Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN DENGAN HIPERTENSI KRONIK


+ BEKAS SECTIO CAESAREA+ USIA ≥ 35 TAHUN

DI POLI HAMIL RSU HAJI SURABAYA

Oleh:
Yuriske Agnovianto
011913243021

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan Hipertensi Kronik + BSC + Usia ≥35
tahun di Poli Hamil RSU Haji Surabaya, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 8 November 2019

Mahasiswa Profesi

Yuriske Agnovianto
NIM. 011913243021

Mengetahui,

PSBP FK UNAIR Surabaya Poli Hamil RSU Haji Surabaya


Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ratna Dwi Jayanti, S.Keb., Bd., M.Keb Puji Astuti, S.Keb., Bd


NIP. 19851004 201608 7 201 NIP. 19640731 198603 2 013

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi yakni
mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Kemenkes RI, 2018).
Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk
ibu hamil, ibu waktu melahirkan dan masa nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kota Surabaya tahun 2016 sebesar 85,72 per 100.000 kelahiran hidup (Dinas
Kesehatan Kota Surabaya, 2017). Target global MDGs (Millenium Development
Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi
untuk mencapai target MDGs ke-5 diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh
untuk mencapainya (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7-10%
seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama hamil,
setengah sampai dua pertiganya didiagnosis mengalami preeklampsi atau
eklampsi (Bobak, 2005). Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi
pada kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang
tidak jelas, dan juga perawatan dalam persalinan masih ditangani petugas non
medik serta sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi pada kehamilan
dapat dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah
( Prawirohardjo, 2011).

Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya


hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal
yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta
penatalaksanaan setiap kondisi yang tidak normal (Wiknjosastro, 2010).

Semua ibu memiliki resiko tinggi maka dilakukan pengawasan kehamilan


atau yang dikenal dengan ANC (Antenatal Care), dengan usaha ini ternyata angka

3
mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi terus menurun. Sedapat mungkin wanita
tersebut diberi pengertian sedikit tentang kehamilan serta menyelamatkan ibu dan
anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Salmah, 2006). Hal ini
menunjukkan bahwa dalam antenatal care harus diusahakan agar wanita hamil
sampai akhir kehamilannya sekurang-kurangya harus semuanya sehat atau lebih
sehat, dan jika ada kelainan harus dideteksi secara dini dan ditangani. Oleh karena
itu tenaga kesehatan, khususnya bidan, harus terampil dan kompeten dalam
memberikan asuhan antenatal pada ibu hamil (Saifuddin, 2002).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan pada kehamilan
dengan hipertensi kronik dengan menerapkan pola pikir melalui
manajemen kebidanan varney dan pendokumentasian SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data dasar melalui pendekatan
manajemen kebidanan pada kehamilan dengan hipertensi kronik.
2) Mahasiswa mampu menginterpretasi data dasar melalui pendekatan
manajemen kebidanan pada kehamilan dengan hipertensi kronik.
3) Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
melalui pendekatan manajemen kebidanan pada kehamilan dengan
hipertensi kronik.
4) Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera melalui pendekatan manajemen
kebidanan pada kehamilan dengan hipertensi kronik.
5) Mahasiswa mampu merencanakan asuhan kebidanan melalui pendekatan
manajemen kebidanan pada kehamilan dengan hipertensi kronik.
6) Mahasiswa mampu melaksanakan perencanaan asuhan kebidanan
melalui pendekatan manajemen kebidanan pada kehamilan dengan
hipertensi kronik.

4
7) Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan kebidanan yang telah
diberikan melalui pendekatan manajemen kebidanan pada kehamilan
dengan hipertensi kronik.
8) Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP.
9) Mahasiswa mampu menarik kesimpulan dari asuhan kebidanan yang
telah diberikan pada kehamilan dengan hipertensi kronik.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh secara nyata dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan dengan hipertensi kronik
yang dapat digunakan sebagai pengalaman dan pelajaran bagi mahasiswa
dalam melaksanakan tugas sebagai bidan nantinya.
1.3.2 Bagi pasien
Pasien atau kehamilan dengan hipertensi kronik mendapatkan asuhan
kebidanan yang komprehensif.
1.3.3 Bagi lahan praktik
Dapat menjadi evaluasi bagi tenaga kesehatan dan staf lainnya dalam
pelayanan yang telah diberikan pada pasien sehingga dapat lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan selalu menjaga
mutu pelayanan terutama pada kehamilan dengan hipertensi kronik.
1.3.4 Bagi institusi pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan, evaluasi, dan dokumentasi
pendidikan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan bidan.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kehamilan

2.1.1 Pengertian

Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam
prosesnya, perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul
penuh perjuangan (Maulana, 2008). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan
dibagi dalam 3 trisemester, yaitu trismester pertama dimulai dari konsepsi
sampai 3 bulan, trisemester kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan,
trisemester ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan (Prawiroharjo, 2011).

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional kehamilan


didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum,
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BKKBN (Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional) menyebutkan bahwa kehamilan adalah
sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada
saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu
membentuk sel yang akan tumbuh.

Jadi secara umum dapat diartikan bahwa kehamilan merupakan proses


fisiologis yang diawali pertemuan antara sel sperma dan sel ovum,
berimplantasi di dalam uterus, hingga berkembang menjadi janin selama 280
hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.

2.1.2 Perubahan Fisiologis Kehamilan


Kehamilan merupakan proses yang alamiah dimana setiap wanita hamil
banyak mengalami perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis. Hal ini
merupakan salah satu pengaruh yang timbul akibat adaptasi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan ibu hamil dan perkembangan janin.

6
1) Sistem Reproduksi
a. Uterus
Pada perempuan tidak hamil uterus memilikiberat 70 gram dengan
kapasitas 10 ml atau kurang. Namun selama kehamilan uterus akan
beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi rata-rata pada
akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter atau lebih dengan berat
sekitar 1100 gram. Pada awal kehamilan penebalan uterus distimulasi
terutama oleh hormon estrogen dan sedikit progesteron. Posisi plasenta juga
mempengaruhi penebalan sel-sel otot uterus, dimana bagian uterus yang
mengelilingi tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih cepat
dibandingkan yang lainnya, sehingga mengakibatkan uterus tidak rata.
Fenomena ini dikenal sebagai tanda Piscaseck.
Pada minggu pertama kehamilan bentuk uterus sama sama seperti
buah avokad, seiring perkembangan kehamilan daerah fundus dan korpus
akan membulat dan akan menjadi bentuk sferis pada usia kehamilan 12
minggu. Ismus uteri pada minggu pertama akan mengalami hipertrofi yang
mengakibatkan ismus menjadi lebih panjang dan lunak dan dikenal sebagai
tanda Hegar.Sejak trisemester pertama kehamilan uterus akan mengalami
kontraksi yang tidak teratur dan umumnya tidak disertai nyeri dan disebut
dengan Braxton hicks.
b. Serviks
Leher rahim atau serviks terdiri dari 10% jaringan otot dan sisanya
jaringan kolagen. Satu bulan setelah konsepsi serviks akan lebih lunak dan
kebiruan .Perubahan ini terjadi akibat pertambahan vaskularisasi dan
terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan dengan terjadinya
hipertrofi dan hyperplasia pada kelanjar-kelanjar serviks.Pada saat kehamilan
panjang serviks tetap tetapi menjadi lembut dibawah pengaruh estradiol dan
progesteron.Estradiol merangsang pertumbuhan epitel kolumnar sel leher
rahim.Sebagai aktivitas rahim selama kehamilan terjadi secara bertahap yaitu
melunakkan leher rahim.
Effacement atau penipisan adalah suat mekanisme dimana jaringan
leher rahim semakin melunak dan memendek. Lendir plug (operculum) yang

7
awalnya memberikan perlindungan dari peningkatan infeksi dikeluarkan pada
saat kemajuan penipisan.
c. Vagina dan Perineum
Peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit di
otot-otot perineum dan vulva,sehingga vagina akan terlihat berwarna
keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi
penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi sel-sel
otot polos. Sekresi vagina juga mengalami peningkatan dan menjadi lebih
asam dengan pH 3,5-6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi asam
laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel vagina.
2) Sistem Kardiovaskular
a. Jantung

Jantung membesar sekitar 12% antara awal dan akhir kehamilan.


Peningkatan curah jangtung berkisar 35-50%, hal ini memungkinkan aliran
darah ke otak, ginjal, dan arteri koroner tetap. Peningkatan curah jantung
disebabkan oleh peningkatan baik stroke volume ( jumlah darah yang
dipompa oleh jantung dengan stiap ketukan ) dan denyut. Wanita dengan
jantung normal sering lebih sadar apabila ada penyimpangan dalam denyut
jantung pada kehamilan.Pada minggu pertengahan kehamilan pembesaran
uterus akan menekan vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada pada
posisi terlentang. Penekanan vena kava ini akan mengurangi aliran darah
balik vena ke jantung. Akibatnya,terjadi penurunan preload dan cardiac
output sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal
dengan sindrom hipotensi supine, pada keaadaan berat ibu dapat kehilangan
kesadaran.

b. Tekanan Darah

Curah jantung naik, tetapi tekanan darah arteri berkurang. Awal


kehamilan ditandai dengan penurunan tekanan darah diastolic tetapi sedikit
perubahan dalam tekanan sistolik. Dengan mengurangi resistensi pembuluh
darah perifer tekanan darah sistolik turun rata-rata 5-10 mmHg di bawah
tingkat dasar dan tekanan diastolik turun 10-15 mmHg pada usia 24 minggu
kehamilan. Setelah itu tekanan darah meningkat secara bertahap, kembali ke

8
level sebelum hamil. Tekanan darah diastolik meningkat secara signifikan
selama trimester kedua kehamilan ke tingkat yang paling tidak setara dengan
kaum perempuan tidak hamil.Posisi tubuh dapat memiliki efek besar terhadap
tekanan darah. Para posisi telentang dapat menurunkan curah jantung
sebanyak 25%. Kompresi vena kava inferior oleh rahim yang membesar
selama akhir trimester kedua dan ketiga mengakibatkan berkurangnya vena
balik, yang pada gilirannya menurunkan volume cadangan dan cardiac output.

c. Volume Darah

Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6


sampai ke 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada minggu ke 32 sampai
34. Volume plasma akan meningkat sekitar 40-45%, hal ini dipengaruhi oleh
aksi progesteron dan estrogenpada ginjal yang diinisiasi oleh jalur rennin
angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian besar
berupa plasma dan eritrosit.Eritropoetin ginjal akan meningkatkan jumlah sel
darah merah namun tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma
sehingga mengakibatkan hemodilusi dan penurunan konsentrasi hemoglobin.
Pada kehamilan lanjut jumlah hemoglobin dibawah 11 g/dl itu merupakan
suatu yang abnormal dan biasanya dihubungkan dengan defisiensi zat besi.
Kebutuhan zat besi selama kehamilan kurang lebih 1000mg atau rata-rata 6-7
mg/hari. Hipervolemia dalam kehamilan mempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Menyesuaikan pembesaran uterus


2) Melindungi ibu dan janin terhadap efek merusak dari arus balik vena
dalam posisi terlentang atau berdiri.
3) Menjaga ibu dari efek kehilangan darah yang banyak pada saat
persalinan.
Volume darah ini akan kembali seperti sedia kala pada minggu ke
2 sampai ke 6 setelah persalinan.
d. Sistem Pernafasan

Peningkatan kerja jantung mengarah pada suatu peningkatan yang berarti


di dalam aliran darah yang berkaitan dengan paru-paru (Campbell dan
Lees,2000). Penambahan volume darah dan vasodilatasi yang terjadi dalam

9
kehamilan mengakibatkan hyperemia dan bengkak pada mukosa yang
berhubungan dengan pernafasan bagian atas, yang mengakibatkan pada
wanita hamil terjadi suara sengau bahkan epistaksis.Selama kandungan
membesar sekat rongga paru terangkat sekitar 4 cm dan rongga rusuk menjadi
naik sehingga kapasitas paru total berkurang sekitar 5%. Volume tidal
meningkat 30-40% yang berperan untuk meningkatkan kapasitas pernafasan.
Perubahan Ini akan mencapai puncaknya pada minggu ke 37 dan akan
kembali hamper seperti sedia kala dalam 24 minggu setelah persalinan.

e. Sistem Perkemihan
Perubahan-perubahan anatomi dapat dilihat pada ginjal dan saluran
kencing. Pada ginjal terjadi peningkatan berat dan panjang 1 cm. Bulan
pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai
membesar sehingga mengakibatkan wanita hamil sering berkemih. Keadaan
ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga
panggul. Pada akhir kehamilan bila kepala janin mulai turun ke pintu atas
panggul keluhan itu akan timbul kembali.
Glomerular filtration rate dan renal plasma flow juga akan meningkat.
Pada ekskresi akan ditemukan kadar asam amino dan vitamin yang larut air
dalam umlah yang lebih banyak. Glukosuria juga merupakan sesuatu yang
umum namun kemungkinan diabetes perlu diperhatikan. Pada fungsi renal
akan dijumpai peningkatan creatinin clearance. Pada ureter akan terjadi
dilatasi dimana sisi kanan akan lebih membesar disbanding yang kiri, hal ini
disebabkan karena ureter kiri dilindungi oleh kolon sigmoid dan adanya
tekanan yang kuat pada sisi kanan uterus sebagai konsekuensi dari
dekstrorotasi uterus.
f. Sistem Pencernaan

Seiring dengan membesarnya uterus lambng dan usus akan tergeser.


Perubahan yang nyata akan terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada
traktus digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di
lambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis atau heartburn
yang disebabkan oleh adanya refluks asam lambung ke esophagus bagian
bawah.

10
Gusi menjadi edema, lembut dan kenyal selama kehamilan, mungkin
karena efek estrogen, yang dapat mengakibatkan pendarahan dan
menimbulkan trauma pada saat menggosok gigi. Biasanya, pembengkakan
pembuluh darah pada gusi sangat dikenal sebagai epulis (gingivitis), hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan kapiler gusi. Biasanya mengalami regresi
secara spontan setelah proses persalinan terjadi. Banyak kejadian yang
menunjukkan bahwa kehamilan tidak menyebabkan gigi decay. Air liur yang
diproduksi berlebihan (hipersalivasi)  adalah keluhan yang kadang-kadang
muncul pada kehamilan, itu sepertinya disebabkan oleh stimulasi kelenjar liur
karena konsumsi pati.

Pada awal kehamilan, banyak wanita mengalami mual, kenaikan nafsu


makan juga mungkin dapat terjadi, dengan asupan makanan sehari-hari
meningkat hingga 200 kcal. Hipotalamus yang mengontrol jumlah lemak
tubuh, diatur oleh progesteron sehingga jumlah simpanan lemak yang ada
dalam tubuh dicapai baik dengan makan lebih banyak dan dengan
penggunaan energi yang kurang. Hal ini dapat  memfasilitasi ibu untuk
memasuki trimester ketiga dengan 3,5 kg simpanan lemak yang terkumpul,
yang memberikan simpanan energi untuk trimester terakhir ketika
penyimpanan lemak berhenti tetapi energi tetap diperlukan untuk
pertumbuhan janin. Banyak wanita merasakan peningkatan rasa haus di
kehamilan karena  ambang osmotik untuk haus yang meningkat. Hal ini
memberikan kontribusi terhadap penurunan osmolalitas plasma yang
mengakibatkan peningkatan retensi air, merupakan perubahan fisiologi
normal yang dapat mempengaruhi kehamilan. HCG juga mempengaruhi
tingkat osmoregulasi pada kehamilan.

g. Metabolisme

Untuk menyediakan peningkatkan tingkat metabolisme dasar dan


konsumsi oksigen, serta kebutuhan yang berkembang pesat rahim, janin dan
plasenta, ibu hamil mengalami banyak perubahan metabolik yang mendalam.
Peningkatan asupan makanan sekitar 200kcal per hari, di samping perubahan
gastrointestinal kehamilan, disertai oleh perubahan dalam metabolisme
karbohidrat protein dan lemak. Metabolisme protein ditingkatkan untuk

11
menyediakan zat pada bayi untuk  pertumbuhan. Meningkatkan metabolisme
lemak, sebagaimana dibuktikan dengan ketinggian semua fraksi lipid dalam
darah. Metabolisme karbohidrat, bagaimanapun, menunjukkan perubahan
yang paling dramatis.

Pertambahan berat badan selama kehamilan terdiri dari hasil konsepsi


(janin, plasenta dan air ketuban), dan hipertrofi dari beberapa jaringan ibu
(rahim, payudara, darah, lemak dan extracelluler dan extravascular cairan).
Protein ditetapkan terutama pada janin, tetapi juga di dalam rahim, darah,
plasenta dan payudara. Sebaliknya, lemak yang disimpan utamanya pada ibu
terutama di jaringan adiposa. Khususnya di gluteal dan paha atas, dengan
janin hanya pada bagian utama yang penting. Perolehan BB optimal untuk
rata-rata kehamilan adalah 12,5 kg, yang mana 9 kg diperoleh pada 20
minggu terakhir. Ini dihubungkan dengan resiko komplikasi paling rendah
selama kehamilan dan kelahiran dan juga dari berat lahir rendah

h. Sistem Endokrin

Perubahan endokrin dalam kehamilan sangat kompleks dan pemahaman


dari mereka tidak lengkap. Sudah jelas sekarang bahwa selama kehamilan,
jaringan rahim juga dapat menghasilkan banyak peptida dan steroid hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin di saat tidak hamil.Estrogen dalam
urin wanita hamil mengandung estron, estradiol, dan estriol. Ekskresi estron
meningkat 100 kali lipat, sedangkan ekskresi estriol meningkat 1000 kali
lipat. Ovarium mempunyai kontribusi minimal pada perkembangan plasenta
yangmana merupakan sumber utama estrogen pada kehamilan.

Progesteron disintesis dalam sinsitiotrofoblas pada awal kehamilan,


namun sampai 35-47 hari postovulation perlu dilengkapi dengan progesteron
dari korpus luteum. Sembilan puluh persen hormon ini disekresi ke sirkulasi
maternal, dengan sisa 10% yang disekresi ke sirkulasi janin. Produksi
progesteron plasenta akan meningkat sedikit demi sedikit selama kehamilan
sampai mencapai tingkat maksimal sekitar 38 minggu. Fungsi utama
progesteron adalah untuk menjaga ketenangan rahim tetapi juga memberikan

12
efek pada otot polos pembuluh darah dan saluran kencing serta
gastrointestinal.

2.1.3 Diagnosa Kehamilan

a. Tanda dan Gejala Kehamilan


Manifestasi kehamilan dapat dibagi menjadi :
1) Dugaan kehamilan (presumptive)
Umumnnya didasarkan pada gejala-gejala subyektif, perubahan-
perubahan yang dirasakan ibu sekama kehamilan, antara lain :
 Amenorea  Miksi yang sering
 Mual dan muntah  Konstipasi
 Mengidam  Pigmentasi kulit
 Pingsan  Varises
 Anoreksia  Epulis
 Fatique  Hipersalivasi
2) Kemungkinan kehamilan (probable)
Perubahan- perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa, bersifat
obyektif, namun berupa dugaan kehamilan saj, antara lain :
 Perut membesar  Tanda Piscaseck
 Uterus membesar  Teraba Ballotement
 Tanda Chadwicks  Braxton Hicks
 Tanda Goodel  Reaksi kehamilan (β- hCG)
 Tanda Hegar
3) Diagnosa pasti kehamilan (positive)
Tanda pasti kehamilan merupakan tanda-tanda obyektif yang
didapatkan pemeriksa dan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnose pada kehamilan. Yang termasuk tanda pasti kehamilan yaitu :
 Quickening (gerakan janin pertama kali
 Denyut jantung janin
 Teraba bagian-bagian janin
b. Diagnosis Banding Kehamilan
Suatu kehamilan kadang kala harus dibedakan dengan keadaan atau
penyakit yang menimbulakn leraguan dalam pemeriksaan.
1) Hamil Palsu (pseudocyesis / kehamilan spuria)

13
Gejala dapat sama dengan kehamilan, seperti amenorea, perut
membesar, mual, muntah, air susu keluar, namun pada pemeriksaan uterus
tidak membesar, tanda-tanda kehamilan lain negatif.
2) Mioma Uteri
Perut dan rahim membesar tetapi pada perabaan rahim terasa padat
kadang kala berbenjol-benjol serta tanda kehamilan negatif.
3) Kista Ovarium
Perut membesar,tetapi pada pemeriksaan dalam ukuran rahim teraba
normal. Reaksi kehamilan juga negatif.
4) Mola Hidatidosa
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan
yang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hamper seluruh vili
korialis mengalami perunahan berupa degenerasi hidropik. Pada awalnya
gejala pada kehamilan mola ini sama seperti kehamilan normal seperti
mual, muntah, pusing, namun lebih sering.

2.1.4 Tanda Bahaya dan Komplikasi dalam Kehamilan

1) Perdarahan Pervaginam

Perdarahan dapat terjadi pada setiap kehamilan yang dibagi menjadi


dua yaitu perdarahan pada kehamilan muda yang menandakan kemungkinan
abortus, kehamilan mola dan kehamilan ektopik, sedngakan perdarahan
pada kehamilan usia lanjut diatas 22 minggu menjadi pertanda adanya
plasenta previa dan solusio plasenta.

2) Sakit kepala hebat

Sakit kepla hebat merupakan salah satu ketidaknyamanan yang sering


terjadi pada ibu hamil. Biasanya diikuti dengan gejala tambahan seperti
lesu, lelah, tidak bersemangat, pucat, konjungtiva pucat yang dapat
mengindikasikan terjadinya anemia. Nyeri kepala pada masa kehamilan bisa
juga menjadi gejala preeklamsi diikuti dengan tekanan darah yang tinggi.

3) Pandangan kabur

Masalah visual yang mengidentifikasi keadaan mengancam jiwa


adalah perubahan visual ang mendadak misalnya pengelihatan kaburatau

14
berbayang-bayang, terdapat spot atau bintik-bintik. Hal ini disebabkan
karena adanya perubahan peredaran darah dalam pusat pengelihatan di
korteks atau di dalam retina.

4) Bengkak di wajah dan tangan

Bengkak atau edema ialah penimbunan cairan secara umum dan


berlebihan dalam jaringan tubuh. Edema pretibialyang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnosis preeklamsia. Edema bisa menjadi masalah yang serius
bila muncul pada muka dan angan, tidak hilang setelah beristirahat, bengkak
disertai dengan keluhan fisik lainnya, seperti sakit kepala.

5) Nyeri abdomen

Seorangwanita hamil mengalami nyeri perut dapat merupakan gejala


penyakit atau komplikasi yang fatal. Keadaan ini dapat terjadi pada
kahamilan muda kurang dari 22 minggu. Nyeri abdomen dapat
menunjukkan adanya kehamilan ektopik, preeklamsia, persalinan premature,
solusio plasenta, dan abortus.

6) Gerakan bayi kurang

Gerak janin pertama kali terjadi pada usia kehamilan 18-20 minggu pada
primigravida dan 16-18 minggu pada multigravida. Salah satu pedoman
yang dapat diterima untuk menghitung gerakan janin ialah 10 gerakan
dalam waktu 12 jam artinya jika janin bergerak kurang dari 10 kali dalam 12
jam maka ini menunjukkan adanya kelainan pada janin.

2.2 Konsep Dasar Hipertensi dalam Kehamilan


2.2.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 – 6
jam pada wanita yang sebelumnya normotensi (KEMENKES RI, 2013).
Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan
sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi
sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan

15
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg sebelum
umur kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo, 2011). Hipertensi kronik
adalah hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan
dan menetap setelah persalinan ( KEMENKES RI, 2013).
2.2.2 Etiologi
Hipertensi kronik dapat disebabkan primer : idiopatik 90% dan
sekunder 10% berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskuler kolagen,
endokrin dan pembuluh darah. Penyebab hipertensi dalam kehamilan
sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakann bahwa hal terseut
diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, faktor diet, tetapi ada juga
yang mengatakan disebabkan faktor keturunan dan lain sebagainya
( Kemenkes, 2013).
2.2.3 Diagnosis
1) Tekanan darah ≥140 mmHg
2) Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu
3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin
4) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The
National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu
klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan,
(NHBPEP, 2000) yaitu :
1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pascapersalinan.
2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.

16
3) Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tandatanda
reeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi
tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2011).
2.2.5 Faktor Resiko
Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki N et
al., 2010).:
1) Faktor maternal
a) Usia maternal

Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30
tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang
kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi
dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun (Manuaba
C, 2007)
b) Primigravida

Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan


pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas
paling aman adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N et al.,
2010).
c. Riwayat keluarga

Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal


tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi
dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012).

d. Riwayat hipertensi

17
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan (Manuaba, 2007).
e. Tingginya indeks massa tubuh

Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena


kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh
(Muflihan FA, 2012).

f. Gangguan ginjal

Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil
dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan
dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).

2) Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi
pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan
28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi
(Manuaba, 2007).
2.2.6 Pencegahan
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan
meliputi upaya nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya non farmakologi
meliputi edukasi, deteksi prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan
upaya farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis rendah dan
antioksidan (Cunningham G, 2013).
1) Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya

18
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus
dievaluasi pada masa postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai
kehamilan mendatang serta risiko kardiovaskular mereka pada masa yang
akan datang. Wanita yang mengalami preeklampsi-eklampsia lebih rentan
mengalami penyulit hipertensi pada kehamilan berikutnya (James R dan
Catherine N, 2004). Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang
memperberat kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita
berisiko tinggi dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam
kehamilan (Cunningham G, 2013).
2) Deteksi pranatal dini (skrinning)
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali
saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada
trimester ketiga. Kunjungan dapat ditambah tergantung pada
kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan secara rutin selama
kehamilan dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam
kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg)
sering dirawat inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk dievaluasi
keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun
pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan
tergantung pada sifat keluhan utama dan biasanya merupakan
bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap dengan
asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan rhesus menjadi
tiga tes dasar yang memberikan data objektif untuk evaluasi
sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi. Hal
tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan, urinalisis
menjadi pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini
pada preeklampsi (Cunningham G, 2013).
3) Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi
sebagai penyulit kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet
tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak

19
ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta
mencegah hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).
4) Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin
60 mg atau placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan
kejadian preeklampsi. Hal tersebut disebabkan karena supresi
selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak
terganggunya produksi prostasiklin (Cunningham G, 2013).
5) Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel
endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat
dalam pencegahan hipertensi kehamilan, terutama preeklampsi.
Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan E (Cunningham
G, 2013).
2.2.7 Penanganan
Tujuan pengelolaan hipertensi dalam kehamilan adalah
meminimalisiri mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat
hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat antihipertensi. Secara umum
ini mencegah hipertensi yang ringan menjadi lebih berat (pregnancy
aggravated hypertension) yang dapat dicapai dengan cara farmakologi atau
perubahan pola hidup : diet, merokok, alcohol dan substance abuse.
1) Anjurkan istirahat lebih banyak
2) Jika pasien sebelum gamil sudah mendapatkan obat antihipertensi dan
terkontrol baik, lanjutkan pengobatan tersebut.
3) Apabila tekanan diastolik ≥110 mmHg atau tekanan sistolik ≥160 mmHg,
berikan antihipertensi
a. Nifedipin ( dapat menyebabkan hipoperfusi ibu pada janin bila diberikan
sublingual
Dosis : 4 x (10-30 mg) per oral (short acting)
1 x (20-30 mg) per oral (long acting)
b. Nikardipin

20
Dosis : 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10 mg/jam
c. Metildopa
Dosis : 2 x (250-500 mg) per oral dengan dosis maksimum 2000 mg/hari

Antihipertensi golongan ACE inhibitor (kaptopril), ARB (valsartan), dan


klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.

4) Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari
usia kehamilan 20 minggu
5) Pantau kondisi ibu dan janin
6) Bila didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan kehamilan
normal, pertumbuhan janin normal, dan volume amnion normal, maka dapat
diteruskan smapai aterm. Bila terjadi komplikasi dan kesejahteraan janin
berambah buruk, maka segera diterminasi dengan induksi persalinan tanpa
memandang usia kehamilan. Secara umum persalinan diarahkan ke
pervaginam, termasuk hipertensi dengan superimposed preeklmapsia dan
hipertensi kronik yang tambah berat.
2.2.8 Dampak Hipertensi dalam Kehamilan
1. Dampak pada ibu
Bila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya dan
hipertensi dapat dikendalikan, maka hipertensi kronik tidak berpengaruh
buruk pada kemilannya, meski tetap beresiko terjadinya solusio plasenta
ataupun superimposed preeklampsia.
Hipertensi kronik yang diberatkan oleh kehamilan akan memberi
tanda kenaikan tekanan darah yang mendadak yang hasilnya disusul
proteinurin dan tekanan darah sistolik >200 mmHg dan distolik>130
mmHg dengan akibat segera terjadi oliguria dan gangguan ginjal
Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan ialah solusio plasenta
(resiko terjadi solusio plasenta 2-3 kali pada hipertensi kronik dan
superimposed preeklampsia.
2. Dampak pada janin
Dampak hipertensi pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau
fetal growth restriction, intra uteri growth restriction (IUGR). Insiden

21
fetal growth restrictionberbanding langsung dengan derajat hipertensi
yang disebabkan menurunnya perfusi uteroplasenta, sehingga
menimbulkan insufiensi plasenta. Dampak lain pada janin adalah
persalinan preterm.

2.3 Kehamilan Risiko Tinggi

2.3.1 Definisi

Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan dengan adanya


kondisi yang dapat menambah risiko terjadinya kelainan atau ancaman
bahaya pada janin. Pada kehamilan risiko tinggi terdapat tindakan khusus
terhadap ibu dan janin. Kesehatan atau bahkan kehidupan ibu dan janin
menjadi terancam bahaya akibat adanya gangguan kehamilan.

Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan patologi yang dapat


mempengaruhi keadaan ibu dan janin. Perlu adanya upaya promotif dan
preventif sampai dengan waktunya diambil sikap tegas dan cepat untuk
menyelamatkan ibu dan janinnya (Manuaba. 2006).

2.3.2 KSPR (Kartu Skor Pudji Rochjati)

Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) adalah kartu skor yang


digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga untuk
menemukan faktor risiko ibu hamil, yang selanjutnya mempermudah
pengenalan kondisi untuk mencegah terjadi komplikasi obstetrik pada saat
persalinan. KSPR disusun dengan format kombinasi antara checklist dari
kondisi ibu hamil / faktor risiko dengan system skor. Kartu skor ini
dikembangkan sebagai suatu tekologi sederhana, mudah, dapat diterima
dan cepat digunakan oleh tenaga non profesional. (Rochjati, 2003).

1) Fungsi dari KSPR adalah:

a. Melakukan skrining deteksi dini ibu hamil risiko tinggi.


b. Memantau kondisi ibu dan janin selama kehamilan.

22
c. Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman berencana
(Komunikasi Informasi Edukasi/KIE).
d. Mencatat dan melaporkan keadaan kehamilan, persalinan, nifas.
e. Validasi data mengenai perawatan ibu selama kehamilan, persalinan,
nifas dengan kondisi ibu dan bayinya.
f. Audit Maternal Perinatal (AMP)
Sistem skor memudahkan pengedukasian mengenai berat
ringannya faktor risiko kepada ibu hamil, suami, maupun keluarga.
Skor dengan nilai 2, 4, dan 8 merupakan bobot risiko dari tiap faktor
risiko. Sedangkan jumlah skor setiap kontak merupakan perkiraan
besar risiko persalinan dengan perencanaan pencegahan. Kelompok
risiko dibagi menjadi 3 yaitu:
 Kehamilan Risiko Rendah (KRR) : Skor 2(hijau)
 Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) : Skor 6-10 (kuning)
 Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) : Skor ≥ 12 (merah)

2) Terdapat 20 faktor risiko yang dibagi menjadi 3 kelompok faktor risiko pada
penilaian KSPR.

Masalah / Faktor Resiko Skor


KEL F.R NO.
Skor Awal Ibu Hamil 2

I 1 Terlalu muda hamil I ≤16 Tahun 4


(APGO) 2 Terlalu tua hamil I ≥35 Tahun 4

Terlalu lambat hamil I kawin ≥4 Tahun 4

3 Terlalu lama hamil lagi ≥10 Tahun 4

4 Terlalu cepat hamil lagi ≤ 2 Tahun 4

5 Terlalu banyak anak, 4 atau lebih 4

6 Terlalu tua umur ≥ 35 Tahun 4

7 Terlalu pendek ≥145 cm 4

8 Pernah gagal kehamilan 4

9 Pernah melahirkan dengan 4

23
a.terikan tang/vakum

b. uri dirogoh 4

c. diberi infus/transfuse 4

10 Pernah operasi sesar 8

II Penyakit pada ibu hamil


4
(AGO)       a. Kurang Darah      b. Malaria,

11       c. TBC Paru            d. Payah Jantung 4

      e. Kencing Manis (Diabetes) 4

      f. Penyakit Menular Seksual 4

12 Bengkak pada muka / tungkai dan tekanan darah tinggi. 4

13 Hamil kembar 4

14 Hydramnion 4

15 Bayi mati dalam kandungan 4

16 Kehamilan lebih bulan 4

17 Letak sungsang 8

18 Letak Lintang 8

III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8


(AGDO) 20 Preeklampsia/kejang-kejang 8

Penanganan kelompok berisiko seringkali mengalami kematian yang


berhubungan dengan pelayanan kesehatan, disebabkan oleh 3 (tiga) faktor
keterlambatan, yang dikenal dengan faktor ”3T” yaitu:

1) Terlambat mengambil keputusan untuk merujuk


2) Terlambat mencapai RS rujukan
3) Terlambat mendapatkan pertolongan di RS rujukan.

Upaya peningkatan aksesibilitas pelayanan kesehatan juga dilakukan


dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui paket
penempatan tenaga bidan dan polindes di berbagai pelosok pedesaan serta

24
tenaga dokter di daerah terpencil atau sangat terpencil. Sedangkan dari aspek
kualitas pelayanan, dilakukan melalui upaya peningkatan
kemampuan/kompetensi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan (PONED/PONEK), serta berbagai program intervensi lain
(Kemenkes RI, 2008).

2.3.3 Dampak Kehamilan Risiko Tinggi

Kehamilan risiko tinggi mendapatkan intervensi persalinan yang


berbeda dengan kehamilan risiko rendah. Hal ini pula dapat memicu
peningkatan kecemasan pada ibu maupun keluarga terhadap kondisi ibu, janin
atau faktor biaya persalinan. Kehamilan risiko tinggi berisiko mengalami
kelahiran bayi prematur, komplikasi dari hipertensi dalam kehamilan juga
berisiko mengakibatkan 8-15% terjadinya fetal growth restriction (IUGR),
12-34% berisiko terjadinya prematur, 2 kali lebih berisiko mengalami
placenta abruption dan kematian perinatal. Ibu juga 2-4 kali berisiko
mengalami komplikasi lainnya yang diakibatkan hipertensi kehamilan. Peran
determinan kematian ibu sebagai keadaan atau kondisi yang melatarbelakangi
dan menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung dari kematian ibu
(Prawirohardjo, 2010). Kematian ibu dapat terjadi sebagai akibat langsung
dari komplikasi yang berkembang pada kehamilan, persalinan atau faktor
postpartum. Namun tidak menutup kemungkina bahwa masih banyak faktor
penyebab tidak langsung kematian ibu terkait dengan faktor akses, sosial
budaya, pendidikan, dan ekonomi (Hidayah dkk, 2018).

2.4 Kehamilan dengan Parut Uterus/Bekas Sectio Caesarea

2.4.1 Definisi

Kehamilan dengan parut uterus adalah kehamilan pada pasien yang pernah
mengalami seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami
operasi pada dinding rahim (misalnya miomektomi) (Kemenkes Ri, 2013).

2.4.2 Diagnosis

Kehamilan dengan parut uterus diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang menunjukkan adanya luka parut di abdomen bawah. Parut uterus

25
biasanya didapat dari bekas seksio sesarea, miomektomi, atau ruptura uteri
(Kemenkes Ri, 2013).

2.4.3 Indikasi dilakukan SC

Sebagian besar indikasi bedah sesar bersifat relatif dan bergantung pada
penilaian penolong, Indikasi paling umum untuk bedah sesar primer (pertama)
adalah kegagalan proses persalinan (Norwitz, 2008).

Absolut Relatif

Bedah sesar elektif


Induksi persalinan gagal
berulang
Ibu Distosia persalinan
PEB, Penyakit Jantung,
Disproporsi Sefalopelvik
Diabetes, Kanker Serviks

Sesar Klasik (bedah uterus Riwayat bedah uterus


sebelumnya) sebelumnya (miomektomi
Riwayat rupture uterus dengan ketebalan penuh)
Uteroplasenta
Obstruksi jalan lahir Presentasi funik (tali
Plasenta previa, abruption pusat) pada saat
plasenta berukuran besar persalinan

Gawat janin/hasil
Malpresentasi janin
pemeriksaan janin yang
(sungsang, presentasi alis,
tidak
presentasi gabungan)
Janin meyakinkan
Makrosomia
Prolaps tali pusat
Kelainan janin
Malpresentasi janin (post
(hidrosefalus)
melintang)

(Norwitz, 2008).

2.4.4 Tatalaksana
a. Keputusan cara persalinan pada pasien dengan riwayat parut uterus
disetujui oleh pasien dan dokternya sebelum waktu persalinan yang
diperkirakan/ditentukan (ideal pada usia kehamilan 36 minggu).

b. Persalinan pervaginam (vaginal birth after cesarean section, VBAC)


pada kehamilan dengan parut uterus dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
bila hal-hal berikut ini dipenuhi:

1) Hanya pernah 1 (satu) kali seksio sesarea transversal pada


segmen bawah, tanpa komplikasi

26
2) Presentasi janin verteks normal

3) Tidak ada kecurigaan disproporsi sefalopelvik

4) Ada fasilitas untuk seksio sesarea darurat

c. Kontraindikasi VBAC meliputi:

1) Pasien dengan riwayat seksio sesarea klasik atau inverted T

2) Pasien dengan riwayat histerotomi atau miomektomi yang


menembus kavum uteri

3) Pasien dengan riwayat insisi pada uterus selain dari seksio


sesarea transversal pada segmen bawah tanpa komplikasi (harus
dilakukan penilaian lengkap mengenai riwayat operasi sebelumnya
oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi)

4) Pasien dengan riwayat dua kali seksio sesarea transversal


pada segmen bawah tanpa komplikasi (harus diberikan informasi
yang lengkap oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi)

5) Riwayat ruptura uteri atau bila risiko ruptura berulang tidak


diketahui

6) Tiga kali atau lebih riwayat seksio sesarea

7) Penyembuhan luka yang tidak baik pada seksio sesarea yang lalu

8) Tipe insisi pada operasi sebelumnya tidak diketahui

d. Konseling antenatal harus didokumentasikan dalam rekam medis.

e. Ketika dilakukan VBAC, pantau ibu dengan partograf dan awasi


secara ketat. Segera lakukan seksio sesarea jika didapati kondisi berikut:

1) Persalinan melampaui garis waspada dan dicurigai adanya


obstruksi atau disproporsi pelvik

2) Ada tanda-tanda ruptura uteri: perdarahan, denyut nadi


>100x/menit, nyeri menetap di abdomen dan/atau suprapubik, serta
gawat janin.

27
f. Pada seksio sesarea, sedapat mungkin lakukan insisi pada segmen bawah
rahim kecuali tidak memungkinkan karena adanya perlengketan segmen
bawah rahim, segmen bawah rahim belum terbentuk, gawat janin, atau
plasenta previa (Kemenkes Ri, 2013).

2.4.5 Komplikasi
1) Jangka Pendek
A. Infeksi
Infeksi pasca operasi SC paling sering disebabkan oleh
endometritis, infeksi luka bekas operasi, dan tromboflebitis akibat akses
intravena. Pemberian profilaksis antibiotik serta teknik operasi yang baik
dapat mengurangi infeksi pasca partum pada SC. Infeksi juga dapat terjadi
akibat pemasangan kateter (Field A and Haloob R, 2016).
B. Sepsis
Pasien yang mengalami infeksi pasca SC juga berisiko mengalami
sepsis. Sepsis terjadi pada 6.8%-9.7% pasien dengan luka operasi
terinfeksi dan 3.9-18.4% pada pasien endometritis pasca operasi.
Pemberian antibiotik, drainasi, laparotomi ulang, serta eksloprasi luka
dapat dilakukan untuk menangani sepsis pasca SC (Field A and Haloob R,
2016).
C. Perdarahan
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi SC yang paling
sering terjadi. Perdarahan dapat terjadi secara langsung ataupun
lambat/delayed. Faktor risiko perdarahan pasca SC antara lain adalah:
plasenta previa, distosia, perdarahan antepartum, fibroid uterus, obesitas,
pemakaian anestesi umum. Perdarahan umumnya disebabkan karena
atonia uteri, trauma jaringan, trauma kandung kemih, gangguan koagulasi,
atau masalah plasenta. Penanganan akan sangat bergantung dari etiologi
perdarahan (Field A and Haloob R, 2016)
D. Gangguan Traktus Urinarius
Masalah traktus urinarius yang paling sering terjadi adalah trauma
kandung kemih atau trauma ureter. Hal ini cukup jarang terjadi, tetapi
dapat berakibat fatal. Teknik operasi yang baik dapat mengurangi insidensi

28
terjadinya gangguan traktus urinarius pasca SC. Pemasangan kateter juga
dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti inkontinensia, retensio,
infeksi, hematuria, dan sebagainya (Field A and Haloob R, 2016).

E. Thromboemboli
Tromboemboli, terutama deep vein thrombosis (DVT) dapat terjadi pasca
SC. Risiko TVD lebih tinggi 4x lipat pada SC dibandingkan persalinan per
vaginam (Field A and Haloob R, 2016).
F. Disrupsi Luka
Disrupsi luka / gagal menutup dapat terjadi pasca SC, terutama pada
wanita dengan obesitas, diabetes, insisi vertikal, dan riwayat disrupsi luka.
Disrupsi luka juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka operasi
(Field A and Haloob R, 2016).
2) Jangka Panjang
A. Ruptur uteri
Pada riwayat persalinan dengan SC baik section cecarean
emergency ataupun sectio caecarean elektif disarankan untuk melahirkan
pada fasilitas kebidanan yang dikepalai seorang konsultan atau obsgin
dikarenakan ini menjadi salah satu faktor resiko perdarahan pasca
persalinan pada persalinan berikutnya. (Rifayani, 2012), dan kemungkinan
ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang (Mochtar, 2011).
B. Plasenta Abnormal
Wanita yang menjalani SC memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami plasenta previa, plasenta akreta, dan solusio plasenta pada
kehamilan berikutnya. Plasenta previa merupakan komplikasi yang paling
sering dengan peningkatan risiko sekitar 3-4x lebih sering (Berghella,
2018).
C. Adhesi
Adhesi merupakan komplikasi SC yang paling sering terjadi. Risiko
seorang wanita mengalami adhesi meningkat seiring dengan bertambahnya

29
operasi SC. Prevalensi adhesi pada SC kedua adalah 12-46% dan pada SC
ketiga adalah 26-75% (Field A and Haloob R, 2016).
2.4.6 Meminimalkan risiko
Pada beberapa kasus, adakalanya SC perlu dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa, namun adanya kemungkinan SC dapat di hindari
dengan memberdayakan ibu sejak masa kehamilan bahkan melakukan
perubahan kecil dan membawa beberapa perbaikan, mungkin secara
bertahap beberapa atau lebih banyak lagi operasi dapat dicegah atau
dihindari. Ibu yang sebelumnya BSC dapat memiliki peluang untuk
melahirkan secara pervaginam apabila syarat VBAC dapat terpenuhi
(RCOG, 2015).
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan ibu untuk meminimalkan komplikasi
selama kehamilan dan persalinan :
1) Mengetahui risiko dan keadaan bayi dan ibu sehingga ibu bisa lebih
mawas diri. Ibu memahami apabila terjadi penyulit kehamilan dan bahaya
kehamilan.
2) ANC terpadu
3) Menjaga BMI dalam batas normal (tidak lebih dari 30 kg/m2) dengan
penambahan berat badan selama kehamilan sesuai dengan BMI ibu
4) Usia aman untuk hamil (20-30 tahun)
5) Jarak kehamilan sebelumnya dan sekarang ≥2 tahun
6) Melakukan USG untuk mengetahui berat janin, usia kehamilan, dan
kemungkinan adanya plasenta previa atau plasenta akreta yang berisiko
untuk persalinan normal.
7) Mengkonsumsi makanan yang bergizi (sayuran kaya fe, untuk
menghindari anemia, kaya asam folat dan protein).
2.5 Konsep Asuhan Kebidanan pada Kehamilan dengan Hipertensi Kronik

2.5.1 Pengkajian

1) Data Subjektif

A. Umur
Menurut Spellacy yang dikutip Cunningham (2007) insiden
hipertensi karena kehamilan meningkat 3 kali lipat pada wanita diatas 40

30
tahun dibandingkan dengan wanita yang berusia 20 - 30 tahun. Menurut
Robillard et al, 1994 dalam Fraser (2009), preeklampsia juga seringkali
terjadi pada kehamilan pertama, terutama pada ibu yang berusia belasan
tahun.

B. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Imaroh, dkk (2017) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian hipertensi
kehamilan pada ibu hamil. Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku,
sehinggga latar belakang pendidikan yang sangat mendasar untuk motivasi
seseorang dalam terhadap perilaku kesehatan dan referensi belajar
seseorang.
C. Pekerjaan
Ibu yang bekerja berisiko 7,6 kali lebih besar untuk mengalami
kejadian hipertensi kehamilan daripada ibu hamil dengan tidak bekerja
( Imaroh dkk, 2017). Pekerjaan juga menentukan status ekonomi pasien.
Status ekonomi berhubungan dengan kemampuan membiayai perawatan
kesehatan sebagaimana mestinya dan pemenuhan asupan gizi (Saifuddin,
dkk, 2010).
D. Keluhan
Keluhan pada umumnya diantaranya sakit kepala parah, Pusing,
Penglihatan buram, Mual, Detak jantung tak teratur dan Kelelahan.
Keluhan yang dirasakan ibu menjadi dasar dalam memberikan asuhan dan
penatalsanaan yang sesuai. Penting pula dikaji terkait adanya
superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik, tanda-tanda
preeklampsia seperti edema, nyeri epigastrum, nyeri kepala hebat, dan
pemeriksaan protein urin.
E. Riwayat Menstruasi

31
HPHT perlu dikaji untuk menentukan usia kehamilan ibu. Apabila
kondisi ibu dan janin baik dapat ditunggu hingga aterm (>37 minggu
kehamilan) (KEMENKES RI, 2013). Dapat dilakukan terminasi
kehamilan (persalinan preterm) apabila tejadi gawat janin atau kondisi
yang membahayakan ibu (KEMENKES RI, 2013).
F. Kehamilan ini
Pada ibu dengan riwayat hipertensi penting dilakukan skrining
preeclampsia sedini mungkin (12-28 minggu kehamilan), karena risiko
preeklampsia meningkat pada ibu dengan hipertensi.

G. Riwayat Obstetri yang Lalu


Paritas pertama berhubungan dengan kurangnya pengalaman dan
pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan, paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman, paritas satu dan paritas lebih dari 3 merupakan paritas
brisiko karena sudah mengalami penurunan alat reproduksi, wanita hamil
yang baru menjadi ibu atau dengan pasangan baru mempunyai risiko 6
sampai 8 kali lebih mudah terkena hipertensi. The new England journal of
medicine mencatat bahwa kehamilan pertama risiko terjadi hipertensi 3,9,
kehamilan kedua 1,7% dan kehamilan ketiga 1,8% (Oktaviani, 2017).
Anath dan Basso (2009) dalam Cunningham (2012) melaporkan
bahwa risiko lahir mati lebih tinggi pada perempuan multipara yang
mengidap hipertensi dibandingkan dengan nulipara yang mengidap
penyakit serupa.
H. Riwayat Alat Kontrasepsi
Adanya hubungan riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal
dengan kejadian hipertensi. Alat kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi (hipertensi) pada kurang lebih 4 – 5 % perempuan
yang tekanan darahnya normal sebelum mengkonsumsi obat tersebut
(Paul, dkk 2012).
I. Riwayat kesehatan/penyakit yang pernah/sedang diderita
Faktor riwayat hipertensi mempunyai risiko 4 kali terjadi
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak ada riwayat

32
hipertensi. Tekanan darah tinggi pada ibu hamil menimbulkan dampak
yang beragam, mulai dari superimposed preeclampsia hingga
preeklampsia. Semua penyakit hipertensi kronis, apapun penyebabnya,
meningkatkan risiko timbulnya preeklampsia dan eklampsia yang
bertumpang tindih dengan hipertensi kronis (Cunningham, 2012).
J. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi keluarga
dengan kejadian hipertensi. ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi
keluarga berisiko 5,9 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi pada
kehamilan dibanding ibu hamil yang tidak memiliki hipertensi keluarga
( Imaroh dkk, 2017)..
K. Pola Fungsional Kesehatan
1. Nutrisi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi, seperti
kalsium, berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
preeklampsia/eklampsia (Saifuddin, dkk, 2010).
2. Istirahat
Otak dan sistem tubuh dapat bekerja dalam tingkat berbeda dalam
melakukan suatu aktivitas. Tubuh memerlukan istirahat yang cukup,
artinya tidak kurang dan lebih. Ketidakseimbangan istirahat/tidur,
misalnya kurang istirahat, dapat menyebabkan tubuh mudah terserang
penyakit. Tidur/istirahat pada malam hari sangat baik dilakukan sekitar
7- 8 jam dan istirahat siang sekitar 2 jam (Latifah, dkk, 2002a).
Menurut Widyaningsih (2008), seseorang yang tidur kurang dari 6 jam
memiliki risiko 18% lebih tinggi terkena sumbatan arteri daripada yang
cukup tidur/istirahat.
3. Kebiasaan
Berdasarkan hasil penelitian Larosa (2015) menyatakan bahwa
kebiasaan merokok atau terpapar asap rook lebih berisiko terkena
hipertensi dan hipertensi sebelum hamil yang dapat memicu terjadinya
preeklampsia (Cunningham, 2012).
L. Riwayat psikologis, sosial, dan budaya

33
1. Perkawinan
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami sebelumnya. Kejadian tersebut berhubungan dengan
respon imunologik antara ibu dan janin (genetik ayah yang terdapat
pada janin) (Saifuddin, 2010).
2. Psikologis
Keadaan emosional atau psikologi yang tidak stabil/buruk akan
berpengaruh terhadap proses kehamilan, persalinan dan nifas (Rohani,
2011). Pada ibu hamil yang stress diduga dapat meningkatkan tekanan
darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Stres adalah yang kita
rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi
atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan
efektif.

2) Data Objektif

A. Pemeriksaan Umum

1) Keadaan umum
Dapat baik atau lemah sesuai dengan tingkat hipertensi atau adanya
penyulit atau komplikasi pada ibu yang dapat memperparah kondisi ibu.
2) Tanda – tanda Vital

a. Tekanan darah

Hipertensi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg)

Hipertensi berat (tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg)

b. Nadi
Pengaruh dari tekanan darah tinggi, nadi menjadi lebih cepat sekitar 80-
100 x/menit,jika terjadi syok ataupun komplikasi, nadi menjadi lebih
cepat, melemah, bahkan tidak teratur (Nugroho, 2012).
3) Antopometri

34
Berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui IMT atau status
gizi. Ibu dengan overweight (IMT >25 kg/m2) atau Obesitas merupakan
salah satu faktor risiko hipertensi kehamilan. Menurut penelitian
Quedarusman (2013) menyatakan bahwa ibu hamil yang masuk
kelompok obesitas memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk menderita
preeklampsia saat hamil dibandingkan dengan ibu hamil yang
underweight dan normal. Seseorang individu yang obesitas berisiko 4,02
kali menderita hipertensi dibandingkan dengan individu yang tidak
obesitas.

B. Pemeriksaan Fisik

1) Muka

Adanya risiko superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik sehingga


perlu di kaji adakah tanda-tanda preeklampsia, seperti edema pada wajah.

8) Dada
Pada pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan kondisi ketika jantung
berdenyut terlalu cepat dan tidak beraturan. Pada hipertensi kronik, ibu
dapat merasakan jantung berdebar (palpitasi). Hal ini merupakan adaptasi
otot jantung terhadap peningkatan beban kerja jantung (Noerhadi, 2008).
9) Abdomen
Pemerikasaan leopold dilakukan seperti biasa:
Leopold I : TFU bisa sesuai UK bisa lebih besar atau lebih kecil.
Bagian yang terdapat di fundus bisa kepala, bokong, atau kosong.
Hiperplasentosis, misalnya kehamilan multiple, bayi besar dapat
meningkatkan risiko preeclampsia dalam kehamilan sehingga didapatkan
TFU yang lebih besar. Aliran utero-plasenta yang terhambat dapat
menyebabkan IUGR sehingga didapatkan TFU yang lebih kecil
(KEMENKES RI, 2013).
Leopold II : bisa teraba bagian kepala, bokong atau punggung ataupun
bagian kecil janin

35
Leopold III : bisa teraba bokong, kepala atau kosong. Bisa digoyangkan
ataupun tidak bisa digoyangkan
Leopold IV : bisa konvergen / divergen
DJJ menunjukan kesejahteraan janin, normalnya 120 – 160 x/menit, jika <
120 atau > 160 x /menit merukan pertanda fetal distress atau gawat janin
dan harapan hidup masih tinggi. Maka harus segera dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria, namun apabila kemungkinan hidup kecil maka
terminasi secara pervaginam (Saifuddin, dkk, 2010).
10) Ekstremitas
Dapat ditemukan edema pada ekstremitas atas atau bawah pada ibu
dengan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik.

C. Pemeriksaan Penunjang

1) USG

Untuk menilai apakah ada hiperplasentosis misalnya mola


hidatidosa, kehamilan multiple, hidrops fetalis, bayi besar , intrauterine
growth retardation (IUGR) dan cardiotocography (CTG) untuk menilai
adanya gawat janin.

2) Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien dengan hipertensi kronis, pemeriksaan laboratorium


tersebut sudah dapat dilakukan sejak trimester awal kehamilan untuk
dijadikan nilai pembanding jika ke depannya ia mengalami pre-eklampsia
(superimposed pre-eclampsia). Pada pre-eklampsia harus ditemukan nilai
protein urin dipstick ≥1+ atau ≥300 mg pada spesimen urin 24 jam. 
Khusus untuk kecurigaan ke arah Sindrom HELLP (haemolysis, elevated
liver enzyme, low platelet count), pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan adalah DPL (untuk menilai apakah terdapat trombositopenia),
enzim liver (SGOT, SGPT, dan LDH), PT/INR/aPTT, fibrinogen, D-
Dimer, bilirubin, haptoglobin. Nilai abnromal pada LDH, fibrinogen, D-
Dimer, bilirubin dan haptoglobin menunjukan tanda-tanda hemolisis dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).

2.4.2 Identifikasi diagnosa, masalah, dan kebutuhan

36
Setelah didapatkan data subjektif dan data objektif, maka dapat
diidentifikasikan diagnosis, masalah, diagnosis/masalah potensial, dan
kebutuhannya berdasarkan hasil analisis yang sesuai sebagai berikut:
1) Diagnosa kebidanan
G... P... / UK….minggu / tunggal atau gemelli / hidup atau IUFD /
intrauterin/ presentasi kepala, Presentasi bokong, atau letak lintang / kesan
jalan lahir normal / CPD, KU ibu dan janin baik sampai lemas dengan
hipertensi kronis atau hipertensi kronis superimposed preeclampsia.
Masalah : yang dapat terjadi pada ibu hamil biasanya ketidaknyamanan
akibat penyakitnya seperti mual, pusing, dan lain sebagainya.
2) Kebutuhan disesuaikan dengan masalah dan diagnosa.
Hal tersebut harus didukung oleh data dasar (subjektif ataupun
objektif). Tindakan atau asuhan apa yang akan diberikan kepada ibu
bersalin dengan hipertensi kronis atau Hipertensi Kronis Superimposed
preeclampsia sesuai dengan wewenang bidan

2.4.3 Antisipasi dan masalah potensial

Mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial sesuai dengan


diagnosa dan masalah yang sudah diidentifikasi. Pada kasus hipertensi
kronik, maka diagnosa potensial yang dapat terjadi superimposed
preeclampsia, preeclampsia, impending eclampsia, eklampsia, fetal
distress, IUFD (Prawirohardjo, 2016).
2.4.4 Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada kasus ibu hamil dengan hipertensi, tindakan segera yang
dilakukan diantaranya dengan melakukan stabilisasi, pemantauan kondisi
janin dan ibu, dan pemantaun TTV (tanda-tanda syok).
2.4.5 Perencanaan asuhan yang menyeluruh
1. Beritahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
R/ ibu dan kelurga mengerti dan mengetahui tentang kondisi ibu dan
janin.
2. Jelaskan penyebab keluhan dan berikan tatalaksana sesuai dengan
keluhan ibu
R/ ibu dan kelurga mengerti dan mampu mengatasi penyebab keluhan

37
3. HE nutrisi, anjurkan ibu untuk diet garam, mengkonsumsi buah dan
sayur-sayuran.
R/ memastikan hipertensi ibu stabil selama kehamilan dengan menjaga
pola makan
4. HE istirahat, anjurkan ibu untuk lebih banyak istirahat dan tidak terlalu
banyak pikiran
R/ untuk menghindari stress yang dapat memperparah atau menaikkan
tekanan darah ibu
5. Jelaskan tanda bahaya kehamilan
R/ ibu dan keluarga mampu mengenali secara dini tanda bahaya
kehamilan
6. Kolaborasi dengan SpOG dalam pemberian terapi yang tepat
Berikan antihipertensi pada hipertensi berat (≥160/110 mmHg)
R/ menstabilkan tekanan darah ibu
a. Nifedipin ( dapat menyebabkan hipoperfusi ibu pada janin bila diberikan
sublingual
Dosis : 4 x (10-30 mg) per oral (short acting)
1x (20-30 mg) per oral (long acting)
b. Nikardipin
Dosis : 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10 mg/jam
c. Metildopa
Dosis : 2 x (250-500 mg) per oral dengan dosis maksimum 2000 mg/hari

Antihipertensi golongan ACE inhibitor (kaptopril), ARB (valsartan), dan


klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.

7. Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai


dari usia kehamilan 20 minggu
R/ mencegah terjadinya superimposed preeklampsia
8. Pantau kondisi ibu dan janin
Bila didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan
kehamilan normal, pertumbuhan janin normal, dan volume amnion
normal, maka dapat diteruskan smapai aterm. Bila terjadi komplikasi dan

38
kesejahteraan janin berambah buruk, maka segera diterminasi dengan
induksi persalinan tanpa memandang usia kehamilan. Secara umum
persalinan diarahkan ke pervaginam, termasuk hipertensi dengan
superimposed preeklampsia dan hipertensi kronik yang tambah berat.
R/ deteksi dini keadaan yang dapat memperburuk kondisi ibu atau janin.
2.4.6 Penatalaksanaan asuhan yang menyeluruh
Melaksanakan rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah sebelumnya, langkah 5, yakni perencanaan asuhan
yang menyeluruh dengan menyesuaikan kondisi ibu, hal ini dikarenakan
adanya keberagaman kebutuhan dan kondisi masing-masing ibu.
2.4.7 Evaluasi pelaksanaan asuhan
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang diberikan
kepada pasien, mengacu pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Tujuan asuhan kebidanan
b. Efektivitas tindakan untuk mengatasi masalah yakni seberapa efektif
dalam pemenuhan kebutuhan bantuan
c. Hasil asuhan, bentuk nyata perubahan kondisi, respon pasien dan
keluarga
Evaluasi tahap akhir manajemen kebidanan. Selanjutnya
pendokumentasian dituliskan dalam bentuk SOAP yakni :
S (Subjektif) : data dari pasien (riwayat, biodata)
O (Objektif) : hasil pemeriksaan umum, fisik, maupun penunjang.
A (Analisis) : kesimpulan dari data subjektif dan objektif berupa diagnosis,
masalah, dan diagnosa dan masalah potensial jika terdapat data-data yang
mendukung.
P (Penatalaksanaan) : pelaksanaan dari perencanaan asuhan kebidanan
patologi dengan kolaborasi.

39
BAB 3

TINJAUAN KASUS
No. RM : 846xxx
Tanggal/Jam pengkajian : 29 Oktober 2019, Jam 08.50 WIB
Tempat pengkajian : Poli Hamil RSU Haji Surabaya
Oleh : Yuriske Agnovianto
3.1 Data Subyektif
1. Identitas
Nama Ibu : Ny. P Nama Suami : Tn. A
Umur : 37 th Umur : 38 th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Manyar sabrangan, surabaya
2. Alasan Kunjungan
Kontrol hamil, rujukan dari puskesmas karena tensi tinggi
3. Keluhan
Kadang-kadang pusing
4. Riwayat Menstruasi
HPHT : lupa HPL : 14-04-2020 (USG)
Siklus : tidak teratur Lama : 5 – 7 hari
5. Riwayat Obstetri Lalu
Kehamilan Persalinan Bayi/Anak Nifas KB Ket
Anak
Suami UK Pnylt Penl. Jenis Tmpt Pnylt Seks BB (gr) H M Pnylt ASI
ke

suntik 3
prolong bulan
1 1 9 bulan KPP Dokter SC RS P 3000 6 th - - 2 tahun -
laten suntik 1
bulan

2 HAMIL INI
6. Riwayat Kehamilan Sekarang
Saat ini kunjungan pertama ibu kontrol hamil di Poli Hamil RSU Haji. Ibu
melakukan test kencing di PMB. Setelah tes kencing dengan hasil positif

40
ibu disarankan untuk kontrol di puskesmas karena tensi tinggi. Ibu
mengeluh mual pada minggu awal kehamilan. Saat kontrol pertama di
puskesmas, ibu dilakukan pemeriksaan laborat dan mendapat terapi
kalsium, vit. B dan vit.C. Pada saat kontrol kedua,ibu diberi terapi aspilet
dan methyldopa. Saat kontrol ketiga, ibu dirujuk ke poli hamil RS Haji
karena ibu memiliki hipertensi kronik dan BSC, usia ≥35 tahun dan
hipertensi kronik. Ibu menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Ibu
rutin kontrol hipertensi di dokter (hipertensi terkontrol) dengan terapi obat
amlodipin.
7. Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu sampai sekarang. Ibu
kontrol rutin ke dokter dan mengkonsumsi obat amlodipin jika tekanan
darahnya tinggi. Pada kehamilan ini, ibu mendapat terapi obat methyldopa.
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu kandung pasien menderita hipertensi dan diabetes mellitus. Tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat kembar, asma dan cacat bawaan.
9. Pola Fungsional Kesehatan
a. Nutrisi : Nafsu makan meningkat, makan 3 kali sehari dengan
porsi nasi sedang, lauk pauk dan sayur lebih banyak. Mengkonsumsi
buah-buahan. Minum air putih kurang lebih 2 liter per hari.
b. Eliminasi : BAK dalam sehari 6x/hari, berwarna kuning jernih. BAB
1x/hari.
c. Istirahat : Tidak tidur siang, tidur malam ± 7 jam.
d. Aktifitas : pekerjaan rumah dibantu suami dan ibu kandung. Ibu
bekerja ± 8 jam. Jarang melakukan olahraga.
e. Personal hygiene : ibu mandi dan ganti celana dalam 2x sehari. Ibu
selalu mengeringkan kemaluan dengan tisu setelah BAK dan BAB
sebelum memakai celana dalam lagi.
10. Riwayat Kontrasepsi
Suntik 3 bulan selama ± 4 tahun, kemudian ganti suntik 1 bulan selama ± 1
tahun. Selama menggunakan suntik 3 bulan ibu mengalami amenore. Saat
menggunakan suntik 1 bulan, ibu mengalami haid namun tidak teratur.

41
Sudah 10 bulan ibu tidak menggunakan kontrasepsi karena merencanakan
kehamilan.
11. Riwayat Pernikahan
Menikah 1x, lamanya 7 tahun
12. Riwayat Psikososial budaya
Ibu dan keluarga sangat senang dan menerima kehamilan saat ini. Suami
tidak merokok. Tidak pernah pijat perut maupun minum jamu selama
hamil ini. Selain itu tidak ada budaya di keluarga atau masyarakat yang
mempengaruhi atau merugikan kehamilan ibu.
3.2 Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Antropometri
TB : 153 cm
BB sebelum hamil : 50 kg IMT sebelum hamil : 21,35 kg/m2
BB sekarang : 51 kg IMT sekarang : 21,78 kg/m2

 Tanda-tanda Vital
TD : 140/100 mmHg, Nadi :80 x/menit , RR : 18 x/menit
MAP : 113,3 mmHg
 KSPR (skor awal ibu hamil + hipertensi + usia ibu ≥35 + BSC) 
2+4+4+8= 18 KRST (kelompok risiko sangat tinggi)
2. Pemeriksaan Fisik
 Muka : tidak pucat, tidak oedem, konjungtiva merah muda, sklera
putih (tidak ikterik).
 Abdomen : terdapat bekas operasi.
Leopold I : TFU pertengahan simfisis-pusat, teraba balotemen
 Ekstremitas : tangan dan kaki tidak ada odema
3. Pemeriksaan Penunjang
 Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 September 2019
Hb : 13,7
Protein urin : +1
HbsAg : Non Reaktif

42
PITC : Non Reaktif
Sifilis : Non Reaktif
 USG (tanggal 29-10-2019)
THIU, DJJ (+), UK : 16 minggu
BPD=3,4 cm ; AC=11cm ; FL=2,2 cm
AFI cukup, plasenta corpus anterior grade 2, EFW : 1680 gram
3.3 Analisa

G2P1001 UK 16 minggu THIU + HT kronik + BSC + Usia ≥ 35 tahun

3.4 Penatalaksanaan

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan diberikan,


e/Ibu mengerti mengenai kondisinya.
2. Memberikan KIE

 Resiko ibu hamil dengan hipertensi kronik (hipertensi kronik secara


signifikan meningkatkan resiko terkena preeklamsia, preeklamsia
akan mengganggu kesehatan ibu dan janin yang dikandung seperti
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin)
 Nutrisi untuk ibu dengan hipertensi (makanan yang rendah garam,
banyak mengkonsumsi sayur hijau, mentimun, daun seledri untuk
membantu menurunkan tekanan darah)
 Tanda bahaya kehamilan (nyeri kepala hebat, pandangan mata kabur,
kaki tangan wajah bengkak, perdarahan pervaginam, keluar air
ketuban sebelum waktunya, janin dirasa kurang bergerak)
 Aktifitas fisik, seperti olahraga jalan-jalan pagi untuk melancarkan
peredaran darah.
e/Ibu memahami

3. Melakukan kolaborasi dengan SpOG, advise dokter:


- USG
- Terapi oral : Aspilet 80mg setiap 24 jam, diminum sebelum tidur
malam
Methyldopa 250mg setiap 12 jam
e/ ibu mengerti dan bersedia meminum obat

43
4. Menyepakati kontrol ulang lagi 1 bulan lagi, 29 November 2019.
e/ibu bersedia kontrol lagi.

BAB 4
PEMBAHASAN

Pengkajian kasus Ny P dilakukan berdasarkan data – data yang fokus


untuk menegakkan diagnosa dan masalah. Faktor risiko hipertensi kronik pada
kehamilan Ny P adalah usia ≥ 35 tahun, memiliki riwayat hipertensi, faktor
genetik dari keluarga yang memiliki hipertensi, dan wanita karir (pekerja).

Dari data subjektif yang merupakan pengkajian melalui anamnesa


ditemukan bahwa usia Ny P saat ini adalah 37 tahun, yang merupakan faktor
risiko terjadinya penyulit selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Usia yang
berisiko (>35 tahun) mengalami penurunan fungsi, sehingga menyebabkan invasi
trofoblas yang tidak sempurna memicu terjadinya kegagalan remodelling arteri
spiralis (Agudelo et al, 2011). Bila terjadi iskemia, maka pembentukan substansi
dalam sel endotelial terganggu (disfungsi sel endotel) yang akan memicu
pelepasan agen vasokonstriksi. Pelepasan tersebut menyebabkan terjadinya
vasospasme generalisata yang berimbas pada perfusi darah yang buruk ke jaringan
dan organ (malperfusi) (Wylie dan Bryce, 2010).

Ny P memiliki riwayat hipertensi sejak satu tahun yang lalu. Menurut


Sarwono dalam buku Ilmu kebidanan (2011), diagnosis hipertensi kronis ialah
bila di dapatkan hipertensi yang telah timbul sebelum kehamilan, atau timbul
hipertensi < 20 minggu umur kehamilan. Faktor riwayat hipertensi mempunyai
risiko 4 kali terjadi preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak ada
riwayat hipertensi. Tekanan darah tinggi pada ibu hamil menimbulkan dampak
yang beragam, mulai dari superimposed preeclampsia hingga preeklampsia.
Semua penyakit hipertensi kronis, apapun penyebabnya, meningkatkan risiko
timbulnya preeklampsia dan eklampsia yang bertumpang tindih dengan hipertensi
kronis (Cunningham, 2012). Sehingga penting dilakukan skrinning preeklampsia
sedini mungkin (12-28 minggu kehamilan) (Penakib, 2016).

44
Ny P memiliki faktor genetik atau faktor keturunan dari keluarga yang
memiliki hipertensi. Ibu kandung Ny P menderita hipertensi sejak kurang lebih 15
tahun ini. Ada hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi keluarga
dengan kejadian hipertensi. ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi keluarga
berisiko 5,9 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi pada kehamilan
dibanding ibu hamil yang tidak memiliki hipertensi keluarga (Imaroh dkk, 2017).

Ny P bekerja sebagai karyawan swasta, lama atau durasi bekerja kurang


lebih selama 8 jam. Ibu yang bekerja berisiko 7,6 kali lebih besar untuk
mengalami kejadian hipertensi kehamilan daripada ibu hamil dengan tidak bekerja
(Imaroh dkk, 2017). Pekerjaan juga menentukan status ekonomi pasien. Status
ekonomi berhubungan dengan kemampuan membiayai perawatan kesehatan
sebagaimana mestinya dan pemenuhan asupan gizi (Saifuddin, dkk, 2010).

Dalam buku manajemen kebidanan (Linda Wylie) di katakan selain pada


kehamilan, hipertensi esensial atau kronis lebih umum terjadi pada lansia, ibu
multipara dan dapat terjadi sekunder terhadap penyakit ginjal atau proses penyakit
lainnya. Dalam kasus ini, berdasarkan anamnesa riwayat obstetrik di dapatkan
bahwa kehamilan ini adalah yang kedua. Pada riwayat obstetrik yang lalu, anak
pertama aterm, perempuan lahir di rumah sakit dengan SC atas indikasi KPP. Ibu
mulai hipertensi sejak satu tahun yang lalu, menetap setelahnya hingga kehamilan
ini. Faktor riwayat hipertensi mempunyai risiko 4 kali terjadi preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak ada riwayat hipertensi. Tekanan darah
tinggi pada ibu hamil menimbulkan dampak yang beragam, mulai dari
superimposed preeklampsia dan darah semakin tinggi yang berakibat
memperparah keadaan ibu. Maka itu dibutuhkan asuhan kebidanan yang
komprehensif untuk mencegah terjadinya preeklamsia atau bahkan eklamsia.

Asuhan yang diberikan kepada Ny P adalah asuhan sesuai dengan


manajemen yang sudah dibuat. Melakukan pelayanan ANC yang sesuai dengan
kasus. Peran bidan dalam asuhan kebidanan dan pelayanan ANC Ny P adalah
menjelaskan hasil pemeriksaan sehingga didapatkan informed consent,
memberikan edukasi kesehatan tentang faktor risiko hipertensi kronik dan
kemungkinan dampak yang akan terjadi, pola nutrisi agar dapat mengonsumsi

45
makanan yang rendah garam, pola aktifitas agar melakukan olahraga ringan
seperti jalan pagi untuk melancarkan peredaran darah, dan memberikan penjelasan
tentang obat yang akan dikonsumsi. Memberikan edukasi terkait dengan
psikologis ibu agar tidak stres dan terlalu memikirkan hal yang berat. Disamping
asuhan mandiri dilakukan asuhan kolaborasi dengan berupa USG dan pemberian
obat antihipertensi (methyldopa) dan pengencer darah (aspilet) untuk mengobati
hipertensi dan mencegah terjadinya preeklamsia maupun eklamsia.

Peran bidan dalam mencegah kasus hipertensi kronik ini dilakukan


pemberian HE tentang pentingnya mengetahui faktor risiko dan cara mencegah
hipertensi melalui pola makan yang sehat, pola aktifitas seperti olahraga ringan,
dan manajemen psikologis serta melakukan ANC rutin.

46
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tujuan asuhan kebidanan pada hipertensi kronik dalam kehamilan
adalah meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin
akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat antihipertensi. Secara
umum ini berarti mencegah terjadinya hipertensi yang ringan agar supaya
tidak menjadi lebih berat, yang dapat dicapai dengan cara farmakologik atau
perubahan pola hidup: diet, aktifitas, psikologis, merokok, alkohol, dan
substance abuse.
Terapi hipertensi berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu,
tanpa memandang status kehamilan. Antihipertensi di berikan sedini
mungkin pada batas tekanan darah di anggap hipertensi, yaitu pada stage I
hipertensi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg dan apabila terjadi disfungsi end organ.
Untuk evaluasi janin yaitu untuk mengetahui apakah terjadi
insufiensi plasenta akut atau kronis, perlu di lakukan nonstress test dan
pemeriksaan ultrasonografi bila di curigai terjadi IUGR atau terjadi
superimposed preeklampsia.
Deteksi dini pada pemeriksaan antenatal care adalah upaya preventif
untuk mengenali faktor risiko sehingga dapat merencanakan rujukan dini
berencana. Semakin awal hipertensi kronis diketahui, semakin baik pula
prognosis atas tindakannya.

5.2 Saran

47
1. Promosi kesehatan tentang hipertensi kronis harus dilakukan secara
rutin untuk meningkatkan kemampuan masyarakat terhadap
kepedulian dan kewaspadaan
2. Pada klien dengan hipertensi kronis agar kontrol secara teratur
dengan jadwal yang telah ditentukan.

48
DAFTAR PUSTAKA
Berghella V. Cesarean delivery: Postoperative issues. UpToDate. 2018. Diakses
dari: https://www.uptodate.com/contents/cesarean-delivery-postoperative-
issues

Bobak. 2005. BukuAjar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC

Cunningham FG, dkk. 2012. Obstetri Williams. Volume; 2. Ed: 23. Jakarta: EGC.
Field A, Haloob R. Complications of caesarean section. Obstet Gynaecol.
2016;18:265–72.

Fraser, D. M, dan Cooper, M. A. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Ed. 14. Alih
bahasa Sri Rahayu. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku: Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Leveno KJ, Cunningham FG, Bloom SL., dkk. 2009. Obstetri Williams Panduan
Ringkas. Jakarta: EGC.

Manuaba IBG, dkk. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Ed: 2. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

RCOG. 2015. Birth After Previous Caesarean Birth.


https://www.rcog.org.uk/globalassets/documents/guidelines/gtg_45.pdf

Rozikhan. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah


Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Tesis. Program Studi Magister Epidemiologi
Universitas Diponegoro Semarang.

Saifuddin AB, dkk. 2010 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Ed: 1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Salmah, dkk. 2006.  Asuhan Kebidanan Pada Antenatal. Jakarta: EGC.

Satgas Penakib. 2016. Penatalaksanaan Preeklampsi dan Perdarahan Pasca


Persalinan. Jawa Timur: Satgas Penakib

Varney Helen. 2007. Buku AjarAsuhan Kebidanan.Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
.

49
50

Anda mungkin juga menyukai