Tentang
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Dosen Pengampu:
1444H/2023M
Al-QURAN DAN WAHYU
Annisa Fitri
Email: annisafitri3120@gmail.com
Nadiya Salsabila
Email: nadia1799b@gmail.com
Nurleli
Email: nurleli12052004@gmail.com
ABSTRAK
This paper aims to look at the position of the Koran as the revelation of Allah and its
function in the life of Muslims, the Koran contains various matters related to human
interests as individual beings and social beings, both related to God and to fellow
human beings. Thus, the Qur'an for humans functions as advice (mau'izhah), medicine
(syifa'), guidance (huda), mercy, and differentiator (furqan). But the names of the
Koran which are commonly known are only 5 names, namely: Al-Qur'ān (recitations
read), al-Kitāb (written writings), alFurqān (discrimination), al-Dzikr (remembrance),
and alSyifā' (medicine). ). In general, the Al-Quran contains various matters related to
human interests as individual beings and social beings, both related to God and to
fellow human beings.
Tulisan ini bertujuan untuk melihat posisi al-Qur’an sebagai wahyu Allah serta fungsinya
dalam kehidupan umat muslim,Alquran memuat berbagai hal yang berhubungan dengan
kepentingan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, baik yang berkaitan
dengan Tuhannya maupun dengan sesama manusia. Dengan demikian, Alquran bagi manusia
berfungsi sebagai nasehat (mau’izhah), obat (syifa’), petunjuk (huda), rahmat, dan pembeda
(furqan). Namun nama-nama Alquran Yang umum diketahui hanya 5 nama yaitu: Al-Qur’ān
(bacaan yang dibaca), al-Kitāb (tulisan yang ditulis), alFurqān (pembeda), al-Dzikr
(perigatan), dan alSyifā’ (obat). Secara umum Al-Quran memuat berbagai hal yang
berhubungan dengan kepentingan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
baik yang berkaitan dengan Tuhannya maupun dengan sesama manusia.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Wahyu merupakan dua kata yang tidak bisa di pisahkan antara satu
sama yang lain sebab Al-Qur’an itu sendiri adalah merupakan wahyu yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada NabiNya Muhammad SAW.Sedangkan wahyu merupakan Kalamullah
yang diturunkan kepada NabiNya sesuai dengan kebutuhan. Wahyu merupakan Kalamullah
itu diturunkan secara berangsur-angsur kepada NabiNya melalui perantaraan Malaikat Jibril
alaihissalam.namun tetap dapat dibedakan satu persatunya. Al Qur’an juga merupakan bagian
kehidupan umat yang mau membukakan mata hatinya kepada kebenaran dan ilmu. Yang
mengajak manusia untuk selalu berkembang dan maju dalam berfikir. Untuk menghadapi
segala tantangan kehidupan.
Dengan ini, kepastian wahyu tidak dapat diragukan lagi. Umat manusia perlu kembali
kepada petunjuk wahyu demi menyiram jiwa yang haus akan nilai- nilai luhur dan kesegaran
rohani. Dengan senantiasa menyertakan wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problema
yang dihadapi. Sampai perkembangannya itu mengalami kematangannya. Maka, dalam
makalh ni penulis sedikit memaparkan mengenai Al Qur’an dan wahyu.
B. Rumusan Masalah
C. TUJUAN PENULISAN
a. AL-QUR’AN
Menurut bahasa Al-quran berasal dari kata Qara’a mempunyai arti mengumpulkan
dan menghimpun,dan qira’ah berarti menghimpun huruf – huruf dan kata – kata satu
dengan yang lain dalam satu ucapan yang tersusun rapi. Qur’an pada mulanya seperti
qira’ah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qara’a, qira’atun, qur’anan. Sedangakan menurut
istilah yaitu firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin
Abdullah melalui AI-Ruhul Amin (Jibril as.) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa arab
dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia benar-benar
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan
menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacannya. A1-
Quran itu terhimpun dalam mushhaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Naas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke
generasi secara tulisan maupun lisan. la terpelihara dari perubahan atau pergantian".
Kata Al-Qur’an (al-Qur’an) atau Quran tidak lain yang dimaksud adalah kitabullah
atau kalamullah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Secara makna dan lafadh, yang membacanya adalah ibadah, susunan kata dan isinya
merupakan mukjizat, termaktub di dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.¹ Sebutan
kalam Allah untuk Al-Qur’an ini tidak diberikan oleh Nabi Muhammad, juga tidak oleh
para sahabat, tetapi dari Allah. Dialah yang memberikan nama kitab suci agama Islam ini
Quran atau al-Quran. Pendapat demikian didasarkan pada ayat yang pertama turun, yaitu:
¹Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al- Karim
(Kairo: Maktabah Sunnah, 1992), 7
Pada surat lain yang juga merupakan kategori ayat-ayat pertama yang diturunkan,
Allah juga telah memperkenalkan, bahwa kitab suci agama Islam ini bernama al-Qur’an,
sebagaimana Firman Allah :
B. Wahyu
Pada pembahasan sebelumnya telah kita ketahui bersama bahwa pengertian wahyu secara
bahasa berarti “memberi tahu dengan cepat dan tersembunyi”. Pengertian ini ditunjukkan
dalam Al-Quran sebagai berikut :
Yang pertama, wahyu bermakna ilham kepada manusia. Allah ta’ala berfirman :
[QS. Al-Qashas : 7]
Yang kedua, wahyu bermakna naluri yang diberikan kepada hewan. Allah ta’ala berfirman :
Yang ketiga, wahyu bermakna memberi isyarat yang cepat. Allah ta’ala berfirman:
َ علَى فَ َخ َر
ِّج َ ن قَ ْو ِم ِِّه ِِّ ن إِلَي ِْه ِّْم فَأ َ ْو َحى ا ْل ِمحْ َرا
َِّ ب ِم ِّْ َسبِ ُحوا أ
َ ًشيًّا بُك َْر ِّة
ِ ع
َ َو
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
ِّين َو ِإ َّن
َِّ اط
ِ َشي َِّ ِليُ َجا ِدلُوك أَ ْو ِليَائِ ِه ِّْم إِلَى لَيُو ُح
َّ ون ال
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu
Yang kelima, wahyu bermakna perintah Allah pada malaikat. Allah ta’ala berfirman :
ِّوحي إِ ْذ َِّ ُِّين فَثَ ِبتُوا َمعَ ُك ِّْم أَنِي ا ْل َمالئِ َك ِِّة إِلَى َرب
ِ ُك ي َِّ آ َمنُوا الَّذ
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”
Mengutip dari al-Qadhi Abu Al-Ma’aliy ‘Aziziy bin Abdu Al-Malik, Badruddin al-Zarkasyi
dalam kitab al-Burhan fi Ulum al- Qur’an mengatakan bahwa Al-Qur’an memiliki 55 buah
nama. Untuk mendukung pendapatnya, Ibnu Abd Al-Malik menggunakan ayat-ayat Al-
Qur’an itu sendiri. Namun nama- nama yang disodorkan Ibnu Abd Al-Malik memang
bermakna bagus, hanya saja terkesan dipaksakan. Alasannyapun kurang tepat. Misalnya
nama Rahmah, Ibnu Abd Al-Malik mengambil kata ini untuk nama Al-Qur’an dari ayat 10
surat Yunus;
²ibid,6
³“Badruddin al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Jilid 1(Beirut; Daar al- Ma’rifah li al-
Thiba’ah wa al-Nasyr, 1972), 273
1. Al-Kitab. Diberi nama al-Kitab karena ayat-ayat Al-Qur’an tertulis dalam bentuk kitab.
Beberapa ayat berikut menegaskan
Hal ini:
2. yang berarti pembeda. Artinya Al-Qur’an menjelaskan antara yang hak dan yang batil,
antara yang benar dan yang salah, dan antara yang baik dan yang buruk. Adapun dasar bagi
penamaan ini sesuai ayat-ayat berikut:
َ َْك َوأ
نز ْلنَا َِّ الذك َِّْر ِإلَي
ِ ن ِّ ِ ََّولَعَلَّ ُه ِّْم ِإلَي ِْه ِّْم نُ ِز َِّل َما ِللن
َِّ اس ِلتُبَ ِي
َ ) يَتَفَك َُّر
ِّون
“Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir”
4. Al-Mushaf. Allah menyebut suhuf untuk kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim
dan Musa. Ayat 18 dan 19 surat al-A’la menegaskan hal ini :
Pada jaman Rasulullah Saw. Para sahabat menulis Al- Qur’an pada kayu, batu, kulit dan
pelepah kurma. Benda-benda yang telah ditulisi dengan ayat-ayat Al-Qur’an itu disebut
suhuf. Setelah suhuf-suhuf itu dikumpulkan dan digabung menjadi satu, para sahabat
menyebutnya Mushaf. Di antaranya bisa disebutkan misalnya ada Mushaf Ali dan Mushaf
Abdullah bin Mas’ud.
Sebutan Mushaf menjadi semakin populer setelah Utsman bin Affan membentuk Panitia
Penghimpun Ayat-ayat Al-Qur’an dan mendistribusikan mushaf-mushaf salinan Panitia
Empat itu ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Sejak itu, pengertian Al- Mushaf
berkembang menjadi sebuah nama yang memberi identitas pada “Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang diturunkan melalui Jibril as, berbahas Arab,
tertulis di dalam lembaran-lembaran, membacanya merupakan ibadah, susunan kata dan
isinya mukjizat, dinukil secara mutawatir, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat Al-Nas.” 5
1.Nur (cahaya)
Sifat-sifat yang lain sebagaimana disebutkan dalam banyak ayatnya, seperti : Mubarak ( yang
diberkati ), Busyra ( kabar gembira ),`Aziz ( yang mulia ), Majid ( yang dihormati ), Basyr (
pembawa kabar gembira
1.-Huda (Petunjuk)
Dalam Al-Quran ada tiga posisi Al-Quran yang fungsinya sebagai petunjuk. Al-Quran
menjadi petunjuk bagi manusia secara umum, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, dan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
Fungsi Al-Quran sebagai pemisah adalah Al-Quran dapat memisahkan antara yang hak dan
yang batil, atau antara yang benar dan yang salah. Di dalam Al-Quran dijelaskan beberapa hal
mengenai yang boleh dilakukan atau yang baik, dan yang tidak boleh dilakukan atau yang
buruk.
3.Al-Asyifa (Obat)
Al-Quran bisa menjadi obat penyakit mental di mana membaca Al-Quran dan
mengamalkannya daoat terhindar dari berbagai penyakit hati atau mental. Meskipun Al-
Quran hanya sebatas tulisan saja, namun membacanya dapat memberikan pencerahan bagi
setiap orang yang beriman.
4.Al-Mau’izah (Nasihat)
Di dalam Al-Quran terdapat banyak pengajaran, nasihat-nasihat, peringatan tentang
kehidupan bagi orang-orang yang bertakwa, yang berjalan di jalan Allah. Nasihat yang
terdapat di dalam Al-Quran biasanya berkaitan dengan sebuah peristiwa atau kejadian, yang
bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang di masa sekarang atau masa setelahnya.
و َر ْح َم ْةا َوهداى, َ نَ ِسيْتْ َما ِم ْنهْ ذَ ِك ْرنِي أَللّٰه َّْم, َج ِه ْلتْ َما ِم ْنهْ َو َع ِل ْمنِي, ارز ْقنِي
ْ َو
ِْ اللَّ ْي, ف
ْل آنا َ َْء تِ َل َوتَه ْ َار َوأ
َْ ط َر ِْ النَّ َه, ْاجعَ ْله
ْ ْالعَالَ ِميْنَْ َربَّْ يَا ح َّج ْةا ِلي َو
“Allaahummarhamni bil quran. Waj’alhu lii imaama wa nuran wa hudan wa rohman.
Allaahumma dzakkirnii minhu maa nasiitu wa ‘allimnii minhu maa jahiltu warzuqnii
tilawatahu aaa-allaili wa’atrofannahaar waj’alhu lii hujatan yaa rabbal ‘aalamin.”
“Ya Allah, rahmatilah aku dengan Al-Quran. Jadikanlah ia sebagai pemimpin, cahaya,
petunjuk, dan rahmat bagiku. Ya Allah, ingatkan aku atas apa yang terlupakan darinya.”
“Ajarilah aku atas apa yang belum tahu darinya. Berikanlah aku kemampuan membacanya
sepanjang malam dan ujung siang. Jadikanlah ia sebagai pembelaku, wahai Tuhan Semesta
Alam.”
Pengertian Wahyu
Dikatakan wahaituilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya agar tidak diketahui orang
lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat.Itu terjadi melalui pembicaran yang berupa rumus dan
lambang, dan terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula melalui isyarat dengan
sebagian anggota badan.
Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar; dan materi kata itu menunjukkan dua pengertian
dasar, yaitu; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu adalah:
pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat dan khusus ditujukan kepada orang yang
diberitahu tanpa diketahui orang lain.
Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai: kalam Allah yang diturunkan kepada seorang
Nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al muha (yang diwahyukan).[2]
Ibnu Mandzur mendefinisikan, ahyu adalah pemberian informasi yang tersembunyi yang
khusus disampaikan kepada para nabi Allah SWT.ma’na al qaththan wahyu adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi dari para Nabi-Nya.sebagaimana diungkapkan oleh
Al-Asfahani, bahwa wahyu adalah ilmu rabbaniy dan bersifat pasti.
a. Terkadang, wahyu tersebut disampaikan melalui malaikat Jibril yang sedang menyerupai
seorang manusia laki-laki. Malaikat Jibril kemudian menyampaikan (mengucapkan)
perkataan-perkataan kepada Baginda Nabi, lalu seluruh perkataan tersebut dipelihara dan
dihafalkan dengan baik oleh Baginda,
b. Pada waktu yang lain, wahyu disampaikan melalui malaikat Jibril yang menampakkan diri
dalam bentu aslinya (bentuk malaikat), yang selanjutnya menyampaikan apa yang
diwahyukan Allah kepada Baginda shallallahu alaihi wasallam,
c. Wahyu juga disampaikan dalam bentuk suara genta, yang menurut Beliau itu adalah proses
turunnya wahyu yang paling berat dirasakan oleh Beliau,
d. Kadang-kadang, wahyu disampaikan langsung dari hadirat Allah SWT sendiri, tanpa
adanya perantara malaikat,
Pernah juga pada suatu ketika, Beliau menerima wahyu saat sedang berada di atas langit
ketujuh, yang menunjukkan bahwa Beliau menerima firman Allah SWT langsung dari hadirat
Allah sendiri
Demikianlah beberapa cara dan proses turunnya wahyu dari Allah SWT kepada Rasulullah
Muhammad shallallahu alaihi wasallam, yang menunjukkan bahwa turunnya wahyu secara
bertingkat. Penjelasan tentang proses turunnya wahyu tersebut diterangkan melalui hadits-
hadits. Seperti salah satu hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra. berikut ini:
“Aisyah ra. berkata, ‘Wahyu yang pertama sekali didatangkan kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam itu adalah pemandangan (mimpi) yang baik yang bertepatan saat Baginda
sedang tidur, maka beliau tidak melihat suatu pemandangan, kecuali datang cahaya terang
seperti terangnya waktu subuh” (HR Bukhari dan Muslim).
“Aisyah ra. berkata bahwa Harits bin Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah,
‘Bagaimanakah wahyu datang kepada engkau?’, maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, ‘Kadang-kadang wahyu yang datang kepadaku suaranya seperti bunyi genta, dan
wahyu inilah yang sangat berat bagiku, lalu diberhentikan dariku, dan aku sungguh telah
menerima dengan baik apa-apa yang disampaikannya. Dan kadang-kadang malaikat
pembawa wahyu menyerupai seorang lelaki kepadaku, lalu ia berkata kepadaku, lalu aku
menerima dengan hafal apa-apa yang ia sampaikan.’” (HR Bukhari dan Muslim)
“tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (Q.S.
Al-Furqan 25:33).
Dari segi terminologis bermacam definisi dibuat oleh para ulama, antara lain sebagai berikut :
1. Abu Hayyan, menurutnya tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan
lafazh-lafazh Al-Qur’an dan tentang arti dan makna dari lafazh-lafazh tersebut, baik kata
perkata maupun dalam kalimat yang utuh serta hal-hal yang melengkapinya.
3. Az-Zarqani, menurutnya tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an Al-
Karim dari segi makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan maksud yang diinginkan
oleh Allah SWT sebatas kemampuan manusia.
Secara tekstual tafsir bisa berarti jelas, nyata, terang ,dan memberikan penjelasan.
Sedangkan kaitannya dengan al- Qur’an, tafsir diartikan sebagai penjelasan maksud yang
sukar dari suatu lafadh atau ayat al- Qur’an. Tegasnya, tafsir sesungguhnya merupakan upaya
untuk memahami pesan pesan al-Qur’an. Dalam prospektif Ushul al-fiqh, bagaimana cara
menjelaskan ayat al-Qur’an disebut dengan bayan, yakni suatu ungkapan untuk mempertegas
dan atau memperjelas maksud dari lafadh atau ayat al-Qur’an. Dalam konsep ini tafsir
merupakan bagian bayan untuk menjelaskan ayat -ayat al-Qur’an yang global. Dapat
dipahami bahwa tafsir dalam perspektif yang terakhir ini dianggap bagian dari cara
penjelasan al-Qur’an, disamping beberapa bayan yang lain.
Sebagaimana sudah disinggung dalam uraian perkembangan tafsir diatas, dari segi bentuk
dikenal dengan dua bentuk penafsiran, yaitu :
a. Tafsir bi al-ma’tsur
Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam mengikuti doktrin islam harus diyakini kebenarannya,
dipahami isinya, dan diamalkan ajarannya. Untuk memahami al-Qur’an diperlukan keyakinan
yang menjadi landasan bahwa apa yang akan dipelajarinya adalah sebuah kebenaran, sebab
mempelajari sesuatu tanpa dilandasi keyakinan tersebut, akan berakhir dan menghasilkan
sesuatu yang sia-sia.
Walaupun al-Qur’an menggunakan bahasa Arab, kata yang digunakan al-Qur’an berbeda
dengan makna yang dipahami bangsa Arab ketika itu, sebab itu sekalipun para sahabat adalah
orang Arab, mereka masih memerlukan penjelasan secara langsung dari Nabi saw sebagai
pemegang otoritas pertama dalam menafsirkan al-Qur’an.
Tujuan penafsiran dan pengajaran al-Qur’an tersebut untuk menjaga kebenaran maksud
yang terkandung didalamnya. Namun, karena bahasa al-Qur’an ada kalimat yang jelas dan
yang belum jelas dalam beberapa hal penafsiran ulama terhadap al-Qur’an berbeda-beda.
Karena adanya perbedaan,maka seluruh hasil penafsiran ulama tidak tergolong ketentuan
yang pasti ,melainkan bersifat nisbi. Hasil penafsiran ulama terhadap al-Qur’an bersifat nisbi,
apabila penafsirannya didasarkan atas bersumber dari al-Qur’an,hadits,perkataan sahabat, dan
tabi’in, maka hasil tersebut mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan kita wajib
berpedoman atau berpegang pada hasil penafsiran itu
KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya
Muhammad SAW yang tidak perlu diragukan kebenarannya. Al-Qur’an adalah merupakan
sebuah nama yang diberikan terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad
SAW..Al-Qur’an sebagai wahyu Allah turun sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia
dan dari langit dunia turun secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. wahyu
adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah dipilihnya yang
disebut sebagai nabi dengan berbagai cara.
SARAN
Didalam pembuatan artikel ini tentunya penulis memiliki banyak kekeliruan yang
mungkin tidak disadari oleh penulis. Dari itu, diharapkan kepada seluruh pembaca, jika
menemukan kekeliruan dalam makalah yang kami buat ini, maka penulis berharap pembaca
dapat memberikan kritikan dan saran yang membangun, supaya penulis tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama. Dan demi mewujudkan karya – karya ilmiah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shobuny, Muhammad Aly. 1984. Pengantar Study Al-Qur’an (At-Tibyan). Jakarta : PT.
Al-Ma’arif.
Dr. Fahd Bin Abdurrahman Ar Rumi, Ulumul Qur’an: Studi Kompleksitas Al Qur’an,
Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 1996, hlm. 57.
Manna Khalil Qur’an, Studi Ilmu Ilmu Qur’an, 2015, Bogor : PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
hlm. 22
Manna Khalil Qur’an, Studi Ilmu Ilmu Qur’an, 2015, Bogor : PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
hlm.46
Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, 2001, Jakarta : Pustaka
Amani, hlm. 3.