Al Qur’an merupakan murni wahyu yang disampaikan oleh Allah SWT, bukan
berasal dari hawa nafsu perkataan dari Rasulullah SAW. Di dalam Al Qur’an termuat
aturan-aturan kehidupan manusia di dunia dan Al Qur’an adalah petunjuk bagi orang-
orang yang beriman dan bertaqwa. Al Qur’an ialah sebuah petunjuk yang bisa
mengeluarkan manusia dari keadaan gelap menuju jalan yang terang benerang. Al
Qur’an juga mempunyai fungsi sebagai pedoman bagi setiap manusia untuk mencapai
kebahagiaannya, baik di dunia maupun di akhirat. Pembahasan pokok dalam Al
Qur’an terbagi menjadi tiga yakni pembahasan tentang akidah, pembahasan tentang
ibadah dan pembahasan tentang prinsip-prinsip syariat.
Al Qur’an memiliki kedudukan sebagai sumber hukum islam yang paling utama,
sumber hukum kedua adalah perkataan nabi atau hadits. Hukum islam merupakan
hukum ketuhanan, Allah SWT telah mensyariatkan kepada seluruh hambaNya. Al
Qur’an adalah dalil utama dan jalan untuk mengetahui hukum-hukum tersebut. Setiap
umat islam tentu sudah menyadari dan mengetahui bahwasanya Al Qur’an ialah kitab
suci yang merupakan petunjuk atau pedoman hidup dan dasar setiap langkah hidup. Al
Qur’an tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Allah SWT saja, akan
tetapi di dalamnya juga mengatur hubungan antara manusia dan manusia bahkan
dengan lingkungan sekitarnya. Itulah yang menjadi sebab, Al Qur’an menjadi sumber
hukum pertama dan paling utama bagi umat manusia, umat islam pada khususnya.
Seseorang bisa dikatakan berpegang teguh pada Al Qur’an jika mampu mengamalkan
apa yang telah diajarkan dalam Al Qur’an.
Sumber : Ustadz Abdul Somad, https://alquranalfatih.com/ilmu-islam/pengertian-al-
quran/.
Pendapat pertama ini berpegangan pada hadist yang diriwayatkan oleh Hakim dan
Baihaqi. "Qur'an diturunkan pada malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan ke
langit dunia sekaligus; lalu ia diturunkan secara berangsur-angsur."
Pendapat kedua adalah ketiga ayat yang disebutkan di atas ialah permulaan
turunnya al Qur'an kepada Rasulullah. Permulaan turunnya adalah pada
malam lailatul qadar di bulan ramadhan, yang merupakan malam yang diberkahi.
Kemudian turunnya berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan
peristiwa-peristiwa selama kurang lebih 23 tahun.
Hal ini merujuk pada surat al Anfal ayat 41, yang menerangkan tentang turunnya
wahyu kepada Nabi Muhammad pada hari bertemunya dua pasukan. Yang arah dari
ayat ini adalah kepada perang Badar. Pendapat kedua ini juga berpegang dengan
Hadist yang diriwayatkan oleh 'Aisyah tentang mimpi yang benar dan proses
turunnya perintah atau wahyu pertama untuk membaca (Iqra') ketika Rasulullah
berTahannus di Gua Hira.
Selanjutnya, pendapat ketiga adalah al Qur'an diturunkan ke langit dunia selama
dua puluh tiga malam lailatul qadar. Yang pada setiap malamnya selama malam-
malam lailatul qadar ada yang ditentukan Allah SWT untuk diturunkan pada setiap
tahunnya. Kemudian dari jumlah yang diturunkan tersebut diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah sampai wafatnya.
Sumber : Syafril, Dosen Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ilmu
Agama Islam Universitas Islam Indragiri,
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1092287&val=10960&title=ASABUN%20NUZUL%20KAJIAN
%20HISTORIS%20TURUNNYA%20AYAT%20AL-QURAN
1. Akidah
Akidah adalah keyakinan, yaitu keyakinan seseorang terhadap Allah,
rasul, para malaikat, kitab-kitab Allah, hari kiamat dan takdir. Didalam Al-
Qur’an semua dijelaskan bagaimana cara kita beriman kepada Allah SWT,
beriman kepada rasul, malaikat, kitab-kitab, hari kiamat dan takdir. Oleh
karena itu sudah sepantasnya bagi kita ummat islam untuk mengetahui isi
kandungan Al-Qur’an. Supaya dapat kita jadikan pedoman hidup kita.
2. Ibadah
Ibadah artinya tunduk dan taat kepada Allah SWT. yaitu suatu kegiatan
yang dapat dikerjakan manusia untuk menggapai ridha-Nya Allah SWT.
didalam Al-Qur’an dijelaskan tentang bagaimana cara beribadah kepada Allah
SWT, didalam nya berisi perintah sholat, puasa, zakat, haji, kurban dan
sebagainya.
3. Akhlak
Akhlak merupakan prilaku atau tingkah laku manusia, baik akhlak terpuji
maupun akhlak tercela. Diadalam Al-Qur’an menjelaskan tentang bagaimana
prilaku akhlak yang baik, seperti akhlaknya Rasulullah SAW yang disebut
dengan “uswatun hasanah” yang dapat kita jadikan contoh dan pedoman
dalam kehidupan kita. Sebaliknya didalam Al-Qur’an juga dijelaskan contoh
akhlak yang buruk. Seperti akhlak istri Nabi Luth AS, akhlak istri Nabi Nuh
AS, dan akhlak fir’un yang durhaka kepada Allah SWT. maka akhlak buruk
inilah yang wajib kita jauhi, sekaligus dibuang jauh-jauh agar kita selamat
didunia dan diakhirat.
4. Hukum
Hukum merupakan salah satu isi pokok ajaran al-Qur’an yang berisi
kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat
manusia. Didalam Al-Qur’an dijelaskan berbagai hukum-hukum, diantaranya
adalah: hukum jinayat, hukum mu’amalat, hukum munakahat, hukum faraidh,
dan jihad. Yang tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada
manusia agar kehidupannya menjadi adil, damai, aman, tentram, sejahtera,
dan selamat didunia dan diakhirat.
5. Peringatan
Peringatan yaitu sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan
ancaman Allah SWT berupa siksa neraka. Dan peringatan ini juga bisa berupa
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dengan balasan
berupa surga-Nya Allah SWT. Didalam Al-Qur’an banyak sekali berisi
peringatan-peringatan kepada kita agar kita tidak melanggar perintah Allah,
seperti peringatan larangan khamar, peringatan tentang agar kita tidak
mendurhakai orang tua, dan peringatan agar kita tidak menyukutukan Allah.
Ini semua bertujuan untuk mengingatkan kita akan adanya azab Allah dan
hari akhir.
6. Kisah
Didalam Al-Qur’an juga berisi banyak kisah-kisah diantaranya adalah
kisah para nabi dan rasul, kisah hari kiamat, dan kisah kisah orang-orang yang
terdahulu, seperti kisah orang-orang yang mengalami kehinaan akibat
durhaka kepada Allah SWT, dan kisah orang-orang yang mendapatkan
kejayaan dan kemuliaan disisi Allah karena keta’atan dan keimanannya
kepada Allah SWT.
7. Dasar ilmu pengetahuan sains dan teknologi
Didalam Al-Qur’an juga berisi tentang ilmu pengetahuan sains dan
teknologi yang bersifat potensial agar dapat dikembangkan guna untuk
kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Subhanallah, Allah maha
memberi ilmu kepada manusia, sehingga begitu banyaknya alat-alat teknologi
yang berkembang sekarang ini, yang dapat kita pergunakan untuk kehidupan
kita. Itu semua tidak luput dari kekuasaan Allah. Oleh karena itu mari kita
jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Dengan memperbanyak membaca
Al-Qur’an dan memahami isi kandungannya. Agar kita selamat didunia dan
diakhirat kelak.
3) Sunan An Nasa`i
An Nasa`i rahimahullah menyusun kitabnya As Sunan Al Kubra dan
memasukkan ke dalamnya berbagai hadits shahih dan cacat. Kemudian beliau
meringkasnya dalam kitab As Sunan Ash Shughra dan beliau beri judul Al
Mujtaba yang di dalamnya beliau hanya mengumpulkan berbagai hadits shahih
menurut penilaiannya.
Kitab inilah (Al Mujtaba –pent.) yang dimaksud jika ada hadits yang
riwayatnya dinisbatkan kepada An Nasa`i.
Al Mujtaba adalah kitab Sunan yang paling sedikit mengandung
hadits dla’if dan perawi yang dijarh. Derajat kitab ini berada setelah Ash
Shahihain. Ditinjau dari sisi para perawinya, kitab ini didahulukan
daripada Sunan Abi Dawud dan Sunan At Tirmidzi karena beliau sangat berhati-
hati dalam memilih para perawi. Al Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah berkata, “Banyak perawi yang dipakai Abu Dawud dan At
Tirmidzi yang ditinggalkan oleh An Nasa`i dalam meriwayatkan haditsnya.
Bahkan, dalam meriwayatkan haditsnya dia meninggalkan sejumlah perawi yang
terdapat dalam Ash Shahihain.”
Kesimpulannya, syarat An Nasa`i yang digunakan dalam Al Mujtaba adalah
syarat yang paling ketat setelah syarat dalam Ash Shahihain.
An Nasa`i adalah Abu ‘Abdir Rahman, Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An
Nasa`i. Disebut juga An Nasawi karena dinisbatkan kepada daerah Nasa, sebuah
negeri yang terkenal di daerah Khurasan.
Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di Nasa. Kemudian melakukan perjalanan
untuk mencari hadits. Beliau mendengar hadits dari penduduk Hijaz, Khurasan,
Syam, Jazirah, dan selainnya. Beliau tinggal lama di Mesir. Di sanalah beliau
karya beliau tersebar luas. Kemudian beliau pergi ke Dimasyq dan mendapatkan
ujian (fitnah) di sana.
Beliau meninggal pada tahun 303 H di Ramalah, Palestina dalam usia 88
tahun. Beliau meninggalkan karya yang banyak dalam bidang hadits dan ‘ilal.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memberinya balasan
yang lebih baik atas jasa-jasanya kepada kaum muslimin.
4) Sunan Abi Dawud
Kitab ini adalah kitab yang berisi 4800 hadits yang diseleksi oleh
penyusunnya dari 500.000 hadits. Beliau hanya menyebutkan hadits-hadits
tentang hukum. Beliau berkata, “Di dalamnya saya menyebutkan hadits yang
berderajat shahih, yang serupa (mirip) atau yang mendekati derajat shahih. Jika
dalam kitabku ini ada hadits yang mengandung kelemahan yang berat, pasti saya
jelaskan. Di dalam kitab ini tidak terdapat riwayat yang berasal dari seorang
perawi matruk. Hadits yang tidak saya komentari, berarti hadits tersebut hadits
yang shalih (baik) dan sebagian hadits lebih shahih dari yang lainnya. Dan
hadits-hadits yang saya cantumkan dalam kitab Sunan sebagian besar
merupakan hadits-hadits yang populer (masyhur).”
As Suyuthi berkata, “Kemungkinan yang dimaksud shalih (baik) olehnya
adalah baik untuk dijadikan sebagai i’tibar (shalih lil i’tibar), bukan sebagai
hujjah (shalih lil ihtijaj) sehingga dengan demikian ungkapan shalih yang beliau
kemukakan mencakup hadits yang dla’if.
Namun, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa diriwayatkan bahwa beliau (Abu
Dawud) berkata, “Hadits yang aku diamkan berarti hadits hasan.” Jika
perkataan ini memang benar berasal dari beliau, berarti tidak ada masalah
lagi.”, yakni tidak ada masalah bahwa maksud shalih dalam ungkapan beliau
tersebut adalah baik untuk dijadikan sebagai hujjah (shalih lil ihtijaj).
Ibnu Ash Shalah berkata, “Berdasarkan ucapan beliau ini, maka hadits yang
kita temukan dalam kitab beliau yang disebutkan secara mutlak dan tidak
tercantum dalam Ash Shahihain serta tidak seorangpun dari ulama hadits yang
menegaskan akan keabsahan hadits tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa
hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang hasan menurut penilaian Abu
Dawud.”
Ibnu Mandah berkata, “Abu Dawud meriwayatkan isnad yang dla’if jika
dalam suatu permasalahan tidak terdapat hadits lain selain hadits dla’if itu. Hal
ini beliau lakukan karena menurutnya hadits dla’if lebih kuat daripada pendapat
yang dikemukakan seorang.”
Sunan Abi Dawud ini sangat terkenal di kalangan ahli fiqih (fuqaha`) karena
kitab ini mengumpulkan hadits-hadits hukum. Penyusunnya mengatakan bahwa
dia telah menyodorkan kitabnya tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal dan
beliau menilainya sebagai kitab yang bagus dan baik. Ibnu Al Qayyim
memberikan pujian yang hebat (terhadap kitab ini)
dalam Muqaddimah kitab Tahdzib-nya.
Abu Dawud adalah Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq Al Azdi As Sijistani.
Beliau dilahirkan di Sijistan, salah satu daerah di Bashrah, pada tahun 202 H.
Beliau melakukan berbagai perjalanan mencari hadits. Beliau menulis hadits dari
penduduk Syam, Irak, Mesir, dan Khurasan. Beliau mengambil hadits dari Ahmad
bin Hambal dan juga dari guru-guru Al Bukhari dan Muslim.
Para ulama memberikan pujian kepadanya dan menyebutkan bahwa beliau
memiliki hafalan yang sempurna, pemahaman yang kuat, dan seorang
yang wara’. Beliau meninggal di Bashrah pada tahun 275 H dalam usia 73 tahun.
Beliau meninggalkan karya yang banyak. Semoga Allah melimpahkan rahmat-
Nya kepadanya dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya yang
diberikan kepada kaum muslimin.
5) Sunan At Tirmidzi
Kitab ini juga terkenal dengan nama Jami’ At Tirmidzi. At
Tirmidzi rahimahullah menyusunnya berdasarkan dengan bab-bab fiqih. Beliau
menjelaskan derajat shahih, hasan, atau dla’if setiap hadits pada tempatnya
masing-masing dan menjelaskan sisi kelemahannya. Beliau juga menjelaskan
ulama yang beliau ambil pendapatnya baik dari kalangan sahabat atau selainnya.
Di akhir kitab tersebut, beliau menyusun sebuah kitab yang membahas tentang
ilmu ’ilal dan dalamnya beliau mengumpulkan berbagai faedah yang penting.
Beliau berkata, “Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini dapat diamalkan.
Sebagian ulama telah berdalil dengannya kecuali dua hadits, yaitu hadits Ibnu
‘Abbas
ٍ ْب َو ْال ِع َشا َء ِم ْن َغي ِْر َخو
ف َوالَ َسفَ ٍر َ الظ ْه َر َو ْال َعصْ َر بِ ْال َم ِد ْينَ ِة َو ْال َم ْغ ِر
ُّ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َج َم َع بَ ْين َّ ِأَ َّن النَّب
َ ي
“Bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat Zhuhur dan
‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya` di Madinah bukan karena takut dan bukan pula
karena sedang safar.”
Dan hadits
(( ُب فَاجْ لِ ُدوْ هُ فَإ ِ ْن عَا َد فِي الرَّابِ َع ِة فَا ْقتُلُوْ ه
َ )) إِ َذا َش ِر
“Jika seseorang minum khamer, cambuklah. Kemudian jika masih mengulang
lagi pada kali yang keempat, bunuhlah.”
Dalam kitab ini terdapat berbagai faedah dalam bidang fiqih dan hadits yang
tidak ada dalam kitab yang lain. Para ulama dari Hijaz, ‘Iraq dan Khurasan
menilainya sebagai kitab yang bagus tatkala penyusunnya menyodorkan kitab ini
kepada mereka.
Ibnu Rajab berkata, “Ketahuilah bahwa At Tirmidzi mentakhrij
(mengeluarkan) hadits shahih, hasan, dan gharib dalam kitabnya. Namun
sebagian hadits gharib yang beliau takhrij berderajat munkar, khususnya dalam
kitab Al Fadha`il. Meskipun demikian, pada umumnya hal itu beliau jelaskan.
Setahu saya beliau tidak mentakhrij hadits dari perawi yang dituduh berdusta
dan telah disepakati sebagai perawi yang tertuduh berdusta jika bersendirian
dalam meriwayatkan hadits. Memang benar terkadang beliau mentakhrij hadits
dari perawi yang hafalannya jelek (sayyiul hifzhi) dan dari perawi yang
kebanyakan haditsnya lemah, tetapi biasanya beliau menjelaskan hal itu dan
tidak mendiamkannya.”
At Tirmidzi adalah Abu ‘Isa, Muhammad bin ‘Isa bin Surah As Sulami At
Tirmidzi. Beliau dilahirkan di Tirmidz -sebuah kota di ujung Jaihun- pada tahun
209 H. Beliau berkeliling ke seluruh negeri dan mendengar hadits dari penduduk
Hijaz, ‘Iraq, dan Khurasan.
Para ulama sepakat atas keimaman dan kemuliaan beliau. Bahkan, Al Bukhari
pun bersandar pada periwayatannya dan mengambil riwayat darinya padahal Al
Bukhari merupakan salah satu gurunya.
Beliau meninggal pada tahun 279 H dalam usia 70 tahun. Beliau
menghasilkan karya-karya yang sangat bermanfaat dalam bidang ‘ilal dan
selainnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya dan memberinya balasan
yang lebih baik.
6) Sunan Ibnu Majah
Ini adalah kitab yang disusun oleh penulisnya berdasarkan urutan bab. Di
dalamnya penyusun mengumpulkan 4341 buah hadits. Berdasarkan pendapat
yang masyhur di kalangan mutaakhirin kitab ini termasuk kitab induk keenam
dari enam kitab induk hadits. Meskipun demikian, kitab ini derajatnya lebih
rendah dari kitab Sunan An Nasa`i, Sunan Abi Dawud, dan Sunan At Tirmidzi.
Bahkan, telah masyhur bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara
bersendirian umumnya adalah hadits dla’if. Akan tetapi, Al Hafizh Ibnu Hajar
berkata lain, “ Hal itu tidaklah bersifat mutlak menurut penelitian saya. Namun,
secara global, di dalam kitab tersebut memang banyak terdapat hadits mungkar.
Wallahul Musta’an.”
Adz Dzahabi berkata, “Di dalamnya terdpat hadits-hadits mungkar dan
sejumlah kecil hadits maudlu’.”
As Suyuthi berkata, “Dia bersendiri dalam meriwayatkan hadits dari para
perawi yang dituduh berdusta dan mencuri hadits, dan sebagian dari hadits-
hadits tersebut tidak diketahui kecuali dari jalur mereka ini.”
Mayoritas hadits yang beliau takhrij juga diriwayatkan oleh semua atau
sebagian penyusun enam kitab induk hadits. Dan beliau meriwayatkan hadits
secara bersendiri dan tidak diriwayatkan oleh mereka (penyusun enam kitab induk
hadits) sebanyak 1339 buah sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Ustadz
Muhammad Fu`ad ‘Abdul Baqi.
Ibnu Majah adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Yazid bin ‘Abdillah bin
Majah (dengan huruf ha` yang disukun, tetapi ada yang mengatakan dengan huruf
ta`) Ar Raba’i (maula mereka) Al Qazwini.
Beliau dilahirkan di Qazwin –termasuk wilayah ‘Iraq- pada tahun 209 H.
Beliau melakukan perjalanan dalam mencari hadits sampai ke Ar Ray,
Bashrah, Kufah, Baghdad, Syam, Mesir, dan Hijaz. Beliau mengambil hadits dari
banyak orang di negeri-negeri tersebut. Beliau meninggal pada tahun 273 H
dalam usian 64 tahun. Beliau memiliki banyak karya yang bermanfaat. Semoga
Allah melimpahkan rahmat-Nya dan memberi balasan yang lebih baik atas jasa-
jasanya kepada kaum muslimin.
2. Kelebihan hadis
Pada dasarnya, hadist memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas
dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di al Quran. Hadist memiliki
peranan penting dalam menjelaskan (Bayan) firman-firman Allah SWT di dalam Al-
Quran. Secara lebih rinci, dijelaskan fungsi-fungsi hadist dalam islam adalah sebagai
berikut:
Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Quran.
Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait
perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats
sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
ِ Ÿِ ِد يَ ُك ْم اِلَى ْال َم َرافŸصلَو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َوأَ ْي
ِ ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اŸحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِسŸق َوا ْم َسŸ ّ يَااَيُّهَاالَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ااِ َذاقُ ْمتُ ْم ِالَى ال
لَى ْال َك ْعبَ ْي ِن
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)
Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian)
terhadap isi al quran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan
batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid).
Contoh hadist sebagai bayan At tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW
mengenai hukum pencurian.
ِّص ِل ْالكَف ِ أَتَى بِ َسا ِر
َ ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
َِّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)
Dalam AlQuran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan
memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW
memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
Bayan at-Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al
Quran)
Hadist sebagai bayan At tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau
ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran
hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Sebagaimana contohnya hadist
mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
ا ِم ْنŸŸا ًعŸ ص َ ْصا عًا ِم ْن تَ َم ٍراَو َ اس ِ َّضانَ َعلَى الن ْ ِض زَ َكا ةَ الف
َ ط ِر ِم ْن َر َم َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َر
َ ِاِ َّن َرسُوْ ُل هللا
ََش ِعي ٍْر َعلَى ُك ِّل حُرٍّ اَوْ َع ْب ٍد َذ َك ٍر أَوْ أُ ْنثَى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِم ْين
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).
Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir
(mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah
(menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan
yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab
ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.
Salah satu contohnya yakni:
ث ِ صيَّةَ لِ َو
ٍ ار ِ الَ َو
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
َف َحقًّا َعلَى ال ُمتَّقِ ْين
ِ ْصيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َو ْاألَ ْق َربِ ْينَ بِ ْال َم ْعرُو ُ ْض َر اَ َح َد ُك ْم ال َمو
َ ت اِ ْن تَ َر
ِ ك خَ ْي َرال َو َ ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح
َ ُِكت
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak
dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di
kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh
al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah
berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir.
Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus
mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi
hadist.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan sebagai
sumber hukum islam kedua. Di dalam Al Quran juga telah dijelaskan berulang kali
perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum
firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:
َ َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع هَّللا َ ۖ َو َم ْن ت ََولَّ ٰى فَ َما أَرْ َس ْلنَا
ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)
Selain itu, Allah SWT menekankan kembali dalam surat Al-Asyr ayat 7:
…..……… َو َمااَتَا ُك ْم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َمانَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ا
“Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang
Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7)
Demikianlah ulasan mengenai fungsi hadist dalam islam. Semoga kita bisa
menjadi hamba yang taat kepada Al Quran dan Al-Hadist. Di samping itu, kita juga
perlu jeli dalam membedakan antara hadist yang shahih, dho’if, dan hadist palsu.
Sumber : Majelis Penulis, http://majelispenulis.blogspot.com/2011/11/mengenal-
kutubus-sittah-enam-kitab.html dan Redaksi DalamIslam,
https://dalamislam.com/landasan-agama/hadist/fungsi-hadist-dalam-islam.
Sumber : syekhnurjati,
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214113440025.pdf
c) Hikmah nikah
Ulama fiqih mengemukakan beberapa hikmah pernikahan, yang terpenting di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. Secara alami, naluri yang sulit
dibendung oleh setiap manusia dewasa adalah naluri seksual. Islam ingin
menunjukkan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan dalam penyaluran
naluri seksual adalah melalui perkawinan, sehingga segala akibat negative yang
ditimbulkan oleh penyaluran secara tidak benar dapat dihindari sedini mungkin. Oleh
karena itu, ulama fikih menyatakan bahwa pernikahan merupakan satu-satunya cara
yang benar dan sah dalam menyalurkan naluri seksual, sehingga masing-masing
pihak tidak ada rasa khawatir akan akibatnya.
Berkaitan dengan hal itu, Rasulullah Saw bersabda:
“Wanita itu (dilihat) dari depan seperti setan (menggoda), dari belakang juga
demikian. Apabila seorang laki-laki tergoda oleh seorang wanita, maka datangilah
(salurkanlah kepada) istrinya, karena hal tersebut dapat menentramkan jiwanya” (HR.
Muslim).
2. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan mengembangkan keturunan secara sah.
Dalam kaitan ini, Rasulullah Saw bersabda,
“Nikahilah wanita yang bisa memberikan keturunan yang banyak, karena aku akan
bangga sebagai Nabi yang memiliki umat yang banyak” (HR.Ibnu Majah).
3. Sarana menggapai kedamaian dan ketentraman jiwa. Dengan pernikahan, ikatan
mawaddah warahmah (cinta dan kasih sayang) antara suami istri akan saling
bertambah. Masing-masing merasakan ketenangan, kelembutan, dan keramahan serta
mendapatkan kebahagiaan. Inilah yang dimaksudkan Allah swt dalam firmannya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang…” (Q.S. ArRum: 21).
4. Menikah sebagai sarana kesinambungan peradaban manusia. Dengan ditetapkannya
pernikahan, manusia dapat meneruskan generasi penerusnya, yang berarti dapat
melestarikan kelangsungan hidup berikutnya. Eksistensi mereka sangat diperlukan,
karena merekalah yang mengelola bumi dan isinya. Allah swt berfirman,
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah swt menciptakan isterinya, dan daripada
keduanya Allah swt memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah swt yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (Q.S. An-nisa: 1).
5. Sarana penyelamatan manusia dari dekadensi moral. Dengan pernikahan, masyarakat
akan terhindar dari dekadensi moral dan kerusakan sosial. Karena insting
kecenderungan kepada lawan jenis hanya dibolehkan melalui pernikahan yang sah
dan hubungan yang halal. Selaras dengan sabda Rasulullah saw:
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mempunyai kemampuan,
maka menikahlah. Karena sesungguhnya, pernikahan itu lebih mampu menahan
pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu
melaksanakannya, maka hendaklah ia berpuasa karena puasa itu dapat menjadi
tameng”.
Sumber : syekhnurjati,
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB214113440025.pdf
2. Hak Istri
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari lebih lanjut menyampaikan bahw hak
yang harus diterima oleh istri adalah:
Suami itu harus memberikan Nafkah; nafkah lahir seperti makan dan minum,
belanja perabotan rumah tangga, biaya sekolah, biaya mondok, dan belajar anak-
anaknya. Di samping itu juga, suami harus memberikan nafkah batin, baik
hubungan seksual yang baik dan layak, maupun hubungan psikologis dalam
rumah tangga itu yang juga baik dan layak.
Suami harus juga memberikan mu’nah. Yang dimaksud dengan mu’nah itu adalah
segala sesuatu di luar kewajiban-kewajiban nafkah tersebut, atau bahasa lain
adalah segala biaya tak terduga, seperti biaya-biaya pengobatan jika sakit, biaya
yang dengan perhiasan istri, biaya untuk istri bersolek dan lain-lain.
Suami juga wajib memberikan biaya kiswah, dalam hal ini suami harus memenuhi
biaya pakaian Istri (secukupnya dan seperlunya).
Suami harus memberikan nafkah berupa makan, maksudnya uang belanja sehari-
hari urusan dapur.
Suami harus memberikan pekerjaan yang layak dan pantas kepada istrinya.
Suami tidak boleh memukul wajah istrinya.
Suami tidak boleh memaki-maki istri, termasuk membentah atau memarahi istri
nya kecuali di dalam rumah sendiri.
Mahar atau Mas Kawin itu adalah Hak yang wajib diterima oleh istri. Bukan
masalah besar atau kecilnya mahar. Besar atau kecilnya mahar itu sama-sama tetap
wajib diberikan kepada istri, karena, itu adalah hak istri.
Sumber : Aini, EN. 2016. “Pengertian, Dasar Hukum, Hikmah, dan Prosedur Poligami”,
Jurusan Tarbiyah/Pai/A/IV Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo
Metro, https://elanurainiblog.wordpress.com/2016/04/09/pengertian-dasar-hukum-
hikmah-dan-prosedur-poligami/. Dan Psikologi anak,
https://dosenpsikologi.com/dampak-poligami-bagi-anak.
b) Macam-macam perceraian
Talak dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Dilihat dari sighat (ucapan/ lafadz) talak
Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Talak Sharih (Talak langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada
istrinya dengan lafadz atau ucapan yang jelas dan terang. Meskipun talak
ini diucapkan tanpa adanya niat ataupun saksi, akan tetapi sang suami
tetap dianggap menjatuhkan talak/ cerai. Hal ini telah ditegaskan
dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah :
واتفقوا على أن الصريح يقع به الطالق بغير نية
Artinya “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas)
statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”
Contoh Lafadz/ ucapan Talak Sharih :
Aku menceraikanmu
Engkau aku ceraikan
Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.
b. Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada
istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung
makna perceraian akan tetapi tidak secara langsung. Seorang suami yang
apabila menjatuhkan talak dengan lafadz talak kinayah sementara tidak
ada niat untuk menceraikan istrinya, maka talak tersebut dianggap tidak
jatuh.
Akan tetapi apabila sang suami mempunyai niat untuk
menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat-kalimat talak tersebut,
maka talak dianggap jatuh. Contoh Lafadz talak kinayah :