Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. N USIA 18


TAHUN TAHUN G1P0A0 USIA KEHAMILAN 40MINGGU
INPARTU KALA I FASE AKTIF DI PMB HELLEN, STr.Keb

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologi Holistik Persalinan dan Bayi Baru Lahir
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun oleh :
Nama : Novia Sari Nur Hidayah
NIM : PO.62.24.2.20.348

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020
HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. NUSIA 18 TAHUN G1P0A0
USIA KEHAMILAN 40MINGGU INPARTU KALA I FASE AKTIF
DI PMB HELLEN, S. Tr. Keb

Disusun oleh:
Nama : Novia Sari Nur Hidayah
NIM : PO.62.24.2.20.348
Kelas : Pendidikan Profesi Bidan Angkatan II Semester I

Tanggal Pemberian Asuhan : November 2020

Disetujui:

Pembimbing Lapangan
Tangggal : November 2020
Di: Palangka Raya Hellen S.Tr.Keb
NIP.19791015200604 2029

Pembimbing Institusi
Tangggal : November 2020
Di: Palangka raya

Herlinadianingsih,SST.,M.Kes
NIP. 19800807 200501 2 003

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga Laporan
Kasus Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Pada Persalinan dan BBL terselesaikan.
Laporan Kasus ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas dari kegiatan Praktik
Kebidanan Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Pada Persalinan Dan BBL pada
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan dan Pendidikan profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Palangka Raya. Laporan Kasus ini terwujud berkat bimbingan, arahan dan
bantuan dari Pembimbing Institusi yang meluangkan waktu dan pikirannya sehingga
penulis bisa menyelesaikan proses pembuatan Laporan Kasus ini. Penulis menyadari
banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan Kasus ini sehingga penulis terbuka
terhadap saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan laporan kasus ini
dan semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat
dalam proses pembelajaran ini.

Palangka Raya, November 2020

Penulis

Novia Sari Nur Hidayah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 5
C. Tujuan ....................................................................................................... 5
D. Manfaat...................................................................................................... 5
E. Waktu dan tempat pelaksanaan asuhan..................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. KONSEP DASAR PERSALINAN FISIOLOGI....................................... 7
1. Definisi Persalinan.............................................................................. 7
2. Tanda dan Gejala Persalinan.............................................................. 8
3. Mekanisme Persalinan Normal........................................................... 11
4. Tahapan dalam Persalinan.................................................................. 16
5. Partograf............................................................................................. 17
6. Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Dan Neonatal......... 21
7. Enam Puluh Langkah Asuhan Persalinan Normal............................. 24
B. Pedoman Bagi Ibu Bersalin, Nifas Dan Bayi Baru Lahir Selama Social
Distancing.................................................................................................. 33
C. Rekomendasi Bagi Tenaga Kesehatan Terkait Pertolongan Persalinan.... 33
D. EVIDENCE BASED IN MIDWIFERYPERSALINAN FISIOLOGI......... 35

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Judul kasus................................................................................................. 49
B. Pelaksanaan asuhan................................................................................... 49
C. Identitas pasien.......................................................................................... 49
D. Dokumentasi asuhan kebidanan................................................................ 49
1. Kala 1.................................................................................................. 49
2. Kala 2.................................................................................................. 56
3. Kala 3.................................................................................................. 60
4. Kala 4.................................................................................................. 63

BAB IV PEMBAHASAN
A. Penentuan prioritas masalah...................................................................... 70
B. Alternatif penyelesaian masalah................................................................ 70

iii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 71
B. Saran.......................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL
Judul Hlm.
Tabel 3.1 catatan implementasi kala 1.............................................................. 56
Tabel 3.2 catatan implementasi kala 2.............................................................. 60
Tabel 3.3 catatan implementasi kala 3.............................................................. 63
Tabel 3.4 catatan implementasi kala 4.............................................................. 69

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Evidence based midwifery

Lampiran 2. Jurnal refleksi kritis

Lampiran 3. Laporan kegiatan harian

Lampiran 4. Daftar presentasi mahasiswa

Lampiran 5. Lembar bimbingan

Lampiran 6. Daftar kontrak belajar

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat dapat dinilai dan dilihat dari beberapa
indikator. Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kedua indikator
tersebut juga digunakan sebagai tolak ukur berhasilnya pelayanan kesehatan
dalam suatu wilayah.Menurut Damayanti, dkk., (2015), kehamilan, persalinan
dan nifas adalah suatu kondisi yang normal, namun memerlukan pengawasan
supaya tidak berubah menjadi yang abnormal. Kehamilan, persalinan, nifas,
dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang fisiologis namun dalam
prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa
ibu dan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.
Dalam 25 tahun terakhir angka kematian ibu di 171 dari 183 negara turun
37,89% terhitung dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun
1990 angka kematian ibu 380 per 100.000 kelahiran hidup, 25 tahun
kemudian tepatnya pada tahun 2015 angka tersebut turun sebanyak 37,89%
menjadi 216 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2015, sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang, 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan bersalin. AKI
diseluruh dunia diperkirakan 216/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan AKB
turun 47% antara tahun 1990-2015, yaitu dari 36/1000 KH menjadi 19/1000
KH pada tahun 2015 (WHO, 2015).
Mengacu pada target kesepakatan global, Millenium Development Goals
(MDGs) 2015 yang dipublikasikan oleh World Health Organization (WHO),
relatif masih banyak target MDGs yang belum terpenuhi, khususnya bidang
kesehatan. Oleh karena itu Sustainable Development Goals (SDGs) pun
dicetuskan pada September 2015 untuk meneruskan, memantapkan tujuan
sekaligus menindaklanjuti target yang belum tercapai. SDGs tepatnya pada
Goal ketiga: “Kesehatan yang Baik”, memiliki target pada tahun 2030 untuk
menurunkan angka kematian ibu hingga 70/100.000 kelahiran hidup dan
menurunkan Angka Kematian Bayi baru lahir (nenonatal) pada tahun 2030
menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup (Direktorat Bina Gizi dan KIA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), masih
tingginya AKI dan AKB juga dipengaruhi dan didorong berbagai faktor yang
mendasari timbulnya risiko maternal dan neonatal, yaitu faktor- faktor
penyakit, masalah gizi dari wanita usia subur (WUS), serta faktor 4T (terlalu
muda dan terlalu tua untuk hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak
kehamilan/ persalinan dan terlalu banyak hamil dan melahirkan). Kondisi
tersebut diatas lebih di perparah lagi oleh adanya keterlambatan penanganan
kasus emergensi/ komplikasi maternal dan neonatal akibat oleh kondisi 3T
(terlambat), yaitu terlambat mengambil keputusan merujuk, terlambat
mengakses fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, dan terlambat
memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten.
Beberapa terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia telah
dilakukan, salah satunya dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses
pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu
hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas
pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan
khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti
hamil dan melahirkan, dan pelayanan KB. Gambaran upaya kesehatan ibu
terdiri dari; pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan imunisasi Tetanus
Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin,
pelayanan kesehatan ibu nifas, puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), dan
pelayanan kontrasepsi (Kemenkes RI, 2017).
Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan
2007, yaitu dari 390 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu
menjadi 359/100.000 per 100.000 kelahiran hidup. Tidak jauh berbeda pada
tahun 2015 berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) AKI
305/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Begitu pula dengan AKB di
Indonesia berdasarkan hasil SDKI tahun 2012 mengalami penurunan yaitu
32/1000 kelahiran hidup dan pada hasil SUPAS 2015 menunjukkan AKB
sebesar 23/1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2017).
Di Provinsi Kalimantan Tengah sendiri kasus kematian ibu maternal
dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun 2015 yaitu
sebanyak 80 kasus. Pada tahun 2016 menurun menjadi 74 kasus. Jumlah
kematian terbanyak pada masa ibu bersalin dan penyebab terbanyak akibat
komplikasi dalam persalinan seperti perdarahan dan kelahiran yang sulit.
Trend kasus kematian ibu dalam beberapa tahun terakhir sedikit mengalami
penurunan jumlah kasus, ini menjadi tantangan bagi seluruh stakeholder yang
berkecimpung di bidang kesehatan. (Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya,
2017). Di tingkat kota, AKI di Kota Palangka Raya terus mengalami
penurunan dari tahun ketahunnya. Pada tahun 2015 dilaporkan AKI di Kota
Palangka Raya sebesar 52,99 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian pada
tahun 2016 menurun menjadi 19,65 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
ini kembali mengalami penurunun pada tahun 2017 menjadi 19,15 per
100.000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, 2017).
Selaras dengan penurunan AKI dunia, AKB dunia pun mengalami
penurunan. Pada tahun 1990 AKB adalah 39 per 1.000 kelahiran hidup, 25
tahun kemudian, tepatnya tahun 2015 AKB di dunia turun sampai dengan
51,28% menjadi 19 per 1.000 kelahiran hidup (United Nations Children's
Emergency Fund, 2015).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah
(2017), AKB mengalami fluktuasi dari dalam kurun waktu 2003-2017.
Menurut data dari SDKI yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan bahwa di
Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2003 terdapat AKB sebesar 40/1000
kelahiran hidup kemudian mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar
30/1000 kelahiran hidup dan kembali mengalami penurunan yang signifikan
pada tahun 2010 sebesar 23/1000 kelahiran hidup. Namun berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012 angka kematian bayi mengalami peningkatan cukup besar
menjadi 49/1000 kelahiran hidup, dan terakhir berdasarkan hasil SUPAS
tahun 2015 menunjukan angka kematian bayi mengalami penurunan menjadi
24.6 (25)/1000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya,
2017).
Pada kasus Kematian Bayi di Provinsi Kalimantan Tengah dalam
beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Pada tahun 2015 berjumlah
407 kasus, jumlah ini kemudian menurun pada tahun 2016 menjadi 392 kasus.
Dan pada tahun 2017 jumlah kasus kematian bayi mengalami penurunan yaitu
sebanyak 368 kasus. Indikator AKB terkait langsung dengan target
kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial-ekonomi,
lingkungan tempat tinggal dan kesehatannya. Pneumonia dan diare merupakan
penyakit infeksi yang menjadi penyebab utama kematian bayi di Indonesia
(Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, 2017).
Di tingkat kota AKB di Palangka Raya pada tahun 2015 tercatat 3 per
1000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2016 turun menjadi 1,18 per 1000
kelahiran hidup. Dan mengalam penurunan kembali pada tahun 2017 menjadi
1,34 per 1000 kelahiran hidup. Dengan penyebab kematian antara lain Bayi
Berat Lahir Sangat Rendah (BBLR), asfiksia berat, sepsis, dan anemia (Dinas
Kesehatan Kota Palangka Raya, 2017).
Di Kalimantan Tengah sendiri, pemerintah mencanangkan beberapa
program yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal
yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai;
2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan
terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan
emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau secara tepat waktu oleh masyarakat yang
membutuhkan (Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, 2017).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dilaksanakannya Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. NUsia 18
tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif di
PMB Hellen, S. Tr. Keb dengan menggunakan pendekatan manajemen
kebidanan sesuai dengan wewenang bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Konsep dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin Ny. N Usia 18 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40 Minggu
Inpartu Kala I Fase Aktif di Polindes Bamban
b. Untuk Mengetahui Evidence Based MidwiferyAsuhan Kebidanan
Pada Ibu Bersalin Ny. NUsia 40 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40
Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif di PMB Hellen, S. Tr. Keb
c. Untuk memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. NUsia
18 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40Minggu Inpartu Kala I Fase
Aktif di PMB Hellen, S. Tr. Keb
C. Manfaat
1. Klien
Klien Mendapatkan pelayanan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin di
Polindes Bambansecara komprehensif yang sesuai dengan Evidence
Based Midwifery
2. Mahasiswa
Mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan dan dapat
mengaplikasikan/ menerapkan sesuai dengan Evidence Based
Midwiferyasuhan kebidanan fisiologi holistik Pada ibu bersalinsecara
komprehensif
3. Lahan Praktik
Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan
pelaksanaan program diPolindes bambandalam menyusun perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi program-program KIA

D. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Asuhan


Tempat pelaksanaan di PMB Hellen, S. Tr. Kebpada Bulan November 2020
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PERSALINAN FISIOLOGI


1. Definisi persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
dapat hidup ke dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau jalan lain.
Menurut Sulisdian et al (2019),
proses berlangsungnya persalinan dibedakan sebagai berikut :
a. Persalinan spontan, bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu
sendiri. Pengertian persalinan, melalui jalan lahir ibu tersebut.
b. Persalinan buatan, bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi forsep atau dilakukan operasi sectio caesaria.
c. Persalinan anjuran, persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya,
tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian
pitocin, atau prostaglandin. Istilah-istilah yang berkaitan dengan
persalinan berdasarkan tuanya umur kehamilan dan berat badan bayi :
d. Abortus, pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu
atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
e. Partus immaturus, pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu dan
28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan 999
gram.
f. Partus prematur, pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan
37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499
gram.
g. Partus maturus atau aterm, pengeluaran buah kehamilan antara 37
minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan antara 2500 gram
atau lebih.
h. Partus postmaturus atau serotinus, pengeluaran buah kehamilan setelah
42 minggu.

2. Tanda dan Gejala Persalinan


Menurut Kemenkes RI (2016), ada sejumlah tanda dan gejala peringatan yang
akan meningkatkan kesiagaan bahwa seorang wanita sedang mendekati waktu
bersalin. Wanita tersebut akan mengalami berbagai kondisi-kondisi yang akan
disebutkan di bawah, mungkin semua atau malah tidak sama sekali. Dengan
mengingat tanda dan gejala tersebut, akan terbantu ketika menangani wanita
yang sedang hamil tua sehingga dapat memberikan konseling dan bimbingan
antisipasi yang tepat. Tanda dan gejala menjelang persalinan antara lain :
a. Lightening
Lightening, yang dimulai dirasa kira-kira dua minggu sebelum
persalinan, adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis
minor. Pada presentasi sefalik, kepala bayi bisanya menancap
(engaged) setelah lightening, yang bisanya oleh wanita awam disebut
“kepala bayi sudah turun”. Sesak napas yang dirasakan sebelumnya
selama trimester III akan berkurang, penurunan kepala menciptakan
ruang yang lebih besar di dalam abdomen atas untuk ekspansi paru.
Lightening menimbulkan perasaan tidak nyaman yang lain akibat
tekanan pada bagian presentasi pada struktur di area pelvis minor. Hal-
hal spesifik berikut akan dialami ibu:
1) Ibu jadi sering berkemih.
2) Persaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh,
membuat ibu merasa tidak enak dan timbul sensasi terus-menerus
bahwa sesuatu perlu dikeluarkan atau perlu defekasi.
3) Kram pada tungkai yang disebabkan oleh tekanan bagian presentasi
pada saraf yang menjalar melalui foramina iskiadika mayor dan
menuju tungkai.
4) Peningkatan statis vena yang menghasilkan edema dependen akibat
tekanan bagian presentasi pada pelvis minor menghambat aliran
balik darah dari ektremitas bawah. Lightening menyebababkan
tinggu fundus menurun ke posisi yang sama dengan posisi fundus
pada usia kehamilan 8 bulan. Pada kondisi ini bidan tidak dapat
lagi melakukan pemeriksaan ballotte pada kepala janin yang
sebelumnya dapat digerakkan di atas simpisis pada palpasi
abdomen. Pada Leopold IV jari-jari bidan yang sebelumnya
merapat sekarang akan memisah lebar. Pada primigravida bisanya
lightening terjadi sebelum persalian. Hali ini kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan intensitas kontraksi braxton hicks dan
tonus otot abdomen yang baik, yang memang lebih sering
ditemukan pada primigravida.
b. Pollakisuria
Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium
kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya, dan kepala
janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini
meyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu
untuk sering kencing.
c. False Labor
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang
memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada
persalinan palsu sebenarnya timbul akibat kontraksi bracston hicks
yang tidak nyeri, yang telah terjadi sejak sekitar enam minggu
kehamilan. Persalinan palsu dapat terjadi selama berhari-hari atau
secara inrermiten bahkan tiga atau empat minggu sebelum awitan
persalinan sejati. Persalinan palsu sangat nyeri. Wanita dapat
mengalami kurang tidur dan kehilangan energi dalam menghadapinya.
Bagaimanapun persalian palsu juga mengindikasikan bahwa persalinan
sudah dekat.
d. Perubahan Serviks
Mendekati persalinan, serviks semakin “matang”. Kalau tadinya
selama hamil, serviks masih lunak, dengan konsistensi seperti puding
dan mengalami sedikit penipisan (effacement) dan kemungkinan
sedikit dilatasi. Perubahan serviks diduga terjadi akibat peningkatan
intensitas kontraksi braxton hicks. Serviks menjadi matang selama
periode yang berbeda-beda sebelumpersalinan. Kematangan serviks
mengindikasikan kesiapan untuk persalinan.
e. Bloody Show
Plak lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir serviks
pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar pelindung dan menutup
jalan lahir selama kehamilan. Pengeluaran plak lender inilah yang
dimaksud dengan bloody show.
f. Energy Spurt
Lonjakan energi, banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang
lebih 24 jam sampai 48 jam sebelum awitan persalinan. Umumnya
para wanita ini merasa energik selama beberapa jam sehingga
bersemangat melakukan berbagai aktivitas di antaranya pekerjaan
rumah tangga dan berbagai tugas lain yang sebelumnya tidak mampu
mereka laksanakan. Akibatnya, mereka memasauki persalinan dalam
keadaan letih dan sering sekali persalinan menjadi sulit dan lama.
Terjadinya lonjakan energi ini belum dapat dijelaskan selain bahwa hal
tersebut terjadi secara alamiahyang memungkinkan wanita
memperoleh energi yang diperlukan untuk menjalani persalinan.
Wanita harus diinformasikan tentang kemungkinan lonjakan energi ini
dan diarahkan untuk menahan diri dan menggunakannya untuk
persalinan.
g. Gangguan Saluran Pencernaan
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan
mencerna, mual, dan muntah. Diduga hal-hal tersebut merupakan
gejala menjelang persalinan walaupun belum ada penjelasan untuk hal
ini, beberapa wanita mengalami satu atau beberapa gejala tersebut.
Menurut Sulisdian et al (2019), sebab-sebab dimulainya persalinan sebelum
munculnya tanda dan gejala persalinan diantaranya adalah :
a. Penurunan kadar progesteron
Pada saat 1-2 minggu sebelum persalinan dimulai terjadi penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai
penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron menurun.
b. Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu,
timbul kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan otot-otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya
teregang karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan
majunya kehamilan makin teregang otot-otot rahim makin rentan.
d. Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan karena pada anencepalus kehamilan sering lebih lama dari
biasa.
e. Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan desidua, disangka menjadi salah satu
sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena, intra dan
extraminal menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur
kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin
yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu
hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan.
3. Mekanisme Persalinan Normal
Menurut Kemenkes RI (2016), turunnya kepala dibagi dalam beberapa fase
sebagai berikut :
a. Turunnya kepala janin dalam PAP.
1) Masuknya kepala janin dalam PAP
2) Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida
terjadi pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara
biasanya terjadi pada permulaan persalinan.
3) Masuknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis
melintang menyesuaikan dengan letak punggung (Contoh: apabila
dalam palpasi didapatkan punggung kiri maka sutura sagitalis
akan teraba melintang kekiri/ posisi jam 3 atau sebaliknya apabila
punggung kanan maka sutura sagitalis melintang ke kanan/(posisi
jam 9) dan pada saat itu kepala dalam posisi fleksi ringan.
4) Jika sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP
maka masuknya kepala akan menjadi sulit karena menempati
ukuran yang terkecil dari PAP Jika sutura sagitalis pada posisi di
tengah-tengah jalan lahir yaitu tepat di antara symphysis dan
promontorium, maka dikatakan dalam posisi ”synclitismus” pada
posisi synclitismus os parietale depan dan belakang sama
tingginya.
5) Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphisis atau agak
ke belakang mendekati promontorium, maka yang kita hadapi
adalah posisi ”asynclitismus”
6) Acynclitismus posterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
symphisis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale
depan.
7) Acynclitismus anterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os
parietale belakang
8) Pada saat kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitismus
posterior ringan. Pada saat kepala janin masuk PAP akan terfiksasi
yang disebut dengan engagement
b. Majunya Kepala janin
1) Pada primi gravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk
ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II.
2) Pada multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam
rongga panggul terjadi bersamaan.
3) Majunya kepala bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain
yaitu: fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi.
4) Majunya kepala disebabkan karena: tekanan cairan intrauterin,
tekanan langsung oleh fundus uteri oleh bokong, kekuatan
mengejan, melurusnya badan bayi oleh perubahan bentuk rahim
c. Fleksi
1) Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil yaitu dengan diameter suboccipito bregmatikus (9,5
cm) menggantikan suboccipito frontalis (11 cm).
2) Fleksi disebabkan karena janin didorong maju dan sebaliknya
mendapat tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau
dasar panggul.
3) Akibat adanya dorongan di atas kepala janin menjadi fleksi karena
momement yang menimbulkan fleksi lebih besar daripada moment
yang menimbulkan defleksi.
4) Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam posisi fleksi
maksimal. Kepala turun menemui diafragma pelvis yang berjalan
dari belakang atas ke bawah depan.
5) Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra
uterin yang disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala
mengadakan rotasi yang disebut sebagai putaran paksi dalam.
d. Putaran paksi dalam
1) Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan
memutar ke depan ke bawah symphisis
2) Pada presentasi belakang kepala bagian terendah adalah daerah
ubun-ubun kecil dan bagian ini akan memutar ke depan ke bawah
symphysis
3) Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala,
karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan
posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang
tengah dan pintu bawah panggul
4) Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan
tidak terjadi sebelum kepala sampai di Hodge III, kadang-kadang
baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul
5) Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam : pada letak fleksi,
bagian kepala merupakan bagian terendah dari kepala, bagian
terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara muskulus
levator ani kiri dan kanan, ukuran terbesar dari bidang tengah
panggul ialah diameter anteroposterior
e. Ekstensi
1) Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar
panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini
disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan di atas, sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk dapat melewati pintu bawah panggul.
2) Dalam rotasi UUK akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar
panggul UUK berada di bawah simfisis, dengan suboksiput sebagai
hipomoklion kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan.
3) Pada saat ada his vulva akan lebih membuka dan kepala janin
makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum.
4) Dengan kekuatan his dan kekuatan mengejan, maka berturut-turut
tampak bregmatikus, dahi, muka, dan akhirnya dagu dengan
gerakan ekstensi.
5) Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang
disebut putaran paksi luar
f. Ekstensi
1) Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar
panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini
disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan di atas, sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk dapat melewati pintu bawah panggul
2) Jika tidak terjadi ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum
dan menembusnya
3) Kepala bekerja dengan 2 kekuatan yaitu satu mendesak ke bawah
dan satunya lagi menolak ke atas karena adanya tahanan dasar
panggul
4) Setelah subocciput tertahan di pinggir bawah symphysis, maka yang
dapat maju adalah bagian yang berhadapan dengan subocciput
g. Putaran paksi luar
1) Putaran paksi luar adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi
dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan
punggung janin.
2) Bahu melintasi PAP dalam posisi miring.
3) Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan
bentuk panggul yang dilaluinya hingga di dasar panggul, apabila
kepala telah dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan
belakang.
4) Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dulu baru kemudian
bahu belakang, kemudian bayi lahir seluruhnya.
4. Tahapan dalam Persalinan
a. Kala I
Persalinan Kala I atau Kala Pembukaan adalah periode persalinan yang
dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan cervix
menjadi lengkap (Yanti, 2010). Berdasarkan kemajuan pembukaan
maka Kala I dibagi menjadi :
1) Fase Latent, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari
0 sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.
2) Fase Aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat membutuhkan
waktu 6 jam yang terbagi lagi manjadi :
a) Fase Accelerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm
sampai 4 cm yang dicapai dalam 2 jam.
b) Fase Dilatasi Maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm
yang dicapai dalam 2 jam.
c) Fase Decelerasi (kurangnya kecepatan), dari pembukaan 9 cm
sampai 10 cm yang dicapai dalam 2 jam (Yanti, 2010).
b. Kala II
Kala II atau Kala Pengeluaran adalah periode persalinan yang dimulai
dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai lahirnya bayi (Yanti, 2010).
Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala ini his lebih cepat dan kuat, kurang lebih 2-3
menit sekali. Dalam kondisi normal kepala janin sudah masuk dalam
rongga panggul Sumarah, dkk ( 2009).
c. Kala III
Kala III atau Kala Uri adalah periode persalinan yang dimulai dari
lahirnya bayi sampai lahirnya plasenta. Berlangsung tidak lebih dari 30
menit (Yanti, 2010). Setelah bayi lahir uterus teraba keras dan fundus
uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi
lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya (Prawirohardjo, 2008).
d. Kala IV
Kala IV merupakan masa 1-2 jam setelah plesenta lahir. Dalam Klinik,
atas pertimbangan-pertimbangan praktis masih diakui adanya Kala IV
persalinan meskipun masa setelah plasenta lahir adalah masa dimulainya
masa nifas (puerpurium), mengingat pada masa ini sering timbul
perdarahan (Yanti, 2010). Observasi yang harus dilakukan pada Kala IV
adalah :
1) Tingkat kesadaran ibu bersalin
2) Pemeriksaan TTV: TD, nadi, suhu, respirasi
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
5) Isi kandung kemih , (Saifuddin, 2008).
5. Partograf
a. Pemantauan Kemajuan Persalinan
Kemajuan persalinan ditandai dengan meningkatnya effacement dan
dilatasi cerviks yang diketahui melalui pemeriksaan dalam. Pemeriksaan
dalam dilakukan setiap 4 jam sekali atau apabila ada indikasi
(meningkatnya frekuensi dan durasi serta intensitas kontraksi, dan ada
tanda gejala Kala II). Selain effacement dan dilatasi cerviks, kemajuan
persalinan dapat dinilai dari penurunan, fleksi, dan rotasi kepala janin.
Penurunan kepala dapat diketahui dengan pemeriksaan abdomen (palpasi)
dan/atau pemeriksaan dalam. Sulisdian, (2019)
b. Pemantauan Kesejahteraan Ibu
Kesejahteraan ibu selama proses persalinan harus selalu dipantau karena
reaksi ibu terhadap persalinan dapat bervariasi. Pemantauan kesejahteraan
ibu selama Kala 1 disesuaikan dengan tahapan persalinan yang sedang
dilaluinya, apakah ibu sedang dalam fase aktif ataukah masih dalam fase
laten persalinan, pemantauan meliputi :
1) Frekuensi Nadi
Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari kondisi fisik
umum ibu. Frekuensi nadi normal berkisar antara 60-90 kali per
menit. Apabila frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 kali
denyutan per menit, maka hal tersebut dapat mengindikasikan
adanya kecemasan yang berlebih, nyeri, infeksi, ketosis, dan/atau
perdarahan. Frekuensi nadi pada Kala 1 fase laten dihitung setiap
1-2 jam sekali, dan pada Kala 1 fase aktif setiap 30 menit.
2) Suhu Tubuh
Suhu tubuh ibu selama proses persalinan harus dijaga agar tetap
dalam kondisi normal (36,50-37,50 C). Apabila terjadi pireksia,
maka dapat menjadi indikator terjadinya infeksi, ketosis,
dehidrasi, atau dapat juga berkaitan dengan analgesia epidural.
Pada proses persalinan normal, pameriksaan suhu tubuh ibu pada
Kala 1 (fase laten dan fase aktif), dilakukan setiap 4 jam sekali.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan pemeriksaan yang sangat penting
dilakukan karena berhubungan dengan fungsi jantung, sehingga
tekanan darah harus dipantau dengan sangat cermat, terutama
setelah diberikan anestesi spinal atau epidural. Tekanan darah
normal pada ibu bersalin cenderung mengalami sedikit kenaikan
dari tekanan darah sebelum proses persalinan, berkaitan dengan
adanya his. Keadan hipotensi dapat terjadi akibat posisi ibu
telentang, syok, atau anestesi epidural. Pada ibu yang mengalami
preeklampsi atau hipertensi esensial selama kehamilan, proses
persalinan akan lebih meningkatkan tekanan darah, sehingga
pemantauan tekanan darah ibu harus lebih sering dan lebih cermat.
Pada kondisi normal, tekanan darah selama Kala 1 (fase laten dan
fase aktif), diukur setiap 2-4 jam sekali.
4) Urinalisis
Urine yang dikeluarkan selama proses persalinan harus dipantau,
meliputi: volume, glukosa urin, keton, dan protein. Volume urine
berkaitan dengan fungsi ginjal secara keseluruhan, keton berkaitan
dengan adanya kelaparan atau distres maternal jika semua energi
yang ada telah terpakai (kadar keton yang rendah sering terjadi
selama persalinan dan dianggap tidak signifikan), glukosa
berkaitan dengan keadaan diabetes selama kehamilan, dan protein
berkaitan dengan pre-eklampsia atau bisa jadi merupakan
kontaminan setelah ketuban pecah dan/atau adanya tanda infeksi
urinaria.
5) Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan dipantau untuk memastikan metabolisme
dalam tubuh ibu selama proses persalinan berjalan dengan baik.
Keseimbangan cairan meliputi kesesuaian antara cairan yang
masuk (oral dan/atau intra vena) dan cairan yang keluar (keringat
dan urin). Semua urine yang keluar harus dicatat dengan baik
untuk memastikan bahwa kandung kemih benar-benar
dikosongkan. Apabila diberikan cairan intra vena, harus dicatat
dengan akurat. Yang menjadi catatan penting adalah berapa
banyak cairan yang tersisa jika kantong infus diganti dan hanya
sebagian yang digunakan.
6) Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen lengkap dilakukan pertama kali saat ibu
datang ke bidan, meliputi: bagian-bagian janin, penurunan kepala,
dan his/kontraksi. Pemeriksaan abdomen dilakukan berulang kali
pada interval tertentu selama Kala 1 persalinan untuk mengkaji his
dan penurunan kepala. Pemeriksaan his/kontraksi meliputi:
frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi harus dicatat dengan baik.
Saat kontraksi uterus dimulai, nyeri tidak akan terjadi selama
beberapa detik dan akan hilang kembali di akhir kontraksi. Untuk
itu, pada pemeriksaan kontraksi, tangan bidan tetap berada di
perut ibu selama jangka waktu tertentu (10 menit). Penurunan
bagian terendah janin (presentasi) pada Kala 1 persalinan, hampir
selalu dapat diraba dengan palpasi abdomen. Hasil pemeriksaan
dicatat dengan bagian perlimaan (kelima tangan pemeriksa), yang
masih dapat dipalpasi di atas pelvis. Pada ibu primipara, kepala
janin biasanya mengalami engagement sebelum persalinan
dimulai. Jika tidak demikian, tinggi kepala harus diperkirakan
dengan sering melalui palpasi abdomen untuk mengobservasi
apakah kepala janin akan dapat melewati pintu atas panggul
dengan bantuan kontraksi yang baik atau tidak. Setelah kepala
mangalami engagement, tonjolan oksipital sekalipun sulit masih
bisa diraba dari atas, tetapi sinsiput masih dapat dipalpasi akibat
adanya fleksi kepala sampai oksiput menyentuh dasar pelvis dan
berotasi ke depan.
7) Pemeriksaan Jalan lahir
Pemeriksaan jalan lahir (pemeriksaan dalam) bertujuan untuk
mengetahui kemajuan persalinan yeng meliputi: effacement dan
dilatasi serviks, serta penurunan, fleksi dan rotasi kepala janin.
Sesuai evidence baced practice, tidak ada rekomendasi tentang
waktu dan frekuensi dilakukannya pemeriksaan dalam selama
persalinan. Namun, intervensi ini dapat menimbulkan distres pada
ibu, sehingga pemeriksaan dalam dilakukan berdasarkan indikasi
(his, tanda gejala Kala 2, dan pecah ketuban) dan/atau dilakukan
setiap 4 jam sekali. Semua hasil pemeriksaan harus dicatat dengan
baik.
c. Pemantauan Kesejahteraan Janin
Kondisi janin selama persalinan dapat dikaji dengan mendapatkan
informasi mengenai frekuensi dan pola denyut jantung janin, pH darah
janin dan cairan amniotik. Dalam bahasan ini, hanya akan dibahas
mengenai denyut jantung janin. Frekuensi denyut jantung janin dapat
dikaji secara intermiten dengan stetoskop pinard,alat dopler atau dengan
menggunakan electronic fetal monitoring (EFM) secara kontinu, setiap 30
menit. Pemantauan intermiten dilakukan pada keadaan jantung janin
diauskultasi dengan interval tertentu menggunakan stetoskop janin
monoaural (pinard) atau alat dopler. Frekuensi jantung janin harus
dihitung selama satu menit penuh untuk mendengarkan variasi dari
denyut ke denyut. Batasan normal antara 110-160 kali denyutan per
menit. Pemeriksaan denyut jantung janin dapat dilakukan saat kontraksi
uterus berlangsung atau saat kontraksi sudah akan berakhir, untuk
mendeteksi adanya pemulihan lambat frekuensi jantung untuk kembali ke
nilai dasar. Normalnya frekuensi dasar dipertahankan selama kontraksi
dan segera sesudahnya. Namun demikian, di akhir persalinan terjadi
beberapa deselerasi bersama kontraksi yang dapat pulih dengan cepat
yang terjadi akibat kompresi tali pusat atau kompresi kepala janin, dan hal
ini merupakan suatu keadaan yang normal.
Pada pemantauan menggunakan EFM, transduser ultrasound dapat
dilekatkan pada abdomen di tempat jantung janin agar terdengar dengan
intensitas yang maksimal. Dengan layar modern dan hasil yang dapat
direkam dan dicetak, alat ini cukup kuat untuk memantau kesejahteraan
janin dengan baik, terutama pada kasus gawat janin.
6. Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Dan Neonatal

Ada lima aspek dasar atau LIMA BENANG MERAH, yang penting dan
saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai
aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun
patologis. Menurut Sulisdian (2017), LIMA BENANG MERAH tersebut
adalah :
a. Membuat Keputusan Klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan
digunakan untuk merencanakan arahan bagi ibu dan bayi baru lahir.
Tujuh langkah dalam dalam membuat keputusan klinik:
1) Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan.
2) Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah.
3) Membuat diagnosis atau menentukan masalah yang terjadi.
4) Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi
masalah.
5) Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensiuntuk solusi
masalah.
6) Melaksanakan asuhan/intervensi terpilih
7) Memantau dan mengevaluasi efektivitas asuhan atau intervensi
b. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai
budaya, kepercayaan, dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip
dasarnya adalah mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses
persal inan dan kelahiran bayi. Perhatian dan dukungan kepada ibu
selama proses persalinan akan mendapatkan rasa aman dan keluaran
yang lebih baik. Juga mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan
(ekstraksi vakum, cunam, dan seksio sesar) dan persalinan akan
berlangsung lebih cepat. Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan:
1) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan
memperlakukannya sesuai martabatnya.
2) Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu
sebelum memulai asuhan tersebut.
3) Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau
khawatir.
4) Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
5) Memberikan dukungan, membesarkan hatinya, dan menenteramkan
perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
6) Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota
keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
7) Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara
memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran
bayinya.
8) Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
9) Menghargai privasi ibu.
10) Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan
dan kelahiran bayi.
11) Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan
bila ia menginginkannya.
a) Menghargai dan memperbolehkan praktik-praktik
tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
b) Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin
membahayakan (episiotomi, pencukuran, dan klisma).
c) Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin.
d) Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama
setelah kelahiran bayi.
e) Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik,
bahan-bahan, perlengkapan, dan obat-obatan yang diperlukan.
Siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap
kelahiran bayi.
c. Pencegahan Infeksi Prinsip-prinsip pencegahan infeksi:
1) Setiap orang harus dianggap dapat menularkan penyakit. Setiap
orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
2) Permukaan benda di sekitar kita, peralatan atau bendabenda lainnya
yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang tak
utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap
terkontaminasi, sehingga harus diproses secara benar.
3) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatanatau benda lainnya
telah diproses, maka semua itu harus dianggaap masih
terkontaminasi.
4) Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat
dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-
tindakan pencegahan infeksi secara benar dan konsisten.
d. Pencatatan (rekam medis) aspek-aspek penting dalam pencatatan:
1) Tanggal dan waktu asuhan tersebut diberikan.
2) Identifikasi penolong persalinan.
3) Paraf atau tandatangan (dari penolong persalinan) pada semua
catatan.
4) Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat,dicatat dengan
jelas, dan dapat dibaca.
5) Ketersediaan sistem penyimpanan catatan atau data pasien.
6) Kerahasiaan dokumen-dokumen medis.
e. Rujukan
Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan normal,tetapi sekitar
10-15% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan
dan kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Sangatlah sulit menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan
merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara
optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga
penolong/fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan
terdekat yang mampu melayani kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru
lahir. Hal-hal yang penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu :
bidan, alat, keluarga, surat, obat, kendaraan, uang, darah, doa
7. Enam Puluh Langkah Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah asuhan kebidanan pada persalinan
normal yang mengacu kepada asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan yaitu 37-42 minggu, lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Tujuan APN atau Asuhan Persalinan Normal adalah menjaga hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, memulai
berbagai upaya terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang
seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang diinginkan. Keterampilan yang diajarkan dalam
pelatihan APN harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan bagi semua
ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setipa penolong persalinan
dimana pun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi
di rumah, puskesmas ataupun rumah sakit. Adapun untuk melakukan APN
dirumuskan ke dalam 60 langkah asuhan persalinan normal (APN) sebagai
berikut:
1) Melihat tanda dan gejala persalinàn kala dua
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
c) Perineum menonjol
d) Vulva vagina dan sfingter ani membuka
2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk sekali pakai/pribadi yang bersih.
5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai
sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan
kembali di partus set/wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik).
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah
dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perieneum, atau
anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama
dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa
yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan
jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangsn tersebut dengan
benar di dalam larutan terkontaminasi)
8) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput
ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomy.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan yang kotor ke dalam larutan klorin 0,5%
dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya
di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan.
10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) Setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 ×/menit).
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin
sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan dekontaminasikan
temuan-temuan.
b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran.
b) Mendukung dan memberi semangan atas usaha ibu untuk meneran.
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan
pilihannya
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat
pada ibu.
f) Menilai DJJ setiap lima menit
g) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60
menit (1 jam ) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak
mempunyai keinginan untuk meneran
h) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan
ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan
beristirahat di antara kontraksi.
i) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 -6 cm, letakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15) Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong
ibu
16) Membuka partus set
17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kepala bayi dan lakukan tekana yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, mwmbiarkan kepala keluar perlahan-
lahan. Menganjurkan ibu unutk meneran perlahan-lahan atau bernapas
cepat saat kepala lahir.
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau
kasa yang bersih.
20) Memeriksa lilitan talu pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi, kemuadian meneruskan segera proses kelahiran bayi. Jika tali
pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya
di dua tempat dan memotongnya.
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat
kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke
arah luar hungga bahu anterior muncul di bawah arcus pubis dan
kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk
melahirkan bahu posterior.
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi
yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan
lengan posterior lahir ke tangam tersebut. Mengendalikan kelahiran siku
dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah
untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan
anterior untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangannyang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi dengan hati-hati membantu
kelahiran bayi.
25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi
di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari
tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan) Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi
26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu -bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin /i.m
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting
dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi
dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas,
ambil tindakan yang sesuai.
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkna  ibu untuk memeluk
bayinya dengan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen
untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin
10 unit i.m di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu
34) Memindahkan klem pada tali pusat.
35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas
tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi
kontraksi dan menstabilakn uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan
tangan yang lain
36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke
arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
ke atas dan belakang (dorsokranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 -40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi
berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seotang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali
pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan
lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus. Jika tali
pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10
cm, dari vulva. Jika plasentaya tidak lepas setelah melakukan penegangan
tali pusat selama 15 menit  :
a) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit i.m
b) Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kanding kemih
dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu
c) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
d) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
e) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam wakti 30 menit sejak
kelahiran bayi.
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkankelahiran plaenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut perlahah melahirkan selaput ketuban tersebut.
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
melakukan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi.
40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin
dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik
atau tempat khusus.
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan sgera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke larutan
klorin 0,5 % membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan
tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan dengan
kain yang bersih dan kering.
44) Menempatkannklem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling
tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45) Mengikatkan satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama.
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5%.
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepala. Memastikan
handuk atau kainnya bersih atau kering.
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam.
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang
sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
e) Jika ditemukannlaserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anastesi lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51) Mengevaluasi kehilangan darah
52) Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selamam satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama jam kedua pascapersalinan
a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pascapersalinan.
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah
yang sesuai
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir, dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan
yang diinginkan.
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5%  dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi partograf dan memeriksa tekanan darah.

B. PEDOMAN BAGI IBU BERSALIN, NIFAS DAN BAYI BARU LAHIR


SELAMA SOCIAL DISTANCING
1. Bagi Ibu Bersalin :
a. Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko
b. Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Segera ke fasilitas kesehatan jika sudah ada tanda-tanda persalinan.
Ibu dengan kasus COVID-19 akan ditatalaksana sesuai tatalaksana
persalinan yang dikeluarkan oleh PP POGI.
d. Pelayanan KB Pasca Persalinan tetap berjalan sesuai prosedur yang
telah ditetapkan sebelumnya. (Kemenkes RI, 2020)

C. REKOMENDASI BAGI TENAGA KESEHATAN TERKAIT


PERTOLONGAN PERSALINAN:
1. Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di ruang
bersalin, dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang terkait yang
meliputi dokter paru / penyakit dalam, dokter kandungan, anestesi, bidan,
dokter neonatologis dan perawat neonatal.
2. Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang
memasuki ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang menetapkan
personil yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang (pasangan/anggota
keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang yang menemani harus
diinformasikan mengenai risiko penularan dan mereka harus memakai
APD yang sesuai saat menemani pasien.
3. Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik standar,
dengan penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk menjaga
saturasi oksigen > 94%, titrasi terapi oksigen sesuai kondisi.
4. Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan kasus
di Cina, apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara
kontinyu selama persalinan.
5. Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan salah satu
cara persalinan, jadi persalinan berdasarkan indikasi obstetri dengan
memperhatikan keinginan ibu dan keluarga, terkecuali ibu dengan masalah
gagguan respirasi yang memerlukan persalinan segera berupa SC maupun
tindakan operatif pervaginam.
6. Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP atau
konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila
memungkinkan untuk ditunda samapai infeksi terkonfirmasi atau keadaan
akut sudah teratasi. Bila menunda dianggap tidak aman, induksi persalinan
dilakukan di ruang isolasi termasuk perawatan pasca persalinannya.
7. Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP atau
konfirmasi COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila
memungkinkan untuk ditunda untuk mengurangi risiko penularan sampai
infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Apabila operasi
tidak dapat ditunda maka operasi sesuai prosedur standar dengan
pencegahan infeksi sesuai standar APD lengkap.
8. Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.
9. Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala, dipertimbangkan
keadaan secara individual untuk melanjutkan observasi persalinan atau
dilakukan seksio sesaria darurat apabila hal ini akan memperbaiki usaha
resusitasi ibu.
10. Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan operatif
pervaginam untuk mempercepat kala II pada ibu dengan gejala kelelahan
ibu atau ada tanda hipoksia.
11. Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar apabila ibu dengan
kegagalan resusitasi tetapi janin masih viable.
12. Ruang operasi kebidanan :
a. Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.
b. Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh ruang
operasi sesuai standar.
c. Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan menggunakan
alat perlindungan diri sesuai standar.
13. Penjepitan tali pusat ditunda beberapa saat setelah persalinan masih bisa
dilakukan, asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat dibersihkan
dan dikeringkan seperti biasa, sementara tali pusat masih belum dipotong.
14. Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar
Contact dan Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang sesuai
dengan panduan PPI.
15. Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.
16. Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika
diperlukan histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan
laboratorium harus diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek
atau terkonfirmasi COVID-19.
17. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan.
18. Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi dari
ibu yang terkena COVID-19 jauh sebelumnya. (Kemekes RI, 2020)

D. EVIDENCE BASED MIDWIFERY


1. Persalinan Fisiologis
a. Mengurangi nyeri pada kala I
Menurut widyawati (2019), Hypnobirthing dapat digunakan sebagai
terapi komplementer untuk meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat
waktu persalinan. Hypnobirthing merupakan terapi komplementer
dengan metode relaksasi atau mengatur pola napas secara lambat dan
memberikan sugesti berupa perkataan/ kalimat psositif kepada pikiran
yang menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin dari dalam tubuh
secara alami. Hipnoterapi memberi manfaat pada wanita antara lain
penurunan intensitas nyeri, waktu persalinan dan lama rawat inap di
rumah sakit.Hypnobirthing tidak mempunyai efek merugikan bagi ibu
dan janin, hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang melakukan hypnoterapi dengan lama persalinan kala I fase
aktif. Nyeri persalinan disebabkan oleh kontraksi otot rahim dan dilatasi
serviks. Kontraksi uterus mendorong kepala bayi kearah panggul. Ciri
khas kontraksi uterus adalah dominan di daerah fundus rahim, rasa nyeri
semakin meningkat dan sering (A. Rahmawati, Hartati, & Sumarni,
2016). Kondisi rileks pada saat dilakukan hypnobirthing menyebabkan
medulla adrenal mengeluarkan endorphin. Endorphin adalah
neurotransmitter yang menekan stimulus nyeri sehingga dapat
menurunkan persepsi nyeri dan kecemasan. (Pinar, 2011) Nyeri
persalinan dapat, menurunkan kekuatan kontraksi rahim, hal ini
disebabkan terjadinya peningkatan katekolami yang dikeluarkan akibat
persepsi nyeri pada saat persalinan. (Llewllyn, 2003). Pada saat
persalinan kala 1 terjadi kontraksi yang menimbulkan nyeri yang
mempengaruhi tekanan darah. Hypnobirthing dikembangkan
berdasarkan adanya keyakinan bahwa dengan persiapan melahirkan yang
holistik atau menyeluruh (body, mind, dan spirit), maka disaat
persalinan, ibu bersalin dan pendampingnya (suami), akan dapat melalui
pengalaman melahirkan yang aman, nyaman, tenang, dan memuaskan,
jauh dari rasa takut yang menimbulkan ketegangan dan rasa sakit.
Dengan kata lain, jika pikiran dan tubuh mencapai kondisi harmoni,
maka alam akan bisa berfungsi dengan cara yang sama seperti pada
semua makhluk lainnya (Aprilia, 2014).
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif terapi untuk
meningkatkan kenyamanan dan melancarkan proses persalinan.
b. Pengaruh Kompres Panas dan Dingin
Menurut penelitian Felina (2015),tentang Pengaruh Kompres Panas
dan Dingin terhadap Penurunan Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan
Fisiologis Ibu Primipara.
Kehamilan, persalinan dan masa nifas adalah peristiwa fisiologis
dalam setiap perkembangan seorang wanita menjadi ibu. Rasa nyeri pada
persalinan dalam hal ini adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat
mengakibatkan peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi
maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stress,
menggunakan beberapa tipe penatalaksanaan nyeri untuk mengatasi nyeri
dengan metode non farmakologis untuk mengatasi nyeri yaitu terapi
kompres panas dan dingin. Metode ini mempunyai risiko yang sangat
rendah, bersifat murah, simpel, efektif, tanpa efek yang merugikan dan
dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan.
Kompres diberikan pada punggung bawah wanita di area tempat
kepala janin menekan tulang belakang akan mengurangi Efek fisiologis
kompres panas adalah bersifat vasodilatasi, meredakan nyeri dengan
merelaksasi otot, meningkatkan aliran darah, memiliki efek sedatif dan
meredakan nyeri dengan menyingkirkan produkproduk inflamasi yang
menimbulkan nyeri, Panas akan merangsang serat saraf yang menutup
gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak
dihambat.
Efek fisiologis kompres dingin adalah bersifat vasokontriksi, membuat
area menjadi mati rasa, memperlambat kecepatan hantaran syaraf
sehingga memperlambat aliran impuls nyeri, meningkatkan ambang nyeri
dan memiliki efek anastesi lokal. Pada saat proses penelitian, peneliti
juga berpendapat bahwa kompres dingin lebih efektif menurunkan nyeri
daripada kompres panas. Dalam pemantauan kala I fase aktif persalinan
menggunakan partograf, pemberian kompres dingin juga tidak
berpengaruh terhadap kemajuan dan kemunduran persalinan.Pada saat
fase aktif dan dilakukan intervensi pengompresan, pembukaan serviks
dan kontraksi uterus tetap berjalan dengan normal. Oleh karena itu
kompres dingin aman diberikan pada ibu yang sedang dalam proses
persalinan dan asuhan sayang ibu juga bisa tercapai .
c. Massage Endorfin
Menurut penelitian NMR Sumawati (2019), tentang Pengaruh
Pemberian Masase Endorfin Terhadap Intensitas Nyeri Pada Proses
Persalinan Fisiologis. Persalinan normal merupakan proses alamiah bagi
semua wanita. Persalinan normal atau sering disebut dengan persalinan
alamiah dalam prosesnya diawali dengan adanya dilatasi serviks yang
ditandai dengan adanya kontraksi uterus kemudian lahirnya bayi dan
diikuti dengan lahirnya plasenta. Hampir semua ibu yang bersalin belum
dapat mengontrol nyeri dengan baik, artinya sebagian besar ibu yang
bersalin masih tidak tenang selama proses bersalin, bahkan ibu yang
tidak mau melahirkan normal pada persalinan berikutnya akibat trauma
rasa nyeri pada persalinan sebelumnya. Teknik masase endorfin
merupakan metode yang baik digunakan untuk mengurangi nyeri selama
persalinan.
Menurut Bahrudin (2017),Endorfin memengaruhi transmisi impuls
yang diinterprestasikan sebagai rasa nyeri. Endorfin dapat berupa
neurotransmitter yang dapat menghambat transmisi atau pengiriman
pesan nyeri dan endorfin dapat meningkatkan pelepasan zat oksitosin,
sebuah hormon yang memfasilitasi persalinan sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
Elvira & Tulkhair (2018) mengemukakan bahwa masase endorfine
dapat mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seks, mengendalikan
rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stres,
serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Terdapat pengaruh pemberian teknik endorfin massage terhadap
intensitas nyeri pada persalinan fisiologis. Hasil penelitian ini
diharapkan tenaga kesehatan dapat menerapkan metode pengendalian
nyeri non-farmakologis teknik masase endorfin kepada pasien untuk
mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan selama inpartu kala I fase aktif
pada persalinan sehingga persalinan menjadi lebih lancar.
d. Teknik Hypnobirthing
Menurut penelitian Ilmiasih (2010) tentang pengaruh teknik
hypnobirthing terhadap tingkat kecemasan ibu hamil pada masa persiapan
menghadapi persalinan. Proses persalinan normal merupakan proses lahirnya
bayi dengan serangkaian kejadian yang dipersepsikan menakutkan dan
menimbulkan rasa sakit yang luar biasa sehingga membuat ibu hamil
merasakan kecemasan yang hebat menjelang kelahiran bayinya.
Ibu hamil yang sering memiliki seperti cemas dan takut menyebabkan
peningkatan kerja sistem syaraf simpatetik. Sistem syaraf simpatik akan
melepaskan hormon ke aliran darah dalam rangka mempersiapkan badan
pada situasi darurat. Sistem syaraf otonom selanjutnya mengaktifkan
kelenjar adrenal yang dapat mempengaruhi sistem pada hormon epinefrin.
Peningkatan hormon adrenalin dan noradrenalin atau epinefrin dan
norepinefrin menimbulkan disregulasi biokimia tubuh, sehingga muncul
ketegangan fisik pada diri ibu hamil dan meningkatkan intensitas emosional
secara keseluruhan (Kuswandi, 2010).
Relaksasi untuk persalinan saat ini telah dikenal luas dengan nama
hypnobirthing. Hypnobirthing terdiri dari berbagai macam teknik relaksasi
yang dapat digunakan oleh ibu saat bersalin. Definisi Operasional Teknik
Hypnobirthing suatu cara relaksasi pada ibu hamil dengan cara konsentrasi
pikiran relaksasi dengan pernapasan berkomunikasi dengan janin.
Untuk melakukan Hypnobirthing yang dibutuhkan adalah ketenangan
dan niat (kemantapan hati). Kondisi relaks akan memunculkan endorfine
sebagai anastesi alami yang akan menggantikan hormon pemicu rasa sakit
(hormon stress). Hypnobirthing bisa dilakukan pada usia kehamilan berapa
pun (Aprillia, 2014)
Adanya pengaruh latihan relaksasi terhadap tingkat kecemasan dapat
dijelaskan dengan teori dan cara kerja hypnobirthing. Metode relaksasi
hypnobirthing membantu memusatkan perhatian berdasarkan pada
keyakinan bahwa perempuan dapat mengalami persalinan melalui insting
untuk melahirkan secara alami dengan tenang, nyaman, percaya diri. Latihan
ini mengajarkan ibu hamil menjalankan teknik relaksasi yang alami,
sehingga tubuh dapat bekerja dengan seluruh syaraf secara harmonis dan
dengan kerjasama penuh. Rangkaian teknik relaksasi mulai dari relaksasi
otot, relaksasi pernafasan, relaksasi pikiran dan penanaman kalimat positif
yang dilakukan secara teratur dan konsentrasi akan menyebabkan kondisi
rileks pada tubuh sehingga tubuh memberikan respon untuk mengeluarkan
hormon endorfin yang membuat ibu menjadi rileks dan menurunkan rasa
nyeri terutama ketika otak mencapai gelombang alfa atau saat istirahat. Pada
kondisi ini saat tubuh mengeluarkan hormon serotonin dan endorfin
sehingga manusia dalam kondisi rileks tanpa ketegangan dan kecemasan
( CVC Klinik Hypnobirthing, 2010)
e. Minum Air Jahe Hangat
Menurut penelitian Rahmawati (2015)tentangpengaruh pemberian
minum jahe hangat dengan intensitas nyeri pada persalinan kala I di RSIA
Kumalasiwi Kabupaten Jepara.
Persalinan merupakan peristiwa penting yang sangat ditunggu oleh setia
pasangan suami istri. Menyambut kelahiran sang buah hati merupakan saat
yang sangat membahagiakan setiap keluarga maka segala dukungan moral
dan material dicurahkan oleh suami, keluarga bahkan seluruh anggota
masyarakat, demi kesejahteraan ibu dan janinnya (Maryunani, 2010).
Bayangan rasa nyeri pada saat melahirkan seringkali menghantui ibu
hamil menjelang persalinan. Ada beberapa pilihan untuk mengurangi rasa
nyeri diantaranya komres air hangat, meberian minum jahe hangat, massase
bagian punggung.
Jahe yang merupakan rimpang dengan banyak manfaat. Berbagai
manfaat jahe yang telah diketahui selama ini antara lain sebagai obat
gangguan pencernaan, analgesik, antipiretik, antiradang, antiemetik,
antirematik, meningkatkan ketahanan tubuh, mengobati diare, dan juga
memiliki sifat antioksidan yang aktivitasnya lebih tinggi daripada vitamin E,
jahe juga mampu menghambat enzim lipoksigenase. Hal itu akan
mengakibatkan penurunan leukotrien dan prostaglandin yang merupakan
mediator radang. Efek tersebut sama dengan efek antiradang dari asam
mefenamat dan ibuprofen yang merupakan golongan Nonsteroidal-Anti-
inflamatory Drudgs (NSAID).
Ada pengaruh pemberian jahe 50 gram, 25 gram dan air putih dengan
penurunan intensitas nyeri, Diharapkan bidan atau tenaga kesehatan pada
saat menolong persalinan dapat memberi informasi tentang pemberian jahe
hangat sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi nyeri selama
persalinan kala I.
f. Aromaterapi
Menurut penelitian Rahmita (2018), tentang efektivitas aromaterapi
untuk menurunkan nyeri persalinan di BPM Rosita Kota Pekanbaru.
Rasa nyeri saat melahirkan bersifat unik dan berbeda pada tiap individu,
rasa nyeri tersebut juga memiliki karakteristik tertentu yang sama atau
bersifat umum. Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus
melalui sekresi kadar katekolamia dan kortisol yang menaikkan aktivitas
sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut jantung, pernapasan
dan akibatnya mempengaruhi lama persalinan. Beberapa metode
nonfarmakologi identik dengan pelayanan kesehatan tradisional
(yankestrad), salah satunya adalah penggunaan aromaterapi.
Penggunaan aromaterapi bisa digunakan untuk mempengaruhi nyeri
persalinan yang dirasakan oleh ibu bersalin karena aromaterapi mempunyai
kekuatan penyembuhan yang menggabungkan efek fisiologis dan psikologis,
serta bermanfaat untuk jiwa, raga dan emosi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuningsih (2014) yang menggabungkan pemberian aromaterapi
Lavender dengan pijat eflleurage unruk menurunkan nyeri persalinan
dengan responden sebanyak 48 ibu bersalin dan diperoleh hasil bahwa
terdapat penurunan nyeri persalinan sebelum dan sesudah perlakuan sebesar
2,938.
Kondisi ruangan memiliki peranan penting untuk keberhasilan
penggunaan aromaterapi secara inhalasi. disimpulkan bahwa aromaterapi
efektif menurunkan nyeri persalinan kala satu.

g. Latihan Birth Ball


Menurut penelitian Kurniawati (2017), tentang Efektivitas Latihan Birth
Ball terhadap Penurunan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada
Primigravida. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang
normal, Hal ini penting bagi pemberi layanan kesehatan untuk selalu
menggunakan tindakan-tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan rasa
nyeri persalinan, Nyeri yang dialami ibu ketika menghadapi persalinan dapat
merangsang ketakutan sehingga timbul kecemasan yang berakhir dengan
kepanikan.
Hal ini dapat menimbulkan respon fisiologis yang mengurangi
kemampuan rahim untuk berkontraksi dengan akibat akan memperpanjang
waktu persalinan, Nyeri persalinan dapat menimbulkan stres yang
menyebabkan pelepasan hormon stres yang berlebihan seperti katekolamin
dan steroid. Hormon ini dapat menyebabkan ketegangan otot polos dan
vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan kontraksi uterus,
penurunan sirkulasi uteroplasenta, pengurangan aliran darah dan oksigen ke
uterus yang membuat impuls nyeri bertambah banyak.
Salah satu teknik relaksasi dan tindakan nonfarmakologis dalam
penanganan nyeri saat persalinan dengan menggunakan birth ball yang juga
biasa dikenal dalam senam pilates sebagai fitball, swiss ball dan petzi ball.
Birth ball adalah bola terapi fisik yang membantu ibu inpartu kala I ke posisi
yang membantu kemajuan persalinan. Salah satu gerakannya yaitu dengan
duduk di bola dan bergoyang-goyang membuat rasa nyaman dan membantu
kemajuan persalinan dengan menggunakan gravitasi sambil meningkatkan
pelepasan endorphin karena elastisitas dan lengkungan bola merangsang
reseptor di panggul yang bertanggung jawab untuk mensekresi endorphin.
Penggunaan birth ball selama persalinan mencegah ibu dalam posisi
terlentang secara terus-menerus. Manfaat yang didapatkan dengan
menggunakan birth ball selama persalinan adalah mengurangi rasa nyeri,
dan kecemasan, meminimalkan penggunaan petidin, membantu proses
penurunan kepala, mengurangi durasi persalinan kala I, meningkatkan
kepuasan dan serta kesejahteraan ibu-ibu, Latihan ini dilakukan dalam posisi
tegak dan duduk, yang diyakini untuk mendorong persalinan dan
mendukung perineum untuk relaksasi dan meredakan nyeri persalinan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Mathew et al (2013), yang
menyatakan bahwa ketidaknyamanan pada ibu bersalin dapat diatasi dengan
posisi tubuh yang menunjang gravitasi dan posisi yang mempercepat dilatasi
serviks seperti berjalan, berjongkok, berlutut, dan duduk. Penggunaan birth
ball akan mendukung ibu untuk menggunakan posisi tersebut selama proses
persalinan. Hal ini akan membantu janin turun ke dalam rongga panggul dan
ibu lebih sedikit merasakan nyeri. Sebagai pereda nyeri persalinan, birth ball
dapat digunakan secara simultan dengan metode nonfarmakologi yang lain
seperti pijat, aroma terapi, terapi musik dan kompres hangat atau dingin.

2. Kala II
a. Pengaruh pemberian kurma terhadap kemajuan persalinan kala II
Menurut penelitian Anddini et al (2020),dari populasi seluruh ibu bersalin
yang melakukan persalinan di RS Aura Syifa diperoleh hasil penelitian
bahwa ibu bersalin yang diberikan kurma sebanyak 100 gram diketahui
semuanya mengalami kemajuan persalinan kala II normal. Kurma selain
mengandung sumber gula yang tinggi juga dapat memberikan perasaan
rileks dan tenang. Asam lemak pada kurma selain menghasilkan energi juga
membantu menyediakan prostagalndin sehingga dapat membantu
menyimpan energi serta memperkuat otot rahim. Menurut pendapat
Cashion, Perry, Lowdermilk dkk (2013) Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses persalinan adalah power. Kekuatan berasal dari
perubahan fisiologis ibu bersalin itu sendiri dan dari tenaga meneran ibu.
Seorang ibu bersalin memerlukan tenaga meneran yang kuat untuk
membantu memperlancar proses persalinannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan oleh Kordi et.al (2014) dalam penelitiaannya menunjukkan
bahwa kurma kaya akan karbohidrat sebagai sumber tenaga, mempengaruhi
kemajuan persalinan, spontanitas dalam persalinan dikarenakan karbohidrat
yang terdapat dalam kurma sebagai penguat ini adalah gula yang diserap dan
digunakan oleh sel tubuh tidak lama setelah dikonsumsi. Proses kemajuan
kala II selain dipengaruhi oleh faktor tenaga juga didukung oleh faktor
psikologi, penolong persalinan, jalan lahir yang normal serta posisi atau
letak janin serta plasenta yang normal.
b. Pemijatan Perineum
Menurut penelitian Wewet, dkk. (2015)tentangPengaruh Pemijatan
Perineum pada Primigravida terhadap Kejadian Ruptur Perineum saat
Persalinan di Bidan Praktik Mandiri di Kota Bengkulu. Persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup
bulan atau hampir cukup bulan dan dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lahir lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Perineum adalah salah satu jalur yang dilalui pada saat proses persalinan
dapat robek ketika melahirkan atau secara sengaja digunting guna
melebarkan jalan keluarnya bayi (episiotomi). Laserasi atau ruptur selama
persalinan adalah penyebab perdarahan masa nifas yang nomor dua
terbanyak ditemukan.
Pijat perineum adalah salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan, aliran
darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul. Teknik ini, jika
dilatih pada tahap akhir kehamilan (mulai minggu ke-34) sebelum
persalinan, juga akan membantu mengenali dan membiasakan diri dengan
jaringan yang akan dibuat rileks dan bagian yang akan dilalui oleh bayi. pijat
perineum dalam periode antenatal dapat membantu mengurangi tindakan
untuk episiotomi dan risiko laserasi kedua dan ketiga.
Menurut Aprillia (2010) mengemukakan bahwa robekan perineum dapat
terjadi karena pada saat ibu dilakukan pemijatan perineum, jaringan pada
perineum menjadi rileks sehingga dapat menyebabkan peningkatan
elastisitas jalan lahir yang dapat mempermudah proses melahirkan serta
mengurangi kejadian robekan perineum.
Manfaat pemijatan perineum yang dapat membantu melunakkan jaringan
perineum sehingga jaringan tersebut akan membuka tanpa resistensi pada
saat persalinan, untuk mempermudah lewatnya bayi. Pemijatan perineum ini
memungkinkan untuk melahirkan bayi dengan perineum tetap utuh.
Pemijatan perineum adalah teknik memijat perineum pada waktu hamil atau
beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke
daerah ini dan meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas
perineum akan mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi.
c. Hypnotherapy For Intrapartum Pain Management
Menurut penelitian A. Steel art (2016) yang berjudul The characteristics of
women who use hypnotherapy for intrapartum pain management:
Preliminary insights from a nationally-representative sample of Australian
women. Di samping dukungan untuk perluasan pilihan bagi perempuan
untuk mengelola rasa sakit saat melahirkan, termasuk integrasi
Complementary Medicine (CM) lebih lanjut, ada pengakuan akan pentingnya
pandangan psikologis dalam persepsi, dan respon terhadap, nyeri tenaga
kerja. Dr. Grantly DickRead, seorang dokter kandungan dari tahun 1950-an,
menggambarkan sindrom 'takut-tension-pain 'sebagai penyebab utama
bagi pengalaman perempuan nyeri saat melahirkan.
Praktik hipnosis selama periode antenatal dan intrapartum juga dikenal
sebagai 'hypnobirthing' untuk meminimalkan tingkat ketakutan perempuan
dan dengan demikian mengurangi rasa sakit telah tumbuh dari pekerjaannya
dan mencapai minat dan kontroversi di kalangan wanita, penyedia perawatan
bersalin dan peneliti.
Wanita yang menggunakan hipnosis selama periode antenatal dan
intrapartum melaporkan tingkat yang lebih rendah dari ketakutan dan
kecemasan selama persalinan dibandingkan dengan tingkat yang diharapkan
sebelum persalinan.
Wanita yang melaporkan menggunakan hypnobirthing lebih cenderung
berkonsultasi dengan ahli akupunktur atau naturopath, atau telah mengikuti
kelas yoga/meditasi Mereka juga lebih cenderung telah menggunakan
berbagai produk/perawatan komplementer medis termasuk obat- obatan
herbal, minyak aromaterapi, homeopati, teh herbal, dan esens bunga, serta
berlatih yoga/meditasi di rumah.
Perempuan menggunakan berbagai Complementery Medicine (CM) selama
kehamilan dan terlibat dengan praktisi CM dari berbagai disiplin ilmu.
Karena prinsip hypnobirthing menekankan kelahiran sebagai proses alami,
mungkin perempuan yang menggunakan hypnobirthing secara aktif mencari
tenaga kesehatan dengan pandangan yang selaras terhadap perawatan
bersalin., dengan penelitian yang menunjukkan dokter kandungan lebih
memilih metode penghilang rasa sakit farmakologis Disonansi yang
dirasakan potensial antara pandangan kedua kelompok ini dapat
mengakibatkan wanita yang menggunakan hipnoterapi selama persalinan
merasa tidak pasti apakah seorang dokter kandungan akan memberikan
perawatan yang menghormati pilihan dan pandangan mereka tentang
kehamilan, persalinan dan kelahiran.
d. Pengaruh posisi tegak terhadap Intensitas nyeri persalinan
Menurut Purnama et al (2019), Persalinan dengan rasa nyeri terdapat 85-90
persen pada seluruh persalinan, hanya 10-15 persen persalinan tanpa nyeri.
Persepsi tentang nyeri bervariasi tergantung individu, intensitas nyeri
persalinan memengaruhi kondisi psikologis ibu, proses persalinan, dan
kesejahteraan janin. Nyeri persalinan merupakan suatu rangsangan nyeri
yang terjadi akibat kontraksi uterus selama proses persalinan.
Penanggulangan nyeri persalinan sangat penting karena dapat memperbaiki
keadaan fisiologi, psikologi ibu dan bayi. Salah satu metode non
farmakologis untuk mengurangi nyeri berdasarkan teori Gate Control
melalui mobilisasi dan posisi tegak pada saat persalinan. Posisi tegak dapat
menimbulkan relaksasi yang menurunkan ketokolamin dan meningkatkan
pelepasan β endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri. posisi Tegak
dapat mengurangi nyeri persalinan pada primipara dengan memfasilitasi
perubahan posisi setiap tahapan dalam proses persalinan yang menimbulkan
relaksasi dan menurunkan persepsi nyeri sehingga tercipta peningkatan rasa
nyaman pada ibu bersalin. Sudut posisi tegak yaitu diatas 45° dari
horizontal. Posisi ini dapat memfasilitasi relaksasi karena dapat menurunkan
ketegangan otot abdomen dan meningkatkan ventilasi melalui pelebaran
dinding dada. Relaksasi dipercaya dapat meningkatkan pelepasan endorfin
yang memblok transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf
berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi implus nyeri
melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C. Hal ini sejalan dengan
penelitian Harkens dan Dinker, menyatakan bahwa relaksasi pada pasien
dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan emosional serta
mengurangi nyeri persalinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik
relaksasi dapat mengurangi nyeri pada persalinan kala satu fase aktif
persalinan, relaksasi dapat meringankan rasa nyeri dan tingkat nyeri sangat
berbeda pada wanita yang tidak melakukan relaksasi, relaksasi efektif
mengurangi nyeri pada semua tahapan persalinan. Posisi tegak
memanfaatkan keuntungan

3. Kala III
a. Penundaan pemotongan tali pusat terhadap kadar Hb BBL.
Menurut Susilowati (2009), dalam Rochmaedah et al, (2019) Penundaan
pemotongan tali pusat akan meningkatkan jumlah eritrosit yang
ditransfusikan ke bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar
hemoglobin bayi baru lahir. Transfusi plasenta adalah proses atau sistem
yang bertugas menyediakan barbagai kebutuhan bayi seperti sel darah
merah, sel induk dan sel kekebalan tubuh. Dengan dilakukannya penundaan
penjepitan dan pemotongan tali pusat ini memberikan waktu yang lebih
banyak kepada plasenta untuk mengalirkan darah dan memastikan
kecukupan kadar oksigen pada bayi sehingga bayi terhindar dari anemia.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan rerata
kadar Hb bayi dengan p value 0.03 < 0.05 dan tidak terdapat perbedaan lama
pelepasan tali pusat dengan p value 0.06 > 0.05. Kesimpulan & saran:
Penundaan penjepitan tali pusat berpengaruh terhadap kadar Hb bayi dan
tidak berpengaruh terhadap lama pelepasan tali pusat. Penundaan penjepitan
tali pusat dapat dijadikan alternatif kebijakan dalam manajemen aktif kala III
persalinan.

4. Kala IV
The effect of mother and newborn early skin-to-skin contac on initiation
of breasfeeding.
Safari et al international Breastfeeding journal (2018), The relationship
between SSC and time to initiate breastfeeding, duration of third stage of
labor, success of breastfeeding, newborn hypothermia, and temperature of
the newborn 30 min after birth.Skin-to-skin contact provides an appropriate
and affordable yet high quality alternative to technology. It is easily
implemented, even in small hospitals of very low-income countries, and has
the potential to save newborns’ and mothers’ lives. It is necessary to
prioritize training of health providers to implement essential newborn care
including SSC. Community engagement is also needed to ensure that all
women and their families understand the benefits of SSC and early initiation
of breastfeeding Logistic regression modelling was used to examine the
effect of SSC and conventional care on outcomes of the study by adjusting
for potential confounders like mother’s age, education level, occupation,
parity, and newborn gender. To reduce the current prevalence of high
neonatal morbidity and mortality rate in Iraq, there is a dire need for simple
and cost-effective prevention and (complementary) intervention methods
that are easily accessible to mothers and can be applied immediately after
birth. Mother and newborn SSC is a low-cost intervention that would be
accessible, simple, and feasible for most mothers in developing countries. In
order to accomplish this goal, the old paradigms of labor and delivery care
need to be changed and immediate, uninterrupted SSC after birth should be
practiced.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Judul Kasus
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. NUsia40 tahun G1P0A0 Usia
Kehamilan 40 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif di PMB Hellen, S. Tr. Keb
B. Pelaksanaan Asuhan
1. Hari/ tanggal : Sabtu,16November 2020
2. Pukul : 09.20 WIB
3. Tempat : di PMB
4. Pengkaji : Novia Sari Nur Hidayah
C. Identitas Pasien
1. Nama Ibu : Ny. N Nama Ayah : Tn. H
2. Umur :18 tahun Umur : 32 tahun
3. Suku : Dayak Suku : Dayak
4. Agama : Islam Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
6. Pekerjaan :IRT Pekerjaan :Wiraswasta
7. Alamat : Jl.Tingang 28
D. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
1. Kala 1
a. Data Subjektif
- Ny. N Usia 18 Tahun G1P0A0
- Mengeluh sakit pinggang hingga menjalar ke perut, ada
pengeluaran pervaginam lendir bercampur darah
- HPHT :07 Maret 2020
- TP: 14 Desember 2020
b. Data Obyektif
- K/u : baik, Kesadaran : Composmentis
- TD : 120/70mmHg, N :81x/m, R:25x/m, S :36,7oc
- BB : 60 kg, TB : 150 cm, IMT : 26, LILA :24,7cm
- Abdomen : tidak ada bekas luka SC, His teratur 4x/10 menit
lama 35 detik, DJJ : 140x/m
- Leopold I : 3 jari dibawah px, Mc.D: 30cm
- Leopold II : PUKA
- Leopold III : Preskep
- Leopold IV : sudah masuk PAP (Divergen)
- VT : pembukaan 8 cm, ket (+), HII, Portio tipis lunak
c. Assasment
- Ny. NUsia 18 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40Minggu Inpartu
Kala I Fase Aktif
- Masalah : ibu cemas menghadapi persalinan
- Kebutuhan : KIE cara mengatasi cemas pada ibu bersalin
d. Planning
1) Membina hubungan interpersonal antara klien dengan bidan
Rasional: interaksi bidan dengan pasien, bidan menunjukkan rasa
hormat, sopan, santun, ramah, menjaga privasi dan empati
dengan bersikap sabar, menghargai klien, dan mendorong klien
untuk percaya diri sehingga klien mau bicara terbuka, petugas
juga akan menjaga rahasia klien.
(Sumber : Erba, Fardila. 2020. Hubungan Tingkat Kepuasan Ibu
Hamil Dengan Pemeriksaan kehamilan Di Puskesmas
Jatinangor. Jurnal Sehat Masada Volume XI Nomor 2 juli
2020)
2) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan suami klien tentang
pemeriksaan
Rasional : Hak pasien atas informasi merupakan sesuatu yang
paling awal dibutuhkan oleh pasien saat berada dirumah sakit.
Saat seseorang sakit, mereka cenderung ingin mengetahui
tentang kondisi penyakitnya, hasil dari pengkajian yang
dilakukan, termasuk diagnosis penyakitnya dan rencana asuhan.
Selain itu, pasien ingin mengerti tentang proses asuhan, tes
pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus mendapat
persetujuan (consent) dari mereka
(Fakhrina, Dara. 2018. Pemenuhan hak pasien atas informasi
oleh perawat. JIM FKep Volume III No. 3 2018)
3) KIE persalinan
Rasional : proses yang ditandai dengan adanya kontraksi uterus
yang menyebabkan penipisan, dilatasi, serviks daan mendorong
janin keluar, melalui jalan lahir sehingga menimbulkan sensasi
nyeri yang dirasakan ibu
(Sulistyawati, Rini. 2017. Efektivitas kompres hangat terhadap
intensitas nyeri kala I. Jurnal kebidanan khatulistiwa)
4) Inform concentsebelum tindakan pertolongan persalinan
Rasional: Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan informed
consent atau persetujuan tindakan medik adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut
(Wandira, ayu. 2019. Persetujuan Tindakan Medik (Informed
Concent) Dalam Pelayanan Kontrasepsi. Dinamika jurnal ilmiah
ilmu hukum vol 25 no 11 tahun 2019)
5) Berikan dukungan psikologis pada ibu untuk mengurangi rasa
cemas
Rasional : Kebutuhan psikologis pada ibu bersalin merupakan
salah satu kebutuhan dasar pada ibu bersalin yang perlu
diperhatikan bidan. Keadaan psikologis ibu bersalin sangat
berpengaruh pada proses dan hasil akhir persalinan. Kebutuhan
ini berupa dukungan emosional dari bidan sebagai pemberi
asuhan, maupun dari pendamping persalinan baik suami/anggota
keluarga ibu. Dukungan psikologis yang baik dapat mengurangi
tingkat kecemasan pada ibu bersalin yang cenderung meningkat.
Dukungan psikologis yang dapat diberikan bidan untuk dapat
mengurangi tingkat kecemasan ibu adalah dengan membuatnya
merasa nyaman. Hal ini dapat dilakukan dengan: membantu ibu
untuk berpartisipasi dalam proses persalinannya dengan tetap
melakukan komunikasi yang baik, memenuhi harapan ibu akan
hasil akhir persalinan, membantu ibu untuk menghemat tenaga
dan mengendalikan rasa nyeri, serta mempersiapkan tempat
persalinan yang mendukung dengan memperhatikan privasi ibu.
Secara terperinci, dukungan psikologis pada ibu bersalin dapat
diberikan dengan cara: memberikan sugesti positif, mengalihkan
perhatian terhadap rasa sakit dan ketidaknyamanan selama
persalinan, dan membangun kepercayaan dengan komunikasi
yang efektif.
(Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi
baru lahir. Pusdik SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember
2016)
6) KIE ibu untuk rileks sewaktu ada his dengan cara mengajarkan
ibu teknik benafas yang benar
Rasional: Saat dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, pasien
merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran
darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
Kemudian juga mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana
opoiod ini berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk memblokir
resptor pada sel-sel saraf sehingga mengganggu transmisi sinyal
rasa sakit. Maka dapat menyebabkan frekuensi nyeri pada pasien
operasi sectio caesarea dapat berkurang. Periode relaksasi yang
teratur dapat membantu untuk mengatasi keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri teknik nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah,
tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan
ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stres
baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas
nyeri dan menurunkan kecemasan (Joko, 2010).
(Amita, dita. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio
Caesarea Di Rumah Sakit Bengkulu. Jurnal Kesehatan Holistik
(The Journal of Holistic Healthcare), Volume 12, No.1, Januari
2018: 26-28)
7) KIE Atur posisi ibu untuk miring kiri supaya janin mendapatkan
suplai oksigen dan mempercepat penurunan kepala bayi
Rasional : Posisi berbaring miring akan mengurangi terjadinya
perubahan tekanan darah selama proses kontraksi. Rasa
sakit/nyeri, takut, dan cemas juga dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada kala I, posisi persalinan dimaksudkan untuk
membantu mengurangi rasa sakit akibat his dan membantu
dalam meningkatkan kemajuan persalinan (penipisan cerviks,
pembukaan cerviks dan penurunan bagian terendah. Pada kala I
ini, ibu diperbolehkan untuk berjalan, berdiri, posisi berdansa,
duduk, berbaring miring ataupun merangkak. Hindari posisi
jongkok, ataupun dorsal recumbent maupun lithotomi, hal ini
akan merangsang kekuatan meneran. Posisi terlentang selama
persalinan (kala I dan II) juga sebaiknya dihindari, sebab saat ibu
berbaring telentang maka berat uterus, janin, cairan ketuban, dan
placenta akan menekan vena cava inferior. Penekanan ini akan
menyebabkan turunnya suplai oksigen utero-placenta. Hal ini
akan menyebabkan hipoksia. Posisi telentang juga dapat
menghambat kemajuan persalinan
(Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi
baru lahir. Pusdik SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember
2016)
8) KIE ibu untuk makan dan minum jika tidak ada HIS
Rasional : Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum)
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dengan baik oleh ibu
selama proses persalinan. Pastikan bahwa pada setiap tahapan
persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu mendapatkan asupan
makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup
(makanan utama maupun makanan ringan), merupakan sumber
dari glukosa darah, yang merupakan sumber utama energi untuk
sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang rendah akan
mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan cairan yang
kurang, akan mengakibatkan dehidrasi pada ibu bersalin.
(Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi
baru lahir. Pusdik SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember
2016)
9) Lakukan persiapan persalinan, seperti alat-alat partus (klem,
gunting tali pusat, chort klem, setengah koher, kateter metal,
under pad, tempat plasenta dan alat heating), alat perlindungan
diri (apron, sepatu boat, handscoon, masker), alat-alat bayi
(bedong, Celana dalam, gurita, baju, topi, kasa steril) dan obat-
obatan (Vit.K, oksitosin, salep mata (tetrasiklin 1%).
Rasional :Hal yang perlu disiapkan bidan dalam memberikan
pertolongan persalinan terstandar dimulai dari penerapan upaya
pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air
mengalir dapat mengurangi risiko penularan infeksi pada ibu
maupun bayi. Dilanjutkan dengan penggunaan APD (alat
perlindungan diri) yang telah disepakati. Tempat persalinan perlu
disiapkan dengan baik dan sesuai standar, dilengkapi dengan alat
dan bahan yang telah direkomendasikan Kemenkes dan IBI.
Ruang persalinan harus memiliki sistem pencahayaan yang
cukup dan sirkulasi udara yang baik. Dalam melakukan
pertolongan persalinan, bidan sebaiknya tetap menerapkan APN
(asuhan persalinan normal) pada setiap kasus yang dihadapi ibu.
Lakukan penapisan awal sebelum melakukan APN agar asuhan
yang diberikan sesuai. Segera lakukan rujukan apabila
ditemukan ketidaknormalan
(Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi
baru lahir. Pusdik SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember
2016)
e. Catatan implementasi

Pukul Kegiatan
09.30 wib 1) Membina hubungan antara bidan dan klien agar
tercipta suasa yang nyaman
Hubungan antara bidan dan klien tercipta dengan
baik
2) Menjelaskan hasil pemeriksaan
09.40 wib
Hasil dalam keadaan normal
3) KIE ibu tentang persalinan bahwa persalinan
adalah hal yang alamiah yangmana proses yang
ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan penipisan, dilatasi, serviks daan
09.50 wib
mendorong janin keluar, melalui jalan lahir
sehingga menimbulkan sensasi nyeri yang
dirasakan ibu
Ibu mengerti tentang persalinan
4) Melakukan inform concent sebelum tindakan
10.00 wib pertolongan persalinan normal
Ibu bersedia menandatangani inform concent
5) Memberikan dukungan psikologis untuk ibu agar
10.10 wib ibu jauh merasa lebih tenang dan mengurasi rasa
cemas akibat persalinan
6) Mengajarkan ibu cara relaksasi pernapasan
disela-sela kontraksi yaitu dengan menarik napas
10.20 wib panjang dari hidung dan mengeluarkan lewat
mulut untuk mengurangi rasa nyeri persalinan
dan cemas.
7) Menganjurkan ibu untuk miring kiri agar janin
10.25 wib mendapatkan suplai oksigen dan membantu
proses penurunan kepala bayi lebih cepat
8) KIE makan dan minum di sela-sela kontraksi agar
10.30 wib
ibu mempunyai tenaga pada saat proses meneran
10.30 wib 9) Melakukan persiapan alat dan bahan persalinan
Tabel 3.1 catatan implementasi kala I

2. Kala 2
a. Data Subjektif
- Ibu mengatakan perutnya semakin sakit dan disertai adanya
dorongan untuk meneran
b. Data Obyektif
- K/u : baik, Kesadaran : Composmentis
- TD :120/80 mmHg, N :80x/m, R:22x/m, S :37oc
- Abdomen : His teratur 5x/10 menit lama 50 detik, DJJ : 143x/m
- Genetalia luar: cairan lender darah(+), perineum menonjol,
tekanan pada anus, vulva terbuka.
- VT : pembukaan 10 cm, ket (-) Jernih, HIV, Portio tidak teraba,
moulase (-), UUK Kiri depan
c. Assasment
- Ny. NUsia 18 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan 40Minggu
Inpartu Kala I Fase Aktif
- Masalah : Ibu Mengatakan perut sakit dan ingin meneran
- Kebutuhan : Pimpin persalinan
d. Planning
1) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan suami klien tentang
pemeriksaan
Rasional : Hak pasien atas informasi merupakan sesuatu yang
paling awal dibutuhkan oleh pasien saat berada dirumah sakit.
Saat seseorang sakit, mereka cenderung ingin mengetahui
tentang kondisi penyakitnya, hasil dari pengkajian yang
dilakukan, termasuk diagnosis penyakitnya dan rencana asuhan.
Selain itu, pasien ingin mengerti tentang proses asuhan, tes
pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus mendapat
persetujuan (consent) dari mereka
(Fakhrina, Dara. 2018. Pemenuhan hak pasien atas informasi
oleh perawat. JIM FKep Volume III No. 3 2018)
2) Berikan dukungan psikologis pada ibu untuk mengurangi rasa
cemas dan rasa sakit
Rasional : Dukungan psikologis yang dapat diberikan bidan
untuk dapat mengurangi tingkat kecemasan ibu adalah dengan
membuatnya merasa nyaman. Hal ini dapat dilakukan dengan:
membantu ibu untuk berpartisipasi dalam proses persalinannya
dengan tetap melakukan komunikasi yang baik, memenuhi
harapan ibu akan hasil akhir persalinan, membantu ibu untuk
menghemat tenaga dan mengendalikan rasa nyeri, serta
mempersiapkan tempat persalinan yang mendukung dengan
memperhatikan privasi ibu. Secara terperinci, dukungan
psikologis pada ibu bersalin dapat diberikan dengan cara:
memberikan sugesti positif, mengalihkan perhatian terhadap rasa
sakit dan ketidaknyamanan selama persalinan, dan membangun
kepercayaan dengan komunikasi yang efektif.
(Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi
baru lahir. Pusdik SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember
2016)
3) Persiapan posisi persalinan
Rasional :posisi meneran ada beberapa macam antara lain posisi
merangkak/tidur miring, posisi jongkok atau berdiri, posisi
duduk/setengah duduk dan posisi terlentang/supine. Meneran
dengan posisi miring dapat mengurangi risiko terjadinya ruptur
perineum. Sedangkan meneran dengan posisi terlentang risiko
terjadinya ruptur perineum lebih besar
(Wahyuni, Sri. 2016. Hubungan Posisi Meneran Dengan Ruptur
Perineum Di Rb Kartini Putra Medika Klaten. Jurnal Involusi
Kebidanan, Vol. 6, No. 11, Januari 2016)
4) Lakukan pimpinan meneran saat ada kontraksi
Rasional : Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan
meneran bila pembukaan sudah lengkap. Pada proses meneran
yang tidak maksimal bias mengakibatkan terjadinya robekan
perineum. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin
ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya
ruptur perineum, diantaranya: 1) Menganjurkan ibu untuk
meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat
meneran. 3) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk
meneran jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, menarik
lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu ke dada. 4)
Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat
meneran. 5) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk
membantu kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan
resiko distosia bahu dan ruptur uteri. 6) Pencegahan ruptur
perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat
kelahiran kepala dan bahu.
(Nugrahini, Evi yunita. 2017. Hubungan Teknik Meneran
Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Primigravida Di
Polindes Sayang Ibu (Kecamatan Dawar Blandong Mojokerto).
Jurnal Penelitian Kesehatan)
e. Catatan Implementasi
Pukul Kegiatan
1) Menjelaskan hasil pemeriksaan
11.00 wib
Hasil dalam keadaan normal
2) Memberikan dukungan psikologis untuk ibu agar
11.05 wib ibu jauh merasa lebih tenang dan mengurasi rasa
cemas akibat persalinan
3) Mempersiapkan posisi persalinan dan ibu
11.10 wib
memilih posisi litotomi
11.20 wib 4) Melakukan pimpinan meneran saat ada his
dengan cara menarik napas panjang kemudian
tahan menggunakan perut:
- Menolong kelahiran bayi agar defleksi tidak
terlalu cepat
- Menahan perineum dengan satu tangan
lainnya
- Mengusap kepala bayi untuk membersihkan
dari kotoran/ lender
- Periksa tali pusat. Tidak ada lilitan tali pusat
di leher bayi
- Melahirkan bahu bayi dan anggota
seluruhnya dengan ke dua tangan
ditempatkan pada sisi kepala dan leher bayi,
kemudian melakukan tarikan lembut
kebawah untuk melahirkan bahu atas
- Melakukan tarikan lembut keatas untuk
melahirkan bahu, menyelipkan satu tangan
ke bahu dan lengan bagian belakang bayi
11.25 wib sambil menyangga kepala dan menyelipkan
satu tangan lainnya kepunggung bayi untuk
mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya, tetap
menjaga kehangatan bayi.
- Melakukan pengecekan janin kedua
Tabel 3.2 catatan implementasi kala 2

3. Kala 3
a. Data Subjektif
- Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya dan masih
merasa mulas pada perutnya
b. Data Obyektif
- Terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta
- TFU : Sepusat
- Tali pusat : Memanjang
- Kontraksi uterus : Baik
- Perdarahan : terjadi semburan darah tiba-tiba ±70
cc
c. Assasment
- Ny. NUsia 40 tahun P1A0 inpartu Kala III
- Masalah : Ibu Mengatakan perut mules dan terdapat tanda
pelepasan plasenta
- Kebutuhan : Lakukan PTT
d. Planning
1) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan suami klien tentang
pemeriksaan
Rasional : Hak pasien atas informasi merupakan sesuatu yang
paling awal dibutuhkan oleh pasien saat berada dirumah sakit.
Saat seseorang sakit, mereka cenderung ingin mengetahui
tentang kondisi penyakitnya, hasil dari pengkajian yang
dilakukan, termasuk diagnosis penyakitnya dan rencana asuhan.
Selain itu, pasien ingin mengerti tentang proses asuhan, tes
pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus mendapat
persetujuan (consent) dari mereka
(Fakhrina, Dara. 2018. Pemenuhan hak pasien atas informasi
oleh perawat. JIM FKep Volume III No. 3 2018)
2) Lakukan manajemen aktif kala III
Rasional : manajemen aktif kala III mengurangi kejadiaan PPH,
memperpendek kala III, kebutuhan akan trasfusi menurun,
kondisi uterus membaik secara signifikan. Pengelolaan Aktif
persalinan kala tiga terdiri atas intervensi yang digunakan untuk
mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi
uterus dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan serta
menghindari atonia uteri. Oksitosin dan traksi tali pusat adalah
intervensi utama dari manajemen aktif dikaitkan dengan tahap
ketiga lebih pendek, dan kehilangan darah berkurang dan
hemorrage postpartum
(Susiloningtyas, IS. 2020. Kajian Pengaruh Manajemen Aktif
Kala Iii Terhadap Pencegahan Perdarahan Postpartum
(Sistematik Review ). Majalah Ilmiah Sultan Agung, 2020)
3) Lakukan pemeriksaan plasenta
Rasional : untuk menilai plasenta keluar lepas dengan sempurna
atau tidak dilakukan pemeriksaan : plasenta sisi maternal (yang
melekat pada dinding uterus) untuk memastikan keduanya
lengkap dan utuh, Memasangkan bagian-bagian plasenta yang
robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang
hilang, Memeriksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi),
Mengevaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
(sumber: Devi, Kadek Yesika Febri Artha (2020) Gambaran
Asuhan Keperawatan Pada Ibu Persalinan Kala III Dengan
Risiko Perdaraha Tahun 2020. Diploma thesis, Poltekkes
Denpasar Jurusan Keperawatan)

e. Catatan implementasi

Pukul Kegiatan
11.25 wib (1) Menjelaskan hasil pemeriksaan
(2) Melakukan manajemen aktif kala III yaitu :
- Memberitahu ibu akan disuntikkan
11.26 wib oksitosin 10 IU secara IM disepertiga
paha atas bagian distal lateral 1 menit
setelah bayi lahir
11.27 wib - Menjepit tali pusat pada 3 cm dari pusat
(umbilicus) bayi menggunakan klem, 2
menit setelah bayi lahir. Dari sisi luar
klem penjepit, dorong isi tali pusat kearah
ibu dan lakukan penjepitan kedua pada
distal dari klem pertama.
11.28 wib - Memotong dan mengikat tali pusat
- Dengan satu tangan, angkat tali pusat
yang telah dijepit kemudian gunting tali
pusat diantara 2 klem tersebut (sambal
lindungi perut bayi)
- Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril
pada satu sisi kemudian lingkarkan
kembali kesisi berlawanan dan lakukan
ikatan ke-2 menggunakan simpul kunci
- Lepaskan klem dan masukkan dalam
larutan klorin 0,5%
- Menempatkan bayi untuk melakukan
kontak kulit ibu ke kulit bayi. Meletakkan
bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu.
Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel dengan baik di dinding dada
dan perut ibu. Usahakan kepala bayi
berada diantara payudara ibu, posisi lebih
rendah ke putting payudara ibu selama 1
jam
- Memindahkan klem pada tali pusat
11.35 wib hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
Meletakkan tangan diatas kain yang ada
diatas perut ibu tepat di tepi atas sismpisis
dan tegangkan tali pusat dengan klem
yang lain, observasi tanda pelepasan
plasenta, melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan.
(3) Melakukan pemeriksaan plasenta
Setelah plasenta berada di introitus vagina
segera setelah plasenta dan selaput ketuban
lahir, melakukan massase uterus diatas fundus
11.40 wib
selama 15 detik, massase melingkar secara
lembut searah jarum jam hingga berkontraksi,
dan setelah itu memeriksa kedua sisi plasenta
lengkap dan utuh
Tabel 3.3 catatan implementasi kala 3

4. Kala 4
a. Data subyektif
Ibu mengatakan merasa lelah dan sakit dibagian perutnya
b. Data Obyektif
- KU baik, Kesadaran CM
- TD : 130/80 mmHg, N:79x/m, R: 24x/m, S:36,8oc
- Abdomen TFU 2 jari dibawah pusat, koontraksi baik,
- Kandung kemih : tidak teraba
- Genetalia : perineum : tidak ada laserasi, perdarahan 100cc
c. Assessment
- Ny. N Usia 18 tahun P1A0 partus Kala IV
- Masalah : Ibu Mengatakan sakit dibagian perutnya
- Kebutuhan : KIE penyebab sakit dibagian perutnya
d. Plannning
1) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu
Rasional: Hak pasien atas informasi merupakan sesuatu yang
paling awal dibutuhkan oleh pasien saat berada dirumah sakit.
Saat seseorang sakit, mereka cenderung ingin mengetahui
tentang kondisi penyakitnya, hasil dari pengkajian yang
dilakukan, termasuk diagnosis penyakitnya dan rencana
asuhan. Selain itu, pasien ingin mengerti tentang proses
asuhan, tes pemeriksaan, prosedur, dan tindakan yang harus
mendapat persetujuan (consent) dari mereka.
(Sumber: Fakhrina, Dara. 2018. Pemenuhan Hak Pasien Atas
Informasi Oleh Perawat. JIM FKep Volume III No. 3 2018)
2) Observasi keadaan umum TD, Nadi, pernapasan, kontraksi
uterus, TFU, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit
pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam kedua
3) KIE nyeri dibagian perut karena kontraksi rahim
Rasional : Kontraksi otot-otot perut akan membantu proses
involusi yang mulai setelah plasenta keluar segera setelah
melahirkan. Ambulasi secepat mungkin dari frekuensi sering
sangat diperlukan dalam proses involusi. Kelancaran proses
involusi dapat dideteksi dengan pemeriksaan lochia,
konsistensi uterus, dan pengukuran tinggi fundus uteri.
Kontraksi uterus yang jelek sangat memungkinkan akan
mengalami tombosis, degenerasi pada uterus dan
endometrium yang lambat, sehingga pembuluh darah menjadi
beku dan bermuara pada bekas implantasi plasenta. Hal ini
juga menyebabkan pengeluaran lochia yang berjalan lambat
sehingga menyebabkan masa nifas yang berkepanjangan.
(Gunawan Indra. 2015. Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Post
Partum Yang Melaksanakan Senam Nifas. Jurnal
Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015)
4) KIE IMD pada ibu
Rasional : Inisiasi menyusu dini (early initiation
breastfeeding) adalah proses menyusu sendiri, minimal satu
jam pada bayi baru lahir . Setelah lahir, bayi harus segera
didekatkan kepada ibu dengan cara ditengkurapkan di dada
dan perut ibu. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berkaitan
dengan produksi hormon oksitosin, dimana hormon
tersebut akan membantu rahim berkontraksi sehingga secara
tidak langsung dapat mengurangi jumlah darah kala IV
pada ibu.
(Nurianti, Irma. 2020. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Terhadap Jumlah Darah Kala IV Persalinan. urnal
Kebidanan Kestra (JKKVol. 2 No.2 Edisi November 2019-
April 2020)
5) KIE mobilisasi dini seperti miring kiri dan ke kanan
Rasional: Keuntungan dari mobilisasi dini yaitu
melancarkan pengeluaran lochea, dimana prosesnya yaitu
bayi lahir kemudian terdapat sisa plasenta dan lanugo
kemudian uterus mengalami kontraksi dan sisa plasenta dan
lanugo dikeluarkan lewat vagina kemudian rahim mengalami
pemulihan. Adapun pengaruh mobilisasi dengan proses
pengeluaran lochea adalah dengan mobilisasi dini dapat
mempercepat dan membantu kontraksi rahim sehingga
cairan di dalam rahim atau lochea cepat keluar selain itu
mengurangi infeksi nifas, mempercepat involusio alat-alat
kandungan, melancarkan kelancaran peredaran darah
sehingga mempercepat fungsi laktasi dan pengeluaran
sisa metabolism
(Aziza nurul. 2019. Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap
Pengeluaran Lochea Pada Ibu Nifasdi Rsud Abdul Moeloek
Bandar Lampungtahun 2019. Jurnal Maternitas UAP
(JAMAN UAP)Universitas Aisyah Pringsewu Vol 1 Issue 2)
6) Dekontaminasi alat-alat, ruangan, dan tempat tidur
Rasional: Disinfektan digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pada benda mati & desinfeksi adalah
membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan
kimia atau secara fisik hal ini dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme
yang bersifat patogen. Kita siapkan klorin 5% untuk proses
desinfeksi sesuai ketentuan, dapat digunakan secara tepat
guna serta aman dalam pemakaian.
(patmawati. 2020. Pemanfaatan Sampah Bahan Habis Pakai
Non-Medis Laboratorium Ketrampilan Klinik (SKILLS LAB)
Sebagai Modifikasi Alat Peraga Sederhana Skill Mandiri.
Jurnal Pengelolaan Laboratorium Pendidikan, 2 (2) 2020, 73-
79,)
7) KIE personal hygiene pada ibu
Rasional : agar tidak menjadi tempat masuk utama bakteri dan
kebersihn tubuh untuk mencegah infeksi yaitu dengan cara
mandi yang teratur minimal 2x/hari, mengganti pakaian dan
alas tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal ibu harus tetap
bersih, segar dan wangi. Jaga kebersihan diri secara
keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada luka jahitan
maupun kulit.
(sumber : hayati, fildul. 2020. Personal hygiene pada masa
nifas. Jurnal abdinas Kesehatan)
8) KIE tanda bahaya masa nifas
Rasional : Tanda bahaya masa nifas adalah suatu tanda
abnormal yang mengindikasikan adanya bahaya atau
komplikasi yang dapat terjadi selama masa nifas, apabila
tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan
kematian ibutanda bahaya nifas yaitu perdarahan pervaginam,
demam, pusing kepla hebat, terjadi infeksi pada luka jahitan,
payudara bengkak nyeri kemerahan. jika ibu menumui hal
seperti ini diharapkan ibu segar datang ke tenaga kesehatan
(sumber : Muthoharoh, Husnul . 2015. Studi Pengetahuan Ibu
Nifas Tentang Tanda Bahaya Selama Masa Nifas. Jurnal
MIDPRO vol 7 no 2 2015)
9) KIE Asi Eksklusif
Rasional : ASI 0-6 bulan, karena asi mempunyai peran
penting yaitu untuk menjaga daya tahan tubuh bayi terhadap
penyakit sehingga bayi lebih jarang sakit karena ASI eksklusif
hygienis dan kebutuhan gizi yang diperlukan oleh bayi
terpenuhi dan berkembang secara optimal. Bagi ibu juga bissa
menunda kesuburan, terutama keuntungan ASI dapat
digunakan tiap saat
(sumber : Hamidah. 2016. Hubungan antara dukungan
dengan ASI)
10) Pendokumentasian Askeb
Rasional: Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan pada Pasal 28 huruf (e) menjelaskan bahwa “Dalam
melaksanakan praktek / kerja, bidan berkewajiban untuk
melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan
lainnya secara sistematis”. Bidan yang melakukan
pendokumentasian belum secara sistematis sseharusnya sesuai
Pasal 23 ayat (2) Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan meliputi :
teguran lisan, teguran tertulis, pencabutan SIKB/SIPB untuk
sementara paling lama 1 (satu) tahun, atau pencabutan
SIKB/SIPB selamanya.
(Puspitasari, Dewi .2019. Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan
Kebidanan Terhadap Perlindungan Hukum Pasien Pada
Bidan Praktik Mandiri (Studi di Kabupaten Cilacap). Jurnal
Idea Hukum Vol. 5 No.1 Maret 2019)
e. Catatan implementasi

Pukul Kegiatan
(1) Hasil pemeriksaan sudah dilakukan
11.50 wib TD : 120/80 mmHg, N:78x/m, S:36,4oc,
R:20x/m
(2) Mengobservasi KU,TTV,Kontraksi uterus,
TFU, kandung kemih, dan perdarahan setiap
12.00 wib
15 menit pada jam pertama dan setiap 30
menit pada jam kedua
(3) KIE kontraksi perut karena proses involusi
12.10 wib
uteri
(4) Melakukan IMD dengan memberi cukup
waktu dengan kontak bayi biarkan bayi
12.15 wib
mencari dan menemukan putting dan mulai
menyusu
(5) Dekontaminasi alat-alat ruangan dan tempat
12.20 wib
tidur
(6) KIE personal hygiene seperti menganjurkan
12.25 wib untuk mengganti pembalutnya tidak harus
menunggu sampai penuh
(7) KIE tanda bahaya masa nipas seperti
12.30 wib
perdarahan, demam tinggi, pusing.
12.35 wib (8) Nutrisi kepada ibu untuk makan makanan
seimbang
(9) KIE ASI eksklusif sudah dilakukan, ASI
eksklusif bayi hingga diberi ASI sejak selama
12.40 wib
6 bulan, tidak boleh diberikan makanan lain
walaupun hanya air putih
12.45 wib (10) Pendokumentasian
Tabel 3.4 catatan implementasi kala 4
BAB IV
PEMBAHASAN

USG
PRIORITAS MASALAH TOTAL RANKING
U S G
Klien mengatakan perutnya kencang-
1. 5 5 5 15 I
kencang dan ingin melahirkan
2. Klien mengatakan nyeri persalinan 4 3 4 11 III
Klien mengatakan cemas menghadapi
3. 4 4 4 12 II
persalinan
Tabel 4.1 Prioritas Masalah dengan metode USG

Dari matriks di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, masalah kesehatan yang
akan diselesaikan yaitu Klien ingin melahirkan
Alternatif Penyelesaian Masalah
Setelah menentukan prioritas masalah kesehatan., kami kemudian menentukan
alternatif penyelesaian masalah. Adapun alternatif penyelesaian masalah yang
diusulkan yaitu :
1. Melakukan observasi pada Kala II persalinan
2. Memberikan dukungan psikologis pada ibu agar mengurangi rasa cemas akan
persalinan
3. Mengajarkan relaksasi pernapasan untuk mengurangi nyeri persalinan
4. Memimpin persalinan, dan melakukan pertolongan persalinan sesuai APN
5.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan dengan menggunakan
pendokumentasian SOAP dan melakukan catatan implementasi, maka penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian pada Ny. N diperoleh data subyektif dari hasil wawancara pasien
yaitu Ny. N Usia 18TahunG1P0A0Mengeluh perut kencang-kencang dan
keluar lender darah. Sedangkan data obyektif diperoleh dari pemeriksaan
bahwa klien telah masuk kala I fase aktif dengan hasil pemeriksaan dalam
yaitu VT : pembukaan 8 cm, ket (+), HII, Portio tipis lunak
2. Assament diperoleh dari pengumpulan data yang diambil dari pengkajian
sehingga didapatkan diagnoasa yang tepat yaituNy. N Usia 18 tahun
G1P0A0 Usia Kehamilan 40Minggu Inpartu Kala I fase Aktif
3. Rencana asuhan yang akan dilakukan yaitu bina hubungan antara bidan dan
klien agar tercipta suasa yang nyaman, jelaskan hasil pemeriksaan, KIE
persalinan, inform concent, berikan dukungan psikologis untuk mengurangi
rasa cemas, KIE untuk rileks dan ajarkan relaksasi pernapasan, anjurkan
miring kiri, anjurkan makan minum disela kontrasi, persiapan persalinan
seperti alat dan bahan.
4. Dari catatan implementasi yang dilakukan, yaitu:
a. Membina hubungan antara bidan dan klien agar tercipta suasa yang
nyaman
b. Menjelaskan hasil pemeriksaan
c. Memberikan KIE tentang persalinan
d. Melakukan inform concent
e. Memberikan dukungan psikologis untuk ibu agar ibu jauh merasa lebih
tenang dan mengurasi rasa cemas akibat persalinan
f. Mengajarkan ibu cara relaksasi pernapasan disela-sela kontraksi yaitu
dengan menarik napas panjang dari hidung dan mengeluarkan lewat
mulut untuk mengurangi rasa nyeri persalinan dan cemas.
g. Menganjurkan ibu untuk miring kiri agar janin mendapatkan suplai
oksigen dan membantu proses penurunan kepala bayi lebih cepat
h. KIE makan dan minum di sela-sela kontraksi agar ibu mempunyai
tenaga pada saat proses meneran
i. Melakukan persiapan alat dan bahan persalinan
5. Dari penentuan prioritas masalah, didapatkan masalah dengan prioritas
pertama yaitu Klien mengatakan perut kencang-kencang ingin melahirkan,
Klien mengatakan cemas menghadapi persalinan, Klien mengatakan nyeri
persalinan. Lalu, setelah menentukan prioritas masalah kesehatan., kemudian
penulis menentukan alternatif penyelesaian masalah. Adapun alternatif
penyelesaian masalah yang diusulkan yaitu :
a. Melakukan observasi pada Kala I persalinan
b. Memberikan dukungan psikologis pada ibu agar mengurangi rasa cemas
akan persalinan
c. Mengajarkan relaksasi pernapasan untuk mengurangi nyeri persalinan
Memimpin persalinan apabila pembukaan telah lengkap dan ketuban
telah pecah
B. Saran
Diharapkan penulisan ini dapat bermanfaat dan diharapkan untuk penulis agar
lebih mengekplor penelitian-penelitian mengenai persalinan agar referensi jauh
lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Amita, dita. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Bengkulu.
Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare), Volume 12,
No.1, Januari 2018: 26-28

Asrinah, DKK. 2010. Buku Kebidanan Masa Persalinan. Penerbit Graha Ilmu :
Yogyakarta.

Aziza nurul. 2019. Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Pengeluaran Lochea Pada
Ibu Nifasdi Rsud Abdul Moeloek Bandar Lampungtahun 2019. Jurnal
Maternitas UAP (JAMAN UAP)Universitas Aisyah Pringsewu Vol 1 Issue 2

Cunningham, Gary. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Departemen Kesehatan Rakyat Indonesia. 2010. Standar Pelayanan Kebidanan.


Jakarta : Depkes

Devi, Kadek Yesika Febri Artha (2020) Gambaran Asuhan Keperawatan Pada


Ibu Persalinan Kala III Dengan Risiko Perdaraha Tahun 2020. Diploma
thesis, Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan

Erba, Fardila. 2020. Hubungan Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Dengan Pemeriksaan
kehamilan Di Puskesmas Jatinangor. Jurnal Sehat Masada Volume XI
Nomor 2 juli 2020

Fakhrina, Dara. 2018. Pemenuhan hak pasien atas informasi oleh perawat. JIM FKep
Volume III No. 3 2018

Fauziah, S. 2015. Keperawatan Maternitas Volume 2 : Persalinan. Jakarta: Kencana

Fauziyah, Yulia. 2012. Obstetri Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Fitrianingsih, Yeni 2018. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Rasa Nyeri


Persalinan Kala I Fase Persalinan Fase Aktif di 3 BPM Kota Cirebon. Jurnal
Care Vol .6, No.1,Tahun 2018

Gunawan Indra. 2015. Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Post Partum Yang
Melaksanakan Senam Nifas. Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober
2015

Hamidah. 2016. Hubungan antara dukungan dengan ASI


Hayati, fildul. 2020. Personal hygiene pada masa nifas. Jurnal abdinas Kesehatan

Herinawati. 2019. Pengaruh Effleurage Massage terhadap Nyeri Persalinan Kala I


Fase Aktif di Praktik Mandiri Bidan Nuriman Rafida dan Praktik Mandiri
Bidan Latifah Kota Jambi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 19(3), Oktober 2019, pp.590-601

Hetia, Evi Nira. 2017. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadappengurangan Nyeri


Persalinan Kala I Aktif. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume X No 1
Edisi Juni 2017

JNPK.2017. Asuhan Persalinan Normal, Revisi Kelima tahun 2017. Jakarta Pusat

Kemenkes RI.2013. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta : Balitbang


Kemenkes RI
. 2017. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan 1st ed. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan kebidanan persalinan dan bayi baru lahir. Pusdik
SDM kesehatan Cetakan pertama, Desember 2016

Mander. 2012. Nyeri Persalinan. Jakarta: Egc

Manuaba,I.B.G.,2010. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi


Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC
Melva. 2020. Pengaruh Hypnobirthing terhadap Nyeri Persalinan pada Ibu Inpartu
Kala I Fase Aktif di Klinik Eka Sri Wahyuni dan Klinik Pratama Tanjung
Tahun 2017. Jurnal kedokteran anatomica Vol 3 No 2 Mei 2020

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Ostetri. Jakarta : EGC

Muthoharoh, Husnul . 2015. Studi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda Bahaya
Selama Masa Nifas. Jurnal MIDPRO vol 7 no 2 2015

Nanji JA, Carvalho B, Pain management during labor and vaginal birth, Best
Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology,
https://doi.org/10.1016/j.bpobgyn.2020.03.002
Nugrahini, Evi yunita. 2017. Hubungan Teknik Meneran Dengan Kejadian Ruptur
Perineum Pada Primigravida Di Polindes Sayang Ibu (Kecamatan Dawar
Blandong Mojokerto). Jurnal Penelitian Kesehatan

Nurianti, Irma. 2020. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Jumlah
Darah Kala IV Persalinan. urnal Kebidanan Kestra (JKKVol. 2 No.2 Edisi
November 2019-April 2020

Patmawati. 2020. Pemanfaatan Sampah Bahan Habis Pakai Non-Medis


Laboratorium Ketrampilan Klinik (SKILLS LAB) Sebagai Modifikasi Alat
Peraga Sederhana Skill Mandiri. Jurnal Pengelolaan Laboratorium
Pendidikan, 2 (2) 2020, 73-79

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Puspitasari, Dewi .2019. Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Kebidanan Terhadap


Perlindungan Hukum Pasien Pada Bidan Praktik Mandiri (Studi di
Kabupaten Cilacap). Jurnal Idea Hukum Vol. 5 No.1 Maret 2019

Rahmawati Mia. 2013. Hubungan inisiasi menyusui dini dengan bounding


attachment pada ibu nifas di wilayah kerjapuskesmas bungah kecamatan
gresik.surya vol 1

Saifudin, Abdul Bari. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta :


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Susiloningtyas, IS. 2020. Kajian Pengaruh Manajemen Aktif Kala Iii Terhadap
Pencegahan Perdarahan Postpartum (Sistematik Review ). Majalah Ilmiah
Sultan Agung, 2020

Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin. Jakarta: Salemba
Medika
Wahyuni, Sri. 2016. Hubungan Posisi Meneran Dengan Ruptur Perineum Di Rb
Kartini Putra Medika Klaten. Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 6, No. 11,
Januari 2016
Wiknjosastro. 2010. Ilmu kandungan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Wewet Savitri dkk. 2015. Pengaruh Pemijatan Perineum pada Primigravida


terhadap Kejadian Ruptur Perineum saat Persalinan di Bidan Praktek
Mandiri di Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Andalas

World Health Organization. 2015. Maternal Mortality

Anda mungkin juga menyukai