Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN WAHYU, CARA TURUN, DAN PENYAMPAIAN WAHYU AL QUR’AN

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Studi Qur’an Hadits

Dosen Pengampu : DRS. H. UMAR, LC., M.AG.

Disusun oleh : Kelompok 2

1. Ainul Rizqi Maulida ( 2250210109 )


2. Hafidaningrum ( 2250210110 )
3. Husni Mubarak ( 2250210111 )

Kelas : D2MBR

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH (MBS)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wahyu merupakan suatu yang dituangkan Allah SWT yang disampaikan kepada
nabi-nabi-Nya, yang berupa pemberitahuan yang tersembunyi dan cepat yang khusus di
berikan tanpa diketahui orang lain dan prosesnya bisa melalui suara yaitu berupa firman
atau melalui mimpi dan merupakan pedoman bagi umat-umatnya.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada saat itu, wahyu
merupakan hubungan gaib yang tersembunyi antara Allah dengan orang-orang yang telah
disucikan-Nya (rasul dan nabi) dengan tujuan menurunkan kitab-kitab suci samawi
dengan perantara malaikat yang membawa wahyu yaitu Jibril. Dan Al-Qur’an merupakan
salah satu wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu
terakhir untuk penyempurna ajaranajaran sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Wahyu?
2. Bagaimana Cara Turunnya Wahyu Al Qur’an?
3. Bagaimana Penyampaian Wahyu Al Qur’an?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Wahyu
2. Untuk mengetahui Bagaimana Cara Turunnya Wahyu Al Qur’an
3. Untuk mengetahui Bagaimana Penyampaian Wahyu Al Qur’an
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari masdar al-wahy yang menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu
tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, wahyu dapat diartikan sebagai “pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat dan khusus, ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui oleh
orang lain.1
Sedangkan, dalam Istilah Syar’i Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai kalam Allah
yang diturunkan kepada seorang Nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al-
muha (yang diwahyukan). Muhammad Abduh membedakan antara wahyu dengan ilham. Ilham
menurutnya adalah intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang
diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus,
sedih, dan senang.2
Kata wahyu sering digunakan oleh Allah SWT dalam beberapa hubungan pengertian,
seperti:
1. Wahyu Allah SWT kepada manusia biasa seperti Ibu Nabi Musa a.s.

. ‫َو َأْو َح ْيَنٓا ِإَلٰٓى ُأِّم ُم وَس ٰٓى َأْن َأْر ِض ِع يِهۖ َفِإَذ ا ِخ ْفِت َع َلْيِه َفَأْلِقيِه ِفى ٱْلَيِّم َو اَل َتَخاِفى َو اَل َتْح َز ِنٓى ۖ ِإَّنا َر ٓاُّد وُه ِإَلْيِك َو َج اِع ُلوُه ِم َن‬
‫ٱْلُم ْر َسِليَن‬

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya
maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula)
bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul’.”

2. Wahyu Allah SWT kepada Lebah


‫َو َاۡو ٰح ى َر ُّبَك ِاَلى الَّنۡح ِل َاِن اَّتِخ ِذ ۡى ِم َن اۡل ِج َباِل ُبُيۡو ًتا َّوِم َن الَّش َج ِر َوِمَّم ا َيۡع ِرُش ۡو َۙن ُثَّم ُك ِلۡى ِم ۡن ُك ِّل الَّثَم ٰر ِت َفاۡس ُلِكۡى ُسُبَل َر ِّبِك‬
‫ُذ ُلاًل ؕ َيۡخ ُرُج ِم ۢۡن ُبُطۡو ِنَها َش َر اٌب ُّم ۡخ َتِلٌف َاۡل َو اُنٗه ِفۡي ِه ِش َفٓاٌء ِّللَّناِسؕ ِاَّن ِفۡى ٰذ ِلَك ٰاَل َيًة ِّلَقۡو ٍم َّيَتَفَّك ُر ۡو َن‬
Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin manusia”. Kemudian makanlah dari
tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu) dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di

1
Manna al-Qathan, Mahabits fi ulum Al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Ma’arif, 2000) 18.
2
Manna’ al-Qathan, Mahabits fi ulum Al-Qur’an, 18.
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (QS. an-Nahl [16]: 68-69)

3. Wahyu setan dan jin kepada manusia untuk menyesatkan


ۖ‫َو َك َٰذ ِلَك َجَع ْلَنا ِلُك ِّل َنِبٍّى َع ُدًّو ا َش َٰي ِط يَن ٱِإْل نِس َو ٱْلِج ِّن ُيوِح ى َبْعُضُهْم ِإَلٰى َبْع ٍض ُزْخ ُرَف ٱْلَقْو ِل ُغ ُروًراۚ َو َلْو َشٓاَء َر ُّبَك َم ا َفَع ُلوُه‬
‫َفَذ ْر ُهْم َوَم ا َيْفَتُروَن‬
Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitansyaitan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa
yang mereka ada-adakan.” (QS. al-An’am [6]:112)

4. Wahyu Allah SWT kepada murid-murid Nabi Isa a.s. yang disebut al-Hawariyyin
‫َوِإْذ َأْو َح ْيُت ِإَلى ٱْلَح َو اِرِّيۦَن َأْن َء اِم ُنو۟ا ِبى َو ِبَر ُسوِلى َقاُلٓو ۟ا َء اَم َّنا َو ٱْش َهْد ِبَأَّنَنا ُم ْس ِلُم وَن‬
Dan (ingatlah), ketika aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: Berimanlah kamu
kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah
(wahai Rasul) bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang patuh (kepada
seruanmu).”3

5. Wahyu Allah SWT kepada Langit

‫َٰذ‬
‫َفَقَض ٰى ُهَّن َس ْبَع َس َٰم َو اٍت ِفى َيْو َم ْيِن َو َأْو َح ٰى ِفى ُك ِّل َس َم ٓاٍء َأْمَر َهاۚ َو َز َّيَّنا ٱلَّس َم ٓاَء ٱلُّد ْنَيا ِبَم َٰص ِبيَح َوِح ْفًظاۚ ِلَك َتْقِد يُر ٱْلَع ِزيِز ٱْلَعِليِم‬

Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan
urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan
bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah)
Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.

B. Cara Turunnya Wahyu Al Qur’an

Sebagai agama langit, Islam mempunyai kitab suci yang diwahyukan oleh Allah
yang Maha Esa melalui malaikat-Nya seperti halnya kitab-kitab yang telah diterima oleh
para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Namun pewahyuan kitab-kitab sebelum al

3
QS. Al-Ma’idah [5]: 111.
Qur’an, cara penyampaiannya berbeda dengan pewahyuan kitab suci ini. Ada perbedaan
metode yang signifikan dalam cara pewahyuannya. Perbedaan metode pewahyuan ini di
antaranya yang mempunyai implikasi keberhasilan dakwah Nabi Muhammad saw. yang
tidak sama dengan para Nabi yang menerima kitab-kitab suci sebelumnya.

1. Fase Nuzulul al-Qur’an


Para ulama’ mempunyai perbedaan pendapat tentang turunnnya al-Qur’an dari al-
lawh al-mahfuz. Dalam kitab al-Itqan karangan al-Suyuti disebutkan bahwa perbedaan
pendapat tentang turunnya al-Qur’an terbagi dalam tiga hal. 4 Perbedaan pendapat ulama’
ini terkait dengan proses pentahapan pewahyuan al-Qur’an yang dibawa oleh Malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad saw.
Pertama, al-Qur’an diturunkan dari al-lawh al-mahfuz ke sama’ al-dunya pada
lailat al-qadr secara sekaligus. Kemudian dari sama’ al-dunya al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur selama masa kerasulan atau ba‘da
al-bi‘that. Pendapat yang berkata demikian berpatokan pada riwayat yang disampaikan
oleh Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan sekaligus ke sama’ al-
dunya pada lailat al-qadr kemudian diturunkan secara bertahap selama masa kerasulan.
Pendapat ini yang paling terkenal valid dan diterima oleh kebanyakan para ulama’.
Kedua, al-Qur’an diturunkan ke sama’ al-dunya selama dua puluh atau dua puluh
tiga kali setiap lailat al-qadr. Pada setiap lailat al-qadr itu, Allah swt. menurunkan al-
Qur’an untuk stok selama satu tahun yang diturunkan secara berangsur-angsur.
Ketiga, al-Qur’an pertama kali diturunkan pada lailat alqadr, kemudian
diturunkan secara bertahap dalam waktu yang berbeda. Pendapat ini mengatakan bahwa
al-Qur’an tidak melalui transit ke sama’ al-dunya sebagaimana pendapat pertama dan
kedua. Selama masa kerasulan Nabi Muhammad saw. pewahyuan al-Qur’an tetap
diturunkan dari al-lawh almahfuz.
Pentahapan turunnya al-Qur’an ini berbeda dengan turunnya kitab-kitab suci
sebelumnya. Kitab-kitab suci sebelum al-Qur’an diturunkan sekaligus oleh Allah swt.
kepada Nabi-Nya. Perbedaan cara pewahyuan al-Qur’an secara bertahap ini bukan karena
keterbatasan Allah swt tidak bisa menurunkannya secara global (sekaligus). Namun,
4
Ibid, 64-65.
pewahyuan secara bertahap ini karena beberapa alasan tertentu, sehingga dengan metode
ini kewajiban dakwah yang harus disampaikan oleh Nabi Muhammad saw bisa diterima
dengan baik oleh ummatnya.

2. Korelasi Gradualisasi Nuzulul al-Qur’an dengan Realitas Sosial


Dalam keyakinan umat Islam, al-Qur′an bukan hanya kitab Allah swt. yang
menjelaskan tentang Tuhan, manusia dan alam. Tetapi Ia merupakan kitab yang diyakini
suci. Struktur bahasa di dalamnya tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Oleh karena itu,
bahasa al-Qur′an memiliki karakteristikkarakteristik yang tidak dimiliki oleh bahasa
apapun. Kesucian al-Qur′an bukan karena materi yang dibicarakan, melainkan karena al-
Qur′an merupakan inspirasi yang bersumber dari Allah swt.
Al-Qur′an memberikan petunjuk tentang persoalanpersoalan akidah, syari′ah dan
akhlak dengan cara meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan tersebut. Sejak
masa dilantiknya Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul, beliau bertindak sebagai juru
bicara Tuhan untuk menyampaikan pesan dari-Nya kepada seluruh umat manusia
sedunia. Allah swt. merespon kejadian-kejadian yang terjadi dalam realitas
kemasyarakatan di mana Nabi Muh}ammad saw. tinggal bersama mereka. Al-Qur′an
merespon psiko-sosial dan kultursosial dengan menggambarkan dengan pesan materi dan
bentuk sastra yang berciri khas corak masyarakatnya dalam redaksi alQur′an.

3. Al-Qur’an Menyapa Masyarakat Mekkah-Madinah

Para ulama Ulum Al-Qur′an membagi fase turunnya alQur′an dalam dua periode
yakni periode sebelum hijrah dan periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada
periode pertama (sebelum hijrah) dinamakan ayat-ayat Makkiyyah, sedangkan ayat-ayat
yang diturunkan pada periode kedua (sesudah hijrah) dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.

Dengan mengklasifikasi periode turunnya ayat-ayat alQur′an di kota Mekkah dan


Madinah, maka akan diketahui permasalahan al-nasikh wa al-mansukh ayat-ayat yang
nampak bertentangan (bagi yang mempercayai adanya al-nasikh wa almansukh dalam al-
Qur’an), dan bisa diketahui pula perihal sejarah pensyari′atan aturan nilai Allah swt
kepada umat manusia.5 Hal tersebut juga akan membawa pengetahuan bagaimana
kebijaksanaan Pemilik al-Qur′an dalam mengadaptasikan titah-Nya kepada hamba-
hamba-Nya.
Al-Qur′an diturunkan selama kurun waktu 23 tahun 6 secara bertahap sesuai
dengan peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian, kebutuhan-kebutuhan umat dan respon
Allah swt terhadap kondisi sosial.7 Lama waktu 23 tahun tersebut dibagi menjadi 13
tahun wahyu Allah swt turun di Mekkah8 dan sisanya turun di Madinah.
Di kota Mekkah, yang merupakan tempat awal mula wahyu diturunkan dan
perintah dakwah diinstruksikan, Nabi Muhammad saw mengalami berbagai macam
kesulitan yang amat sangat. Bahkan beliau sempat mendakwahkan agama Islam secara
sembunyi-sembunyi sebatas di kalangan keluarga dan kerabat dekat beberapa lama,
kemudian berdakwah secara terang-terangan sampai akhirnya turun perintah hijrah.
Penderitaan Nabi dalam berdakwah ini semakin menjadi ketika beliau ditinggal wafat
oleh istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib di tahun yang sama, yakni sepuluh
tahun sejak deklarasi ke-Nabi-an (al-Bi‘thah). Kejadian ini membuat Nabi merasa
kehilangan dan sedih, sehingga beliau menamakan tahun tersebut sebagai ‘Am al-Huzn.9
Setelah ditinggal oleh dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan beliau
tersebut, dengan penuh kesulitan dan tantangan Nabi Muhammad saw. terus
mendakwahkan Islam hingga akhirnya datanglah perintah hijrah.

4. Urgensi Fase Penurunan Al-Qur′an


Meskipun al-Qur′an merupakan sumber hukum, namun dalam kenyataannya al-
Qur′an bukanlah sebuah dokumentasi hukum yang langsung dapat diadopsi. Tahapan
turunnya wahyu sangat mempertimbangkan aspek perkembangan psikologis umat dalam
merespons ajaran baru. Aspek historisitas dalam pentahapan penetapan hukum, serta
upaya dokumentasi yang bertahap dan memudahkan untuk dihafal dan dipahami

5
Muhammad bin Muhammad Abu Sahbah, al-Madkhal li Dirasati al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah al-
Sunnah, 1992), 197-198.
6
Ada juga yang berpendapat 20 tahun dan 25 tahun
7
Ibid, 52.
8
Pendapat lain mengatakan 10 tahun dan 15 tahun.
9
Thawqi Abu Khalil, Atlas al-Sirah al-Nabawiyyah (Dimshiq: Dar al-Fikr, 2003), 72.
nampaknya tidak diabaikan oleh al-Qur′an. 10 Nilai optimisme yang dinamik dalam al-Qur
′an dengan menyediakan gagasan dasar ajaran monoteisme dan semangat moral yang
bersifat universal telah diarahkan melalui proses pembentukan tatanan nilai secara
gradual dengan tidak menghilangkan autentisitas masyarakat tertentu.
Hikmah Turunnnya Wahyu secara Bertahap yang secara langsung adalah,
peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika ayat al-Qur’an turun bisa dipahami dengan mudah,
termasuk kondisi kultur-psiko-sosialnya. Sehingga dalam penetapan hukum, titah Allah
dalam al-Qur’an tersebut juga bisa dipahami dengan mudah. Sedangkan dari sisi
psikologis, pentahapan penetapan dan penerapan sebuah hukum akan lebih mudah
diterima oleh masyarakat. Seperti ketika Allah swt. melarang menkonsumsi khamar.
Allah swt. dalam menetapkan pengharaman khamar melalui proses tahapan yang cukup
panjang. Pertama Dia
mengajak manusia untuk merenungi kekuasaan-Nya melalui buah-buahan yang
mengandung zat-zat tertentu sehingga bisa memabukkan serta sebagai rezeki untuk umat
manusia.
Proses pentahapan wahyu menunjukkan bahwa Allah swt mempertimbangkan
kondisi masyarakatnya. Wahyu yang diturunkan secara gradual ini berimplikasi terhadap
syariat agama Islam. Dengan cara seperti ini, syariat bisa mudah diterima oleh umat
manusia. Di samping itu manusia pun tidak akan merasa begitu terbebani karena syariat
diberlakukan sedikit demi sedikit. Dalam kaitan dengan pentahapan pemberlakuan syariat
ini pula adalah bisa diketahuinya ayatayat yang nasikh dan mansukh (bagi mereka yang
meyakini adanya nasikh dan mansukh). Karena dengan perbedaan waktu yang tidak
sama, maka akan bisa diketehui mana ayatayat yang lebih dulu turun dan yang terakhir
turun. Hikmah gradualisasi pewahyuan yang signifikan lainnya adalah untuk memberikan
motivasi Rasulullah saw. secara batiniah bagi kontinuitas proses dakwahnya. Karakter
masyarakat yang keras dan kasar merupakan tantangan yang berat bagi Nabi Muhammad
saw. dalam menyampaikan dakwah agama. Bukan hanya cemoohan yang didapat Nabi
ketika menyampaikan misi keislaman, namun beliau juga
mendapatkan rintangan yang bersifat fisik dan anarkis.

10
Manna al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Manshurat al-‘Asr al -Hadith, 1990), 110.
Oleh karena itu, hikmah diturunkkannya sedikit demi sedikit kepada Nabi adalah
dalam rangka untuk meringankan beban dan kesulitan yang dididapatinya ketika
mengemban risalah Islam. Demi memotivasi Nabi, terkadang Allah swt. memerintahkan
kepada beliau untuk bersabar.
Demikian al-Qur’an sebagai kitab suci yang benar-benar diturunkan oleh Allah
swt. kepada Nabi Muhammad saw. merupakan praktik proses mengubah individu
manusia secara total dan sempurna, baik dari dimensi akal, ruh, maupun nalurinya.
Dengan revolusi tersebut bisa tercipta umat yang berperadaban.

C. Penyampaian Wahyu Al-Qur’an

Wahyu merupakan petunjuk dari Allah SWT kepada Rasul untuk dijadikan
petunjuk bagi Umat Islam. Tetapi, bagaimana proses penyampaian wahyu tersebut?
Menurut Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya Sirah Nabawiyah (2012,
Pustaka Al-Kautsar). Mengutip Ibnu Qayyim, dijelaskan bahwa ada tujuh cara Allah
SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:

1. Mimpi yang hakiki atau benar. Mimpi ini termasuk salah satu permulaan media
penyampaian wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Melalui bisikan dalam jiwa dan hati Nabi tanpa diihatnya. Nabi Muhammad SAW
berkata:

‫ وأجِم ُلوا في الَّطَلِب‬، ‫ فاَّتقوا َهللا‬، ‫ وتستوِعَب رزَقها‬، ‫ أَّن نفًسا َلن تموَت حَّتى تستكِمَل أجَلها‬، ‫إَّن ُروَح الُقُد ِس نفَث في ُروِع ي‬
‫ فإَّن َهللا تعالى ال ُيناُل ما عنَده إاَّل ِبطاَع ِتِه‬، ‫ وال َيحِم َلَّن أحَدكم استبطاُء الِّر زِق أن يطُلَبه بَم عصيِة ِهللا‬،

“Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku, bahwa suatu jiwa


sama sekali tidak akan mati hingga disempurkan Rezekinya. Maka bertakwalah
kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban
datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah,
karena apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan menaati-Nya.’’

3. Malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad SAW.


Malaikat menyerupai seoarng laki-laki menemui secara langsung kepada Nabi.
Lalu, ia berbicara dengan Nabi hingga bisa menangkap secara langsung apa yang
dibicarakan. Bahkan, dalam hal ini terkadang para sahabat juga bisa melihat
penjelmaaan malaikat.

4. Wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng. Wahyu ini dianggap wahyu paling
berat dan malaikat tidak dapat dilihat oleh pandangan Nabi. Dahi Nabi sampai
berkerut dan mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang sangat dingin.
Bahkan, hewan yang ditunggangi Nabi menderum ke tanah.

Wahyu seperti ini pernah terjadi tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit,
sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya.

5. Malaikat melihatkan rupa aslinya. Peristiwa seperti ini pernah terjadi dua kali kepada
Nabi. Malaikat mendatangi Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti yang
dikehendaki Allah kepada beliau. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah di
dalam surat An-Najm.
6. Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi. Kejadian ini terjadi di lapisan-lapisan
langit pada malam Mi’raj. Wahyu ini berisi kewajiban untuk melaksanakan sholat dan
lain-lain.
7. Allah berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara. Dalam hal ini, sebagaimana
Allah telah berfirman dengan Musa bin Imran. Wahyu semacam ini berlaku bagi
Musa berdasarkan nash Alquran. Sedangkan Nabi Muhammad terjadi dalam hadist
tentang Isra. (Saddam Al-Ghifari/ Nashih).11

BAB III

PENUTUP
11
https://mui.or.id/tanya-jawab-keislaman/30930/mengenal-7-cara-allah-swt-sampaikan-wahyu-ke-rasulullah-saw/
diakses pada 13 maret 2023
A. Kesimpulan

Kata wahyu berasal dari masdar al-wahy yang menunjukkan dua pengertian dasar,
yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, wahyu dapat diartikan sebagai
“pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat dan khusus, ditujukan kepada orang yang
diberitahu tanpa diketahui oleh orang lain.

Cara turunnya wahyu AL-Qur’an: Fase Nuzulul Qur’an, Korelasi Gradualisasi


Nuzulul al-Qur’an dengan Realitas Sosial, Al-Qur’an Menyapa Masyarakat Mekkah-
Madinah, Urgensi Fase Penurunan Al-Qur′an

Penyampaian Wahyu Al-Qur’an: Mimpi yang hakiki atau benar, Melalui bisikan
dalam jiwa dan hati Nabi tanpa diihatnya, Malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad
SAW., Wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng., Malaikat melihatkan rupa
aslinya., Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi., Allah berfirman langsung kepada
Nabi tanpa perantara.

DAFTAR PUSTAKA

Manna al-Qathan, Mahabits fi ulum Al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Ma’arif, 2000) 18.
Manna’ al-Qathan, Mahabits fi ulum Al-Qur’an, 18.
QS. Al-Ma’idah [5]: 111.

Ibid, 64-65.

Muhammad bin Muhammad Abu Sahbah, al-Madkhal li Dirasati al-Qur’an al-Karim (Kairo:
Maktabah al-Sunnah, 1992), 197-198.
Ada juga yang berpendapat 20 tahun dan 25 tahun
Ibid, 52.
Pendapat lain mengatakan 10 tahun dan 15 tahun.
Thawqi Abu Khalil, Atlas al-Sirah al-Nabawiyyah (Dimshiq: Dar al-Fikr, 2003), 72.
Manna al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Manshurat al-‘Asr al -Hadith, 1990), 110.
https://mui.or.id/tanya-jawab-keislaman/30930/mengenal-7-cara-allah-swt-sampaikan-wahyu-ke-
rasulullah-saw/ diakses pada 13 maret 2023

Anda mungkin juga menyukai