungan maupun
perilaku individu yang mempengaruhi status kesehatan ibu dan anak (Berghella,
2017; World Health Organization, 2013) juga agar pasangan berada di kesehatan
yang prima saat terjadinya konsepsi dan selama periode organogenesis (17-56 hari
setelah konsepsi) sehingga diperoleh luaran kehamilan yang berkualitas
(Macdonald and Cuerden, 2011).
2.3.3 Manfaat asuhan prakonsepsi
Asuhan prakonsepsi bermanfaat untuk:
1. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi (Macdonald and Cuerden,
2011; Berghella, 2017).
2. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
3. Mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan
4. Mencegah kematian bayi (stillbirths) dan berat badan lahir rendah
5. Mencegah terjadinya kelainan seperti Neural Tube Defect (NTD)
6. Mencegah infeksi neonatal
7. Mencegah kejadian underweight dan stunting
8. Mencegah transmisi vertikal penyakit HIV/ PMS lainnya
9. Memperkecil risiko terjadinya kanker pada anak
10. Mengurangi risiko penyakit Diabetes tipe II dan penyakit
kardiovaskular pada anak setelah mereka dewasa.
2.3.4 Area prakonsepsi
1. Kondisi nutrisi
Intervensi:
- Skrining anemia dan diabetes
- Suplementasi zat besi dan asam folat
- KIE
- Pengawasan status gizi
- Konsumsi makanan bergizi
- Manajemen diabetes, termasuk konseling penderita diabetes mellitus
- Olah raga
- Konsumsi garam beryodium
2. Konsumsi tembakau
Intervensi:
- Skrining wanita dan remaja perempuan perokok.
- Memberikan konseling pemberhentian konsumsi tembakau
- Skrining individu bukan perokok dan memberitahu bahaya menjadi
perokok pasif, serta bahayanya bagi wanita hamil dan janin yang
dikandung.
3. Kondisi genetik
Intervensi:
- Mengetahui riwayat keluarga untuk mengidentifikasi faktor risiko
kelainan genetik.
- Keluarga berencana
- Konseling genetik
- Skrining dan tes genetik bawaan.
- Pengobatan bila ditemukan adanya kelainan genetik.
- Skrining pada populasi yang berisiko tinggi.
4. Kesehatan lingkungan
Intervensi:
- Penyediaan petunjuk dan informasi mengenai bahaya lingkungan
- Perlindungan dari paparan radiasi di lingkungan kerja dan medis
- Pencegahan penggunaan pestisida
- Pemberian informasi mengenai kandungan merkuri pada ikan.
5. Infertilitas
Intervensi:
- Peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai fertilitas dan
infertilitas beserta penyebabnya baik yang dapat dicegah maupun
tidak dapat dicegah.
- Menghilangkan stigma infertilitas
- Manajemen infertilitas yang disebakan riwayat infeksi menular
seksual
- Pemberian konseling pada wanita/pasangan yang mengalami
infertilitas dengan penyebab yang tidak dapat dicegah.
6. Kekerasan interpersonal
Intervensi:
- Promosi kesehatan mengenai kekerasan dalam rumah tangga
- Pemberian edukasi seksual secara komprehensif pada usia yang sesuai
- Pengenalan tanda-tanda kekerasan pada wanita
- Penyediaan pelayanan kesehatan, rujukan dan dukungan psikososial
kepada korban kekerasan
- Pengobatan pada orang yang mengalami gangguan konsumsi alkohol.
7. Pernikahan usia dini dan kehamilan yang tidak diinginkan
Intervensi:
- Menyekolahkan anak
- Merubah norma budaya yang mendukung pernikahan pada usia dini.
- Pemberian edukasi seksual secara komprehensif pada usia yang sesuai
- Penyediaan kontrasepsi
- Pemberdayaan perempuan terhadap pencegahan kekerasan seksual
- Pemberian edukasi pada wanita/pasangan mengenai bahaya dari
kehamilan dengan interval yang pendek.
8. Infeksi menular seksual
Intervensi:
- Pemberian edukasi seksual secara komprehensif pada usia yang sesuai
- Pemberian informasi mengenai perilaku seks yang aman
- Skrining infeksi menular seksual
- Pemberian informasi mengenai kondom sebagai alat kontrasepsi
dengan perlindungan ganda.
9. HIV
Intervensi:
- Keluarga berencana
- Pemberian informasi mengenai perilaku seks yang aman
- Konseling dan pemeriksaan HIV, termasuk pemeriksaan pada
pasangan.
- Penyediaan terapi antiretroviral untuk pencegahan dan pre-exposure
profilaksis.
10. Kesehatan mental
Intervensi:
- Penilaian masalah psikososial
- Penyediaan edukasi dan konseling psikososial sebelum dan sesudah
kehamilan.
- Penatalaksanaan depresi pada wanita yang merencanakan kehamilan
dan sedang hamil.
11. Penggunaan zat-zat terlarang
Intervensi:
- Skrining penggunaan zat terlarang
- Pengobatan penyalahgunaan obat terlarang, meliputi intervensi
dengan obat maupun secara psikologis
12. Vaksinasi
Intervensi:
- Pemberian vaksin rubella
- Pemberian vaksin tetanus dan difteri
- Pemberian vaksin hepatitis B
13. Sunat perempuan
Intervensi:
- Skrining sunat pada wanita dan remaja perempuan untuk mendeteksi
komplikasi
- Pengobatan kista dan komplikasi lainnya (World Health Organization,
2013; Berghella, 2017).
2.3.5 Skrining prakonsepsi
Anamnesa pada kedua pasangan di dalam asuhan prakonsepsi harus
dilakukan secara lengkap (Macdonald and Cuerden, 2011; Berghella, 2017).
Riwayat pasien ditanyakan secara terperinci. Masalah reproduksi lainnya juga perlu
dinilai meliputi fertilitas, penggunaan kontrasepsi dan fungsi seksual. Riwayat
genetik pasangan perlu ditanyakan untuk mengetahui adanya penyakit genetik.
Wanita pada etnis tertentu berisiko memiliki kondisi resesif suatu penyakit dan
memerlukan skrining yang benar. Seluruh pasangan perlu menyadari pentingnya
skrining dari kistik fibrosis, terutama yang memiliki riwayat riwayat kistik fibrosis
di keluarga. Wanita yang memiliki indikasi untuk dilakukan pemeriksaan genetik
perlu dirujuk untuk mendapatkan konseling mengenai genetik
Beberapa hal yang perlu dinilai dalam asuhan prakonsepsi, meliputi:
- Skrining untuk asesmen faktor risiko: riwayat personal dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
- Kesehatan preventif: perencanaan reproduksi, nutrisi, suplemen, berat badan
dan aktivitas fisik, vaksinansi, dan pencegahan kecelakaan.
- Isu spesifik individu: penyakit kronis, pengobatan (terkait risiko teratogen),
penyalahgunaan zat terlarang, serta berbagai bahan berbahaya dan racun di
lingkungan.
Skrining prakonsepsi meliputi:
- Riwayat: alasan kunjungan, status kesehatan (Obstetri-ginekologi, pengobatan,
tindakan pembedahan, dan riwayat penyakit keluarga), Penggunaan obat pada
saat ini, alergi, pemakai obat-obatan terlarang, perokok maupun peminum
alkohol, Paparan di tempat bekerja, nutrisi, aktivitas fisik, dan eliminasi.
- Pemeriksaan fisik: Tinggi badan, berat badan, BMI, tekanan darah, kepala
(rambut untuk mengetahui status nutrisi dan paparan dari toxics metal), leher
(adenopati dan tiroid), payudara, jantung, paru, abdomen, pemeriksaan pelvis,
dan kulit
- Pemeriksaan laboratorium: titer Rubella, titer varisela, tes HIV, sitologi
servikal, tes klamidia (bila berusia 25 tahun atau kurang dan aktif secara
seksual), urinalisis (protein, keton, glukosa dan bacteriuria), kadar Hb, status
TB.
- Evaluasi dan konseling: Perencanaan reproduksi dan aktivitas seksual (perilaku
risiko tinggi, diskusi perencanaan reproduksi yang sehat, kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan termasuk kontrasepsi darurat, dan
konseling genetik), penyakit menular seksual (seleksi pasangan dan
penggunaan kontrasepsi barrier), dan fungsi seksual.
- Nutrisi dan olah raga: (diet, asupan kalsium, dan suplemen asam folat (0,4 mg
per hari), program exercise.
- Evaluasi psikososial: Tindak kekerasan (secara fisik, seksual dan emosional),
gaya hidup (stress), gangguan tidur, lingkungan rumah dan tempat kerja
(meliputi tingkat kepuasan dan bahaya lingkungan), dukungan keluarga,
pendidikan, budaya, dan jaminan kesehatan.
- Faktor risiko kardiovaskular: riwayat keluarga, hipertensi, dyslipidemia,
obesitas, dan diabetes mellitus.
- Perilaku sehat maupun berisiko: pemeriksaan payudara sendiri (Sadari),
kebersihan (termasuk gigi), pencegahan kecelakaan seperti penggunaan helm
dan sabuk pengaman
- Vaksinasi (Macdonald and Cuerden, 2011; Berghella, 2017).
Nutrisi, berat badan, dan latihan fisik
Diet dan exercise dapat mencegah beberapa komplikasi dalam kehamilan
meliputi komplikasi diabetes mellitus dan hipertensi. Beberapa penelitian terdapat
hubungan antara diet tinggi buah, kacang dan sayur, tidak kurang dari dua kali
penyajian daging serta sedikitnya dua kali penyajian ikan dalam seminggu dapat
menurunkan risiko infertilitas dan PTB.
Sebagai tambahan, cara penyajian makanan juga sangat penting untuk
diinformasikan. Daging dan seafood harus dimasak hingga benar-benar matang.
Wanita harus menghindari konsumsi ikan tuna, makerel serta jenis ikan yang
mungkin mengandung kosentrasi tinggi metil merkuri lebih dari dua porsi
penyajian dalam seminggu. Rekomendasi lainnya adalah mencuci buah-buahan dan
sayuran sebelum diolah dan dikonsumsi. Wanita dianjurkan paling sedikit
mengkonsumsi iodine sebanyak 150mg per hari.
IMT perlu diobservasi setidaknya 1 tahun sekali. Pada wanita dengan IMT
yang melebihi normal akan meningkatkan risiko komplikasi dalam kehamilan.
Konseling nutrisi diperlukan serta penundaan kehamilan diperlukan hingga IMT
ideal tercapai. Begitu pula pada wanita dengan IMT di bawah normal, diperlukan
skrining gangguan makan.
Olahraga rutin yang dapat dilakukan sejak masa prakonsepsi hingga masuk
masa kehamilan meliputi yoga, jalan cepat, jogging, berenang dan bersepeda, juga
penggunaan alat-alat fitness seperti treadmill dan sepeda stasioner. Aktifitas fisik
ini dapat dilakukan secara regular selama 30-60 menit per hari, ≥5 hari dalam
seminggu (Berghella, 2017).
Suplementasi
Konsumsi asam folat selama masa prakonsepsi sangat dianjurkan, dengan
dosis sebesar 400 µg/hari untuk seluruh wanita pada masa prakonsepsi, dan dosis 4
mg/hari untuk wanita yang memiliki riwayat melahirkan anak dengan NTD
(menurunkan sebanyak 69% kejadian NTD berulang). Suplementasi diberikan
sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum konsepsi dan dilanjutkan hingga 28 hari
setelah konsepsi (saat neural tube telah menutup). Masa konsepsi sulit diprediksi
sehingga wanita pada masa reproduksi disarankan untuk mengkonsumsi asam folat
secara rutin yaitu dimulai sejak menarche hingga menopause.
Wanita yang mengkonsumsi obat anti kejang serta obat-obatan yang dapat
mempengaruhi metabolisme asam folat, yang mengalami mutasi enzim
methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR), dan yang mengalami obesitas
memerlukan asam folat dengan dosis tinggi. Beberapa ahli menganjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat dengan dosis 5mg per hari untuk suplemen yang optimal
secara keseluruhan.
Suplementasi asam folat juga diasosiasikan dengan pencegahan terjadinya
kelainan kongenital selain NTD yaitu kelainan jantung dan bibir sumbing. Penting
juga untuk mengkonsumsi iodium sebanyak 150 mg/hari dan 10.000 IU/hari
vitamin A apabila teridentifikasi adanya difisiensi dari kedua zat tersebut.
Kelebihan asupan vitamin A (>10.000 IU/hari) akan bersifat teratogen.
Vaksin
Vaksinasi menjadi bagian penting dari asuhan prakonsepsi yang bertujuan
untuk mencegah penyakit baik bagi ibu maupun bayi. Vaksinasi rubella dan
varicella menjadi asesmen potensial pada wanita yang tidak memiliki kekebalan
terhadap kedua virus tersebut dengan tujuan untuk menghilangkan risiko berbagai
syndrome kongenital yang berkaitan dengan virus tersebut.
Vaksinasi berisi virus hidup yang dilemahkan diberikan setidaknya 4 bulan
sebelum terjadi konsepsi dikarenakan adanya risiko yang dapat mempengaruhi
janin yang dikandung. Vaksinasi influenza yang diberikan pada wanita dan
pasangannya dapat mengurangi kemungkinan infeksi selama masa prenatal.
Vaksinasi hepatitis B harus ditawarkan kepada semua wanita usia subur yang
tinggal di daerah endemik. Transmisi hepatitis B selama masa perinatal akan
mengakibatkan bayi menderita infeksi kronik dan mengalami sirosis serta
hepatoselular karsinoma ke depannya.
Imunisasi TT harus up to date bagi wanita dalam usia reproduksi, terutama
bagi wanita yang tinggal di daerah dimana tetanus pada ibu dan bayi menjadi
prevalensi.
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi TT
Dosis Saat pemberian % Perlindungan Lama
Perlindungan
TT1 Pada saat 0 % 1 tahun
kunjungan
pertama atau
sedini mungkin
pada kehamilan
TT2 Minimal 4 80% 3 tahun
minggu setelah
TT 1
TT3 Minimal 6 bulan 95% 5 tahun
setelah TT 2 atau
selama
kehamilan
berikutnya
TT4 Minimal setahun 99% 10 tahun
setelah TT 3
TT5 Minimal setahun 99% 25 tahun
setelah TT 4
Tabel 2.2 Fungsi Imunisasi TT
TT 1 Langkah awal untuk mengembangkan kekebalan tubuh
terhadap infeksi
TT 2 4 minggu setelah TT I untuk menyempurnakan kekebalan
TT 3 6 bulan atau lebih setelah TT 2 untuk menguatkan
kekebalan
TT 4 1 tahun atau lebih setelah TT 3 untuk mengeluarkan
kekebalan
TT 5 1 tahun atau lebih setelah TT 4 untuk mendapat
kekebalan penuh

Program pemerintah mengenai status TT di Jawa Timur adalah sebagai berikut :


Tabel 2.3 Tabel Bantu Skrining Status T WUS, Jawa Timur
No. Riwayat Imunisai TT Pernah/tidak Kesimpulan
diimunisasi DPT / status T
DPT-HB / DT / TT /
TD
1 RIWAYAT IMUNISASI DPT / DPT-
HB SAAT BAYI
Bayi yang lahir mulai tahun 1990 status
T nya dihitung T2
2 RIWAYAT BIAS
a. Untuk WUS yang lahir antara
tahun 1972 s/d 1976
1) Kelas 6 (2 dosis)
b. WUS yang lahir antara tahun
1977 s/d 1987
1) Kelas 1 (2 dosis)
2) Kelas 6 (2 dosis)
c. WUS yang lahir tahun 1988
1) Kelas 1
2) Kelas 5
3) Kelas 6
d. WUS yang lahir pada tahun
1989
1) Kelas 1
2) Kelas 4
3) Kelas 5
4) Kelas 6
e. WUS yang lahir pada tahun
1990
1) Kelas 1
2) Kelas 3
3) Kelas 4
4) Kelas 5
5) Kelas 6
f. WUS yang lahir pada tahun
1991
1) Kelas 1
2) Kelas 2
3) Kelas 3
4) Kelas 4
g. WUS yang lahir pada tahun
1992 s/d sekarang
1) Kelas 1
2) Kelas 2
3) Kelas 3
3 SAAT CALON PENGANTIN (CPW)
4 SAAT HAMIL
a. Hamil 1
b. Hamil 2
c. Hamil 3
d. Hamil 4
5 LAIN-LAIN (KEGIATAN
KAMPANYE/ORI DIFTERI)
STATUS IMUNISASI T SEKARANG (TOTAL IMUNISASI
KOMPONEN T YANG SUDAH DIDAPATKAN)
Keterangan :
1. Vaksinasi bayi DPT 3 dosis dimulai sejak 1977 – sekarang
2. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 1984 – 1997 = kelas 1 lk + pr
(DT 2 dosis) dan kelas 6 pr (TT 2 dosis)
3. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 1998 – 2000 = kelas 1 (DT) s/d
kelas 2-6 (TT)
4. Vaksinasi anak SD/MI (BIAS) DT & TT tahun 2001 – sekarang = kelas 1, 2 dan
3
5. Vaksinasi CPW/CATIN dan Bumil TT 2 dosis dimulai 1984-2000, tahun 2001
– sekarang harus di skrining lebih dulu

Pencegahan kecelakaan
Penyebab kedua dari kematian wanita di masa reproduksi adalah
kecelakaan. Penggunaan sabuk pengaman dan pelindung kepala selama
berkendaraan dapat mengurangi risiko tersebut.
Peningkatan usia maternal
Beberapa tahun terakhir, peningkatan usia maternal semakin meningkat
dikarenakan adanya tren menunda kehamilan. Peningkatan usia maternal ini
berkaitan dengan buruknya keluaran kehamilan seperti stillbirth dan IUFD. Pada
peningkatan usia maternal yang ekstrim (>45 tahun) ditemukan pula peningkatan
kejadian penyakit kronis seperti hipertensi kronis, diabetes dan hyperlipidemia.
Penyakit kronis
Beberapa gangguan medis seperti obesitas, hipertensi dan diabetes mellitus
meningkat pada wanita usia subur dan mempengaruhi kesehatan reproduksi
mereka.
1. Diabetes: berkaitan dengan peningkatan kejadian anomali kongenital, kelainan
jantung dan NTD bila tidak ditangani dengan baik terutama pada trimester
pertama kehamilan.
2. Hipertensi: berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan, PEB, eklampsi,
HELLP sindrom, gangguan pertumbuhan janin, oligohidramnion, solusio
plasenta, dan kematian perinatal. Obat antihipertensi dosis rendah aman
diberikan sejak prakonsepsi dan dapat berlanjut selama kehamilan.
3. Kejang: Penundaan kehamilan harus dilakukan sampai kejang dapat dikontrol
pada dosis minimal pengobatan. Monoterapi sangat dianjurkan.
Medikasi/ teratogen
Perlu dilakukan penilaian terhadap indikasi, keamanan, efektivitas dan
kebutuhan dari setiap obat. Konseling medikasi menjadi bagian krusial dalam
asuhan prakonsepsi. Beberapa obat antara lain tetrasiklin, primidone, streptomicine,
thalidomide, fenitoin, diethylstilbestrol, danazole, ACE inhibitor, retinoid, warfarin
dan angiotensin II receptor bloker merupakan obat-obatan yang bersifat teratogen.
Penyalahgunaan zat terlarang/bahan-bahan berbahaya dan racun di
lingkungan
Merokok selama kehamilan berkaitan dengan peningkatan beberapa
komplikasi. Manfaat dari berhenti merokok meliputi pencegahan kematian
perinatal sebesar 10%, BBLR sebesar 35%, dan kelahiran premature sebesar 15%.
Wanita usia subur perlu diinformasikan mengenai penyakit terkait dengan merokok
seperti penyakit jantung iskemik, kanker paru, pneumonia, stroke, dan gagal
jantung kongestif.

Perencanaan reproduksi
Perencanaan kesehatan reproduksi menjadi prioritas selama kunjungan.
Perencanaan meliputi jumlah anak, jarak kehamilan, jenis kontrasepsi untuk
menunda kehamilan dalam rangka memperbaiki kesehatan demi tercapainya
kehidupan reproduksi yang sehat (Berghella, 2017).

Perawatan prakonsepsi juga meliputi:


- Pemeriksaan pranikah dan berbagai pemeriksaan penunjang lainnya.
- Konseling kontrasepsi prakehamilan
- Evaluasi penyakit menular seksual atau infeksi vagina (Sackey et al, 2015)

2.4 Proses Fertilisasi


2.4.1 Definisi
Fertilisasi merupakan suatu proses bertemunya sel ovum dan sel sperma,
yang pada umumnya terjadi di tuba, dan kemudian berkembang menjadi zigot
(Megasari, et al., 2015).
Proses fertilisasi meliputi:
1. Pematangan sel ovum
Proses fertilisasi dimulai dari proses pematangan sel ovum dan sel sperma. Sel
ovum mengalami pematangan di ovarium yang dipengaruhi oleh hormon
Follicle Stimulating Hormone (FSH). Sel Ovum yang matang akan bertahan
sedangkan yang lain akan mengalami degenerasi. Sel ovum yang matang
tersebut akan menghasilkan hormone estrogen yang akan mempengaruhi
lapisan endometrium sebagai persiapan terjadinya fertilisasi yaitu sebagai
tempat nidasi zigot. Pada kadar tertentu, hormone estrogen akan merangsang
terjadinya lonjakan LH dan terjadilah ovulasi. Sel sperma akan mengalami
proses pematangan di epididimis. Selama proses pematangan sperma akan
dipersiapkan untuk dapat membuahi sel ovum, namun hanya satu sperma yang
unggul yang dapat berpenetrasi ke dalam sel ovum.

2. Proses ovulasi
Setelah terjadinya lonjakan LH, sekitar 24-36 jam sel ovum akan dilepaskan
dari ovarium. Sel ovum yang lepas akan ditangkap oleh fimbria dan menetap
di ampula tuba hingga muncul sel sperma.
3. Proses ejakulasi
Pada saat ejakulasi, sekitar 120 juta sperma per 1 ml cairan mani akan
dilepaskan ke liang vagina.
4. Kapasitasi spermatozoa
Selama perjalanan, sperma akan melepas selubung glikoprotein agar dapat
beradaptasi di dalam uterus sampai dengan terjadinya pembuahan yang dikenal
sebagai proses kapasitasi.
5. Perlekatan spermatozoa
Setelah proses kapasitasi, sel sperma akan melakukan perlekatan di zona
pelucida untuk memastikan persamaan jumlah kromosom sel ovum dan sel
sperma.
6. Reaksi akrosom
Spermatozoa akan melepaskan beberapa enzim hidrolitik yang berfungsi untuk
meluruhkan zona pelucida agar dapat ditembus.
7. Penetrasi zona pelucida
Zona pelucida yang telah mengalami reaksi akrosom akan meluruh dan dapat
dilewati oleh spermatozoa.
8. Peleburan membran sel gamet
Spermatozoa yang berhasil melakukan penetrasi akan melepaskan ekornya dan
hanya tersisa kepala yang mengandung kromosom X atau Y yang akan melebur
ke dalam sitoplasma sel telur.
9. Perlindungan dari sperma lain
Sel telur yang telah dimasuki oleh spermatozoa akan mengalami aktivasi dan
melanjutkan proses pembelahan meiosis. Aktivasi sel telur juga akan
mencegah masuknya sel sperma yang lain.

10. Difusi sperma dan ovum


Setelah aktivasi sel telur, pronukleus jantan dari sel sperma dan pronukleus
betina dari sel ovum akan terbentuk (Muhlisin, et al., 2019).

Gambar 2.1 Proses penetrasi spermatozoa


(Sumber: Fritz and Speroff, 2011)

2.4.2 Sel sperma


Produksi sperma dimulai saat masa pubertas dan berlanjut hingga
dewasa. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus di bawah pengaruh
FSH dan testosterone. Proses pematangan sperma memerlukan waktu
beberapa minggu, Sperma matur akan disimpan di epididimis dan duktus
deferen hingga terjadi ejakulasi. Sperma yang tidak diejakulasi akan
berdegenerasi dan di reabsorbsi. Pada saat coitus sebanyak 2-4ml semen
disemprotkan ke dalam vagina. Setiap 1 ml semen mengandung sekitar 100
juta sperma dan kemungkinan 20-25% merupakan sperma abnormal.
Sperma dapat bergerak dengan kecepatan 2-3mm per menit. Spermatozoa
terdiri dari kepala, tubuh, dan ekor yang panjang yang berguna untuk
bergerak maju. Kepala sperma diselubungi akrosom yang mengandung
enzim untuk melarutkan pelindung ovum agar sperma dapat menembus
masuk (Fraser and Cooper, 2011).
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia bermigrasi di
antara sel sertoli menuju lumen pusat dari tuulus seminiferous. Sel sertoli
berukuran besar dan diselubungi oleh sitoplasmik yang berkembang hingga
ke lumen pusat dari tubulus. Spermatogonia akan berkembang menjadi
spermatosit primer lalu mengalami meiosis menjadi spermatosit sekunder
yang akan berkembang lagi menjadi spermatid dan menjadi spermatozoa
dalam waktu beberapa hari. Selama perkembangan tersebut, 46 kromosom
akan terbagi menjadi 23 kromosom untuk setiap spermatidnya. Dalam
proses fertilisasi, zigot akan mengandung setengah kromosom ayah dan
setengah kromosom ibu. Keseluruhan proses spermatogenesis memerlukan
waktu selama 74 hari.
Kromosom seks
Pada setiap spermatogonium mengandung satu kromosom yang berfungsi
untuk menentukan jenis kelamin setiap keturunan, yaitu kromosom x dan
kromosom y. Pada proses meiosis, spermatid yang terisi kromosom y akan
menjadi sperma jantan dan spermatid yang terisi kromosom x akan menjadi
sperma betina. Sel telur yang dibuahi oleh sperma yang berisi kromosom y
akan menjadi janin laki-laki sedangkan apabila dibuahi sperma yang
mengandung kromosom x akan menjadi janin perempuan.
Penyimpanan sperma
Sel sperma yang diproduksi testis sebagian kecil akan disimpan di
epididimis dan sebagian besar berada di vas deferens. Sperma akan
tersimpan baik dalam kurun waktu 1 bulan. Selama periode itu, sperma
bersifat tidak aktif. Pada kegiatan seksual aktif proses penyimpanan hanya
berlangsung beberapa hari. Sel sertoli dan epitel epididimis mengeluarkan
cairan yang akan diejakulasi bersama sperma. Cairan ini mengandung
hormon yang berguna untuk pematangan sperma.
Fisiologi sperma matang
Pada media yang netral dan sedikit basa seperti pada semen, aktivitas
sperma akan meningkat, namun akan rentan pada media yang bersifat asam
dan menyebabkan kematian sperma. Peningkatan suhu juga mempengaruhi
aktivitas sperma menjadi lebih aktif sedangkan laju metabolik berperan
sebaliknya dan mempersingkat kehidupan sperma. Sperma yang telah
diejakulasi ke dalam saluran genital wanita, akan dapat bertahan hidup
selama 1-2 hari.
Kapasitasi spermatozoa
Kapasitasi merupakan kemampuan sperma untuk dapat menembus sel telur.
Kapitasi terjadi saat sperma berada di saluran genital perempuan dan
membutuhkan waktu sekitar 1-10 jam. Proses kapitasi meliputi hilangnya
faktor penghambat yang menekan aktivitas sperma serta pelemahan
akrosom sehingga kepala sperma dapat mengeluarkan enzim hyaluronidase
dan enzim proteolitik lebih cepat.

Gambar 2.2 Organ reproduksi pria


(Sumber: Hall, 2011)
Gambar 2.3 Pematangan sperma
(Sumber: Hall, 2011)

Gambar 2.4 Spermatogenesis


(Sumber: Hall, 2011)
2.4.3 Sel ovum
Siklus ovarium
Pada saat lahir, terdapat sekitar 200.000 folikel primordial di dalam
ovarium. Sebagian folikel tersebut akan berkembang menjadi folikel de
graaf. Sejak masa pubertas, beberapa folikel yang berkembang akan
menjadi matur dan melepaskan ovum di setiap bulannya.
Ovum terdapat di salah satu ujung folikel de graaf dan dikelilingi oleh ruang
perivitelin yang sempit. Di sekelilingnya terdapat sekumpulan sel yang
disebut diskus proligerus. Sel yang menyebar keluar membentuk korona
radiata. Sel bagian dalam korona sangat jernih dan disebut zona pelusida.
Semua folikel dilapisi dengan sel granulosa dan mengandung cairan
folikuler. Lapisan luar folikel adalah membran pembatas eksternal dan
disekitarnya terdapat area stroma ovarium yang mengalami kompresi yang
disebut teka.
Di bawah pengaruh hormon penstimulasi folikel (FSH) dan kemudian LH,
folikel de graaf yang matang akan bergerak menuju permukaan ovarium.
Pada saat yang sama folikel tersebut menjadi bengkak dan keras, yang
akhirnya ruptur untuk melepaskan ovum kearah tuba, dan ditangkap oleh
fimbriae. Peristiwa ini disebut dengan ovulasi. Folikel yang tertinggal
setelah pelepasan ovum dan menjadi kosong kemudian disebut dengan
korpus luteum.
Setelah terjadi ovulasi, folikel akan kolaps, sel granulosa membesar dan
akan berproliferasi selam 14 hari kemudian. Seluruh struktur menjadi tidak
beraturan dan berwarna kuning. Apabila terjadi kehamilan, korpus luteum
akan berkembang menjadi korpus albicans. Ovarium berisi sejumlah badan
putih pada tahap degenerasi yang berbeda (Fraser and Cooper, 2011).
Maturasi Oosit
Sepanjang perkembangan oosit, Progres dari proses meiosis tertahan di fase
profase. Dalam kurun waktu 12 jam setelah lonjakan LH, oosit diaktifkan
kembali untuk melanjutkan proses meiosis yang terhenti bersamaan dengan
terjadinya pematangan di sitoplasma dan berkembangnya selubung sel-sel
cumulus untuk mendukung fetilisasi. Reseptor FSH muncul di seluruh
permukaan oosit, menunjukkan bahwa FSH memiliki kontrol langsung
dalam pemasangan oosit (Macdonald and Cuerden, 2011).

Gambar 2.5 Proses perkembangan folikel


(Sumber: Macdonald and Cuerden, 2011)

Gambar 2.6 Stase pertumbuhan folikel


(Sumber: Hall, 2011)
2.5 Asuhan pranikah pada pasangan yang menunda kehamilan
Pasangan pranikah dalam perencanaan reproduksinya dapat menunda
kehamilan. Terdapat beberapa alasan untuk menunda kehamilan, yaitu:
1. Pada pasangan yang menikah muda, maka penundaan kelahiran anak pertama
harus dilakukan, hal ini bekaitan dengan kesiapan baik secara fisik maupun
mental dalam menghadapi kehamilan.
2. Pendidikan wanita memiliki efek terhadap fertilitas. Wanita yang memilih
untuk menempuh pendidikan cenderung menunda kehamilan sehingga
memperpendek masa reproduksi mereka.
3. Status bekerja wanita dapat menjadi alasan dalam menunda kehamilan. Wanita
yang bekerja dan memiliki jabatan tinggi beranggapan bahwa kehadiran anak
hanya akan menghambat peningkatan karir.
4. Pertimbangan ekonomi menjadi alasan lainnya. Hal ini diduga karena
diperlukan biaya untuk kualitas anak sehingga penundaan kehamilan dilakukan
sampai orang tua mendapatkan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan agar
dapat membiayai kebutuhan anak (Indraswari dan Yuhan, 2017).
Beberapa pertanyaan yang harus diajukan selama asuhan prakonsepsi dengan
tujuan perencanaan kehamilan meliputi:
- Berapa jumlah anak yang diinginkan?
- Kapan ingin memiliki anak? (Nelson et al, 2016)
Pertanyaan ini diajukan sebagai acuan dalam konseling dasar mengenai jenis
kontrasepsi yang akan dipilih.
Jenis kontrasepsi yang dapat dipilih selama menunda kehamilan untuk klien pra
nikah adalah:
- Pil
Jenis: pil kombinasi dan pil progestin
Kembalinya kesuburan: Persentase konsepsi lebih rendah pada 3 bulan
pertama setelah pemberhentian penggunaan, persentasi agak rendah di
bulan ke4-10 dan mencapai 90% keberhasilan konsepsi setelah 24 bulan.
- Implan
Jenis: Norplant, jadelle dan Implanon
Digunakan apabila seseorang ingin menjarangkan kehamilannya selama 2-
3 tahun (Fritz and Speroff, 2011). Implan mengandung progesterone (Fritz
and Speroff, 2011).
Kembalinya kesuburan: Level progestin menjadi sangat rendah dalam 48
jam setelah implant dilepas. Siklus ovulatori menjadi normal dalam waktu
1 bulan. Tingkat kehamilan dalam 1 tahun pertama setelah pelepasan
implant sebanding dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi dan
ingin hamil (Fritz and Speroff, 2011).
- Suntikan
Jenis: suntik 3 bulan (suntik progestin/ Depo provera atau Depo noristerat),
suntik 1 bulan (suntik kombinasi/cyclofem)
Kembalinya kesuburan: Tingkat kesuburan wanita yang telah menghentikan
penggunaan kontrasepsi injeksi adalah normal. Dalam 18 bulan
penghentian, 90% dari pengguna depot medroxyprogesterone asetat dapat
hamil, proporsi sama dengan metode kontrasepsi lainnya. Penundaan
konsepsi adalah sekitar 9 bulan setelah injeksi terakhir. Penundaan tidak
berkaitan dengan durasi penggunaan. Fungsi menstruasi yang terganggu
setelah 18 bulan penghentian bukan dikarenakan pengaruh obat dan perlu di
evaluasi penyebabnya (Fritz and Speroff, 2011).
- Metode barier: Kondom
Mekanisme kerja kondom adalah mencegah bertemunya sperma dan ovum,
juga sebagai pencegah penularan infeksi menular seksual seperti HIV dan
HPV (Human Paviloma virus) (Fritz and Speroff, 2011).
- Metode sederhana:
Jenis: metode kalender, metode ovulasi dan symptothermal.
Terdapat periode jendela yang sangat singkat dalam setiap siklus ovulasi.
Apabila hubungan seksual dapat dihindari pada saat itu maka fertilisasi
tidak akan terjadi. Pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur,
metode kalender dapat digunakan. Namun, ovulasi dapat terjadi secara tidak
teratur, sehingga metode alami dikembangkan dengan cara mengobservasi
perubahan yang ditimbulkan oleh hormon progesteron. Perubahan pertama
yaitu perubahan lendir serviks dan perubahan kedua adalah perubahan pada
suhu basal. Metode alami kedua yang telah dikembangkan adalah metode
symptothermal yang cukup sukses pada wanita yang bermotivasi tinggi.
Mereka dapat mengukur potensi waktu subur dengan mengukur tingkat LH
dan level estrogen. Tingkat kegagalan 6 dari 100 perempuan per tahunnya.
Keterbatasannya adalah siklus harus berada diantara 23-25 hari (Stables and
Rankin, 2010).

Gambar 2.7 Metode alami


(Sumber: Stables and Rankin, 2010)

- Mekanisme kerja implan, pil, dan suntikan: Hormon estrogen dan


progesteron bertujuan untuk mencegah terjadinya ovulasi dengan cara
menekan sekresi gonadotropin. Progesteron berfungsi untuk menekan
sekresi Luteinizing hormone (LH) sedangkan estrogen berfungsi untuk
menekan Follicle stimulating hormone (FSH) agar tidak terbentuk dominan
folikel. Estrogen berkontribusi secara signifikan terhadap efficacy
kontrasepsi. Progestin berfungsi juga untuk membuat lendir serviks menjadi
lebih tebal dan kental, mempengaruhi endometrium agar tidak menjadi
tempat yang baik untuk nidasi, serta mengganggu motilitas tuba fallopi
(Fritz and Speroff, 2011).
Efficacy:
Tabel 2.4 Angka kegagalan selama tahun pertama pemakaian
Metode Persen wanita yang hamil
Perkiraan terendah Khas
Pil kombinasi 0,3% 8,7%
Pil progestin 0,5% 3%
Implan 0,05% 1%
Suntik 3 bulan 0,3% 0,3%
Suntik 1 bulan 0,05% 3%
Metode kalender 9%
Metode ovulasi 3%
Symptothermal 2%
Kondom 2% 17,4%
(Sumber: Fritz and Speroff, 2011)
Pemilihan jenis kontrasepsi disesuaikan dengan keadaan dan lamanya
penundaan kehamilan.
Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dianjurkan untuk berhenti
mengkonsumsi pil paling sedikit 3 bulan dan akan lebih baik 6 bulan sebelum
perencanaan kehamilan dengan tujuan untuk mengembalikan regulasi hormon yang
alami dan ovulasi. Pil juga berkaitan dengan adanya ketidakseimbangan vitamin
dan mineral. Kadar tembaga meningkat sedangkan kadar zinc menurun dan dapat
menyebabkan defisiensi mineral. Metabolisme vitamin juga terganggu sehingga
mengakibatkan terjadinya defisiensi folat, vitamin B kompleks, dan C, serta
peningkatan vitamin A yang bersifat teratogen. Bentuk kontrasepsi lain seperti
metode barier dianjurkan pada masa ini (Fraser dan Cooper, 2011).
Asuhan kepada pasangan yang ingin menunda kehamilan terdiri dari
konseling kontrasepsi meliputi:
- Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat,
kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat
kontrasepsi bisa diperoleh serta biaya)
- Pemberian informasi kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan klien yaitu untuk
menunda kehamilan
- Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
- Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien
tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya
(Prawirohardjo, 2011).

2.6 Infertilitas
2.6.1 Pengertian
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan suatu pasangan untuk
memiliki keturunan (Lestari., Ulfiana., 2015). Suatu pasangan dikatakan infertil
bila dalam satu tahun usia pernikahan pasangan tersebut belum memiliki anak,
meskipun telah melakukan hubungan suami isteri tanpa menggunakan alat
kontrasepsi (Syafrudin&Hamidah, 2009).
Infertilitas diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
- Primer: pasangan yang dalam usia 1 tahun perkawinan, belum mendapat
keturunan, meskipun melakukan hubungan seksual tanpa pelindung dan tidak
ada riwayat hamil sebelumnya.
- Sekunder: Ketidakmampuan pasangan untuk memiliki keturunan namun
memiliki riwayat kehamilan sebelumnya.
2.6.2 Faktor penyebab
Terdapat beberapa faktor penyebab dari infertilitas, baik dari faktor isteri
maupun suami. Faktor penyebab infertil pada isteri 20% disebabkan karena
terjadinya infeksi pada rongga panggul sehingga mempengaruhi tuba fallopi yaitu
terjadinya perlengketan ataupun terjadinya jaringan parut yang menyebabkan
sumbatan dan menghalangi proses bertemunya sperma dan ovum. Faktor suami
berkaitan dengan gangguan pada sperma, baik dari segi morfologi, jumlah maupun
kemampuan motilitas. IVF dapat menjadi solusi dari infertilitas namun tingkat
keberhasilannya masih rendah (Disc et al., 2012).
Faktor penyebab lainnya meliputi:
Tabel 2.5 Faktor penyebab infertilitas
Pria Wanita
Gangguan sprematogenesis Gangguan ovulasi
- Gangguan endokrin, yaitu adanya - Gangguan endokrin, yaitu adanya
disfungsi dari hipotalamus, disfungsi dari hipotalamus,
pituitary, kelenjar adrenal atau pituitary, kelenjar adrenal atau
kelenjar tiroid. kelenjar tiroid.
- Penyakit sistemik seperti diabetes - Penyakit sistemik seperti penyakit
mellitus renal.
- Gangguan testikuler: karena faktor - Gangguan pada ovarium: faktor
trauma atau faktor lingkungan. hormonal, endometriosis, atau
adanya sindrom polikistik ovarian
(PCOS)
Gangguan transport sperma Gangguan transport
- Obstruksi atau tidak adanya duktus - Ovum: Obstruksi/ perlengketan
seminal. tuba atau fimbria
- Gangguan sekresi dari kelenjar - Sperma: lendir serviks yang tebal
aksesori. serta hilangnya patensi tuba
Pengiriman sperma yang tidak Gangguan implantasi
efektif
- Impotensi karena adanya masalah - Ketidakseimbangan hormon
psikoseksual - Kelainan kongenital
- Pengaruh obat-obatan - Adanya infeksi maupun fibroid
- Kelainan fisik
(Sumber: Stables and Rankin, 2010)
2.6.3 Infertilitas pria
Subfertilitas pada pria pada umumnya disebabkan karena disfungsional
spermatozoa.
Nilai normal untuk semen adalah:
1. Volume >2ml
2. Konsentrasi sperma sebanyak 20 juta/ml
3. Motilitas >50% progresif atau >25% berkembang pesat
4. Morfologi >15% bentuk normal
5. Viskositas setelah pencairan rendah
6. Sel darah putih <1 juta/ml
7. Antibodi yang meliputi sperma <10%
Tes post coital dilakukan untuk mengetahui:
1. Kualitas dari lendir serviks
2. Kemampuan sperma untuk dapat menembus lendir serviks
3. Efektivitas dari hubungan seksual
4. Mengetahui adanya masalah kekebalan tubuh.
2.6.4 Infertilitas wanita
Pengkajian infertilitas pada wanita meliputi:
1. Skrining endokrinologi pada hari 1-3 siklus menstruasi.
2. Konfirmasi kekebalan terhadap virus Rubella
3. Sitologi servikal
4. Skrining infeksi seperti klamidia
5. USG untuk mengetahui kondisi uterus dan tuba
6. Histerosalpingografi (HSG) untuk mengetahui patensi tuba
7. Laparaskopi untuk mengobservasi organ pelvis (Stables and Rankin, 2010)

2.7 Konsep Asuhan Kebidanan pada pasangan yang menunda kehamilan


2.7.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
- Usia: Seiring dengan peningkatan usia ibu, risiko infertilitas, aneuploidi
janin, keguguran, diabetes gestasional, preeklamsia, dan IUFD juga
meningkat. Wanita harus menyadari risiko ini dan sebaiknya jangan
menunda kehamilan sampai usia 30-an atau 40-an. Usia ayah yang lanjut
juga memiliki beberapa risiko bagi anak.
- Pekerjaan: jenis pekerjaan, lama bekerja, risiko penularan penyakit dan
cidera. Riwayat pekerjaan berkaitan dengan bahaya di tempat pekerjaan
dan zat berbahaya. Pajanan terhadap pelarut, radiasi ionisasi, dan gas
anastesi diketahui bersifat toksik ((Fraser dan Cooper, 2011). Tempat
bekerja juga berkaitan dengan jenis vaksinasi yang akan diberikan
(Berghella, 2017).
- Riwayat umum: meliputi keinginan dan rencana untuk hamil, rencana
menikah, siklus menstruasi, jenis kontrasepsi yang akan digunakan, obat-
obatan yang pernah/ sedang dikonsumsi, alergi obat-obatan dan lainnya.
- Riwayat ginekologis: Gangguan siklus menstruasi, kista ovarium,
operasi ginekologis, penyakit menular seksual
- Imunisasi yang pernah didapat: Hepatitis B, Tetanus toxoid, Rubella,
Varisela
- Penyakit Keturunan: Diabetes mellitus, talasemia, hemophilia, penyakit
autoimun, epilepsi, kistik fibrosis, akondroplasia, neurofibromatosis,
penyakit hutington, buta warna.
- Penyakit kronis yang pernah/sedang diderita: diabetes mellitus,
hipertensi, obesitas.
- Obat-obatan yang pernah atau sedang dikonsumsi: Kokain, heroin,
amfetamin, opiate, steroid anabolic, obat anti kejang.
- Alkohol, merokok, kafein
- Diet yang sedang dilakukan, suplemen atau herbal yang sedang
dikonsumsi
- Jenis olah raga yang rutin dilakukan
- Binatang peliharaan
- Keadaan kesehatan mental dan psikis
2. Data Obyektif
- Pemeriksaan Umum : keadaan umum
- Tanda vital: Tekanan darah, respirasi, nadi dan suhu
- Antropometri: TB dan BB serta IMT untuk mengetahui risiko KEK dan
obesitas serta pengukuran LiLA, jika < 23,5 cm merupakan indikator Ibu
kurang gizi sehingga beresiko untuk melahirkan BBLR
- Pemeriksaan Fisik (disesuaikan dengan keluhan)
 Rambut : mengetahui status gizi
 Mata : apakah ditemukan konjungtiva pucat, atau sklera kuning,,
atau adanya gejala status gizi buruk.
 Leher : pembesaran kelenjar tiroid, Pembengkakan kelenjar getah
bening merupakan tanda adanya infeksi pada klien, pembesaran vena
jugularis untuk mengetahui adanya kelainan jantung.
 Abdomen: menilai ada tidaknya massa abnormal dan ada tidaknya
nyeri tekan.
- Pemeriksaan penunjang:
 Urin Lengkap
 Darah Lengkap
 HBsAG, TORCH
 USG (jika diperlukan)
 Analisis Kromosom (jika diperlukan)
2.7.2 Diagnosa Kebidanan
Diagnosa: WUS, usia pro imunisasi TT, menunda kehamilan
2.7.3 Intervensi
Intervensi dibuat sesuai dengan kebutuhan yang ada, meliputi:
- Pemberian informasi mengenai hasil pemeriksaan
- Konseling mengenai:
Nutrisi, aktivitas fisik (olah raga), suplementasi, kontrasepsi (jenis, efek
samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi bisa
diperoleh serta biaya), pengaruh dari zat berbahaya serta kebiasaan buruk
seperti merokok, konsumsi alkohol dan zat terlarang, kebutuhan
imunisasi, serta mengenai penyakit menular seksual.
- Memberikan imunisasi TT pada klien.
2.7.4 Implementasi
Kegiatan yang telah direncanakan selanjutnya diimplementasikan sesuai
dengan diagnosa yang ada.
2.7.5 Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan untuk mengatasi diagnosa kebidanan
selanjutnya dilakuan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana diagnosa
kebidanan dapat diatasi.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

No Register : 2600xxx
Tanggal Pengkajian : 05-10-2019, pukul 09.00 WIB
Tempat Pengkajian : Poli KIA 3 Puskesmas Tanah Kali Kedinding
Oleh : Mega Lestari

A. Subjektif
1. Identitas
Catin Wanita Catin Laki-laki
Nama : Nn. L Nama : Tn. H
Umur : 26 tahun Umur : 26 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Minang
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Guru
Alamat : Pogot Baru Alamat : Bangka Belitung
2. Alasan kunjungan
Konseling persiapan pernikahan
3. Riwayat Menstruasi
1) Menarche : 12 tahun
2) Siklus : ±28 hari/teratur
3) Lamanya : ±7 hari
4) Sifat darah : encer, tidak menggumpal, banyaknya 3x ganti pembalut,
selalu penuh di 5 hari pertama.
5) HPHT : 17-09-2019
6) Fluor Albus: Tidak pernah mengalami keputihan yang banyak, gatal dan
berbau
4. Penyuluhan yang Pernah Didapat
Klien belum mendapat penyuluhan gizi pranikah dan Perencanaan
kehamilan.
5. Riwayat Kesehatan Catin Wanita
Tidak sedang dan tidak pernah menderita penyakit kanker, jantung,
hipertensi, asma, DM, ginjal, hepatitis, TBC, dan HIV/AIDS. Catin pernah
dirawat di rumah sakit karena demam berdarah pada tahun 2009 dirawat
selama 10 hari dan mengalami alergi obat antibiotik, namun nama obatnya
lupa. Catin juga pernah mengalami alergi saat makan sea food. 2 hari
kemaren klien memeriksakan diri ke dokter karena merasa badannya
meriang dan susah tidur. Dokter memberikan terapi antibiotik dan obat tidur
sebanyak 2 tablet. Status TT T4.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Catin Wanita : tidak ada keluarga yang sedang atau pernah
menderita penyakit kanker, hepatitis, TBC, namun ada riwayat penyakit
hipertensi dan dermatitis dari ibu, dan riwayat penyakit DM dan asma
dari ayah. Tidak ada riwayat penyakit genetik lainnya seperti thalasemia,
hemophilia dan buta warna.
7. Pola Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan
1) Catin Wanita : tidak ada
2) Catin Laki-laki : tidak merokok
8. Pola Fungsional Kesehatan
1) Nutrisi : Makan 2 kali sehari dengan porsi 1 piring, terdiri dari
nasi, sayur, dengan lauk ayam/daging/ telur dan
terbiasa makan buah, klien jarang jajan, terbiasa
masak sendiri di rumah. Malam hari klien tidak makan
nasi, hanya konsumsi minuman Herbalife sudah 1
bulan ini. Minum ibu cukup sekitar 7-8 gelas sehari
namun bila dalam keadaan sibuk atau stress pekerjaan
suka lupa minum sehingga asupan cairan berkurang.
Ibu juga mengkonsumsi vitamin C setiap harinya.
2) Eliminasi : BAB 1 kali sehari. BAK 5-6 kali sehari, tidak ada
keluhan, tidak nyeri saat berkemih. Warna kemih
menjadi pekat saat kurang minum.
3) Istirahat : Tidak pernah tidur siang dan pada malam hari tidur
mulai sekitar jam 21.00 WIB dan bangun pagi pada
jam 04.30 WIB. Namun ibu mengeluhkan setiap
bangun tidur merasa lelah.
4) Aktivitas : Bekerja dan mengejakan pekerjaan rumah tangga. Ibu
bekerja setiap hari dari jam 07.00 sampai dengan jam
18.00 WIB. Tidak pernah melakukan hubungan
seksual sebelumnya. Ibu menyempatkan diri olahraga
bulu tangkis 1 minggu sekali.
9. Riwayat Pernikahan
1) Catin Wanita : pernikahan yang pertama
2) Catin Laki-laki : pernikahan yang pertama
10. Riwayat Psikososial Budaya
Pasangan akan menikah pada tgl 22-11-2019. Keluarga dari dua belah pihak
mendukung pernikahan. Klien mengatakan sudah siap secara mental untuk
menikah namun ingin menunda dulu kehamilan selama 2-3 bulan karena
masih ingin mengikuti tes CPNS serta masih ingin beradaptasi di lingkungan
yang baru. Setelah menikah, klien mengikuti suami ke Bangka Belitung dan
akan tinggal di rumah mertua sampai dengan pembangunan rumah subsidi
selesai. 3 bulan ini klien cenderung merasa stress dan sering merasa nyeri di
ulu hati dikarenakan beban kerja bertambah saat klien mengajukan resign
dari tempat kerja, klien juga memikirkan perubahan lingkungan dan budaya
setelah menikah. Ayah mendukung pernikahan hanya saja agak berat
melepaskan anak pertama perempuannya ke luar daerah, namun ibu lebih
menerima.

B. Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Catin Wanita
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Antropometri :
BB : 52 kg
TB : 151 cm
IMT : 22,81
LILA : 26,5 cm
d. Tanda-tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit

2. Pemeriksaan Fisik
(1) Bentuk tubuh : Normal
(2) Kepala : wajah tidak pucat.
(3) Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
(4) Mulut : Tidak ada karies gigi, tidak ada tonsillitis dan
stomatitis
(5) Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
maupun limfe
(6) Payudara : Normal, tidak teraba massa, tidak ada parut,
tidak ada pengeluaran cairan.
(7) Ekstremitas : tidak oedema, tidak ada varises, reflek patella
positif

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 05-10-2019
Catin Wanita
1) Golongan Darah :O
2) Rhesus : (+)
3) HB : 12,8 g/dL
4) HIV : Non Reaktif
5) HbsAg : Non Reaktif
6) PPTest : (-) Negatif
C. Analisa Data
Calon pengantin dengan rencana penundaan kehamilan

D. Penatalaksanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada calon pengantin wanita bahwa secara
umum keadaannya baik, tanda- tanda vital dalam batas normal, hasil
pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, catin wanita mengerti
dengan penjelasan yang diberikan.
2. Memberikan injeksi TT kepada calon pengantin wanita. Menjelaskan status
TT terlebih dahulu. Melakukan informed consent pemberian suntikan.
Melakukan injeksi TT secara IM di lengan kiri atas. Menjelaskan kepada
catin apabila di tempat bekas suntikan terasa nyeri, catin dapat
mengkonsumsi obat pengurang nyeri yaitu paracetamol dan apabila bekas
suntikan mengalami pembengkakan dapat dikompres dengan kompres
hangat. Catin wanita memahami penjelasan yang diberikan.
3. Memberikan konseling mengenai:
- Masa subur seorang perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan siklus
haid (antara kedua waktu dari siklus terpanjang dikurang 11 dan siklus
terpendek dikurangi 18) atau terdapat tanda-tanda kesuburan,
diantaranya:
 Peningkatan suhu tubuh ±0,5 0C.
 Pembesaran pada payudara, dapat disertai rasa nyeri/tidak nyaman.
 Perubahan cairan serviks menjadi lebih banyak, bening dan
teksturnya licin.
Menjelaskan masa subur dilakukan untuk perencanaan kehamilan.
Menghindari aktivitas seksual di periode jendela (masa subur) dapat
digunakan sebagai metode kontrasepsi alami.
- Menginformasikan kepada ibu mengenai jenis kontrasepsi jangka
pendek yang dapat digunakan selama menunda kehamilan, efektifitas
dan lama kembalinya kesuburan, ibu memilih kontrasepsi barrier yaitu
kondom, sudah mendapatkan penjelasan dari saudara nya yang bekerja
di BKKBN dan sudah di diskusikan dengan calon pengantin pria.
- IMS (Infeksi Menular Seksual), Penularan HIV/AIDS, Kanker pada
perempuan serta cara untuk deteksi dini meliputi pemeriksaan IVA/ pap
smear dan SADARI, kehidupan seksual suami istri: catin mengerti
penjelasan yang diberikan
- Memberikan KIE ulang mengenai SADARI, meliputi waktu
pelaksanaan serta tata cara pemeriksaan.
4. Menganjurkan kepada catin wanita untuk mengkonsumsi asam folat
disamping vitamin C. Asam folat dapat diperoleh dari sayuran bewarna
hijau tua atau minum susu yang terdapat kandungan asam folat, dapat juga
meminum suplemen asam folat 0,4 mg setiap hari minimal 1 bulan sebelum
klien merencanakan untuk hamil. Selain itu mengkonsumsi suplemen
tambah darah yaitu ferrosus sulfat yang mengandung zat besi 65 mg 1 tablet
setiap hari untuk menghindari anemia pada ibu terutama pada saat
menstruasi; Catin wanita bersedia mengikuti saran bidan.
5. Menganjurkan catin wanita untuk tetap mencukupi intake cairan walaupun
dalam keadaan sibuk, air minum dapat diisi di dalam tumbler dan diletakkan
di dekat ibu sehingga mudah untuk diambil saat haus. Kekurangan cairan
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan saluran kencing. Catin wanita
memahami penjelasan yang diberikan.
6. Mengajarkan catin cara mengelola stres, dapat dengan mengelola pikiran
seperti lebih memperbanyak pikiran-pikiran positif dan menghilangkan
pikiran negatif. Memberikan dukungan mental, menganjurkan klien untuk
mencari support system lainnya seperti pasangan, teman dekat atau ibu yang
dapat dijadikan teman curhat. Memberikan solusi mengenai kecemasan
orang tua terhadap anak dengan membuka jalur komunikasi yang baik
dengan ayah saat berada jauh dari rumah yaitu dapat dengan cara menelpon
keluarga secara rutin dan mengabarkan hal-hal yang baik.
7. Melakukan rujukan ke bagian psikologi untuk pemberian konseling
psikologi, konseling meliputi:
- Tata kelola stress
- Peran isteri di dalam rumah tangga
- Kontrol emosi saat berumah tangga
- Pemberian support mental
BAB 4
PEMBAHASAN

Asuhan yang diberikan kepada calon pengantin bertujuan untuk


meningkatkan kualitas kesehatan calon ibu dan anak yang akan dilahirkan,
termasuk didalamnya perencanaan reproduksi. Pada kasus ini diketahui Nn L ingin
menunda kehamilan selama 2-3 bulan setelah menikah dengan alasan masih ingin
menyesuaikan diri serta mencari pekerjaan di tempat baru. Usia Nn L 26 tahun yang
berarti masih dalam usia reproduksi sehat (Damayanti dan Djokosujono, 2013) dan
tidak ada risiko untuk menunda kehamilan karena penundaan hanya selama 2-3
bulan.
Penundaan kehamilan ini sudah didiskusikan oleh kedua pasangan catin,
dan mereka sepakat untuk menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek yaitu
kondom. Angka kegagalan kondom lebih rendah dibandingkan dengan metode
kalender yaitu sebesar 2%. Angka kegagalan paling rendah adalah metode
kontrasepsi suntik sebagai alat kontrasepsi jangka pendek, namun untuk
kembalinya kesuburan masih memerlukan waktu. Tingkat kesuburan wanita setelah
penggunaan kontrasepsi injeksi akan mendekati normal dalam 18 bulan
penghentian, sedangkan pemakaian kondom tidak akan mempengaruhi tingkat
kesuburan wanita (Fritz and Speroff, 2011).
Pada anamesa diketahui selain ingin menunda kehamilan, catin juga
mengalami stress yang diakibatkan pekerjaan dan pernikahan. Akibatnya kualitas
tidur menjadi terganggu, catin mengalami dyspepsia serta cenderung mengalami
dehidrasi. Gangguan ini juga dapat disebut dengan pre marriage stress atau stress
menjelang pernikahan. Memasuki pernikahan sama artinya dengan memasuki
kehidupan baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Hal ini dapat memicu
stress. Pada wanita yang bekerja, masa persiapan pernikahan akan menjadi masa-
masa yang menyita waktu dan perhatian. Hal ini dikarenakan urusan persiapan
pernikahan bagi wanita jauh lebih rumit daripada pada pria. Urusan persiapan
pernikahan biasanya lebih sering dilakukan oleh wanita, sehingga mereka kesulitan
dalam membagi waktu antara pekerjaan dengan persiapan pernikahan (Octaviany,
2013). Ketika stress naik ketingkat tertentu sampai ia menggerogoti kemampuan
seseorang untuk dapat mengatasi masalah, maka orang tersebut mengalami distress
(derita) yaitu keadaan internal berupa sakit atau ketertekanan fisik atau mental.
Distress dapat berwujud masalah psikologis terutama kecemasan, depresi, amarah
dan lekas tersinggung, dan masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala, kelelahan,
serta sakit perut (Nevid, 2017). Beberapa keluhan tersebut sesuai dengan yang
dirasakan oleh calon pengantin wanita yaitu adanya rasa cemas, mudah marah,
kelelahan meskipun telah beristirahat, serta sakit perut.
Pada riwayat keluarga diketahui ada yang menderita hipertensi, DM, asma
dan alergi. Klien sendiri memiliki alergi terhadap obat dan makanan. Terdapat
beberapa penyakit menurun yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi
sehingga diperlukan skrining untuk asesmen faktor risiko saat catin mulai
merencanakan kehamilan (Macdonald and Cuerden, 2011; Berghella, 2017).
Hasil pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, IMT, serta hasil pemeriksaan
laboratorium (Golongan darah, DL, PITC, dan HbsAg) menunjukkan hasil yang
baik, sehingga tidak banyak rencana asuhan terkait hasil pemeriksaan fisik selain
dengan memberikan konseling mengenai penyakit IMS dan SADARI untuk
tindakan preventif.
Asuhan yang diberikan kepada calon pengantin meliputi pemberian injeksi
TT5, KIE mengenai masa subur, kontrasepsi untuk menunda kehamilan, IMS,
SADARI, kebutuhan asam folat, serta konseling psikologi untuk pengelolaan stress.
Asuhan dirasa sudah sesuai dengan kebutuhan pasien.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Masa pranikah merupakan masa sebelum menikah yang didalamnya
terdapat pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami dan calon
isteri. Pada kasus ini pemeriksaan dan konseling pranikah hanya diberikan
kepada calon pengantin wanita dikarenakan calon pengantin pria berbeda
domisili. Terdapat dua masalah yang perlu diberikan asuhan kebidanan yaitu
rencana penundaan kehamilan dan gangguan stress yang dialami calon
pengantin wanita.
Tidak ada kesenjangan yang berarti antara praktik dan teori saat
memberikan asuhan kebidanan dalam kasus ini. Selama melakukan
pemeriksaan dan konseling ibu sangat kooperatif dan mau menerima anjuran
yang diberikan. Asuhan kebidanan yang diberikan meliputi pemberian injeksi
TT, KIE mengenai masa subur, jenis-jenis kontrasepsi jangka pendek meliputi
efektifitas dan lamanya kesuburan kembali, IMS, deteksi dini kanker yaitu
dengan SADARI dan Pap smear/IVA, serta konseling psikologi untuk
pengelolaan stress.
5.2 Saran
1. Bagi pasien dan keluarga
Klien diharapkan mampu mengikuti semua anjuran yang diberikan oleh
petugas kesehatan sehingga calon pengantin berada di kondisi
kesehatan yang optimal saat menikah dan pada saat perencanaan
kehamilan, selain itu, permasalahan yang dihadapi juga dapat teratasi
dengan baik.
2. Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapakan mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam memberikan asuhan pranikah kepada calon
pengantin.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., Siswantara, P., 2018. ‘Efektivitas penyuluhan kesehatan reproduksi


pada calon pengantin di Puskesmas Pucang Sewu Surabaya’. Jurnal
Biometrika dan Kependudukan. Vol.7 No. 1. pp 29-38.

Berghella, V., 2017. Obstetric Evidence Based Guidelines, 3rd Edition. CRC
Press Taylor and Francis Group. Boca Raton London New york.
Damayanti, I.L., Djokosujono, K., 2013. ‘Faktor-faktor yang berhubungan dengan
komplikasi persalinan di kabupaten Situbondo’. Skripsi. Kebidanan
Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Jakarta. Available at:
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/201509/S47282Rr.Irma%20Lonita%20D.
6 Oktober 2018 (18:54)
Disc, E. et al. (2012) Medical Embryology. 12th edn. Philadelphia.
Fraser, D.M. dan Cooper, M.A. (Eds) 2003. Myles textbook for midwives. 14th Ed.
Elsevier Science Limited. Oxford. United Kingdom. S. Rahayu.
2011. Myles Buku Ajar Bidan. Edisi 14. EGC. Jakarta.
Fritz, M., A., Speroff, L., 2011. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility,
8th Edition. Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia.
Hall, E.J., 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th Ed.
Saunders Elsevier. Philadelphia.
Indraswari, R.R., Yuhan, R.,J., 2017. ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi
penundaan kelahiran anak pertama di wilayah pedesaan Indonesia; Analisis
data SDKI 2012)’. Jurnal Kependudukan Indonesia. 12, 1.
doi:10.14203/jki.v12i1.274.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Petunjuk Pelaksanaan
Komunikasi Informasi Dan Edukasi Kesehatan Reproduksi Dan Seksual
Bagi Calon Pengantin. Direktorat Bina Kesehatan Ibu Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Available at:
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Petunjuk%20Pelaksanaan%20
KIE%20Kespro%20Catin.pdf. 21 September 2019 (18:34).

Lestari., Ulfiana., S. (2015) Kesehatan reproduksi berbasis kompetensi. Edited by


W. Praptiani. Jakarta: ECG.

Macdonald, S., Cuerden, J.M., 2011. Mayes’ Midwifery. 14th Edition. Bailliere
Tindall Elsevier. London.
Megasari, M., Triana, A., Andriyani, R., Ardhiyanti, Y., Damayanti, I. P., 2014.
Panduan Belajar Asuhan Kebidanan I. Deepublish. Yogyakarta.
Muhlisin, Ahmad. 2019. Proses Pembuahan (Fertilisasi) Pada Manusia. Diperoleh
dari https://www.honestdocs.id/proses-pembuahan-fertilisasi-manusia-
tahap-demi-tahap . diakses pada 28 Sepetember 2019.

Nelson, A. L., Shabaik, S., Xandre, P., Awaida, J. Y. 2016. ‘Reproductive life
planning and preconception care 2015: attitudes of English-speaking family
planning patients’. Journal of Women’s Health 25, 832–839.
doi:10.1089/jwh.2015.5323.
Nevid, J.S., 2017. Psikologi: Konsep dan Aplikasi. Edisi 3. Nusa Media. Bandung.
Octaviany, P., 2013. Stressor, stress, dan coping stress menjelang pernikahan pada
wanita yang bekerja. Thesis. Universitas ESA Unggul. Jakarta. Available
at: https://digilib.esaunggul.ac.id/stressor-stress-dan-coping-stress-
menjelang-pernikahan-pada-wanita-yang-bekerja-723.html. 08 Oktober
2019 (23:04)
Prawirohardjo, S., 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 3.
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Sackey, J.A., Haug, W.L., Barss, V.A., 2015. The preconception office visit, Up to
date. Available at: https://www.uptodate.com/contents/the-preconception-
office-visit. 22 September 2019 (12:07).

Stables, D., Rankin, J. (Eds.), 2010. Physiology in Childbearing, in: Physiology in


Childbearing. Bailliere Tindall, Elsevier, Sydney.

Syafrudin&Hamidah (2009) Kebidanan komunitas. Edited by E. W. Monica


Ester. Jakarta: EGC.
World Health Organization, 2013. ‘Preconception care: Maximizing the gains for
maternal and child health 8’. Department of Maternal, Newborn, Child
and Adolescent Health WHO. Switzerland.
https://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/preconception
_care_policy_b rief.pdf. 21 September 2019. (14:49).

Anda mungkin juga menyukai