Anda di halaman 1dari 31

Dosen : Ayu Dwi Putri Rusman, SKM, M.

PH
Mata Kuliah : Epidemiologi Kesehatan Reproduksi

BAB 1 : Surveilans Epidemiologi Reproduksi &


Konsep Dasar Kespro dan Epid Kespro

Disusun Oleh :

Kelompok I
1) Nurul Ainun (217 240 092)
2) Afni Nurfitha Dewi (217 240 084)
3) Surya Wahyu (217 240 089)

EPIDEMIOLOGI VI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
BAB 2 : KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi dengan judul “Surveilans Epidemiologi
Reproduksi & Konsep Dasar Kespro dan Epid Kespro”.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Penyusun

2
BAB 3 : DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7
A. Surveilans dalam Epidemiologi Reproduksi...........................................................7
B. Kunci Indikator Kesehatan Reproduksi..................................................................9
C. Konsep Dasar pada Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi Kesehatan
Reproduksi...................................................................................................................17
D. Epidemiologi Ibu dan Anak.................................................................................25
BAB III PENUTUP..........................................................................................................28
A. Kesimpulan..........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30

BAB 4 :

3
BAB 5 : BAB I

BAB 6 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini kesehatan reproduksi (kespro) mendapat perhatian khusus
secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional
tentang Kependudukan dan Pembangunan. Di Indonesia pun kespro mendapat
perhatian khusus dari pemerintah, mengingat banyak masalah-masalah kespro
yang terjadi di masyarakat. Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi,
kurangnya pengetahuan remaja tentang kespro mengakibatkan dapat terjadi
kehamilan dan aborsi serta jumlah kasus HIV yang tidak bisa dihambat.
Banyaknya lulusan tenaga kesehatan, seperti kebidanan belum membuahkan
hasil angka kematian ibu dan bayi sesuai target yang ditentukan. Salah satu
penyebabnya adalah belum dipahaminya dan belum diterapkannya dalam
kehidupan sehari-hari ilmu epidemiologi yang kegiatan utamanya berbasis
pada surveilans epidemiologi.
Dokumen International Conference on Population and Developmant
(ICPD) yang dirumuskan pada 1994 dan disepakati oleh 179 negara
menyebutkan bahwa permasalahan kependudukan yang terjadi di sebagian
besar penduduk dunia harus segera diselesaikan. Permasalahan tersebut
meliputi pertumbuhan penduduk yang tinggi, IMR dan CMR yang tinggi,
fertilitas dan KB, kesehatan reproduksi dan ibu hamil, akses pendidikan yang
terbatas, permasalahan lansia serta permasalahan imigrasi dan urbanisasi. Dari
permasalahan-permasalahan tersebut, mortalitas menjadi salah satu kajian
yang sangat menarik untuk dibahas karena selalu menjadi salah satu target
dalam pembangunan manusia satu negara (UNFPA, 2004). Berbagai indikator
disusun untuk melihat seberapa besar pencapaian pembangunan manusia
dalam kaitannya dengan mortalitas. Tercatat dalam beberapa kesepakatan

4
internasional target beberapa indikator mortalitas menjadi pagu yang harus
dicapai bagi tiap-tiap negara di dunia, termasuk di dalamnya adalah dokumen
ICPD pada 1994 dan MDGs pada tahun 2000. Indikator mortalitas yang
digunakan sebagai kesepakatan tersebut meliputi angka harapan hidup, angka
kematian bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu dan HIV/AIDS.
Kesehatan reproduksi banyak sekali teori-teori serta keilmuan yang harus
dimiliki oleh para pakar atau spesialis kesehatan reproduksi. Wilayah
keilmuan tersebut sangat penting dimiliki demi mengemban tugas untuk bisa
menolong para pasien yang mana demi kesehatan, kesejahteraan dan
kelancaran pasien dalam menjalanakan kodratnya sebagai perempuan.
Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization) adalah
suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh. Bukan hanya bebas
dari penyakit atau kekacauan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya. Tapi pada saat sekarang ini banyak
terdapat masalah-masalah kesehatan reproduksi yang mengganggu tercapainya
tujuan kesehatan reproduksi itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu :
1. Jelaskan yang dimaksud dari surveilans dalam epidemiologi reproduksi ?
2. Jelaskan kunci indikator kesehatan reproduksi ?
3. Jelaskan konsep dasar pada kesehatan reproduksi dan epidemiologi
kesehatan reproduksi ?
4. Jelaskan epidemiologi ibu dan anak ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan surveilans dalam epidemiologi
reproduksi.
2. Untuk mengetahui kunci indikator kesehatan reproduksi.

5
3. Untuk mengetahui konsep dasar pada kesehatan reproduksi dan
epidemiologi kesehatan reproduksi.
4. Untuk mengetahui epidemiologi ibu dan anak.

BAB 7 :

6
BAB 8 : BAB II

BAB 9 : PEMBAHASAN

A. Surveilans dalam Epidemiologi Reproduksi


1. Defenisi
Klaster/ Kelompok hasil kesehatan reproduksi yang merugikan
agregasi yang luar biasa, nyata atau dipersepsikan, dari status atau
kejadian terkait kesehatan reproduksi yang dikelompokkan bersama dalam
waktu dan ruang serta yang dilaporkan kepada institusi kesehatan.
2. Tahapan dalam Penelitian Klaster
a. Tahap I : Kontak awal dan respons
 Pertimbangkan apakah benar-benar terdapat kelompok.
 Beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum menarik kesimpulan
tentang kausalitas : Variasi dalam diagnosis, Variasi dalam minat,
Variasi dalam malformasi, Kumpulan gen local, Migrasi, Kondisi
sosial ekonomi atau demografis local, Kelompok sebagai fenomena
acak.
 Jika kelompok dapat benar-benar ada, kemudian lanjutkan ke tahap
pengkajian.
b. Tahap II : Pengkajian
 Evaluasi pendahuluan menentukan apakah kelebihan masalah
reproduksi yang merugikan telah terjadi.
 Evaluasi kasus memastikan bahwa terdapat dasar biologis.
 Evalusi lebih lanjut, mengenai beberapa atau semua kasus yang
dicurigai untuk menggambarkan karakteristik epidemiologi
c. Tahap III : Studi kelayakan mayor
Pada tahap ini kita mempertimbangkan mungkinkah untuk
menghubungkan pajanan yang diduga dengan masalah kesehatan yang

7
merugikan ketika penelitian kelompok pokok dianggap layak
dilakukan, kemudian lanjutkan dengan penelitian etiologi.
d. Tahap IV : Penelitian etiologi
Penelitian etiologi harus mencakup laporan akhir Laporan harus
membandingkan hipotesis penelitian dengan fakta yang diobservasi.
3. Respons Kesehatan Masyarakat
 Petugas kesehatan masyarakat bertanggungjawab untuk
memperingatkan masyarakat dan populasi yang beresiko.
 Peraturan utama untuk menangani kelompok penyakit (Covello, 1988)
adalah :
o Menerima dan melibatkan masyarakat sebagai mitra.
o Merencanakan dan mengevaluasi temuan secara cermat.
o Mendengarkan masalah spesifik masyarakat.
o Bersikap jujur, terus terang, dan terbuka.
o Bekerjasama dengan sumber yang dapat dipercaya lainnya.
o Memenuhi kebutuhan media.
o Menyampaikan dengan jelas dan empati.
4. Tantangan dalam Penelitian
a. Data
Kurangnya akses ke data surveilans yang berkualitas adalah
halangan utama pada penelitian kelompok sehingga menyebabkan:
o Penundaan dalam penelitian.
o Ketidakmampuan mengidentifikasi kecendrungan dalam status
atau kejadian kesehatan reproduksi.
o Hambatan dalam pengidentifikasian kelompok yang
sebenarnya.
o Penurunan jumlah penelitian kelompok.
o Pencegahan komunikasi mengenai informasi kelompok
reproduksi yang merugikan kepada mereka yang
membutuhkannya.

8
b. Statistik
o Sifat investigatif dari penelitian.
o Rate yang diperkirakan secara berlebihan.
o Fenomena “penyusutan batas.
5. Data dan Statistik dalam Investigasi Klaster
Data adalah bagian informasi dan dapat di anggap sebagai
observasi atau pengukuran fenomena yang menjadi pusat perhatian, seperti
masalah kesehatan reproduksi menurut variabel orang, waktu atau
lingkungan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan ( Merril, 2009).
statistik adalah prosedur yang dimulai dari pengumpulan,
pengolahan, penyajiam data, analisis dan pengambilan keputusan
(Prasetyo dan Iwan Ariawan, 2008).
sebuah tinjauan dari jumlah peristiwa kesehatan yang tidak biasa,
nyata atau dirasakan (misalnya, laporan kanker) yang dikelompokkan
menurut waktu dan lokasi.
Investigasi klaster dirancang untuk mengkonfirmasi laporan kasus;
menentukan apakah mereka mewakili suatu kejadian penyakit yang tidak
biasa, dan, jika mungkin, mengeksplorasi kemungkinan penyebab dan
kontribusi faktor lingkungan (Kemenkes RI, 2013).

B. Kunci Indikator Kesehatan Reproduksi


1. Konsep Mortalitas
Kematian atau mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen
proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk, dua
komponen yang lainnya adalah kelahiran (fertilitas) dan mobilitas
penduduk (Mantra, 2000). Menurut Utomo (1985) kematian dapat
diartikan sebagai peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-
tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah

9
kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian
kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap daerah
tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar
kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator
bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas
adalah:
a. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum
berumur satu bulan.
b. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal
death) adalah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi
dari ibunya pada saat dilahurkan tanpa melihat lamanya dalam
kandungan.
c. Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan
sampai dengan kurang dari satu tahun.
d. Infant death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum mencapai
umur satu tahun.
2. Faktor Pengaruh Mortalitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian dibagi menjadi dua yaitu:
 Faktor langsung (faktor dari dalam), faktor tersebut antara lain
dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu:
a. Umur,
b. Jenis kelamin,
c. Penyakit,
d. Kecelakaan, kekerasan, bunuh diri.
 Faktor tidak langsung (faktor dari luar), faktor tersebut antara lain
dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu:
a. Tekanan, baik psikis maupun fisik,
b. Kedudukan dalam perkawinan,
c. Kedudukan sosial-ekonomi,
d. Tingkat pendidikan,

10
e. Pekerjaan,
f. Beban anak yang dilahirkan,
g. Tempat tinggal dan lingkungan,
h. Tingkat pencemaran lingkungan,
i. Fasilitas kesehatan dan kemampuan mencegah penyakit,
j. Politik dan bencana alam.
3. Indikator Mortalitas
Indikator mortalitas merupakan angka atau indeks, yang di pakai
sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu
penduduk. Ada berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling
sederhana sampai yang cukup kompleks. Namun demukian perlu di catat
bahwa keadaan kematian suatu penduduk tidaklah dapat diwakili oleh
hanya suatu angka tunggal saja. Biasanya berbagai macam ukuran
kematian di pakai sekaligus guna mencerminkan keadaan kematian
penduduk secara keseluruhan. Hampir semua ukuran kematian merupakan
suatu “rate” atau “ratio”. Rate merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
terjadinya suatu kejadian (misalnya: kematian, kelahiran, sakit, dan
sebagainya) selama peroide waktu-waktu tertentu.
Kematian (mortalitas) adalah peristiwa hilangnya semua tanda-
tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi tiap saat setelah
kelahiran hidup. (Budi Utomo, 1985). Morbiditas (penyakit/kesakitan)
adalah kondisi penyimpangan dari keadaan yang normal, yang biasanya
dibatasi pada kesehatan fisik dan mental. Pada kasus tertentu morbiditas
ini terjadi secara terus menerus (morbiditas kumulatif) yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian pada penderitanya.
Ada beberapa cara pengukuran angka kematian diantaranya adalah:
 Angka Kematian Bayi (ABK)/Infant Mortality Rate (IMR)
Angka kematian bayi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
IMR = D0/B x 1000
Dimana : Do = Jumlah kematian bayi pada tahun tertentu
B = Jumlah lahir hidup pada tahun tertentu

11
k = bilangan konstan (1000)

Kondisi Mortalitas Bayi di Indonesia dan Proyeksinya. Mortalitas


bayi bayi merupakan salah satu hal yang mencerminkan kondisi
derajat kesehatan di suatu daerah. Menurut Hull dan Sunaryo (1978)
mortalitas bayi merupakan komponen penting yang mencerminkan
indikator sosial ekonomi. Determinan sosial ekonomi ini dapat
diwakili oleh pendidikan ibu, kondisi kemiskinan yang terlihat dari
pendapatan maupun pengeluaran. Asumsinya, ketika seorang ibu
berpendidikan tinggi maka ibu tersebut akan lebih paham mengenai
kepentingan kesehatan. Selain itu, kondisi kemiskinan dapat
diasumsikan apabila keluarga miskin akan mempengaruhi kondizi gizi
semasa hamil dan pemanfaatan pelayanan kesehatan akibat pendapatan
yang hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
saja.
Kondisi mortalitas atau kematian bayi di Indonesia menunjukkan
tren yang terus menurun setiap periodenya tentang Infant Mortality
Rate (IMR). Penurunan tersebut menandakan peluang untuk
meninggalnya bayi antara kelahiran dan sebelum menapai umur satu
tahun seperti yang dikemukakan oleh Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI). informasi yang didapat bahwa terjadi penurunan
IMR yang sangat tajam selama 1950-2010. Penurunan tersebut dari
188 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 29 kematian per 1000
kelahiran hidup. Apabila ditinjau berdasarkan ketercapaian target
MDGs, menunjukkan ketercapaian target MDGs dengan tercapainya
angka IMR kurang dari 50 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000,
maka IMR Indonesia sudah memenuhi target. Berdasarkan gambar
tersebut IMR Indonesia sebesar 42 per 1000 kelahiran hidup.
Penurunan angka kematian bayi yang terjadi pada setiap periode ini
dipengaruhi oleh semakin meningkat dan membaiknya kondisi
perekonomian serta sarana dan prasarana kesehatan (UNICEF, 2012).

12
Hal tersebut dapat terjadi karena stake holder khususnya pemerintah
memberikan jaminan kesehatan dan persalinan untuk masyarakat
kurang mampu. Upaya tersebut dimaksudkan agar masyarakat kurang
mampu dapat mengakses pelayanan lesehatan dan persalinan guna
menurunkan angka kematian bayi. Kondisi angka kematian bayi di
Indonesia diproyeksikan akan semakin menurun dari tahun 2010-
2050).
Meskipun demikian tercatat pada periode 2010-2015 sampai 2020-
2025 angka kematian bayi di Indonesia diproyeksikan masih lebih
tinggi dari rata-rata kematian bayi di Asia Tenggara. Ketertinggalan
tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk lebih
menekan lagi angka kematian bayi. Saputra, Fanggidae dan
Mafthuchan (2013) menjelaskan bahwa beberapa langkah yang efektif
untuk menurunkan angka kematian bayi di Indonesia antara lain
dengan penyusunan kebijakan yang tepat. Keterlibatan stakeholder
eksekutif, legislatif dan kelompok masyarakat sipil sangat diperlukan
dalam penyusunan kebijakan. Selain itu beberapa usulan yang lain
antara lain perlunya penempatan kepala puskesmas yang kompeten dan
kreatif sebagai ujung tombak pengelola kebijakan/program kesehatan,
tersedianya alokasi anggaran khusus yang merupakan bentuk political
will pemerintah daerah serta terus menggencarkan budaya perilaku
hidup sehat di masyarakat.
 Angka Kematian Balita (AKBA)/Child Mortality Rate (CMR)
Angka Kematian Balita (Child Mortality Rate/CMR) merupakan
jumlah kematian anak dibawah 5 tahun per 1000 anak umur yang sama
pada pertegahan tahun.
Angka kematian anak menggambarkan kondisi kesehatan
lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Tren
CMR dari periode 1950-1955 hingga 2005-2010 mengalami
penurunan terus-menerus pada setiap periodenya. Penurunan CMR
telah mencapai target yang ditetapkan WHO dan ICPD. Target yang

13
ditetapkan WHO dan ICPD pada tahun 2000 adalah 70 kematian anak
dibawah 5 tahun per 1000 anak dengan umur yang sama. Berdasarkan
grafik diatas dapat diketahui bahwa target yang ditetapkan WHO dan
ICPD telah tercapai dengan CMR ketercapaian sebesar 64 kematian
anak dibawah 5 tahun per 1000 anak dengan umur yang sama.
Meskipun demikian, penurunan angka kematian anak harus tetap
menjadi perhatian di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mengurangi angka kematian anak antara lain
menyediakan akses kesehatan yang baik, kualitas perawatan kelahiran
dan manajemen penyakit masa kanak-kanak yang baik serta dukungan
kesehatan lingkungan yang baik. Dukungan tersebut misalnya dengan
penyediaan air dan sanitasi yang bersih, pengawasan penyakit menular,
serta pemberian nutrisi ibu yang baik.
Target yang ditentukan oleh ICPD pada tahun 2015 adalah
pencapaian nilai AKB sebesar 45 kematian per 1000 anak umur yang
sama pada pertengahan tahun. Diketahui bahwa pada tahun 2015
Indonesia diproyeksikan sudah memehuhi target ICPD. Posisi
Indonesia dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara
tergolong baik. Sampai pada periode 2020, Indonesia masih berada di
atas rata-rata pencapaian negara Asia Tenggara. Selanjutnya setelah
tahun 2020 keberhasilan Indonesia dalam menurunkan angka kematian
balita diproyeksikan sejajar dengan rata-rata pencapaian angka
kematan balita di negara Asia Tenggara. Pada level Asia Tenggara,
negara dengan pencapaian penurunan angka kematian terbaik adalah
Singapura (UN, 2013).
 Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Rate (MMR)
Adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan
nifas dalam satu tahun dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada
tahun yang sama dengan persen atau permil.
Rumus: AKI = Pf/P x 100

14
AKI = Jumlah kematian ibu karena kehamilan, kelahiran dan nifas
X100.
P = Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1994
(SDKI) AKI di Indonesia adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup.
Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 334 per 100.000
pada tahun 1997 (SDKI) dan 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
2002-2003), 262 (2005), 255 (2006) dan 248 (2007), sementara pada
tahun 2010 ditargetkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Besarnya AKI menggambarkan masih rendahnya tingkat kesadaran
perilaku hidup bersih dan sehat, status gizi dan status kesehatan ibu,
cakupan dan kualitas pelayanan untuk ibu hamil, ibu melahirkan, dan
ibu nifas, serta kondisi kesehatan lingkungan.
4. Sumber Mortalitas
Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai
macam sumber, antara lain :
a. Sistem registrasi vital
Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data
kematian yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat
segera setelah peristiwa kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum
ada sistem registrasi vital yang bersifat nasional, yang ada hanya
sistem registrasi vital yang bersifat bersifat lokal, dan hal ini tidak
sepenuhnya meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu
sendiri. Dengan demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh
data kematian yang baik dari sistem registrasi vital.
b. Sensus dan survei penduduk
Sensus dan survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang
bertujuan untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data
kematian. Berbeda dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau
survei kejadian kematian dicacat setelah sekian lama peristiwa

15
kejadian itu terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus atau survei
dapat digolongkan menjadi dua bagian : Bentuk langsung (Direct
Mortality Data).
Data kematian bentuk langsung diperoleh dengan menanyakan
kepada responden tentang ada tidaknya kematian selama kurun waktu
tertentu. Apabila ada tidaknya kematian tersebut dibatasi selama satu
tahun terakhir menjelang waktu sensus atau survei dilakukan, data
kematian yang diperoleh dikenal sebagai ‘Current mortality Data’.
Bentuk tidak langsung (Indirect Mortalilty Data).
Data kematian bentuk tidak langsung diperoleh melalui pertanyaan
tentang ‘Survivorship’ golongan penduduk tertentu misalnya anak,
ibu, ayah dan sebagainya. Dalam kenyatana data ini mempunyai
kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk langsung. Oleh
sebab itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah data
kematian bentuk tidak langsung dan biasanya yaitu data
‘Survivorship’ anak. Selain sumber data di atas, data kematian untuk
penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat
diperoleh dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi lalu lintas
dan sebagainya.
c. Penelitian
Penelitian kematian penduduk biasanya dilakukan bersamaan
dengan penelitian kelahiran yang disebut dengan penelitian statistik
vital.
d. Perkiraan (estimasi)
Tingkat kematian dapat diperkirakan menggunakan pendekatan
tidak langsung. Pendekatan tidak langsung tersebut dilakukan dengan
cara mengamati tahapan kehidupan dari waktu ke waktu. Pendekatan
tidak langsung ini memiliki tiga kesulitan utama yaitu terbatasnya
sumberdaya untuk memastikan data dan disertai kesalahan pada
sampling, tingkat mobilitas remaja yang tinggi menyebabkan remaja

16
terhindar dari sampling, dan tidak perkiraan struktur kematian yang
tidak mudah (Wood dan Nisbet, 1990).

C. Konsep Dasar pada Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi Kesehatan


Reproduksi
1. Kesehatan Reproduksi
a) Defenisi
Kespro didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi
serta fungsi dan prosesnya.
b) Komponen Prioritas
o Kesehatan ibu dan bayi baru lahir;
o Keluarga berencana;
o Kespro remaja;
o PMS dan HIV/AIDS;
Pelayanan yang mencakup empat komponen prioritas itu disebut
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Jika PKRE
ditambah dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi usia lanjut
maka pelayanan yang diberikan disebut Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif (PKRK).
c) Hak
Hak reproduksi perorangan dapat diartikan bahwa setiap orang,
baik laki-laki maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas,
sosial, suku, umur, agama, dan lain-lain) mempunyai hak yang sama
untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri,
keluarga dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak
serta untuk menentukan waktu kelahiran anak dan di mana akan
melahirkannya.
Secara praktis, hak reproduksi dijabarkan sebagai berikut.

17
o Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan
reproduksi yang terbaik.
o Perempuan dan laki-laki sebagai pasangan atau individu yang
berhak memperoleh informasi lengkap tentang seksualitas,
kesehatan reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-
obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk
mengatasi masalah kespro.
o Hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif,
terjangkau dan dapat diterima sesuai dengan pilihan, tanpa
paksaan.
o Perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam
menjalani kehamilan dan persalinan serta memperoleh bayi
yang sehat.
o Hubungan suami istri didasari penghargaan terhadap pasangan
masing-masing dan dilakukan dalam situasi kondisi yang
diinginkan bersama, tanpa unsur paksaan, ancaman dan
kekerasan.
o Remaja laki-laki dan perempuan berhak memperoleh informasi
yang tepat dan benar tentang reproduksi remaja sehingga dapat
berperilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang
bertanggung jawab.
o Laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi yang
mudah diperoleh, lengkap dan akurat mengenai IMS dan
HIV/AIDS
d) Siklus Hidup
Ruang lingkup kespro mencakup keseluruhan kehidupan manusia
sejak lahir hingga mati. Pendekatan yang diterapkan dalam
menguraikan ruang lingkup kespro adalah pendekatan siklus hidup
yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem
reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase

18
kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kespro pada setiap fase
kehidupan dapat diperkirakan dan apabila tidak ditangani dengan baik
maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya.
Dalam pendekatan siklus hidup dikenal lima tahap, yaitu
1) konsepsi,
2) bayi dan anak,
3) remaja,
4) usia subur,
5) usia lanjut,
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kespro untuk lakilaki
dan perempuan. Melihat gambar berikut, tampaknya perempuan
mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena
kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui dan mengalami
menapouse sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih
intensif selama hidupnya. Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis,
seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan diperlukan
perhatian khusus terhadap perempuan.

2. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi


a) Defenisi
Istilah reproduksi berasal dari kata re yang berarti kembali, kata
produksi yang artinya membuat atau menghasilkan sehingga istilah
reproduksi mempunyai arti suatu proses dalam kehidupan manusia
dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan
yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk
reproduksi manusia.arti kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi
sehat yang menyangkut sisten, fungsi, dan proses reproduksi yang
dimiliki oleh seseorang. Pengertian sehat disini tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan, namun juga sehat secara mental
dan sosial-kultural.

19
Pendidikan kesehatan reproduksi berbeda dari pendidikan seks.
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan
reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih
luas. Pendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang
berkaitan denga reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya
mulai dari aspek tumbuh kembang sampai kepada hak-hak reproduksi.
Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan seks.
Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan yang
menjadi tanggung jawab bersama baik laki-laki maupun perempuan.
Oleh karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus mengetahui
dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi.
Kesalahan yang sering terjadi adalah persoalan reproduksi lebih
banyak menjadi tanggung jawab perempuan. Gangguan kesehatan
reproduksi lebih sering terjadi pada wanita misalnya anemia.
Perempuan yang anemia berpotensi melahirkan bayi dengan berat
badan rendah. Disamping itu, anemia dapat menyebabkan kematian
ibu maupun bayi pada saat proses persalinan. Karena itu untuk
memastikan bahwa ibu tidak mengidap anemia, perlu dianjurkan
untuk memeriksakan diri pada petugas medis. Jika ternyata mengidap
anemia, maka perlu untuk mengkonsumsi makanan yag bergizi dan
suplemen besi sesuai yang dianjurkan, dan peranlaki-laki harus
mendukung keadaan tersebut dengan memahami dan turut aktif
mencegahnya.
Meskipun kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus namun
angka kematian ibu (AKI) menurut SDKI 2012 mencapai 359 per 100
ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh elonjak dibanding
hasil SDKI 2007 yang encapai 228 per 100 ribu. Sedangkan angka
kematian bayi menurut SDKI 2012 mencapai 32 per 1000. Hal ini
disebabkan karena kurang berhasilnya program pemerintah seperti
jaminan persalinan (jampersal). Selain itu, sejak otonomi daerah

20
dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh
menurun. Penyebab kematian ibu tidak saja melahirkan tetapi juga
karena AIDS. Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi ditandai
dengan adanya kekerasan dan rumah tangga dikalangan anak,remaja
dan perempuan.
Koordinasi ditingkat pelaksana belum seperti yang diharapkan,
karena setiap sektor/institusi terkait mempunyai indikator masing-
masing. Jumlah indikator cukup banyak tapi tingkat pencapainnya
berbeda-beda. Estiasi prevalensi HIV/AIDS 150 orang yang 70% nya
adalah usia produktif. Pada wilayah tertentu, prevalensi dimasyarakat
mencapai 5%. Untuk menyikapi asalah tersebut diperlukan peran
epidemiologi dalam upaya pemograman pelayanan epidemiologi
kesehatan reproduksi.
Epidemiologi kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari
distribusi, frekuensi, determinan penyakit atau masalah kesehatan
reproduksi pada populasi atau kelompok. Distribusi dalam kesehatan
reproduksi adalah memahami kejadian yang berkaitan dengan masalah
kesehatan reproduksi, epidemiologi menggambarkan kejadian
menurut karakter orang, tempat dan waktu. Misalnya, persainan
dengan dukun lebih tinggi di desa (60%) dibanding di kota (40%) atau
angka kejadian penyakit HIV lebih tinggi terjadi di Provinsi Papua.
Karakter waktu meliputi detik, menit, jam, hari, buan, tahun dsb.
Misalnya setiap tahunnya komplikasi persalinan menyebbkan 200.000
kematian disunia atau setiap jam terdapat 5 kematian ibu akibat
persalinan di Indonesia.
Frekuensi dalam kesehatan reproduksi adalah upaya
mengidentifikasi kejadian atau mengukur besarnya masalah. Misalnya
persalinan dengan dukun 60%, K1 mencapai 87% dan K4 mencapai
70%. Determinan dalam kesehatan reproduksi adalah mencari faktor
penyebab atau yang mempengaruhi suatu kejadian atau faktor yang

21
memberikan resiko.misalnya penyebab terjadinya penyakit hemoragi
post partum adalah anemia pada ibu.
b) Manfaat
Manfaat epidemiologi pada kesehatan reproduksi:
 Sebagai tool (alat), selalu menanyakan siapa yang terkena, dimana
dan bagaimana.
 Sebagai metode pendekatan dalam menyelesaikan masalah
kesehatan khususnya kesehatan reproduksi.
 Diagnosis komunitas untuk enentukan penyebab mortalitas dan
morbiditas.
 Melihat resiko individu dan pengaruhnya pada populasi atau
kelompok kejadian.
c) Sejarah
Pada tahun 1960, UNFPA menerimamandat untuk meningkatkan
kewaspadaan terhadap masalah populasi dan untuk membantu negara-
negara berkembang. Pada saat itu, permasalahan yang dibahas hanya
seputar “tempat hiburan”, ledakan penduduk, jebakan demografi, serta
kelangkaan makanan, air, serta sumber daya baru.
Kemudian pada tahun 1972, WHO membuat program khusus
untuk riset, pengembangan serta pelatihan riset kesehatan reproduksi
dengan mandatnya berfokus pada riset pengembangan metode yang
baru dan meningkatkan regulasi yang berhubungan dengan fertilitas
(reproduksi) serta isu dari keamanan dan efisiensi metode-metode
yang sudah ada. Metode kontrasepsi modern dilihat sebagai metode
yang dapat dipercaya, kemampuan seseorang untuk menggunakan /
mempraktekkan secara mandiri, serta lebih efektif dari metode
“penarikan”, kondom atau sistem periode menstruasi. Kebijakan
mengenai populasi menyebar pada negara-negara berkembang sekitar
tahun 1970 dengan dukungan dari agensi UN dan beberapa NGO.
Pada tahun 1994, ICPD telah menjadi kunci dari sejarah
perkembangan kesehatan reproduksi. Hal ini diikuti dengan beberapa

22
kemunculan hal-hal penting yang kemudian membuat dunia berfikir
cara lain untuk mencapai kesehatan reproduksi yang ditandai dengan
adanya 3 elemen penting, yaitu:
 Perkembangan kekuatan wanita dalam hal kritisasi atas penekanan
kontrol terhadap fertilitas wanita.
 Respon terhadap pandemi HIV/AIDS
 Konsep terhadap hak-hak reproduksi, dimana hal ini harus menjadi
suatu kesatuan terhadap hal yang lainnya.
d) Perkembangan
1) Sebelum tahun 1978 (Alma-Ata Conference)
 Pelayanan kesehatan dasar pada klinik dan pusat
kesehatan
2) Tahun 1978 (Primary Health Care Declaration)
 Pelayanan MCH dimulai dengan beberapa penekanan pada
child survival
 Keluarga berencana berfokus pada ibu.
3) Tahun 1987 (Inisiasi Safe Motherhood, ICPD)
 Penekanan pada kesehatan maternal
 Penekanan pada penurunan kematian maternal
4) Tahun 1994 (Kesehatan Reproduksi, ICPD)
 Penekanan pada kualitas pelayanan
 Penekanan pada pengadaan dan ketersediaan
 Penekanan pada ketidakadilan sosial
 Penekanan pada kebutuhan individu wanita serta hak-
haknya.
5) Tahun 2000 (Millenium Development Goal’s dan Kesehatan
Reproduksi)
 MDG’s secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan

23
 Poin MDG’s nomor 4, 5, dan 6 berhubungan langsung
dengan kesehatan, sedangkan nomor 1, 2, 3 dan 7
berhubungan secara tidak langsung dengan kesehatan.
 World Summit 2005 mendeklarasikan akses universal
terhadap kesehatan reproduksi.
 “Sexual and reproductive health is fundamental to the
social and economic development of communities and
nations, and a key opponent of an equitable society.” The
Lancet 2006.

e) Penggunaan Metode Epidemiologi dalam Kesehatan Reproduksi


Penyediaan informasi epidemiologi sangat berguna untuk
meningkatkan kesehatan reproduksi dan dapat menjadi pondasi dalam
hak asasi manusia yang sangat penting bagi pemberdayaan
perempuan.
Adapun poin penting mengenai informasi kesehatan reproduksi
yang menjadi metode epidemiologi dalam memperoleh informasi
adalah:
 Identifikasi faktor resiko bagi kesehatan reproduksi dan hal
berkaitan lainnya.
 Mengidentifikasi individu atau populasi dengan resiko yang paling
besar untuk kesehatan reproduksi serta hal-hal lain yang
bersangkutan.
 Menyediakan informasi mengenai kelompok rentan
 Identifikasi pada bagian mana masalah kesehatan masyarakat
paling tinggi.
 Monitoring terhadap kesehatan masyarakat atau hal lain yang
berkaitan.
 Identifikasi urgensi mengenai permaalahan kesehatan reproduksi
manakah yang perlu penanganan cepat.

24
 Evaluasi terhadap efisiensi dan efektivitas pencegahan dan
program pengobatan.
 Penyediaan informasi penting untuk meningkatkan kesehatan
reproduksi,yaitu :
o Keluarga Berencana untuk menghindari kehamilan yang
tidak diinginkan
o Penggunaan kontrasepsi yang aman dan efisien
o Morbiditas dan mortalitas maternal
o Kesehatan perinatal dan bayi
o Penyakit menular seksual
o Alokasi dana.
Tujuan digunakannya metode epidemiologi dalam kesehatan
reproduksi:
1. Menentukan besarnya asalah kesehatan reproduksi. Langkah
yang diambil dalam menentukan besarnya masalah adalah
dengan menggunakan pertanyaan berikut:
- Pada populasi spesifik mana masalah itu terjadi?
- Apa penyebabnya?
- Faktor resiko yang menyebabkan masalah tersebut?
- Bagaimana peran surveilans
2. Mengenal faktor resiko dan transmisi. Untuk mengenal
terjadinya penyebab masalah perlu dipikirkan bahwa
- Penyakit merupakan suatu gangguan dalam kehidupan
manusia dan kejadian sakit tidak terjadi secara acak
- Penelusuran cermat dan sistematik kelompok penduduk
yang berbeda dapat mengenal faktor-faktor penyebab dan
oencegahan terjadi suatu penyakit.
3. Menjadi dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Misal: untuk menurunkan insidensi eklampsia dan kematian
perinatal dilakukan intervendi penyuluhan kesehatan tentang

25
nutrisi, tanda-tanda eklampsia, dan perlunta antenatal care bagi
ibu hamil.

D. Epidemiologi Ibu dan Anak


Kematian ibu menjadi isu penting dalam agenda upaya mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Target MDG’s) tahun 2015 tujuan ke -5 adalah
meningkatkan kualitas kesejahteraan ibu melahirkan dengan indikator angka
kematian ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal
dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan)
tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2010).
Kematian ibu dan bayi yang terjadi di Indonesia, salah satunya disebabkan
oleh komplikasi umum yang dapat diatasi dengan akses cepat terhadap
pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi yang berkualitas. Kematian
selama persalinan dan minggu pertama setelah melahirkan diperkirakan
menjadi penyebab dari 60% kematian ibu. Sekitar 25-50% kematian neonatal
terjadi dalam 24 jam pertama dan sekitar 75% dalam minggu pertama.
Kematian ibu terjadi karena tidak semua kehamilan berakhir dengan
persalinan yang berlangsung normal. Persalinan disertai komplikasi sebesar
30,7%, di mana bila tidak ditangani dengan cepat dan baik dapat
meningkatkan kematian ibu. Kematian ibu banyak terjadi di rumah,
sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya pada kasus rujukan
(Kemenkes RI, 2013).
Penyebab tersebut terangkum dalam 4 Terlalu (terlalu tua, terlalu muda,
terlalu sering/rapat) dan 3 Terlambat (terlambat mengambil keputusan,
terlambat membawa, dan terlambat mendapat pelayanan). Faktor lain yang
juga mempengaruhi adalah pemberdayaan perempuan yang kurang baik, latar
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan
politik, kebijakan, ketidaksetaraan gender, serta rendahnya perhatian laki-laki

26
terhadap ibu hamil dan melahirkan. di beberapa wilayah, keputusan tempat
bersalin tidak ditentukan oleh ibu yang sedang mengandung, melainkan oleh
suami atau pihak keluarga (Kemenkes RI, 2013).
Penyebab tidak langsung yang paling dominan adalah ibu hamil anemia
51%, terlalu muda usianya (< 20 tahun) 10,3%, terlalu tua usianya (> 35%)
11%, terlalu banyak anak (> 3-4 orang) 19,3%, terlalu dekat jaraknya kurang
dari 24 bulan 15% dan kurang dari 36 bulan 36% (Kemenkes RI, 2013).
Indonesia memiliki AKI yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei Dasar
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994-2012. Tren AKI di Indonesia secara
nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan penurunan
yang signifi kan dari angka 390 dari tahun 1994 menjadi 228 di tahun 2007.
AKI berdasarkan SDKI periode tahun 2008-2012 meningkat tajam menjadi
359 per 100.000 kelahiran hidup.
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menunjukkan rendahnya
kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan ibu. Penurunan angka
kematian ibu dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan yang efektif
terutama untuk kasus dengan komplikasi. WHO menyatakan bahwa salah
satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak)
adalah adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang
erat ini tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif (WHO, 2000).
Sistem rujukan maternal dan neonatal di Indonesia belum pernah dilakukan
penilaian penerapannya. Keluhan mengenai sistem rujukan pada umumnya
adalah dokter umum yang dianggap “asal rujuk” atau “selalu merujuk,”
sehingga terjadi pengulangan pemeriksaan diagnostik, tidak ada sistem rujuk
balik dan penumpukan pasien strata primer di rumah sakit. Penelitian kasus
kontrol di Ghana menunjukkan bahwa kematian ibu lebih banyak terjadi pada
komplikasi kasus kebidanan yang mengalami penundaan rujukan dan ibu
yang terlalu banyak dirujuk (Nwameme, 2013).
 Kebijakan
 Setiap ibu menjalani kehamilan dan persalingan yang sehat dan
selamat,

27
 serta bayi lahir sehat,
 setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara optimal.

28
BAB 10 : BAB III

BAB 11 : PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Klaster/ Kelompok hasil kesehatan reproduksi yang merugikan agregasi
yang luar biasa, nyata atau dipersepsikan, dari status atau kejadian terkait
kesehatan reproduksi yang dikelompokkan bersama dalam waktu dan
ruang serta yang dilaporkan kepada institusi kesehatan. Dimana perlu
dilakukan beberapa tahap dalam penyelesaiannya.
2. Kematian atau mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen proses
demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk, dua komponen
yang lainnya adalah kelahiran (fertilitas) dan mobilitas penduduk (Mantra,
2000). Dengan faktor yang mempengaruhi yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
3. Kespro didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,
dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan
prosesnya. Istilah reproduksi berasal dari kata re yang berarti kembali, kata
produksi yang artinya membuat atau menghasilkan sehingga istilah
reproduksi mempunyai arti suatu proses dalam kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang
disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk
reproduksi manusia.arti kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi sehat
yang menyangkut sisten, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh
seseorang. Pengertian sehat disini tidak semata-mata bebas dari penyakit
atau kecacatan, namun juga sehat secara mental dan sosial-kultural.
4. Kematian ibu menjadi isu penting dalam agenda upaya mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Target MDG’s) tahun 2015 tujuan ke -5 adalah

29
meningkatkan kualitas kesejahteraan ibu melahirkan dengan indikator
angka kematian ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2010).

30
BAB 12 : DAFTAR PUSTAKA

1. Handriani, I., & Melaniani, S. (2015). PENGARUH PROSES RUJUKAN


DAN KOMPLIKASI TERHADAP KEMATIAN IBU The Effect of Referral
Process and Complications to Maternal Mortality. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 3, 400–411.
2. Dkk, Y. (2016). Epidemiologi_Kesehatan_Reproduksi (2) (p. 1).
3. W, C. (2018). Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.
4. Alfana, M. A. F., Widha Ayu Nue Permata Hanif, & Maylida Iffani. (2015).
Mortalitas di Indonesia (Sejarah Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan). Seminar
Nasional, 1(1), 1–24. https://doi.org/10.31219/OSF.IO/GYD6Q
5. Universitas Sebelas Maret. (2013). Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
Kesehatan Reproduksi. 1–46.
6. Apriani, M. (n.d.). Surveilans dalam epidemiologi reproduksi.

31

Anda mungkin juga menyukai