Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUAHAN KEBIDANAN PADA REMAJA YANG BERPUSAT


PADA PEREMPUAN

Laporan ini diajukan untuk memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik (Stase 1)
di Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun Oleh

Dila Septi Rosdiani


NIM. P2.06.24.8.21.028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini dengan judul
“Pengaruh Aromaterapi terhadap Penurunan nyeri Disminore pada Remaja di
SMK Negeri 3 Tasikmalaya”.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang dimiliki,


penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari
sempurna. Namun penulis berharap sekecil apapun Laporan Pendahuluan ini
dapat memberikan manfaat bagi bagi pembaca pada umumnya.

Banyak halangan dan kesulitan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan


Laporan Pendahuluan ini, namun atas bantuan dan dorongan berbagai pihak, baik
berupa sarana, petunjuk ataupun penjelasan yang diberikan yang sangat
membantu kelancaran penyusunan Laporan Pendahuluan ini. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Hj. Ani Radiati R, Spd, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kementerian Kesehatan Tasikmalaya.
2. Nunung Mulyani, APP. M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Tasikmalaya.
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Kebidanan dan Profesi Bidan Tasikmalaya.
4. Herni Kurnia, SST, M.Kes, selaku Pembimbing dan Penguji laporan
Pendahuluan yang telah memberikan bimbingan, dan arahan dalam
penyusunan Laporan Pendahuluan ini.
5. dr. H. M. Ali Sya’ban, selaku Kepala Puskesmas Tamansari.
6. Kuswi Mulyasari, Am.Keb, selaku Bidan Koordinator Puskesmas Tamansari.
7. Hj. Lilik Herawati, S.Tr.Keb selaku Pembimbing dan Penguji Lahan yang
telah memberikan bimbingan, dan arahan dalam penyusunan Laporan
Pendahuluan ini.

1
Akhir kata, semoga budi baik serta jasa-jasa semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan ini mendapat
pahala yang setimpal dari Allah SWT. Aamiin.
Tasikmalaya, 14 September 2021

Penulis
8.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

B. Tujuan 6

C. Manfaat 7

BAB II TINJAUAN TEORI 8

A. Konsep Dismenore 8

B. Asuhan Komplementer pada Remaja dengan Dismenore 14

C. Penatalaksanaan Dismenore Primer di Puskesmas 21

DAFTAR PUSTAKA 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (Who Health Organization) definisi remaja adalah suatu
masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-
tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari
ketergantungan menjadi keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2015).
Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi,
maupun lembaga kesehatan. Menurut WHO (Who Health Organization)
remaja merupakan periode usia 10 – 20 tahun. Menurut PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) usia remaja berada dikisaran usia 15 sampai 24 tahun.
Menurut Departemen Kesehatan remaja adalah mereka yang berusia 10 – 19
tahun dan belum menikah. Sementara itu, BKKBN (Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah usia 10 – 21 tahun
(Sarwono, 2015).
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, banyak
perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja. Perubahan yang terjadi yaitu
perubahan secara fisik yang merupakan gejala primer dari pertumbuhan
remaja. Sedangkan perubahan psikologis muncul akibat dari
perubahanperubahan fisik remaja tersebut (Sarwono, 2015). Masa remaja
ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer, hal tersebut
dipengaruhi oleh mulai bekerjanya kelenjar reproduksi. Kejadian yang
muncul saat pubertas adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-
ciri kelamin sekunder, menarch dan perubahan psikis. Pada wanita, pubertas
ditandai dengan terjadinya haid atau menstruasi (Larasati, 2016).
Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding endometrium yang
disertai dengan pendarahan yang terjadi secara berulang setiap bulan selama
masa usia subur. Lama siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari, namun
adanya variasi umum terjadi. Durasi rata-rata terjadinya menstruasi adalah 5

4
hari (berkisar 1 hingga 8 hari), dan kehilangan darah ratarata sebanyak 50 ml
berkisar 20 hingga 80 ml), namun ini semua bervariasi. Usia wanita, status
fisik dan emosional, serta lingkungan juga memengaruhi regularitas siklus
menstruasinya (Larasati, 2016).
Menstruasi dapat menimbulkan gangguan yang cukup berarti bagi
perempuan. Salah satu gangguan yang paling sering terjadi saat menstruasi
adalah dismenore. Dismenore yaitu nyeri yang dirasakan pada perut bagian
bawah dan terjadi sebelum, selama atau sesudah menstruasi. Dismenore
dibagi menjadi dua berdasarkan ada tidaknya kelainan yang menyertai yakni
dismenore primer yaitu nyeri yang terjadi selama menstruasi karena adanya
kontraksi miometrium karena produksi prostaglandin tanpa adanya kelainan
pada pelvis serta dismenore sekunder yaitu nyeri yang dirasakan disertai
kelainan pada pelvis. Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar.
Examination Survey (NHANES) dismenore mayoritas terjadi pada remaja
dengan angka kejadian sebesar 43-93% (Nurul, 2018). Sinha, Srivastava,
Sachan dan Singh (2016) menyatakan dalam penelitiannya bahwa prevalensi
dismenore pada remaja (rentang usia 10-19 tahun) di India sekitar 73,9%.
Sementara angka kejadian dismenore pada remaja di Indonesia diperkirakan
55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh nyeri menstruasi (Sinha,
2017). Sedangkan penelitian yang di lakukan oleh Putri SA (2017) jumlah
kejadian dismenore pada siswi kelas XI SMA N 52 Jakarta sebesar 86%
(Juliana, 2019).
Nyeri yang dirasakan saat menstruasi sering menimbulkan
ketidaknyamanan pada wanita sehingga dapat mengakibatkan wanita tersebut
tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Banyak cara untuk
menghilangkan atau menurunkan dismenore, baik secara farmakologis, non
farmakologis dan gabungan. Perilaku dalam mengatasi nyeri dismenore pada
remaja dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pergi ke rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, dokter pribadi, mengonsumsi obat herbal,
minum obat dari toko terdekat, kompres hangat, dan beristirahat (Gustina &
Djannah, 2017). Penggunaan cara farmakologis untuk menurunkan intensitas
nyeri pada kejadian dismenore memiliki berbagai resiko apabila digunakan

5
dalam dosis tinggi, salah satunya adalah gangguan pada saluran pencernaan
dan kerusakan pada ginjal. Oleh karena itu, diperlukan penanganan secara
non farmakologis sehingga dapat meminimalkan efek samping yang
diperoleh. Cara Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri dismenore adalah masase effleurage dan penggunaan aromaterapi.
Masase effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa usapan
yang mengalir dengan lembut. Dengan masase effleurage, hipoksia pada
jaringan akan berkurang sehingga kadar oksigen di jaringan meningkat yang
menyebabkan nyeri berkurang. Selain itu, masase effleurage dapat
meningkatkan pelepasan hormon endorfin sehingga ambang nyeri meningkat.
Salah satu teknik masase yang efektif falam mengurangi dismenore adalah
masase aromaterapi. Melalui masase aromaterapi, kandungan dari minyak
esensial yang memiliki daya penyembuhan dapat lebih optimal untuk diserap
oleh organ tubuh yang memerlukan perwatan. Aromaterapi adalah istilah lain
dari minyak essensial yang mempunyai aroma serta berguna sebagai terapi.
Aromaterapi dapat memicu respons biokimia tertentu di otak yang pada
gilirannya mengaktifkan fungsi tertentu dari tubuh dan pikiran seseorang
untuk memberikan kesejahteraan (Hikmah, 2018).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memberikan
asuhan kebidanan pada remaja dengan dismenore menggunakan terapi
komplementer dengan massage effleurage serta penggunaan aromaterapi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui
pelaksanaan dari asuhan kebidanan pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan gambaran dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada
remaja dan kesesuaiannya dengan teori dan evidence based practice.
b. Mendapatkan gambaran pemeriksaan pada remaja.
c. Mendapatkan gambaran cara penatalaksanaan non farmakologis
pada remaja dengan dismenore.

6
C. Manfaat
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan mengenai pemberian
asuhan kebidanan pada remaja, dengan memprioritaskan keamanan pada
klien serta pemberian pelayanan berkualitas. Selain itu, dapat
meningkatkan pelayanan non farmakologis dengan memberikan asuhan
komplementer, sehingga dapat mengurangi efek samping.
2. Bagi Institusi Kebidanan
Dapat menjadi salah satu referensi bagi institusi pendidikan
kebidanan dalam membekali mahasiswanya dengan kemampuan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada remaja.
3. Bagi Remaja
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan remaja mengenai terapi
nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri dismenore primer dan dapat
diterapkan pada saat mengalami dismenore primer.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dismenore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore adalah nyeri yang timbul pada saat menstruasi, biasanya
dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid
dapat terjadi bervariasi mulai dari ringan sampat berat. Keparahan nyeri
berhubungan dengan lama dan jumlah darah haid. Biasanya nyeri muncul
sebelum keluarnya haid dan meningkat pada hari pertama dan kedua
(Purnamasari, 2014).
Dismenore adalah keluhan ginekologi akibat ketidakseimbangan
hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa
nyeri yang paling sering terjadi pada wanita haid. Prostaglandin
menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus dan pada kadar yang
berlebihan akan mengaktivasi usus besar (Purnamasari, 2014).

7
Dismenore merupakan nyeri saat menstruasi terjadi akibat
peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan produksi prostaglandin
menyebabkan kontraksi otot rahim lebih kuat. Sebelum menstruasi,
prostaglandin meningkat dan begitu menstruasi terjadi, kadar
prostaglandin menurun. Penurunan produksi prostaglandin
mengakibatkan rasa sakit cenderung berkurang setelah beberapa hari
menstruasi (Nugroho, 2014).
2. Klasifikasi Dismenore
a. Dismenore Primer
Dismenore primer merupakan rasa nyeri yang timbul sejak hari
pertama haid dan akan segera pulih setelah stabilnya hormon tubuh.
Nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat- alat
genital dan merupakan hal yang normal dirasakan oleh wanita pada
saat menstruasi, namun diduga berasal dari kontraksi rahim yang
dirangsang oleh prostagalandin. Wanita yang mengalami dismenore
memiliki kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang tidak mengalami dismenore (Khani, 2015).
Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche
biasanya setelah 12 bulan atau lebih. Rasa nyeri timbul sebelum, saat
menstruasi dan setelahnya. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-
jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat
menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa
nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,
iritabilitas dan sebagainya.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh
penyakit ginekologi, seperti endometriosis, adenomiosis, peradangan
tuba falopi, perlengketan abnormal antara organ di dalam perut dan
pemakaian IUD. Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada
usia 20 tahun, namun lebih jarang terjadi dan hanya terjadi pada 25%
wanita yang mengalami dismenore (Nugroho, 2014).
3. Derajat Nyeri

8
Menurut Anderson dan Milson (Hartiti, 2011) membagi tingkatan
nyeri haid (Dismenore), yaitu:
a. Derajat 0: nyeri sangat ringan dan aktivitas sehari-hari tidak
terpengaruh.
b. Derajat 1 nyeri ringan: tidak memerlukan obat-obatan dan aktivitas
seharihari tidak terganggu.
c. Derajat 2 nyeri sedang, memerlukan obat-obatan dan aktivitas
sehari-hari terganggu tapi jarang mangkir dari sekolah atau
pekerjaan.
d. Derajat 3 nyeri berat, yang tidak berpengaruh walau diberi obat-
obatan dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari selain itu
timbul keluhan mualmuntah, nyeri kepala, dan kelelahan.
4. Pengukuran Derajat Dismenore
Intensitas nyeri menunjukkan seberapa banyak nyeri yang dialami
seseorang. Pasien biasanya mampu mendeskripsikan intensitas nyeri
yang mereka rasakan dalam waktu yang relative cepat. Intensitas nyeri
sering diungkapkan dengan menggunakan kata-kata seperti, ‘tidak ada
nyeri’, ‘ringan’, ‘sedang’, ‘berat’ atau bisa juga menggunakan skoring
untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Mengkaji nyeri tidak
hanya sebatas menilai intensitas nyeri, kualitas nyeri tersebut terhadap
yang mengalaminyanya (Nugroho, 2014).
Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif, individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dapat dirasakan jauh
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat ukut nyeri seperti skala
pendeskripsi Verbal Deskriptor Scale (VDS) merupakan sebuah garis
yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini diranking dari ‘tidak terasa
nyeri’ sampai ‘nyeri yang tidak tertahankan’, Visual Analog Scale, Skala
Nyeri Numerik dan masih banyak lagi alat pengukur nyeri (Tamsuri,
2004). Namun, menurut Potter & Perry (2005) skala pengukuran nyeri
numerik sangat tepat untuk digunakan dalam mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan sesudah intervensi teraupetik.

9
Gambar 2.1 Skala Nyeri Verbal Raring Scale (VRS) menurut Smeltzer et
al (2010)
Keterangan
0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-9 : nyeri berat terkontrol

10 : nyeri berat tidak terkontrol

5. Etiologi Dismenore
Dismenore terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin
dalam jumlah yang tinggi, akibat pengaruh progesterone selama fase
luteal pada siklus haid. Nyeri pada saat menstruasi disebabkan oleh
peningkatan sekresi prostaglandin pada darah menstruasi yang
meningkatkan kontraksi uterus yang normal. Prostaglandin juga
meningkatkan kotraksi otot polos dan kontraksi pembuluh darah uterus,
dengan demikian memperburuk hipoksia uterus yang normalnya
berkaitan dengan mentruasi akibatnya kontraksi otot menjadi sangat
hebat dan terjadi hipsia yang menyebabkan nyeri pada saat haid atau
lebih dikenal dengan dismenore (Wilkins, 2014).
Wanita yang mengalami dismenore primer akan menghasilkan
hormon protaglandin dalam jumlah yang banyak pada saat menstruasi
dan sangat sensitif terhadap hormon tersebut. Prostaglandin merupakan
hormon yang dikeluarkan pada saat persalinan dan salah satu hormon

10
yang berperan terhadap kontraksi rahim. Oleh karena itu, hormon
prostaglandin menyebabkan otot rahim yang masuk ke dalam spasma,
yang mengakibatkan rasa sakit seperti kram (Wilkins, 2014).
Prostagalandin berperan dalam mengatur berbagai proses tubuh,
termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan
kontraksi uterus. Kadar prostaglandin yang meningkat saat menstruasi
akan menyebabkan kontraksi uterus, dan hal ini menyebabkan terjadinya
nyeri yang hebat, yaitu dismenore. Aktivitas usus besar juga meningkat
akibat peningkatan kadar prostagalandi yang menimbulkan gejala, seperti
nyeri kepala, pusing, rasa panas dan dingin pada muka, diare serta mual
yang mengiringi nyeri pada waktu haid (Wilkins, 2014).

11
6. Patofisiologi
Peningkatan sintesis dan pelepasan prostaglandin, terutama PGF2
dari endometrium uterus selama periode menstruasi. Prostaglandin ini
pada gilirannya menyebabkan kontraksi otot polos di banyak jaringan
yang berdekatan. Kontraksi otot polos rahim menyebabkan nyeri kolik,
nyeri spasmodik dan kerja keras seperti di perut bagian bawah dan nyeri
punggung bagian bawah yang merupakan karakteristik dismenore. Juga,
sekresi prostaglandin menyebabkan kontraksi otot polos saluran gastric-
intestinal, yang dapat menyebabkan mual, muntah dan diare (Khani,
2015).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan dismenore terbagi dalam dua tindakan yaitu secara
farmakologi dan non farmakologi menurut Purwaningsih & Fatimah
(2011) yaitu:
a. Farmakologi
1) Pemberian obat analgetik
Obat-obat analgetik paten yang beredar untuk mengobati nyeri
haid yaitu: Novalgin, ponstan, asetaminofen, ibuprofen.
2) Terapi dengan Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs
(NSAID)
Obat yang termasuk dalam golongan NSAID adalah ibuprofen,
indomestein, dan naproksen. Pengobatan hendaknya diberikan
1-3 hari sebelum haid, dan pada hari pertama haid.
3) Dilatasi Kanalis Servikalis
Dilatasi kanalis servikalis memberikan keringanan karena
memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di
dalamnya.
4) Terapi Hormonal
Tindakan ini bersifat sementara agar dapat melakukan aktivitas
dan untuk membuktikan bahwa gangguan merupakan
dismenore. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu
jenis pil kombinasi kontrasepsi.

12
b. Non Farmakologis
1) Kompres Hangat
Suhu panas dapat meminimalkan ketegangan otot. Nyeri akan
berkurang setelah otot rileks. Kompres hangat dapat dilakukan
dengan menggunakan handuk atau botol yang diisi air hangat.
Pengompresan dapat dilakukan pada daerah yang terasa kram
seperti pada perut atau pinggang bagian belakang.
2) Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat mengurangi stres yang timbul
etika PMS (Pre Menstruasi Sindrom) atau saat menstruasi.
Berolahraga juga dapat meningkatkan produksi hormon endorfin
otak yang berguna sebagai penawar rasa sakit yang alami dalam
tubuh.
3) Minum Air Putih
Minum air putih 8 gelas sehari mampu mengurangi rasa nyeri
saat menstruasi. Minum air putih dapat mencegah pengumpulan
darah dan melancarkan peredaran darah.
4) Melakukan Pemijatan
Pemijatan dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
Pemijatan dilakukan dengan jari telunjuk membuat gerakan
melingkar pada perut bagian bawah.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan metode alami dalam mengatasi nyeri.
Relaksasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menenangkan
pikiran kemudian menarik nafas dalam selama lima detik
melalui hidung dan dapat dihembuskan perlahan-lahan melalui
mulut. Tubuh akan menghentikan produksi hormon adrenalin
dan hormonhormon yang menyebabkan stres dalam kondisi
rileks.
6) Melakukan Akupuntur dan Akupresur

13
Tujuan akupuntur dan akupresur adalah menyeimbangkan
hormon yang berlebih karena dismenore merupakan nyeri yang
berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon.

B. Asuhan Komplementer pada Remaja dengan Dismenore


1. Massage Effleurage dalam Mengatasi Dismenore
a. Konsep Dasar Massage Effleurage
Massage effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa
usapan yang mengalir dengan lembut. Effleurage merupakan massage
dengan ujung jari yang ditekan dengan lembut dan ringan di atas perut
dan di paha atas. Massage effleurage diusap dengan ringan, tetapi tidak
memberikan tekanan yang kuat, ujung jari tidak pernah terlepas dari
permukaan kulit (Wildiyah, 2012).
Tujuan massage effleurage adalah membantu meredakan masalah
haid, seperti nyeri haid, rasa sakit, pra menstruasi, haid tidak teratur, dan
lain-lain (Wildiyah, 2012).
Masase effleurage adalah rangsangan secara kutaneus berupa usapan
yang mengalir dengan lembut. Dengan masase effleurage, hipoksia pada
jaringan akan berkurang sehingga kadar oksigen di jaringan meningkat
yang menyebabkan nyeri berkurang. Selain itu, masase effleurage dapat
meningkatkan pelepasan hormon endorfin sehingga ambang nyeri
meningkat. Berdasarkan penelitian Hikmah dkk (2018) dapat diketahui
bahwa masase effleurage menggunakan minyak aromaterapi, hipoksia
yang terjadi pada jaringan akan berkurang karena kadar oksigen pada
jaringan meningkat sehingga nyeri yang dirasakan berkurang. Selain itu,
juga dapat terjadi peningkatan sirkulasi darah dan penurunan stress dan
meredakan otot yang kaku. Setelah diberikan masase akan terjadi
pelepasan hormon endorfin yang dapat meningkatkan ambang nyeri yang
dirasakan sehingga nyeri akan terasa berkurang. Berdasarkan penelitian
tersebut, didapatkan hasil penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh
responden setelah diberikan masase effleurage menggunakan minyak
aromaterapi. Mayoritas responden mengalami nyeri ringan yaitu
sebanyak 16 orang (66,67%) dan sisanya mengalami nyeri sedang serta

14
tidak merasakan nyeri masing-masing sebanyak 4 orang (16,67%).
Perbedaan intensitas nyeri dismenore lebih signifikan pada kelompok
yang diberikan masase effleurage menggunakan minyak aromaterapi
mawar dibandingkan sweet almond oil. Masase effleurage dilakukan
selama 15 menit dengan cara meletakkan salah satu atau kedua telapak
tangan pada perut kemudian digerakkan melingkar secara bersamaan ke
arah umbilikus kemudian ke simphisis pubis atau melingkar ke 1 arah
(Hikmah, 2018).
Penelitian Sahr et al (2015) mengenai “The Effect of Self
Aromatherapy Massage of The Abdomen on The Primary
Dysmenorrhoea”, penelitian ini 75 orang dibagi menjadi 3 kelompok
yakni kelompok yang mendapatkan perlakuan masase effleurage selama
15 menit menggunakan minyak aromaterapi mawar sebanyak 5 tetes
yang dilarutkan pada 4% minyak almond, kelompok yang mendapatkan
perlakuan masase effleurage selama 15 menit menggunakan 5 tetes
minyak almond dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
perlakuan apapun. Hasilnya yaitu pada kelompok yang diberikan masase
effleurage menggunakan minyak aromaterapi mawar didapatkan
penurunan intensitas nyeri dismenore sebelum dan sesudah diberikan
tindakan, dimana nyeri saat sebelum diberikan tindakan adalah 8,28 ±
1,02 menjadi 5,96 ± 1,92 sesudah diberikan tindakan (Sahr et al, 2015).
Mekanisme penurunan intensitas nyeri dismenore dengan pemberian
masase effleurage menggunakan aromaterapi melibatkan 2 tindakan
yaitu: aromaterapi memicu sistem limbik yang berperan dalam
mengurangi nyeri, dan masase effleurage menggunakan minyak esensial
dapat melancarkan sirkulasi darah dan mengurangi spasme yang
menyebabkan nyeri. Sebagai tambahan, efek dari mawar sebagai
analgesik dan antispasmodik. Ketika minyak aromaterapi digunakan pada
proses masase, minyak aromaterapi tersebut tidak hanya dihirup melalui
indera penciuman namun juga dapat diserap melalui kulit kemudian
masuk ke jaringan dan sistem peredaran darah dimana selanjutnya

15
disalurkan ke organ yang memerlukan perawatan sehingga nyeri yang
dirasakan akan berkurang (Marzouk et al, 2015).
b. Teknik Massage Effleurage
Teknik massage effleurage mulailah dengan tangan pada kedua sisi
pusar. Gerakan tangan ke arah atas dan ke arah luar pusar, dan kembali
ke bagian pubis. Pindahkan kembali tangan kearah pusar. Massage dapat
diperluas sampai paha. Gerakan jari menyilang perut dari satu sisi ke sisi
lainnya. Massage effleurage dilakukan selama 15 menit (Wildiyah,
2012).
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi massage effleurage
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika massage menurut Yuniarto
(2012) adalah sebagai berikut:
1) Massage tidak dilakukan bilamana didapatkan kondisi-kondisi
tertentu, seperti: jantung tidak baik, tekanan darah tinggi, sendi-sendi
dan kelenjar yang membengkak, kulit yang lecet, dan pembuluh
kapiler pecah.
2) Massage membutuhkan suatu sentuhan yang pasti dan kuat, sehingga
membangkitkan kepercayaan pada orang yang diurut. Pengurut harus
memiliki tangan kuat yang fleksibel, tabiat yang tenang, dapat
menguasai diri.
3) Mengerjakan massage merupakan gabungan atau kombinasi dari satu
atau lebih gerakan-gerakan dasar sesuai dengan kondisi orang yang
diurut serta hasil yang diinginkan. Hasil dari perawatan massage
akan tergantung atas besarnya tekanan, arah gerakan, dan lamanya
masing-masing jenis pengurutan.
2. Aromaterapi dalam Mengatasi Dismenore
a. Pengertian
Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi,
dan therapi yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau
penyembuhan. Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai suatu cara
perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan
minyak essensial (essensial oil). Aromaterapi adalah suatu pengobatan

16
alternatif yang menggunakan bau-bauan atau wangi-wangian yang
berasal dari senyawa-senyawa aromatik. Respon bau yang dihasilkan dari
aromaterapi akan merangsang kerja sel neurokimia otak. Oleh karena itu,
bau yang menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk
mengeluarkan enfekalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit
alami dan menghasilkan perasaan tenang. Aromaterapi adalah terapi
dengan menggunakan berbagai jenis bunga, tumbuhan, minyak wangi,
dan wangi wangian. Holistik aroma menggunakan massase dan bau-
bauan (Susana dan Hendarsih, 2011).
b. Jenis dan manfaat aromaterapi
Rasa tenang timbul karena pemakaian aromaterapi mengandung
minyak essensial, selain itu akan merangsang daerah yang disebut otak
untuk memulihkan daya ingat, depresi, mengurangi kecemasan dan
stress. Banyak jenis tanaman yang bisa dijadikan untuk minyak atsiri
aromaterapi yaitu:
1) Akar wangi berkhasiat menyegarkan dan melemaskan pikiran dan
tubuh, meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, menstabilkan
emosi, menenangkan, dan membantu mengatasi stress.
2) Lavender berfungsi sebagai peringan nyeri otot dan sakit kepala,
menurunkan ketegangan, stress, membangkitkan kesehatan, kejang
otot, serta digunakan untuk imunitas.
3) Cengkeh berfungsi meringankan nyeri, otot, atritis, mengatasi
kegelisahan mental, dan memperkuat ingatan.
4) Mawar berfungsi untuk anti depresan, meringankan stress serta
memperbaiki kondisi kulit.
5) Clary sage berfungsi menurunkan stress, melemaskan otot, dan
menimbulkan perasaan senang dan tenang.
6) Jahe mempunyai khasiat sebagai penghilang radang sendi, rematik,
dan sakit pada otot.
7) Jasmine mempunyai manfaat untuk ketenangan, kegelisahan,
membentuk perasaan optimis, senang dan bahagia, dan
menghilangkan kelesuan.

17
8) Jeruk nipis mempunyai manfaat untuk membangkitkan tenaga dan
menjernihkan pikiran.
9) Kenanga bermanfaat untuk merelaksasi badan dan pikiran serta
menurunkan tekanan darah.
c. Aromaterapi Lemon (Cytrus Aromatherapy)
Limeone adalah komponen utama dalam senyawa kimia jeruk yang
dapat menghambat sistem kerja prostaglandin sehingga dapat mengurai
nyeri dan mengurangi rasa sakit (Namazi et al., 2014). Aromaterapi
lemon (cytrus) dapat menurunkan nyeri dan cemas. Zat yang terdapat
dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk
menstabilkan system saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi
siapapun yang menghirupnya (Al-Quadh et al., 2018). Salah satu
aromaterapi yang dapat mengatasi masalah nyeri yang muncul adalah
aromaterapi lemon. Aromaterapi lemon digunakan untuk meningkatkan
mood dan mengurangi rasa marah. Minyak aromaterapi lemon
mempunyai kandungan limeone 66- 80, granil asetat, netrol, tripne 6-
14%, pinene 1-4 dan mrcyne (Ali et al., 2015). Bisa disimpulkan bahwa
limeone dalam lemon (cytrus) akan mengontrol prostaglandin dan
mengurangi rasa nyeri. Wong juga mengatakan zat yang terdapat dalam
lemon adalah salah satunya zat linalool yang berguna untuk menstabilkan
system saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun
yang menghirupnya (Namazi, dkk., 2015).
Aroma yang diolah dan konversikan oleh tubuh menjadi suatu aksi
dengan pelepasan substansi neurokimia berupa zat endhoprin dan
serotonin. Sehingga berperngaruh langsung pada otak untuk memberikan
reaksi yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh. Aromaterapi yang
dihirup akan ditransferkan kepusat penciuman yang berada pada pangkal
otak. Pada tempat ini sel neuron akan menafsirkan bau tersebut dan akan
mengantarkan kesistem limbic. Dari system limbic pesan tersebut akan
dihantarkan kehipotalamus, dihipotalamus, seluruh system minyak
esensial tersebut akan diantar oleh system sirkulasi dan agen kimia
kepada tubuh yang membutuhkan (Setyoadi, 2011).

18
d. Cara penggunaan aromaterapi
Cara penggunaan aromaterapi secara tidak langsung adalah inhalasi
merupakan salah satu cara penggunaan metode aromaterapi yang paling
cepat dan simpel. Aromaterapi masuk dari luar tubuh ke dalam tubuh
dengan satu tahap mudah melewati paru – paru dan dialirkan ke
pembuluh darah melalui alveoli. Cara penggunaan arometerapi secara
langsung yaitu:
1) Tissu, dengan meneteskan 1-5 tetes minyak essensial kemudian di
hirup 5 – 10 menit.
2) Steam, dengan meneteskan 1-5 tetes minyak essensial keadaan alat
steam atau penguapan yang sudah diisi air dan digunakan selama
sekitar 10 menit.
3) Penggunaan lilin aromaterapi sangat sederhana hanya dengan
memilih lilin aromaterapi yang diinginkan kemudian nyalakan lilin
di ruangan tertutup yang anda gunakan untuk beraktifitas atau
sedang beristirahat. Waktu yang terbaik untuk menggunakan
aromaterapi adalah malam hari sesaat sebelum tidur dan pagi hari.
Saat lilin sudah dinyalakan dengan sendirinya wangi aromaterapi
dari lilin akan menyebar diseluruh ruang, matikan setelah 1 jam
dan anda akan mendapatkan manfaat saat menghirupnya.
Menghirup aromaterapi pada 15-60 menit dapat mengalami
penurunan tekanan darah dan ritme detak jantung, namun
menghirup aromaterapi dalam waktu lebih dari 60 menit akan
meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, sehingga
menghirup aromaterapi terlalu lama dapat meningkatkan rusaknya
jantung secara perlahan. Aromaterapi bunga lavender dapat
merangsang sensori, reseptor, dan pada akhirnya dapat
mempengaruhi organ lainnya sehingga dapat efek kuat terhadap
emosi karena aroma yang harum dan segar.
e. Cara Kerja
Molekul - molekul aromaterapi yang dihirup akan memasuki
hidung dan kemudian berhubungan dengan silia (rambut – rambut halus

19
di lapisan sebelah dalam hidung). Bau diubah oleh silia menjadi implus
listrik yang diteruskan ke otak lewat sistem olfaktorius. Semua implus
mencapai sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang dikaitkan
dengan suasana hati, emosi, memori, dan belajar. Selain itu, sistem limbik
juga berhubungan dengan bagian yang mempengaruhi kelenjar lendir.
Kelenjar ini memiliki fungsi penting dan ikut mempengaruhi
keseimbangan hormon dalam tubuh. Setelah dihantarkan ke sistem
limbik, bau tersebut selanjutnya akan dikirim ke hipotalamus untuk
diolah. Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sistem saraf
otonom yang mengontrol gerakan involuter sistem penapasan dan
tekanan darah sehingga timbul keadaan rileks dan perasaan tenang.
Selain itu, bau yang menyenangkan akan menstimulasi dan
mengeluarkan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit
alami.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Igarashi dkk (2014)
menunjukan bahwa stimulasi olfaktori oleh minyak aromaterapi mawar
dapat meningkatkan relaksasi secara fisiologis dan psikologis. Inhalasi
dari minyak aromaterapi mawar secara signifikan mengurangi
konsentrasi oxy-hemoglobin dan aktifitas pada korteks prefrontal kanan
dan meningkatkan perasaan nyaman. Minyak aromaterapi mawar juga
dipercaya memiliki efek relaksan sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan, depresi dan stress. Hal ini terbukti dari
penurunan tingkat nafas, saturasi oksigen dalam darah, tekanan darah
sistolik. Selain itu pada tingkat emosional, kelompok yang menghirup
aromaterapi mawar terlihat lebih tenang dan rileks (Igarashi, 2014).

20
C. Penatalaksanaan Dismenore Primer di Puskesmas
Penanganan dismenore primer yang dialami oleh remaja di Puskesmas
yaitu dengan memberikan intervensi farmakologi. Upaya farmakologi yang
diberikan adalah dengan memberikan obat analgetik yang berfungsi sebagai
penghilang rasa sakit. Salah satu obat yang diberikan yaitu ibuprofen dengan
dosis 3 x 400 mg. Konsumsi obat dihentikan apabila nyeri akibat dismenore
hilang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali Khani et al. Comparative Effect of Cinnamon and Ibuprofen for Treatment of
Primary Dysmenorrhea: A Randomized Double-Blind Clinical Trial.
Journal of Clinical and Diagnostic Research. Vol. 9 (4): 4-7: 2015.

Ali, B., Al-Wabel, N. A., Shams, S., Ahamad, A., Khan, S. A., & Anwar, F. 2015.
Essential oils used in aromatherapy: A systemic review. Asian Pacific
Journal of Tropical Biomedicine. Vol. 5 (8): 601–611. 2015.

Al-Quadh, T. S., Zahra, U., Rehman, R., Rehman, R., Sadique, S., Nisar, S.,
AlQudah, T. S., & Tahtamouni, R. W. Lemon as a source of functional and
medicial inggrident: A review. International Journal of Chemical and
Biochemical Science. 1– 11. 2018.

Djumi Widarti, et al. Effectiveness of Warm Water Compress With Lemon


Aromatherapy and Lavender Aromatherapy Against Primary Dysmenorrhea
Pain Levels. Midwifery and Nursing Research (MANR). Vol. 3 (1): 41-48.
2021.

Gustina, E & Djannah, S. N. Impact of dysmenorrhea and health-seeking behavior


among female adolescents. International journal of public health science.
Vol. 6 (2): 141-145. 2017.

Hartati, Walin dan Esti Dwi Widayanti. The Impact of Relaxation Front
Effleurage towards Dysmenorrhea Pain. Jurnal Riset Kesehatan. Vol. 4 (3):
793-797. 2015.

Igarashi M, Ikei H, Song C, Miyazaki Y. Effects Of Olfactory Stimulation With


Rose And Orange Oil On Prefrontal Cortex Activity. Complement Ther
Med, 2014, Volume 22:1027-1031.

Indah Juliana, dkk. Hubungan Dismenore dengan Gangguan Siklus Haid pada
Remaja di SMAN 1 Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp). Vol. 7 (1): 1-8.
2019.

22
Kojo, Nancy H et al. Hubungan Faktor-faktor yang Berperan untuk Terjadinya
Dismenore pada Remaja Putri di Era Normal Baru. e-CliniC. Vol. 9 (2):
429-436. 2021.

Larasati TA dan Alatas Faridah. Dismenore Primer dan Faktor Risiko Dismenore
Primer pada Remaja. Majority. Vol. 5 (3): 79-84. 2016.

Marzouk T., El-Nemer A., Baraka H. The Effect of Aromatheraphy Massage on


Alleviating Menstrual Pain in Nursing Students: A Prospective Randomized
CrossOver Study. Evidence Based Complementary and Alternative
Medicine, 2015: 1-6.

Namazi, M., Ali Akbari, S. A., Mojab, F., Talebi, A., Majd, H. A., & Jannesari, S.
2015. Effects of citrus Aurantium (bitter orange) on the severity of firststage
labor pain. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. Vol. 13 (3): 1011–
1018. 2015.

Nurul Hikmah, dkk. Pengaruh Pemberian Masase Effleurage Menggunakan


Minyak Aromaterapi Mawar terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Dismenore pada Remaja Putri di SMK Negeri 2 Malang Jurusan
Keperawatan. Journal of Issues in Midwifery. Vol. 2 (2): 34-45. 2018.

Parker MA, Sneddon AE, Arbon P. The menstrual disorder of teenagers (MDOT)
study: determining typical menstrual patterns and menstrual disturbance in a
large populationbased study of Australian teenagers. BJOG.
2010;117(2):185- 92.

Purnamasari, Wulan. Efektivitas Terapi Farmakologis dan Non-Famakologis


Terhadap Nyeri Haid (Dismenore) Pada Siswi XI di SMA Negeri 1
Pemangkat. Jurnal Proners Vol. 2: (1). 2014.

Purwaningsih, W., & Siti Fatmawati. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Rismaya, Irma dkk. Pemberian Air Kelapa Hijau dapat Menurunkan Dismenore.
Jurnal Kebidanan. Vol. 6 (3): 322-328. 2021.

23
Sarwono, Sarlito W (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeratik. Jakarta:


EGC.

Shahr, H.S.A., Saadat, M., Kheirkhah, M., Saadat, E. The effect of self
aromatherapy massage of the abdomen on the primary dysmenorrhea.
Journal of Obstetry and Gynaecology. Vol. 35 (4): 382-385. 2015.

Sinha, S., Srivastava, J. P., Sachan, B., & Singh., R. B. A study of menstrual
pattern and prevalence of dysmenorrhea during menstruation among school
going adolescent girls in Lucknow district, Uttar Pradesh, India.
International journal of community medicine and public health. Vol. 3 (5):
1200-1203. 2017.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2014. Textbook of Medical of Surgical Nursing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Taufan, Nugroho. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Wildiyah. Pengaruh pemberian Effleurage massage terhadap tingkat nyeri


dismenorea pada mahasiswi di asrama Stikes Aisyiyah Yogyakarta. Jurnal
Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah Yogyakarta. 2012.

24

Anda mungkin juga menyukai