Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PASANGAN CALON PENGANTIN


PADA Nn. V DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN “LEJAR”
KOTA MALANG

Oleh :

SRILEJARING TIYAS

NIM. 202108112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan praktik dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK

PASANGAN CALON PENGANTIN PADA Nn. V di Praktek Mandiri Bidan

Lejar Kota Malang telah disetujui oleh pembimbing penyusunan Asuhan pada :

Hari/tanggal : Pebruari 2022

Malang, Pebruari 2022

Mahasiswa

Srilejaring Tiyas

Mengetahui

Dosen Pembimbing Pembimbing Lahan

Dwi Ertiana, SST.,S.Keb.,Bd.,MPH

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan, atas rahmat dan bimbingan-

Nya, sehingga dapat membuat laporan praktik asuhan kebidanan Holistik dengan

judul “ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PASANGAN CALON

PENGANTIN PADA Nn. V DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN “LEJAR”

KOTA MALANG”. Laporan Asuhan Kebidanan Holistik ini sebagai kewajiban

bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Profesi Bidan STIKES Karya Husada Kediri

yang akan menyelesaikan pendidikan akhir program. Dengan Laporan Praktik

Asuhan Kebidanan di jadikan syarat dalam menempuh profesi kebidanan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu tersusunnya Laporan Asuhan Kebidanan Holistik ini. Penulis

menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan karya tulis ini. Harapan

penulis mudah-mudahan laporan asuhan kebidanan holistik ini berguna bagi

semua pihak.

Malang, Pebruari 2022

Srilejaring Tiyas

iii
DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR JUDUL...................................................................................……….i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................viii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3. Tujuan......................................................................................................5
1.4. Manfaat....................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7
2.1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi...................................................7
2.2. Calon Pengantin......................................................................................9
2.3. Pengertian Kie.........................................................................................9
2.4. Persiapan Pranikah dan prakonsepsi..................................................11
2.5. Hasil Penelitian berdasarkan Jurnal...................................................29
2.6. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan.......................................................40
BAB 3....................................................................................................................44
TINJAUAN KASUS.............................................................................................44
3.1. Data Subjektif........................................................................................44
3.2 Data Objektif.........................................................................................47
3.3. Analisa / Diagnosa :...............................................................................49
3.4. Intervensi :.............................................................................................49
3.5. Penatalaksanaan....................................................................................50
3.6. Evaluasi..................................................................................................50
BAB 4....................................................................................................................52
PEMBAHASAN...................................................................................................52

iv
4.1. Asuhan kebidanan.................................................................................52
BAB 5....................................................................................................................58
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................58
5.1 Kesimpulan............................................................................................58
5.2 Saran.......................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................60
LAMPIRAN..........................................................................................................61

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Penatalaksanaan

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Siklus Menstruasi

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto Dokumentasi

Lampiran 2 Leaflet KIE Pranikah

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Calon pengantin merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang akan

segera hidup bersama dalam mahligai rumah tangga dan membentuk keluarga

dalam ikatan pernikahan (Kemenag, 2009). Masalah pra nikah dapat dikaitkan

dengan masa prakonsepsi, karena setelah menikah akan segera menjalani proses

konsepsi. Kualitas seorang generasi penerus akan ditentukan oleh kondisi sejak

sebelum hamil dan selama kehamilan. Kesehatan prakonsepsi menjadi sangat

penting untuk diperhatikan termasuk status gizinya, terutama dalam upaya

mempersiapkan kehamilan karena akan berkaitan erat dengan outcome kehamilan

(Paratmanitya & Hadi, 2012).

Kehamilan yang sehat membutuhkan persiapan fisik dan mental, oleh

karena itu perencanaan kehamilan harus dilakukan sebelum masa kehamilan.

Proses kehamilan yang direncanakan dengan baik akan berdampak positif pada

kondisi janin dan adaptasi fisik, serta psikologis ibu pada kehamilan menjadi lebih

baik. Pengaturan gizi yang baik juga sangat berperan dalam proses pembentukan

sperma dan sel telur yang sehat. Status gizi yang baik dapat mencegah masalah

gizi pada saat kehamilan seperti anemia, KEK, pencegahan infeksi dan komplikasi

kehamilan ( Oktaria dan Juli , 2016).

Anemia dan KEK merupakan masalah yang sering terjadi pada kelompok

usia dewasa terutama pada wanita hamil. Berdasarkan dari data World Health

Organization (WHO) pada tahun 2008, prevalensi anemia ibu hamil di Negara
2

berkembang meningkat dari 35% menjadi 75%. Keadaan anemia ditandai dengan

penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai

normal yaitu <11 ml/dl, sedangkan KEK (kekurangan energi kronik) keadaan

kekurangan energi dalam waktu yang panjang dan dapat menggambarkan keadaan

gizi masa lampau, ditandai dengan lingkar lengan atas ≤ 23,5 cm (Supariasa et al,

2012).

Permasalah gizi dalam proses kehamilan bukan hanya terdapat pada

wanita saja, akan tetapi status gizi laki-laki juga sangat berpengaruh pada proses

kehamilan istri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahsan, et al. (2010 ) laki

- laki yang memiliki berat badan berlebih (overwieght) mempengaruhi kejadian

keterlambatan konsepsi. Berat badan obesitas di tandai dengan IMT > 25 kg/m2.

Hasil analisis bivariat dengan odds ratio (OR) terhadap obesitas didapatkan OR

sebesar 2.695 sehingga obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian

keterlambatan konsepsi (Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki. Faktor

lain yang berhubungan dengan masalah gizi pra hamil adalah rendahnya

pengetahuan gizi. Rendahnya pengetahuan gizi dapat menyebabkan rendahnya

pemilihan makanan dan memiliki peran dalam masalah gizi. Tingkat pengetahuan

gizi seseorang akan menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat

kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi juga

mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan

seseorang. Pendidikan gizi suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan gizi

kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan agar bisa

memperoleh pengetahuan tentang gizi yang lebih baik sehingga dapat

berpengaruh pada sikap dan prilaku (Notoatmojo, 2010).


3

Hasil penelitian yang telah dilakukan di KUA kebon Jeruk Jakarta Barat

didapatkan tingkat pengetahuan masalah gizi pada calon pengantin wanita yang

memiliki pengetahuan kurang 61,5% sedangkan yang memiliki pengetahuan yang

baik yaitu 38,5% (Yulisawati, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa masih

rendahnya pengetahuan masalah gizi pada calon pengantin sebelum menikah.

Oleh karena itu berdasarkan data dan teori di atas maka peneliti tertarik untuk

meneliti pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap gizi pra

kehamilan pada calon pengantin di Jakarta Barat. Masalah gizi yang terjadi

sebelum kehamilan seharusnya dapat diatasi sebelum kehamilan terjadi, yaitu

melalui penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan mendorong seseorang

memiliki kemampuan optimal yang berupa pengetahuan, perubahan sikap, dan

tindakan. Beberapa peneliti telah menyatakan pendidikan kesehatan dapat

meningkatkan pengetahuan, sikap, ketrampilan. Data kondisi di dunia

menunjukkan, tujuh juta wanita mengalami kekurangan gizi akibat gangguan pola

makan. Kekurangan gizi yang dialami oleh wanita di Indonesia juga telah

mengakibatkan wanita yang berusia 20-40 tahun sebesar 17,2% nya memiliki

berat badan kurang, dan indeks massa tubuh 18,5 kg/m2. Wanita ini beresiko

tinggi untuk melahirkan berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematur. Namun

masalah gizi pra hamil bukan hanya pada wanita saja, menurut penelitian (Ahsan

et al., 2010) laki-laki yang obesitas dapat mempengaruhi kejadian infertilitas pada

laki-laki, selain obesitas keterbiasaan konsumsi alcohol pada laki-laki juga dapat

berpengaruh buruk terhadap janin yang dilahirkan.

Salah satu upaya menanggulangi masalah gizi melalui peningkatan

pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang dengan melakukan penyuluhan gizi.


4

Penyuluhan gizi merupakan suatu prinsip pemasaran yang bersifat edukatif untuk

memperbaiki kesadaran gizi yang bertujuan sebagai salah satu cara dalam

peningkatan pengetahuan seseorang dalam masalah gizi pra kehamilan. Edukasi

gizi merupakan bagian dari kegiatan pendidikan kesehatan, didefinisikan sebagai

upaya terencana untuk mengubah prilaku individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat dalam bidang kesehatan (Chacigo, 2010).

Pendidikan kesehatan tentang masalah gizi di Indonesia dalam beberapa

program gizi belum memprioritaskan calon pengantin menjelang pernikahan.

Beberapa sasaran pendidikan kesehatan program gizi di Indonesia banyak dituju

pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, remaja serta pencegahan penyakit tertentu.

Sedangkan pendidikan kesehatan pada kelompok pranikah belum menjadi

perhatian yang serius (Ulvie et al., 2012). Mengajak masyarakat menjaga

kesehatan dan asupan makannya memerlukan upaya yang tidak hanya bisa

dilakukan dalam waktu singkat, namun perlu perjalanan waktu yang merubahnya,

terutama pada calon pengantin pra nikah, dalam mengajak dan mensosialisasikan

kepada mereka membutuhkan waktu dan media yang tepat. Upaya yang dapat

dilakukan yaitu memberikan pengetahuan gizi pra nikah untuk mempersiapkan

diri menjadi seorang ibu dan ayah dimasa yang akan datang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka di dapatkan suatu perumusan

masalah yaitu “Bagaimana Penerapan Asuhan Kebidanan Pasangan Calon

Pengantin Pada Nn. V Umur 20 Tahun Di PMB “LEJAR ” Dengan

Pendokumentasian “SOAP”
5

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Kebidanan Pasangan

Calon Pengantin Pada Nn. V Umur 20 Tahun di PMB “L” secara

komprehensif.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian data subjektif pada Nn. V umur 20

tahun di PMB “L”

1.3.2.2 Melakukan pengkajian data pada Nn. V umur 20 tahun di

PMB “L”

1.3.2.3 Melakukan analisa Pada Nn. V umur 20 tahun di PMB “L”

1.3.2.4 Melakukan penatalaksanaan Pada Nn. V umur 20 tahun di

PMB “L”

1.4. Manfaat

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai metode pembelajaran bagi mahasiswa agar lebih

terampil dalam memberikan asuhan kebidanan serta sebagai tambahan

bahan refrensi di perpustakaan tentang asuhan kebidanan pada calon

pengantin secara berkesinambungan.

1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan


6

Dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan

yang sudah ada serta mutu pelayanan kesehatan yang lebih efektif.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan metode pembelajaran dan refrensi

tentang asuhan kebidanan bagi calon pengantin.

1.4.4 Bagi PMB

Bisa sebagai wawasan dan update ilmu dalam meningkatkan

mutu pelayanan kepada pasien terutama pelayanan kepada pasangan

calon pengantin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan

sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

dalam suatu yang berkaitanndengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya

(WHO).

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan

kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau

kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan system reproduksi dan

fungsi serta proses (ICPD, 1994).

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan

kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan

sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang

bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkawinan

yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak,

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki hubungan

yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara

keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996).

Kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat

memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat

menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa


8

resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan

kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh

mencakup fisik,mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat,

fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi

bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang

dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan

sesudah menikah (Depkes RI, 2000).

Kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup kesehatan

reproduksiperempuan secara sempit misalnya masalah seputar perempuan

usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, tetapi mencakup

seluruh tahapan hidup perempuan sejak konsepsi sampai usia lanjut.

Beberapa masalah yang perlu diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu

kesehatan reproduksi itu sendiri, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, remaja,

Keluarga Berencana, Usia Lanjut. Faktor-faktor non klinis yang menyertai

seperti faktor demografi, ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor biologis

dan faktor psikologis yang mempengaruhi kesehatan reproduksi dapat

memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu

perlu memberikan pemahaman akan keterlibatan perempuan, dengan harapan

semua perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikanya

kehidupan reproduksinya menjadi lebih berkualitas. Intervensi pemerintah

terhadap penanganan masalah Kesehatan Reproduksi ini akan sangat

membantu dalam mewujutkan kesejahteraan perempuan.


9

2.2. Calon Pengantin

Calon pengantin merupakan kelompok sasaran yang strategis dalam

upaya peningkatan kesehatan masa sebelum hamil. Menjelang pernikahan,

banyak calon pengantin yang tidak mempunyai cukup pengetahuan dan

informasi tentang kesehatan reproduksi dalam berkeluarga, sehingga setelah

menikah kehamilan sering tidak direncanakan dengan baik serta tidak di

dukung oleh status kesehatan yang optimal. Hal ini tentu saja dapat

menimbulkan dampak negatif seperti adanya resiko penularan penyakit,

komplikasi kehamilan, kecatatan bahkan kematian ibu dan bayi. Pemberian

komunikasi informasi dan edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada calon

pengatin sangat diperlukan untuk memastikan setiap calon pengantin

mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mempersiapkan kehamilan dan

keluarga yang sehat (Kemenkes RI, 2018).

2.3. Pengertian Kie

(KIE)/Penyuluhan adalah kegiatan penyampaian informasi untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam program Kependudukan dan Keluarga Berencana

(BKKBN, 2011).

Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung ataupun tidak

langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan, untuk

mendapatkan suatu efek (DEPKES RI, 1984). Komunikasi adalah pertukaran

pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan
10

saling percaya, demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang

dengan orang lain.

Komunikasi adalah pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi antara

dua orang atau lebih. Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis

untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat , dengan

menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan

komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa .

Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk

mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat , dengan

menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan

komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa.

Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataan-kenyataan

yang perlu diketahui oleh masyarakat (BKKBN, 1993). Sedangkan menurut

DEPKES, 1990 Informasi adalah pesan yang disampaikan.

Edukasi adalah proses perubahan perilaku kearah yang positif

(DEPKES RI, 1990). Menurut Effendy (1998), pendidikan kesehatan

merupakan salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan, karena

merupakan salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap

memberikan pelayanan kesehatan, baik itu terhadap individu, keluarga,

kelompok ataupun masyarakat.

Tujuan dilaksanakannya program KIE, yaitu untuk mendorong

terjadinya proses perubahan perilaku kearah yang positif, peningkatan

pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga


11

masyarakat melaksanakannya secaramantap sebagai perilaku yang sehat dan

bertanggung jawab.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE adalah:

2.3.1 Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.

2.3.2 Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu sebagaimana

adanya.

2.3.3 Memberi penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah

dipahami.

2.3.4 Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari

kehidupan sehari-hari.

2.3.5 Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaaan dan resiko yang

dimiliki ibu.

2.4. Persiapan Pranikah dan prakonsepsi

Definisi pranikah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah

sebelum menikah. Berdasarkan perundang-undangan Republik Indonesia

tahun 1974 pasal 7 ayat 1 pernikahan hanya diziinkan apabila pihak pria

mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun.

"Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami istri penting

dilakukan, terutama untuk mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak

yang akan dilahirkan. Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat

kesehatan kedua belah pihak, termasuk soal genetik, penyakit kronis, hingga
12

penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan”

(Permadi, 2011).

Pemeriksaan kesehatan, dapat diketahui riwayat genetik dalam

keluarga calon mempelai pria dan wanita. Misalnya ada tidaknya penyakit

kelainan darah seperti thalassemia dan hemofilia. Kedua penyakit itu bisa

diturunkan melalui pernikahan dengan pengidapnya atau mereka yang

bersifat pembawa (carrier). Setelah pemeriksaan, dapat dilihat kemungkinan

perpaduan kromosom yang timbul. Jika memang ada penyakit keturunan

dalam riwayat keluarga kedua atau salah satu calon mempelai, dapat dilihat

kemungkinan risiko yang timbul, seperti terjadinya keguguran hingga

kemungkinan cacat bawaan (kongenital) jika kelak memiliki anak. Dari sini,

calon pasangan suami istri (pasutri) akan punya pemahaman bahwa bila orang

tua atau garis keturunannya mengidap penyakit genetik, anak yang akan lahir

nanti pun berisiko mengidap penyakit yang sama (Permadi, 2011).

Penyakit lainnya yang perlu dideteksi pra pernikahan adalah penyakit

kronis seperti diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah

tinggi), kelainan jantung, hepatitis B hingga HIV/AIDS. Penyakit-penyakit

itu dapat memengaruhi saat terjadinya kehamilan, bahkan dapat diturunkan.

Penyakit lainnya yang penting diketahui sebelum pernikahan adalah infeksi

TORCH (pada wanita) dan penyakit menular seksual. TORCH merupakan

kepanjangan dari toksoplasmosis (suatu penyakit yang aslinya merupakan

parasite pada hewan peliharaan seperti kucing), rubella (campak jerman),

cytomegalovirus, Herpes virus I dan Herpes virus II. Kelompok penyakit ini

sering kali menyebabkan masalah pada ibu hamil (sering keguguran), bahkan
13

infertilitas (ketidaksuburan), atau cacat bawaan pada anak. Jika penyakit

infeksi itu diketahui sejak awal, dapat diobati sebelum terjadinya kehamilan.

Dengan demikian, risiko terjadinya kelainan atau keguguran akibat TORCH

dapat dieliminasi. Jangan sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya

gara-gara penyakit yang sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari.

Contohnya, setelah menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran

gara-gara toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu.

Menurut Permadi (2011) ada tidaknya penyakit menular seksual

(PMS) juga penting untuk diketahui karena sebagian besar PMS termasuk

sifilis, herpes, dan gonorrhea bisa mengakibatkan terjadinya kecacatan pada

janin. Bila salah satu pasangan sebelumnya terdeteksi pernah melakukan seks

bebas, sebaiknya kedua pasangan melakukan pemeriksaan terhadap penyakit-

penyakit ini, untuk memastikan apakah sudah benar-benar sembuh sebelum

melangsungkan pernikahan.

Secara non medis program konseling pranikah dirancang untuk

membuat pasangan calon pengantin meningkatkan perspektif perkawinan dan

interrelasi antarpasangan sebagai suatu yang serius. Tujuan utama dari

konseling pranikah bukan sekedar upaya prevensi terhadap kemungkinan

gangguan relasi, melainkan untuk meningkatkan kualitas relasi perkawinan

demi tercapainya relasi perkawinan yang stabil dan memuaskan kedua belah

pihak pasangan. Dengan demikian, disfungsi relasi dapat dihindari sedini

mungkin. Pelatihan keterampilan menjalin relasi interpersonal, seperti

komunikasi dan resolusi konflik. Pasangannperlu belajar cara efektif untuk

mengatasi masalah sebelum masalah menumpuk dengan masalah lain dan


14

meledak dalam konteks pertengkaran yang hebat dan parah yang bisa

berakibat fatal. Dalam hal ini, kedua pasangan harus belajar bahwa mengatasi

permasalahan yang masih ringan akan lebih mudah daripada menunggu

masalah menjadi lebih besar dan lebih besar lagi. Jadi melalui konseling

pranikah, kedua pasangan akan menyadari bahwa mereka mendapat

kesempatan untuk mengukur kekuatankekuatan dan kelemahan-kelemahan

masing-masing serta menemukan area relasi yang dapat dikembangkan serta

mengidentifikasi hal-hal yang selama ini mengganggu relasi di antara kedua

pasangan atau salah satu pasangan (Sadarjoen,2011).

Di Indonesia, sebagai salah satu syarat menikah adalah menyertakan

surat keterangan telah melakukan imunisasi bagi calon pengantin wanita.

Surat keterangan sehat (yang dibutuhkan calon mempelai) sebenarnya kurang

lebih berisi data diri calon mempelai, seperti nama, tempat tanggal lahir, usia,

berat dan tinggi badan, dan tekanan darah. Serta ditambah dengan pernyataan

dokter/bidan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah menjalani

pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan berbadan sehat. Sedangkan apabila si

calon mempelai meminta surat keterangan imunisasi, jenis imunisasi umum

yang diberikan adalah imunisasi TT (Tetanus Toxoid). Dan untuk imunisasi

jenis lainnya, biasanya dilakukan apabila si calon pengantin memintanya.

Masa Pranikah adalah masa dimana laki-laki dan perempuan perlu

mempersiapkan diri dari segala aspek yaitu fisik, jiwa, sosial ekonomi.

Terutama bagi calon pengantin wanita berupa gizi, jiwa, kesehatan reproduksi

dalam mempersiapkan diri menghadapi kehamilan, persalinan dan proses

perawatan anak termasuk menyusui. Sebelum menikah, individu


15

berkewajiban mempersiapkan diri menjadi reproduksi yang bertanggung

jawab dengan mempersiapkan fisik, mental, sosial ekonomi dengan baik.

Wanita harus memperhatikan siklus menstruasi untuk mempersiapkan

kehamilannya. Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-

hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk

mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses kehamilan).

Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan

kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas

menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke

dokter.Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari

adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari.

Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal

hanyaterdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang

ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya menstruasi> dan

menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus

yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks

hipotalamus-hipofisis-ovarium. Sikuls menstruasi normal dapat dibagi

menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus

(rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus

folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa

proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.Perubahan didalam rahim

merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3 lapisan

yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rahim,

terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim).


16

Endometrium adalah lapisan yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3

bagian endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar,

dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis. Pada setiap

siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang

perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada

umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat

menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf

yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga

hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH

maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan

hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan

balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH

dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang

mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari

endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang

sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum

yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH

(luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum

menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar

endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi

dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan

kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari

endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat

pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.


17

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:

a. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu

endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan

hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.

b. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah

menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi

pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk

perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari

ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut

ovulasi).

c. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi.

Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan

endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi

(perlekatan janin ke rahim)

Siklus ovarium :

1. Fase Flow ( Menstruasi ) Fase menstruasi adalah tahap pertama dari siklus

haid setiap bulannya. Fase ini dimulai ketika sel telur yang dikeluarkan

ovarium dari siklus sebelumnya tidak dibuahi. Hal ini membuat kadar

estrogen dan progesteron turun.Lapisan rahim yang menebal dan sudah

dipersiapkan untuk mendukung kehamilan pun tak lagi dibutuhkan.

Akhirnya lapisan rahim ini luruh dan keluar dalam bentuk darah yang

disebut dengan menstruasi. Selain darah, vagina juga akan mengeluarkan

lendir dan jaringan rahim. Dalam satu siklus, menstruasi rata-rata


18

berlangsung selama 3-7 hari. Namun, sebagian wanita juga bisa

mengalami haid lebih dari 7 hari.

2. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel

telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus

dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur).

Waktu rata-rata fase folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan

variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus menstruasi keseluruhan.

3. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan

jangka waktu rata-rata 14 hari. Siklus hormonal dan hubungannya dengan

siklus ovarium serta uterus di dalam siklus menstruasi normal:

a. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin

(FSH, LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun

sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya.

b. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan

setelah akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai

pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan

lapisan endometrium.

c. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada

pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun

sebagai akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir

dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon

bifasik).

d. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor

(penerima) hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan


19

dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon

progesterone.

e. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu

yang menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam

kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi

ke sekresi, dari folikular ke luteal.

f. Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum

ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali

karena sekresi dari korpus luteum.

g. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan

penanda bahwa sudah terjadi ovulasi.

h. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa

hidup korpus luteum dan kemuadian menurun untuk

mempersiapkan siklus berikutnya siklus menstruasi wanita dapat

dilihat dari bagan dibawah ini :

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi


20

Konseling pranikah adalah layanan pemberian bantuan yang dapat

diberikan kepada individu sebelum melangsungkan pernikahan. Pasangan

dapat memperoleh bimbingan dan bantuan melalui konselor dalam konseling

pranikah yang secara khusus bertujuan mencegah segala kesulitan yang akan

dihadapi di dalam pernikahan (Valentina,2012)."Pemeriksaan dan konseling

kesehatan bagi calon suami istri penting dilakukan, terutama untuk

mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan.

Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat kesehatan kedua belah

pihak, termasuk soal genetik, penyakit kronis, hingga penyakit infeksi yang

dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan” (Permadi, 2011).

Pada saat persiapan Pra Nikah Konseling yang dapat diberikan diantaranya :

2.4.1 Konseling spesifik tentang perawatan prakonsepsi

Konseling prakonsepsi dimulai tentang persiapan psikologis

seorang wanita atau pasangannya dalam mengasuh dan membesarkan

anak. Pembahasan ini mencakup topik-topik seperti kamar bagi anak,

mengasuh anak, kemapanan ekonomi dan kestabilan emosional wanita

dan pasangannya. Selain itu pengaturan masa subur sehubungan

dengan upaya wanita atau pasangannya untuk menyelesaikan

pendidikan atau memulai suatu karir, stress karena aktivitasnya,

rencana melanjutkan sekolah, harus sangat difikirkan oleh pasangan

sebelum memiliki anak.

2.4.2 Nutrisi
21

Mempertahankan status nutrisi yang baik sebelum mengalami

kehamilan sangatlah penting. Mencapai berat badan ideal, mengontrol

gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang

seimbang merupakan persiapan bagi pertumbuhan bayi sehat dan

pencegahan berat lahir rendah. Perujukan ke ahli gizi diperlukan bagi

wanita yang mengahdapi defisit nutrisi utama atau obesitas. Bagi

wanita yang menghadapi gangguan makan, akan diperlukan evaluasi

psikologis, dan wanita tersebut disarankan untuk menunda kehamilan

sampai ia mendapatkan perawatan dan mengonsumsi diet sehat.

Wanita usia subur sebaiknya mengonsumsi suplemen asam

folat sekurang-kurangnya 0,4 mg setiap hari untuk mengurangi risiko

mendapatkan bayi yang mengalami spina bifida atau defek pada

saluran saraf lainnya (Varney, 2007). Konseling nutrisi pada calon ibu

hamil diantaranya stabilisasi kadar hemoglobin dalam tubuh. Kadar

hemoglobin yang rendah dapat mempengaruhi janin yang

dikandungnya. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan

kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk

memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang

salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan

gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang kurang pada

ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin. 1 Salah satu masalah gizi

yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang

merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh

dunia. Anemia disebabkan karena defisiensi zat besi dalam darah. Zat
22

besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini

terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu

sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang

mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hemoglobin

terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri

dari Fe).Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani

dan nabati. Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada

Masa Kehamilan rata-rata 800 mg – 1040 mg.

Kebutuhan ini diperlukan untuk :

• ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.

• ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.

• ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin

maternal/ sel darah merah.

• ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.

• ± 200 mg lenyap ketika melahirkan

Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan

menghasilkan sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg

yang di absorpsi. 9 jika ibu mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka

diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsropsi, jika dikonsumsi selama

90 hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar 720 mg dan

180 mg dari konsumsi harian ibu. Masukan zat besi setiap hari

diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air
23

kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 ug per Kg berat

badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki

dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa. 5,9 Kebutuhan zat besi pada

ibu hamil berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada trimester I

naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III.

Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya. Dengan

demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat

dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup

baik kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi

juga harus disuplai dari sumber lain agar supaya cukup. 7,9

Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena

mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume

darah ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh

simpanan zat besi dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang

diserap. Tetapi bila simpanan zat besi rendah atau tidak ada sama

sekali dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit maka,

diperlukan suplemen preparat besi. 7,9 Untuk itu pemberian suplemen

Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap

semester . Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorbsi maka

preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk

berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero

fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan tidak mahal. Di

Indonesia, pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi

adalah ferrosus sulfat, senyawa ini tergolong murah dan dapat


24

diabsorbsi sampai 20%. Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat,

fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari

dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program

nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam

folat untuk profilaksis anemia. Dosis zat besi yang paling tepat untuk

mencegah anemia ibu masih belum jelas, tetapi untuk menentukan

dosis terendah dari zat besi untuk pencegahan defisiensi besi dan

anemia defisiensi besi pada kehamilan telah dilakukan penelitian Pada

wanita Denmark, suplemen 40 mg zat besi ferrous / hari dari 18

minggu kehamilan tampaknya cukup untuk mencegah defisiensi zat

besi pada 90% perempuan dan anemia kekurangan zat besi pada

setidaknya 95% dari perempuan selama kehamilan dan postpartum.

Pemberian KIE yang tepat mengenai konsumsi zat besi sangat

diperlukan, karena efek samping pemberian Fe sangat mengganggu

wanita dan dapat menyebabkan wanita tersebut tidak mau minum Fe.

Efek samping Fe diantaranya pada saluran gastrointestinal pada

sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan

diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis zat

besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tak satupun

senyawa yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang lain. Zat besi

yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik

meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.

Pemberian suplementasi Preparat Fe, pada sebagian wanita,

menyebabkan sembelit. Penyulit Ini dapat diredakan dengan cara


25

memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang kaya

akan serat seperti roti, serealia, dan agar-agar.

2.4.3 Skrining genetic

Pemeriksaan kesehatan, dapat diketahui riwayat genetik dalam

keluarga calon mempelai pria dan wanita. Misalnya ada tidaknya

penyakit kelainan darah seperti thalassemia dan hemofilia. Kedua

penyakit itu bisa diturunkan melalui pernikahan dengan pengidapnya

atau mereka yang bersifat pembawa (carrier). Setelah pemeriksaan,

dapat dilihat kemungkinan perpaduan kromosom yang timbul. Jika

memang ada penyakit keturunan dalam riwayat keluarga kedua atau

salah satu calon mempelai, dapat dilihat kemungkinan risiko yang

timbul, seperti terjadinya keguguran hingga kemungkinan cacat

bawaan (kongenital) jika kelak memiliki anak. Dari sini, calon

pasangan suami istri (pasutri) akan punya pemahaman bahwa bila

orang tua atau garis keturunannya mengidap penyakit genetik, anak

yang akan lahir nanti pun berisiko mengidap penyakit yang sama

(Permadi, 2011).

2.4.4 Konseling kesehatan

Syarat Fungsi Reproduksi Sehat, yaitu :

1. Tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis.

2. Kondisi kesehatan jiwa yang baik.

3. Kehamilan yang aman.

Penyakit lainnya yang perlu di deteksi pra pernikahan adalah

penyakit kronis seperti diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi


26

(tekanan darah tinggi), kelainan jantung, hepatitis B hingga

HIV/AIDS. Penyakit-penyakit itu dapat memengaruhi saat terjadinya

kehamilan, bahkan dapat diturunkan. Penyakit lainnya yang penting

diketahui sebelum pernikahan adalah infeksi TORCH (pada wanita)

dan penyakit menular seksual. TORCH merupakan kepanjangan dari

toksoplasmosis (suatu penyakit yang aslinya merupakan parasit pada

hewan peliharaan seperti kucing), rubella (campak jerman),

cytomegalovirus, Herpes virus I dan Herpes virus II. Kelompok

penyakit ini sering kali menyebabkan masalah pada ibu hamil (sering

keguguran), bahkan infertilitas (ketidaksuburan), atau cacat bawaan

pada anak. Jika penyakit infeksi itu diketahui sejak awal, dapat diobati

sebelum terjadinya kehamilan. Dengan demikian, risiko terjadinya

kelainan atau keguguran akibat TORCH dapat dieliminasi. Jangan

sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara penyakit

yang sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah

menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran gara-gara

toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu. Menurut

Permadi (2011) ada tidaknya penyakit menular seksual (PMS) juga

penting untuk diketahui karena sebagian besar PMS termasuk sifilis,

herpes, dan gonorrhea bisa mengakibatkan terjadinya kecacatan pada

janin. Bila salah satu pasangan sebelumnya terdeteksi pernah

melakukan seks bebas, sebaiknya kedua pasangan melakukan

pemeriksaan terhadap penyakit-penyakit ini, untuk memastikan

apakah sudah benar-benar sembuh sebelum melangsungkan


27

pernikahan. Secara non medis program konseling pranikah dirancang

untuk membuat pasangan calon pengantin meningkatkan perspektif

perkawinan dan interrelasi antarpasangan sebagai suatu yang serius.

Tujuan utama dari konseling pranikah bukan sekedar upaya prevensi

terhadap kemungkinan gangguan relasi, melainkan untuk

meningkatkan kualitas relasi perkawinan demi tercapainya relasi

perkawinan yang stabil dan memuaskan kedua belah pihak pasangan.

Dengan demikian, disfungsi relasi dapat dihindari sedini mungkin.

Pelatihan keterampilan menjalin relasi interpersonal, seperti

komunikasi dan resolusi konflik. Pasangan perlu belajar cara efektif

untuk mengatasi masalah sebelum masalah menumpuk dengan

masalah lain dan meledak dalam konteks pertengkaran yang hebat dan

parah yang bisa berakibat fatal. Dalam hal ini, kedua pasangan harus

belajar bahwa mengatasi permasalahan yang masih ringan akan lebih

mudah daripada menunggu masalah menjadi lebih besar dan lebih

besar lagi. Jadi melalui konseling pranikah, kedua pasangan akan

menyadari bahwa mereka mendapat kesempatan untuk mengukur

kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan masing-masing serta

menemukan area relasi yang dapat dikembangkan serta

mengidentifikasi hal-hal yang selama ini mengganggu relasi di antara

kedua pasangan atau salah satu pasangan (Sadarjoen, 2011).

2.4.5 Imunisasi TT calon pengantin

Imunisasi TT memberikan kekebalan aktiv terhadap penyakit

tetanus ATS (Anti Tetanus Serum). vaksinasi TT juga salah satu


28

syarat yang harus dipenuhi saat mengurus surat-surat menikah di

KUA (Kantor Urusan Agama). Kepada calon pengantin wanita

imunisasi TT diberikan sebanyak 2x dengan interval 4 minggu.

Imunisasi TT diberikan kepada calon pengantin wanita dengan tujuan

untuk melindungi bayi yang akan dilahirkan dari penyakit Tetanus

Neonetorum. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan

dengan dosis 0,5mL. Efek samping pada imunisasi TT adalah reaksi

lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,

pembengkakan, dan rasa nyeri (Gunawan Rahman 2006) Banyak

anggapan bahwa imunisasi TT bisa membuat seseorang menjadi

mandul dan ada juga orang-orang yang beranggapan bahwa imunisasi

TT merupakan alat kontrasepsi atau KB, akan tetapi anggapan-

anggapan itu adalah tidak benar. Pemerintah bermaksud

mencanangkan gerakan imunisasi TT untuk melindungi bayi baru

lahir dari risiko terkena Tetanus Neonatorum. Tetanus neonatorum

merupakan salah satu penyebab kematian neonatal di Indonesia,

sekitar 40 persen kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu

strategi Kemenkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum

adalah dengan melakukan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu

hamil. Cakupan imunisasi TT tampak cenderung menurun setiap

tahunnya. Pada tahun 2002, cakupan imunisasi TT1 ibu hamil secara

nasional mencapai 78,5 persen dan TT2 mencapai 71,6 persen. Tetapi,

pada tahun 2003 cakupan imunisasi TT1 ibu hamil menurun menjadi

71,6 persen dan TT2 menjadi 66,1 persen. Berdasarkan Ditjen


29

PP&PL, Kemenkes RI dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2011,

rata-rata cakupan imunisasi TT1 pada wanita usia subur sebesar 8,84

persendan TT2 sebesar 8,03 persen. Sedangkan cakupan imunisasi TT

pada ibu hamil, untuk TT1 sebesar 40,5 persen dan TT2 sebesar 37,7

persen. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa upaya pencegahan

tetanus neonatorum melalui pemberian imunisasi TT pada ibu hamil

belum menunjukkan hasil yang efektif, karena cakupan imunisasi TT

justru mengalami penurunan dan belum mencapai 100 persen. Oleh

karena itu, Kemenkes RI mulai mengembangkan intensifikasi

imunisasi TT pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin.

Namun sampai saat ini, program tersebut dirasakan belum terlaksana

dengan baik. Pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin telah

diatur dalam ketetapan Kementerian Agama: No. 2 Tahun 1989

No.162-I/PD.0304.EI tanggal 6 Maret 1989 tentang imunisasi TT

calon pengantin bahwa setiap calon pengantin sudah diimunisasi TT

sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum pasangan tersebut mendaftarkan

diri untuk menikah di KUA dengan dibuktikan berdasaran surat

keterangan imunisasi/kartu imunisasi calon pengantin (catin) dan

merupakan prasyarat administratif pernikahan

2.5. Hasil Penelitian berdasarkan Jurnal

2.5.1 Berdasarkan hasil penelitian Anisa Dwi Damayanthi , Hamam Hadi ,

Siti Nurunniyah Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata


30

Yogyakarta Jalan Ring Road Barat Daya No.1 Tamantirto Kasihan,

Bantul, Yogyakarta dengan judul “Hubungan Status Gizi Calon

Pengantin Dengan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Di Kecamatan

Sedayu, Bantul Yogyakarta

Pada penelitian ini status gizi calon pengantin dilihat dari hasil

pengukuran antropometri LLA (Lingkar Lengan Atas). Meskipun

proporsi catin dengan status gizi kurang ada 55,6 % yang mengalami

anemia tetapi hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel pengaruh dengan variabel

yang dipengaruhi pada penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis

dengan uji exact fisher, diperoleh nilai p-value (> 0,05), yaitu 0,07 hal

tersebut berarti Ha ditolak, Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara status gizi calon pengantin dengan

kadar hemoglobin ibu hamil. Bila dilihat dari hasil uji independent t

test, yaitu pada responden tidak dan dengan risiko KEK memiliki

perbedaan rerata nilai Hb sebesar 0,82 dan p-value 0,07 (>0,05).

Namun perbedaan tersebut tidak memiliki arti signifikan terhadap

variabel dependent. Artinya calon pengantin dengan nilai lingkar

lengan kurang atau lebih dari 23,5 cm tidak memberikan pengaruh

terhadap kadar hemoglobin ibu saat hamil di Kecamatan Sedayu.

Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan yang sama dengan

penelitian Asyirah (2012) yang meneliti faktor-faktor yang

berhubungan dengan anemia pada Ibu hamil. Penelitian Asyirah

menunjukkan proporsi ibu hamil dengan status gizi ibu kurang (dilihat
31

dari LLA) dan mengalami anemia ada 57 %, namun hasil uji statistik

menunjukkan pvalue (> 0,05) 0,097, yang berarti tidak ada hubungan

antara status gizi ibu hamil dengan kadar hemoglobin ibu hamil. Hal

tersebut bertentangan dengan penelitian oleh Fikriana pada tahun 2013

di Puskesmas Kasihan II Bantul, yang menyatakan terdapat hubungan

antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai

p-value 0,027 (< 0,05). Dalam penelitian tersebut dari total 55

responden, terdapat 44 ibu hamil berstatus gizi baik mengalami

anemia ringan, dan sisanya dengan anemia sedang dan berat (13,6 %)

sedangkan dari 11 ibu hamil dengan status gizi kurang, sebesar 54,4 %

(6 orang) dengan anemia ringan dan sisanya anemia sedang dan

berat(18). Penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian Aminin

tahun 2014 di Puskesmas Tanjungpinang, menyatakan bahwa ada

pengaruh antara kekurangan energi kronis terhadap kejadian anemia

pada ibu hamil. Menurut Badriah, status gizi adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi nutrisi ibu hamil sebelum kehamilan.(19)

Sedangkan Hadi berpendapat bahwa status gizi wanita pranikah

berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu hamil. Apabila kebutuhan

energi tidak terpenuhi, wanita usia subur akan mengalami kekurangan

energi kronis (KEK)(20). Abdullah menyatakan bahwa wanita usia

subur yang sebelum hamilnya memiliki status nutrisi yang baik, lebih

mudah dalam menjalani dan memelihara kehamilan, dibandingkan

dengan calon ibu yang terlalu kurus atau berlebih. Namun, di

Indonesia faktanya wanita usia subur masih banyak yang mengalami


32

KEK dan anemia. Status nutrisi kurang yang dimiliki ibu pada saat

kehamilan adalah suatu kondisi yang biasanya merupakan lanjutan

dari status nutrisinya sebelum hamil.(21) Penyebab tersering status

nutrisi kurang pada wanita usia subur di Indonesia adalah anemia dan

kurang energi kronis.(14) Keadaan ini bila tidak tertangani akan

berdampak pada status gizi Ibu saat hamil. Kondisi yang kurang baik

bagi ibu hamil menjadi penyebab kesakitan dan kematian. Masalah

yang terjadi pada ibu hamil antara lain anemia. Ibu hamil yang

anemia, jika kekurangan zat besi akan mengalami kejang hingga

kematian(19) Bahaya anemia kehamilan juga dapat menyebabkan

abortus, persalinan prematuritas, perdarahan, kematian intrauterine,

dan BBLR. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan tidak adanya

hubungan antara status gizi calon pengantin dengan kadar hemoglobin

ibu hamil, hal ini disebabkan karena adanya faktorfaktor lain yang

mempengaruhi kadar Hb ibu hamil yang belum dapat disingkirkan

sebagai faktor perancu pada penelitian. Pada dasarnya kadar

hemoglobin ibu hamil tidak mutlak dipengaruhi oleh status gizi saat

menjadi calon pengantin. Kadar hemoglobin ibu hamil dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu faktor dasar, faktor langsung dan tidak

langsung. Status gizi merupakan salah satu dari faktor langsung.

Adapun faktor langsung lainnya yang dapat mempengaruhi kadar

hemoglobin ibu hamil yaitu konsumsi tablet Fe, penyakit infeksi dan

perdarahan. Faktor dasar yang mempengaruhi seperti pengetahuan ibu

hamil, pendidikan, dan sosial-budaya. Sedangkan faktor tidak


33

langsungnya yaitu frekuensi ANC, paritas, umur, dan jarak kehamilan.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin ibu hamil

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury di

Dhaka, Bangladesh tahun 2013. Dalam penelitian yang melibatkan

224 ibu hamil tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan (p= 0,002), umur ibu saat hamil (p=

0,036), pendapatan (p= 0,001), dan lingkungan tempat tinggal (p=

0,031).(22) Penelitian tersebut selaras dengan penelitian Asyirah

tahun 2012, dengan kesimpulan terdapat hubungan bermakna antara

frekuensi antenatal care, pengetahuan ibu, pendidikan, status ekonomi,

dan kepatuhan ibu mengonsumsi tablet Fe, dengan anemia pada ibu

hamil. Frekuensi ANC mempunyai pengaruh tertinggi terhadap status

anemia pada ibu hamil.(23) Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa karakteristik calon pengantin dilihat dari umur,

mayoritas responden berumur antara 20- 35 tahun yaitu sebanyak 28

orang (90,3 %), tingkat pendidikan SMA 18 orang (58,1 %), pekerjaan

IRT sebanyak 13 orang (41,9 %). Status gizi calon pengantin tidak

risiko KEK sebanyak 22 orang (70,9 %). Kadar hemoglobin ibu hamil

sebagian besar non anemia 22 orang (80.6 %). Hubungan status gizi

calon pengantin dengan kadar hemoglobin ibu hamil dengan uji Fisher

0,64 artinya tidak ada hubungan status gizi calon pengantin dengan

kadar hemoglobin ibu hamil di Kecamatan Sedayu.

2.5.2 Menurut Naura Suci Nabila,Nofriyana,Novita May Diana yang

meneliti tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Calon Pengantin


34

Putri Tentang Persiapan Kehamilan Pertama Di Kua Kecamatan

Senen Periode Januari – Februari 2021

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab ini akan

diuraikan pembahasan sesuai dengan variabel yang meliputi hal – hal

sebagai berikut :

1. Pengetahuan Persiapan kehamilan

Berdasarkan tabel 5.1.1 diperoleh data distribusi bahwa sebagian

besar dari calon pengantin berpengetahuan baik tentang persiapan

kehamilan sebanyak 46 orang (83,6 %), calon pengantin

berpengetahuan cukup tentang persiapan kehamilan sebanyak 9

orang (16,4 %) dan calon pengantin yang berpengetahuan kurang

sebanyak 0 orang (0 %). Untuk itu diperlukan strategi yang tepat

untuk melakukan pendidikan pranikah tentang persiapan

kehamilan pertama pada calon pengantin putri berdasarkan status

gizi, pola hidup sehat, sumber informasi. Selain hal -hal tersebut

yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan calon pengantin putri

yaitu keterbatasan fasilitas yang mendukung saat dilakukan

pendidikan pranikah dan rasa ketidakingintahuan calon pengantin

putri tentang persiapan kehamilan. Selain itu diharapkan calon

pengantin putri untuk berperan aktif dalam mencari informasi

tentang persiapan kehamilan agar menambah pengetahuan calon

pengantin putri yang kurang baik. Jika hanya pasif saja, maka

akan berdampak kurang baik pada tingkat pengetahuan mereka.

Bagi calon pengantin putri yang telah mempunyai pengetahuan


35

baik, harus selalu dipertahankan dan diingat materi – materi yang

telah diberikan sebelumnya. (Dyah Ayu, 2012) Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Indah Rosmawati (2013) tentang

Pengaruh Pendidikan Pranikah terhadap Kesiapan dalam

Menghadapi Kehamilan Pertama pada Calon Pengantin Putri

mengatakan bahwa sebelum dilakukan Pendidikan pranikah

responden yang belum siap sebanyak 5 responden (22,7%) dan

yang siap sebanyak 9 responden (40,9%). Sedangkan setelah

dilakukan pendidikan pranikah, responden yang belum siap

sebanyak 2 responden (9,1%) dan yang telah siap sebanyak 13

responden (59,1%). Menurut asumsi penulis perubahan kesiapan

dalam menghadapi kehamilan pertama terjadi karena adanya

tambahan informasi yang diterima responden. Informasi tersebut

diadakan melalui Pendidikan pranikah yang dilakukan peneliti.

Menurut Soekanto (2005), faktorfaktor yang mempengaruhi

kesiapan salah satunya adalah informasi. Semakin banyak

informasi yang dimiliki maka kesiapan akan semakin baik. Hal

ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang menyebutkan

bahwa konseling pranikah merupakan masa yang ideal untuk

mengevaluasi kesiapan pasien dan memberikan intervensi berupa

tambahan informasi serta perencanaan untuk mempersiapkan

kehamilan dan persalinan disamping pemeriksaan fisik dan

anamnesa riwayat kesehatan. (Lanik, 2012)

2. Status Gizi
36

Berdasarkan tabel 5.1.2. diperoleh data distribusi bahwa sebagian

besar dari calon pengantin berpengetahuan baik dengan status gizi

kurus sebanyak 3 orang ( 6,5% ), calon pengantin berpengetahuan

baik dengan status gizi normal sebanyak 43 orang (93,5%), calon

pengantin berpengetahuan cukup dengan status gizi normal

sebanyak 9 orang ( 100 % ) dan calon pengantin berpengetahuan

kurang dengan status gizi kurang, normal, dan gemuk sebanyak 0

orang (0 % ). Keterkaitan status gizi dengan persiapan kehamilan

sangat diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian Menurut Almatsier

(2011) bila tubuh memperoleh cukup zat gizi dan digunakan

secara efisien maka akan tercapai status gizi optimal yang

memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin. (Almatsier, 2011) Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Ningrum (2018), menurut asumsi penulis status

gizi pra hamil berhubungan erat dan memiliki pengaruh yang

besar terhadap berat badan dan panjang badan bayi baru lahir.

Status gizi pra hamil berpengaruh 88% terhadap berat badan bayi

dan 76% terhadap panjang badan bayi baru lahir. (Ningrum, 2018)

3. Pola Hidup Sehat.

Berdasarkan tabel 5.1.3. diperoleh data distribusi bahwa sebagian

besar dari calon pengantin putri berpengetahuan baik dengan pola

hidup sehat baik sebanyak 8 orang ( 17,3 % ), calon pengantin

putri berpengetahuan baik dengan pola hidup sehat cukup


37

sebanyak 36 orang ( 78,2 % ), calon pengantin putri

berpengetahuan baik dengan pola hidup sehat kurang sebanyak 2

orang ( 4,3 % ), sedangkan calon pengantin putri berpengetahuan

cukup dengan pola hidup sehat baik sebanyak 3 orang ( 33,3 % ),

calon pengantin putri berpengetahuan cukup dengan pola hidup

sehat cukup sebanyak 5 orang (55,6 %), calon pengantin putri

berpengetahuan cukup dengan pola hidup sehat kurang sebanyak 1

orang ( 11,1 % ) serta pengantin putri berpengetahuan kurang

dengan pola hidup sehat baik, cukup, dan kurang sebanyak 0

orang ( 0 % ). Berdasarkan data yang sudah terkumpul bahwa

sebagian besar calon pengantin putri di KUA kecamatan Senen

memiliki pengetahuan baik dengan pola hidup sehat yang cukup

baik yaitu 36 responden (78,2%). Pola Hidup Sehat merupakan

salah satu hal penting untuk mendukung persiapan kehamilan

yang matang. Menurut Anne (2010) pola hidup sehat adalah suatu

gaya hidup dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu yang

mempengaruhi kesehatan, antara lain pola makan, istirahat dan

olahraga. Pola makan, pola istirahat dan pola olahraga juga sangat

mempengaruhi kesehatan tubuh, jika pola hidup tidak baik akan

sangat banyak penyakit yang akan datang menghampiri bahkan

saat hamil nanti apabila pola hidup tidak sehat tetap terjaga maka

akan sangat banyak resiko terjadi baik pada ibu maupun calon

bayinya nanti resiko tersebut. (Anne, 2010) Keterkaitan pola hidup

sehat dengan persiapan kehamilan sangat erat hubungannya karena


38

kehamilan yang baik juga harus didukung oleh pola hidup yang

sehat, maka dari itu merubah pola hidup menjadi sehat sejak masa

remaja akan menjadi suatu kebiasaan yang baik sehingga saat

hamil akan terbiasa dan membuat calon ibu serta bayi yang

dikandungnya akan sehat dan sejahtera. (Viola, 2015)

4. Sumber Informasi Berdasarkan tabel 5.1.4. diperoleh data

distribusi bahwa sebagian besar dari calon pengantin putri

berpengetahuan baik dengan sumber informasi baik sebanyak 38

orang ( 82,6 % ), calon pengantin putri berpengetahuan baik

dengan sumber informasi tidak baik sebanyak 8 ( 17,4 % ), calon

pengantin putri berpengetahuan cukup dengan sumber informasi

baik sebanyak 7 orang ( 77,7 % ), calon pengantin putri

berpengetahuan cukup dengan sumber informasi tidak baik

sebanyak 2 orang ( 22,3 % ). Berdasarkan data yang sudah

terkumpul bahwa sebagian besar calon pengantin putri di KUA

kecamatan Senen memiliki pengetahuan baik dengan sumber

informasi yang baik yaitu 38 responden (82,6%). Menurut Ana

Pujiastuti (2017), calon ibu yang sudah mempunyai banyak bekal

sumber informasi mengenai kehamilan yang baik tentunya calon

ibu akan lebih merasa tenang dan menikmati masa kehamilannya

dan menganggap bahwa semua perubahan yang terjadi masih

dalam fase normal. Sumber informasi adalah media yang berperan

penting bagi seseorang dalam menentukan sikap dan keputusan

untuk bertindak. Meningkatkan minat seseorang untuk mencari


39

informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat

diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film,

video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs positif lewat

internet. (Taufiq,2017)

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan calon

pengantin putri tentang persiapan kehamilan pertama di KUA

Kecamatan Senen periode Januari – Februari 2021 berikut :

a. Distribusi tingkat pengetahuan calon pengantin putri tentang

persiapan kehamilan pertama di KUA Kecamatan Senen

periode Januari – Februari 2021 sebanyak 46 orang ( 83,6 %).

b. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan calon pengantin putri

tentang persiapan kehamilan pertama berdasarkan status gizi di

KUA Kecamatan Senen periode Januari – Februari 2021

terbanyak yaitu berpengetahuan baik dengan status gizi normal

sebanyak 43 orang ( 93,5 % ).

c. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan calon pengantin putri

tentang persiapan kehamilan pertama berdasarkan pola hidup

sehat di KUA Kecamatan Senen periode Januari – Februari

2021 terbanyak yaitu berpengetahuan baik dengan pola hidup

sehat cukup sebanyak 36 orang ( 78,2 % ).

d. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan calon pengantin putri

tentang persiapan kehamilan pertama berdasarkan sumber

informasi di KUA Kecamatan Senen periode Januari –


40

Februari 2021 terbanyak yaitu berpengetahuan baik dengan

sumber informasi baik sebanyak 38 orang ( 82,6 % ).

2.6. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan

keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang

dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Berikut

adalah asuhan kebidanan menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/

VIII/2007:

2.6.1. Standar I: Pengkajian

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan

dam lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi

pasien. Kriteria Pengkajian:

1) Data tepat, akurat, dan lengkap

2) Terdiri dari Data Subjektif (hasil anamnesa; biodata, keluhan

utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial

budaya)

3) Data Objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan

penunjang)

2.6.2. Standar II: Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan

Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan

diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria Perumusan

Diagnosa dan atau Masalah:


41

1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

3. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

2.6.3. Standar III: Perencanaan

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa

dan masalah yang ditegakkan. Kriteria Perencanaan:

a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan

kondisi klien; tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan

secara komprehensif.

b. Melibatkan klien/ pasien dan atau keluarga

c. Mempertimbangkan kondisi psikologis, sosial budaya klien/

keluarga.

d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien

berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang

diberikan bermanfaat untuk klien.

e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku

sumberdaya serta fasilitas yang ada.

2.6.4. Standar IV: Implementasi

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara

komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based

kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan

rujukan. Kriteria:
42

1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psikososial-

spiritual-kultural.

2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien

dan atau keluarganya (inform consent).

3) Melaksankan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.

4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.

5) Menjaga privasi klien/pasien.

6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.

7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara

berkesinambungan.

8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan

sesuai.

9) Melakukan tindakan tindakan sesuai standar.

10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan

2.6.5. Standar V: Evaluasi

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan kebidanan

yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan

kondisi klien. Kriteria Evaluasi:

1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan

sesuai kondisi klien.

2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan

atau keluarga.

3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.


43

4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien

2.6.6. Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat

dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan

dalam memberikan asuhan kebidanan. Kriteria Pencatatan Asuhan

Kebidanan:

1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada

formulir yang tersedia (rekam medis/KMS/Status Pasien/Buku

KIA).

2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

4) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan

5) A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan

6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan,

dukungan, kolaborasi evaluasi/follow up dan rujukan.


44
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1. Data Subjektif

Anamnesa dilakukan oleh: Srilejaring Tiyas Di : PMB “Lejar”


Tanggal : 21/1/2022 Pukul : 11.00 WIB

1. Identitas Calon Pengantin

Nama catin wanita : Nn. V Nama catin laki-laki : Sdr. S

Umur : 20 tahun Umur : 25 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indo Suku : Jawa/Indo

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta

Alamat : Klayatan III/12 rt 04/02

2. Alasan datang

Datang untuk melengkapi syarat administrasi pernikahan untuk dibawa ke

KUA

3. Keluhan Utama

Klien mengatakan tidak ada keluhan


46

4. Riwayat Menstruasi

 Menarche : 13 tahun

 Siklus : Tidak teratur,

 Lama : 1 - 5 hari.

 Banyaknya : ganti pembalut 3 kali/hari

 Konsistensi : Cair ada yang menggumpal

 Disminorrhae : Kadang-kadang

 Fluor Albus : kadang-kadang, bening, sebelum dan setelah

menstruasi, tidak gatal, tidak berwarna dan tidak berbau

5. Riwayat kesehatan keluarga

a. Keturunan kembar : tidak ada

Dari pihak siapa :-

b. Penyakit keturunan : tidak ada

Dari pihak siapa :-

Jenis penyakit :-

c. Penyakit lain dalam keluarga : tidak ada

Dari pihak siapa :-

Jenis penyakit :-

6. Riwayat kesehatan yang lalu

 Penyakit menahun : tidak ada

 Penyakit menurun : tidak ada

 Penyakit menular : tidak ada

7. Latar belakang budaya dalam keluarga

 Kebiasaan/upacara adat istiadat :-


47

 Kebiasaan keluarga yang menghambat : tidak ada

 Kebiasaan keluarga yang menunjang : Pola Nutrisi (Selalu makan

nasi sayur lauk seperti tahu, tempe, telur, daging ayam kadang

daging)

 Dukungan dari keluarga : Orang tua dan Saudara

8. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Pola Nutrisi : makan 2-3x dalam sehari

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

b. Pola Eliminasi : BAB 1x sehari BAK 2-4x sehari

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

c. Pola istirahat tidur : Siang 1 jam ( istirahat di tempat kerja ) dan

Malam 7-8 jam

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

d. Pola Aktivitas : Sebelum berangkat bekerja melakukan

kegiatan dirumah, menyapu, mengepel, kadang dilakukan pulang dari

bekerja.

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

e. Perilaku Kesehatan

Penggunaan obat/jamu/rokok, dll : tidak

Penggunaan obat/jamu/rokok, dll : tidak

f. Personal Hygiene

Mandi, keramas, gosok gigi : 2x sehari

Ganti celana dalam dan pembalut : 1-2x sehari

Cara membersihkan genetalia : dari depan kebelakang


48

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

3.2 Data Objektif


3.2.1 Pemeriksaan Umum

 Kesadaran : Composmentis

 TD :110/70 mmhg

 Suhu : 36.5 oC

 Nadi : 82x/menit

 RR : 20x/menit

 BB sekarang : 55 kg

 TB : 155 cm

 LILA : 25 cm

 IMT : 22,91 (masuk dalam kategori berat badan normal)

3.2.2 Pemeriksaan Khusus

a. INSPEKSI

 Kepala : Normal, Persebaran rambut merata, kulit

kepala bersih, tidak ada ketombe, rambut tidak mudah rontok.

 Muka : Kelopak mata : Simetris

Conjungtiva : Normal

Sklera : Putih bersih

 Mulut dan gigi : Bibir :

Lidah : tampak bersih

Gigi : tidak ada perdarahan gigi

 Hidung : Simetris : simetris

Sekret : tidak ada

Kebersihan : bersih
49

 Leher : Pembesaran vena jugularis : tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid : tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening: tidak ada

 Dada : Pembesaran/benjolan : tidak ada

 Perut : Pembesaran : tidak ada

Bekas luka operasi : tidak ada

 Ekstremitas atas dan bawah : Oedema : (-)

Varises : (-)

b. PALPASI

 Leher : Pembesaran vena jugularis : tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid : tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

 Dada : Benjolan/ Tumor : tidak ada

Keluaran :-

 Perut : Pembesaran lien/ liver : tidak ada

 Ekstremitas atas dan bawah : Oedema :-

c. AUSKULTASI:

Dada : Detak jantung normal

Perut : tidak dilakukan

d. PERKUSI

1. Reflek Patela : kanan (+), Kiri (+)

2. Perut : tidak kembung

3.2.3 Pemeriksaan laboratorium

Hb : 12.5 gr/dl
50

Golda : AB

Albuminuria :-

Reduksi urine :-

Hbsag :-

HIV :-

3.2.4 Pemeriksaan penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3. Analisa / Diagnosa :

Pasangan usia subur Nn. V Usia 20 tahun dan Sdr. S usia 25 tahun calon

pengantin dengan konseling pranikah.

3.4. Intervensi :

1. Melakukan Pemeriksaan fisik

2. Menjelaskan tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

3. KIE tentang persiapan kesehatan calon pengantin seperti ; kesehatan

reproduksi,persiapan kehamilan sehat, menjelaskan tentang PMS dan

IMS, pemenuhan kebutuhan GIZI agar tidak mengalami KEK atau

anemia.

4. Menjelaskan tujuan dan efek samping dari imunisasi TT

5. Pemberian terapi pada calon pengantin wanita dan pemberian surat

keterangan sudah TT

6. Anjurkan untuk ke fasilitas kesehatan terdekat bila ada indikasi

3.5. Penatalaksanaan
51

Tabel 3.1 : Tabel Penatalahsanaan


11.00 Melakukan pemeriksaan fisik kepada calon pengantin wanita.
11.02 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien hasil pemeriksaan
dalam batas normal, tidak anemia dan tidak mengalami KEK
11.05 Memberikan konseling kelas catin tentang kesehatan reproduksi
pranikah, yaitu :
1. Konsep kesehatan reproduksi
2. Persiapan pranikah bagi calon pengantin
3. Organ reproduksi perempuan
4. Kehamilan sehat
5. Masa subur seorang perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan
siklus haid (14 hari sebelum haid berikutnya atau antara kedua waktu
dari siklus terpanjang dikurang 11 dan siklus terpendek dikurangi 18
6.IMS (Infeksi Menular Seksual), Penularan HIV/AIDS, dan
penyakit – penyakit yang bisa mempengaruhi kehamilan dan
kesuburan.
8. Gizi seimbang
11.15 Menjelaskan tujuan dan efek samping dari imunisasi TT, catin
perempuan setuju dilakukan penyuntikkan imunisasi TT

11.17 Memberikan terapi pada calon pengantin wanita FE 1x1/XXX dan


memberikan surat keterangan sudah TT

11.20 Menganjurkan Nn.V untuk periksa ke fasilitas kesehatan terdekat


bila mengalami keluhan yang tidak normal.

3.6. Evaluasi

Hari : Jumat, 21 Januari 2022 Jam: 11.20 WIB

S : Nn V umur 20 tahun mengatakan tidak ada keluhan


52

O : BB: 55 kg TB: 155 cm LILA: 25 cm IMT: 22,91 (Normal)

TD: 110/70 mmhg N: 82 x/m R: 20x/m S: 36.5°c

A : Nn. V umur 20 tahun calon pengantin fisiologis

P : 1. Mengingatkan kembali kepada pasien tetang penjelasan yang

diberikan tadi.

2. Meminta pasien untuk menjelaskan kembali secara singkat

sesuai pemahamannya tentang apa penjelasan yang telah

disampaikan oleh petugas

3. Mengingatkan kembali untuk mengakonsumsi makanan yang

bergisi seimbang dan selalu rutin mengkonsumsi tablet tambah

darah yang telah diberikan


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Asuhan kebidanan

Pada kasus ini Nn. V dan Sdr. S sedang melakukan persiapan

pernikahan sesuai dengan teori bahwa tipe bimbingan dan konseling pranikah

yang diberikan disini adalah secara individu atau pasangan dengan cara

wawancara atau anamnesa atau berdialog khusus di suatu ruangan atau

tempat yang sudah disediakan, bisa di ruang konseling. Berdasarkan

pengkajian data subyektif diperoleh bahwa Nn. V berusia 20 tahun dan Sdr.S

berusia 25 tahun. Menurut BKKBN (2017), umur ideal yang matang secara

biologis dan psikologis adalah 20 – 25 tahun bagi wanita dan umur 25 – 30

tahun bagi pria. Sehingga Nn. V dan Sdr.S termasuk pasangan dengan usia

yang sudah sangat matang atau terbilang sudah berumur untuk menikah.

Prawirohardjo mengatakan bahwa usia reproduksi sehat dan aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia

<20 tahun secara fisik dan mental ibu belum kuat yang memungkinkan

berisiko lebih besar mengalami anemia, pertumbuhan janin terhambat, dan

persalinan prematur. Sedangkan pada usia ≥35 tahun kondisi fisik mulai

melemah yang memicu terjadinya berbagai komplikasi pada kehamilan,

persalinan, dan masa nifas. Begitupun pria, disarankan untuk menikah pada

usia kurang dari 40 tahun, karena di atas usia tersebut motilitas, konsentrasi,

volume seminal, dan fragmentai DNA telah mengami penurunan kualitas


54

sehingga meningkatkan risiko kecacatan janin (RSUA, 2013). Dalam riwayat

psikososial didapatkan bahwa kedua calon pengantin sudah siap secara

mental untuk menikah dan tidak menunda kehamilan setelah menikah, bahkan

ingin segera memiliki anak. Keputusan yang dibuat oleh kedua calon

pengantin sudah tepat, karena usia Nn.V yang telah memasuki usia 20 tahun

dimana menurut American Society for Reproductive Medicine (2012)

kesuburan secara bertahap menurun pada usia 30 tahun.

Pada riwayat menstruasi diperoleh bahwa calon pengantin wanita

tidak mngetahui dan lupa kapan siklus menstruasi, oleh karena itu diperlukan

pengamatan 3 bulan untuk menentukan masa subur. Siklus menstruasi pada

wanita normal berkisar antara 21-32 hari dan hanya 10-15% yang memiliki

siklus menstruasi 28 hari (Proverawati & Misaroh, 2009). Sedangkan untuk

lama menstruasi normalnya berlangsung 3-7 hari (Ramaiah, 2006), sementara

itu menurut Proverawati dan Misaroh (2009) lama mestruasi berlangsung

selama 3-5 hari dan ada juga yang 7-8 hari. Dengan demikian tidak ada

gangguan pada Nn.V terkait menstruasi. Bila ditemukan gangguan

menstruasi, baik siklus, lama menstruasi, nyeri haid berlebihan, maka dapat

berakibat pada gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan.

Adapun fluor albus yang kadang- kadang dialami Nn. V memiliki sifat

bening, sebelum dan setelah menstruasi, tidak gatal, tidak berbau merupakan

fisiologis atau normal. Sebagaimana diungkapkan oleh Saifuddin (2010)

bahwa keputihan normal adalah tidak berbau, berwarna putih, dan tidak gatal

apabila berbau, berwarna, dan gatal dicurigai adanya kemungkinan infeksi

alat genital.
55

Data pola fungsional kesehatan, diketahui bahwa Nn. V makan buah

dan sayur, sehingga pada pola eliminasi didapatkan kebiasaan BAB Nn. V

adalah 3 – 5 hari sekali. Padahal idealnya adalah BAB 1x sehari

(Prawirohardjo, 2010). Rata- rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara

umum yaitu 10,5 g/hari (Depkes 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah

dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan

berdasarkan Angka Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19—29 tahun

adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan (WNPG,

2012). Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air di dalam kolon

membuat volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada

rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan demikian

feses lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah

bertambahnya volume feses, melunakkan konsistensi feses dan

memperpendek waktu transit di usus (Kusharto 2006).

Selain serat, faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi

adalah asupan air. Air memiliki banyak fungsi, salah satu fungsi air adalah

media eliminasi sisa metabolisme. Tubuh menghasilkan berbagai sisa

metabolisme yang tidak diperlukan termasuk toksin. Berbagai sisa

metabolisme tersebut dikeluarkan melalui saluran kemih, saluran nafas, kulit

dan saluran cerna yang memerlukan media air (Santoso, dkk. 2011).

Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2005 merekomendasikan cairan,

terutama air minum, yang harus dikonsumsi untuk orang dewasa adalah 2

liter atau setara 8 gelas setiap hari. Hal ini disebebakan karena proses defekasi

dapat berjalan dengan lancar apabila minimal mengonsumsi air putih 2 liter
56

per hari (Ambarita, dkk, 2014). Pada kasus diperoleh bahwa kebiasaan

minum Nn.V adalah 8-9 gelas/hari, sehingga kebutuhan cairan Nn.V telah

terpenuhi dan bukan menjadi penyebab frekuensi BAB yang tidak teratur.

Pada data objektif, Nn V memiliki IMT 22 kg/m2 dan Lila 25 cm

yang termasuk dalam kategori normal. IMT normal ialah 18,5 – 25 kg/m2

(Depkes, 2011). Sedangkan, ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di

Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila LLA < 23,5 cm atau IMT < 18,5 kg/m2 ,

artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK atau gizi kurang, dan

diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR), BBLR

mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan

perkembangan anak (Supariasa, dkk, 2014). Status nutrisi pada wanita

pranikah perlu dikaji karena berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Kegagalan mengkonsumsi diet yang adekuat dalam masa remaja pranikah

dapat menyebabkan kematangan seksual terlambat yang berpengaruh

terhadap kesehatan reproduksi ketika wanita memasuki fase pernikahan.

Mempertahankan status nutrisi yang baik, mencapai berat badan ideal,

mengontrol gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi

yang seimbang, dapat membantu mempertahankan kesehatan sistem

reproduksi (Soetjiningsih, 2010). Jika IMT > 30 kg/m2, dapat meningkatkan

komplikasi pada kehamilan seperti preeklamsi, diabetus gestasional, kelainan

kongenital,persalinan preterm, dan lain-lain (Lisa, dkk, 2015).

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratoriun dan

diperoleh hasil Hb Nn. V 12,5 g/dL Menurut kriteria WHO anemia adalah

kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada


57

wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer

Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di

bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada

penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit.

Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari

penyebabnya (Oehadian, 2012). Sementara pada kasus ini, kadar hemoglobin

kedua calon pengantin berada dalam batas normal, sehingga tidak

menunjukkan adanya tanda penyakit serius lainnya.

Setelah dilakukan pengkajian data subjektif dan objektif, maka

dilakukan analisis terhadap Nn. V dan Sdr. S yaitu pasangan usia subur

dengan persiapan pernikahan dalam kondisi cukup umur dan siap untuk

menikah. Penatalaksanaan yang diberikan pada Nn. V diantaranya dengan

pemberian konseling pranikah yang didalamnya meliputi tentang kesehatan

reproduksi, khususnya persiapan kehamilan dan masa subur. Pengetahuan

tentang masa subur pada pasangan calon pengantin dengan perencanaan

kehamilan sangatlah penting. Karena masa subur adalah suatu masa dalam

siklus menstruasi perempuan di mana terdapat sel ovum yang siap dibuah,

sehingga bila perempuan tersebut melakukan hubungan seksual maka

dimungkinkan terjadi kehamilan (Indriarti, dkk, 2013).

Selain itu, pemberian imunisasi TT pada Nn. V. Hal tersebut

dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit

tetanus, sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi

ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus. Pemberian imunisasi tetanus toxoid

(TT) dilakukan untuk mencapai status T1 hasil pemberian imunisasi dasar


58

dan lanjutan. Status T5 sebagaimana dimaksud ditujukkan agar wanita usia

subur memiliki kekebalan penuh. Dalam hal status imunisasi belum mencapai

status T1 saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan, maka pemberian

imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang bersangkutan menjadi

calon pengantin (Kemenkes, 2017). Dan juga pemberian informaasi mengenai

pendewasaan usia perkawinan.


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Nn V usia 20 tahun dan Sdr. S usia 25 tahun dengan dengan persiapan

pernikahan dan perencanaan kehamilan. Keputusan untuk merencanakan

kehamilan menikah merupakan keputusan yang tepat. Hasil analisis dari

kasus ini berdasarkan hasil pengkajian data subjektif dan objektif pada Nn. V

dan Sdr.S sebagai calon pasangan pengantin, yaitu pasangan usia subur

dengan persiapan pernikahan fisiologis. Sehingga, tata laksana yang

diberikan, selain persiapan pernikahan sesuai panduan calon pengantin yang

telah ditetapkan oleh Kemenkes, juga diberikan tambahan konseling dan

anjuran terkait dengan perencanaan kehamilan, seperti KIE persiapan

kehamilan, masa subur, dengan tata laksana yang sesuai diharapkan apat

membantu pasangan calon pengantin mencapai tujuan secara optimal yakni

segera memperoleh keturunan yang sehat atau generasi platinum dalam ikatan

pernikahan yang sakral.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Penulis

Diharapkan dapat menjadi sumber wawasan dan referensi yang

dapat dikembangkan lebih baik lagi


60

5.2.2 Bagi Institusi

Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber

referensi khususnya tentang asuhan Calon Pengantin serta digunakan

dan dikembangkan dengan evidence based terbaru

5.2.3 Bagi Lahan Praktik

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi

banding dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada calon pengantin

di masyarakat sehingga dapat bermanfaat untuk semua orang

5.2.4 Bagi Profesi Bidan

Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi

bidan dalam asuhan komprehensif pada pada calon pengantin serta

sebagai asuhan yang up to date.


DAFTAR PUSTAKA

Deti Mega Purnamasari "Ini Isi Materi Bimbingan Pernikahan untuk Calon
Pengantin",Klikuntukbaca: https://nasional.kompas.com/read/2019/11/19/
22290271/ini-isi-materi-bimbingan-pernikahan-untuk-calon-pengantin.
Prawirohardjo, S., 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Varney, Helen, Jan M.kriebs, Carolyn L.Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan
kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 2011. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :
CV SagungSeto
Rosa, Valentina.2012. Persepsi Tentang Konseling Pranikah Pada Mahasiswa
Tingkat Akhir. UI. Jakarta
BKKBN, 2009. Pedoman KIE Program KB Nasional. Jakarta
Paratmanitya, ., Hadi, H., & Susetyowati. ( 2012 ) Citra Tubuh, Asupan Makan
dan Status Gizi Wanita Usia Subur Pranikah. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia,8(3), 126 – 134.
Notoatmodjo, S.,(2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman Praktis Memantau Status Gizi
Orang Dewasa. Retrieved April 03, 2018, from gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2011/10/ped-praktis-stat-gizi-dewasa.doc
Effendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
LAMPIRAN

1. Dokumentasi Kegiatan
63

2. Leaflet
64

Anda mungkin juga menyukai