Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

WAHYU
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ulum al-Qur’an

Dosen pembimbing : Muslih M.Ag

Disusun Oleh :

Thoriq Ziyad ( 11200360000009 )


Zaharet El Rahmah ( 11200360000027 )
Muhammad Hisomuddin Nawawi ( 11200360000039 )
Muhammad Nur Lintang Anggoro ( 11200360000045 )

JURUSAN ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wahyu merupakan suatu yang dituangkan Allah SWT yang disampaikan kepada nabi-nabi-
Nya, berupa pemberitahuan yang tersembunyi dan cepat khusus diberikan tanpa diketahui
orang lain, prosesnya bisa melalui mimpi dan merupakan pedoman bagi umat-umatnya.
Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada saat itu, wahyu merupakan
hubungan ghaib yang tersembunyi antara Allah dengan orang-orang yang telah disucikan-
Nya ( rasul dan nabi ) dengan tujuan menurunkan kitab-kitab suci samawi perantaranya yakni
malaikat Jibril. Dan al-Qur’an merupakan salah satu wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu terakhir untuk penyempurnaan ajaran-ajaran
sebelumnya.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wahyu?
2. Apa saja macam-macam penyampaian wahyu?
3. Apa saja kemungkinan turunnya wahyu?
4. apa perbedaan antara wahyu, ilham, dan ta’lim?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahyu
Wahyu menurut bahasa ialah memberikan sesuatu dengan cara yang samar dan cepat.
Itu terjadi biasanya melalui pembicaraan yang berupa simbol, terkadang melalui suara
semata, dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Al-Wahy adalah kata mashdar. Dia menunjuk pada dua pengertian dasar, yaitu:
tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, dikatakan “ wahyu ialah informasi secara tersembunyi
dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain. Tetapi
juga bermaksud al-muha, yaitu pengertian isim maf’ul, maknanya yang diwahyukan. Secara
etimologi pengertian wahyu meliputi :
1. Isyarat yang cepat melalui isyarat, seperti isyarat zakaria yang diceritakan al-Qur’an,

‫فخرج على قومه من المحراب فأوحى إليهم أن سبحوا بكرة وعشيا‬

“ maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka, ‘ hendaklah
kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” ( Maryam : 12 )

2. Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak indah dalam diri manusia

‫وإن الشياطين ليوحون إلى أوليائهم ليجادلوكم‬

”Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka


membantah kamu." ( al-An’am :112 )
3. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan

‫إذ يوحي ربك إلى المالئكة أني معكم فثبتوا الذين آمنوا‬

“ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, sesungguhnya Aku


bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.” ( al-Anfal :
12 )
Wahyu menurut istilah adalah hubungan maknawi antara pribadi seorang nabi dengan
alam ghaib yang dengan itu pesan Tuhan tersampaikan kepada nabi tersebut.

B. Macam-macam Penyampaian Wahyu

‫وما كان لبشر أن يكلمه هللا إال وحيا أو من وراء حجاب أو يرسل رسوال فيوحي بإذنه ما يشاء إنه علي حكيم‬

”Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan ( malaikat ) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana “QS. As-Syura : 51 )

Dari kandungan ayat tersebut dapat difahami bahwa ada tiga cara Allah menyampaikan
wahyu kepada nabi dan rasul-Nya, yaitu :

a. Melalui Mimpi yang Benar


Wahyu dengan cara ini langsung disampaikan kepada nabi dan rasul-Nya tanpa
perantara malaikat. Contohnya adalah mimpi Nabi Ibrahim AS. Agar menyembelih
putranya Ismail.
Seperti pada Firman Allah yang dalam surat as-Shaffat ayat 101-112 yang artinya :
“Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasukorang-orangyang sabar".Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).Dan Kami
panggillah dia: "Hai Ibrahim,sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.Dan Kami tebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar.

Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang
datang kemudian,(yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.Sesungguhnya ia termasuk
hamba-hamba Kami yang beriman.Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran)
Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.

b. Dari balik tabir


Penyampaian wahyu dengan cara ini kepada nabi dan rasul-Nya juga sifatnya langsung
tidak melalui perantara malaikat. Penerima wahyu hanya mendengar kalam ilahi akan
tetapi tidak dapat melihat-Nya. Contohnya seperti yang terjadi pada Nabi Musa AS.
Firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 143 yang artinya :
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman ( langsung) kepadanya, berkatalah Musa : ‘ ya
Tuhanku, nampakkanlah diri Engkau kepada agar aku dapat melihat keapda Engkau ‘
c. Melalui Malaikat Jibril
Menurut Manna’ al-Qathan (2004 : 43-44 ), ada dua cara penyampaian wahyu oleh
malaikat kepada rasul :
1. Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara suara yang amat kuat
yang dapat memepengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Apabila wahyu yang turun dengan cara ini, biasanya beliau
mengumpulkan segala kekuatan dan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan
memahaminya.
2. Malaikat menjelma kepada rasul sebagai sebagai seorang laki-laki, cara seperti ini
lebih ringan daripada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara
dengan pendengar. Beliau mendengarkan apa yang disampaikan pembawa wahyu itu
dengan senang. Dan merasa tenang seperti seseorang yang sedang berhadapan dengan
saudaranya sendiri.

C. Kemungkinan Terjadinya Wahyu

Jika kita berbicara tentang fenomena pewahyuan bagi kita orang yang beriman, maka
tidak kalah pentingnya mempelajari perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju
dalam bidang iptek dizaman modern sekarang ini. Perkembangan ilmiah telah begitu maju
dengan pesat, dan cahayanya pun telah membuktikan dan menjawab semua keraguan yang
selama ini merayap dalam diri manusia mengenai roh yang ada dibalik materi. Ilmu
materialistis yang meletakkan sebagian besar dari yang ada di bawah percobaan dan
eksperimen percaya terhadap dunia goib yang berada dibalik dunia nyata ini, dan percaya
pula bahwa alam gaib itu lebih rumit dan lebih dalam daripada alam yang nyata.

Disamping itu sebagian besar penemuan modern yang membimbing akar pikiran
manusia dapat menyembunyikan rahasia yang samar dan pada hakikatnya tidak bisa
dipahami oleh ilmu itu sendiri, meskipun pengaruh dan gejalanya dapat dipahami dan
diamati. Hal semacam ini dapat mendekatkan jarak antara pengingkaran terhadap agama-
agama dengan akidah keimanan seseorang (Manna Khalil al-Qattan, 1996:32).

Bagi Allah bukan hal yang jauh dalam memilih dari antara hamba-Nya sejumlah jiwa
yang dasarnya begitu jernih dan kodrat yang lebih bersih serta siap menerima sinar illahi dan
wahyu dari langit serta hubungan dengan makhluk yang lebih tinggi, agar kepadanya
diberikan risalah illahi yang dapat memenuhi keperluan manusia. Mereka memiliki
ketinggian rasa keluhuran budi dan kejujuran dalam menjalankan hukum. Mereka itu para
Rasul dan Nabi Allah, jadi tidak heran bahwa mereka bisa mendapatkan wahyu dari Allah.

Manusia kini telah menyaksikan adanya hipnotis yang menjelaskan bahwa hubungan
jiwa manusia dengan kekuatan yang lebih tinggi itu menimbulkan pengaruh. Hal semacam
ini yang mendekatkan orang kepada pemahaman tentang gejala adanya wahyu. Orang yang
berkemauan lebih kuat dapat memaksakan kemauannya kepada orang yang lebih lemah,
sehingga yang lemah ini tertidur pulas dan kemudian ia menurut kehendaknya sesuai dengan
isyarat yang diberikan, maka mengalirlah semua itu kedalam hati sanubari dari mulutnya.

Rasulullah SAW bukanlah Rasul pertama yang diberi wahyu. Allah telah memberikan
juga wahyu kepada rasul-rasul sebelum itu seperti apa yang diwahyukan kepadanya. Seperti
firman Allah didalam Al-Qur'an surat ayat 163- 164 yang menjelaskan bahwa para Nabi-
nabi yang namanya disebut khusus dalam ayat diatas adalah mereka yang paling dikenal
dikalangan Bani Israil. Berita tentang mereka diketahui benar oleh para ahli kitab yang
mukim dekat Rasulullah SAW. Yaitu Hijaz dan kawasan sekitarnya. Karena itu Qur'an secara
cermat menamakan apa yang diturunkan Allah kedalam hati Nabi Muhammad sebagai
wahyu, yaitu suatu lafadz yang mengandung keseragaman makna wahyu yang diturunkan
kepada semua Nabi dan rasul (subhi al-shalih, 1996: 20).
D. Perbedaan antara wahyu, ilham, dan ta’lim

Esensi Wahyu

Dalam membedakan wahyu dengan dengan ilham dan ta’lim bukanlah sesuatu yang
mudah, karena kata wahyu dan kata yang terambil daripadanya, mempunyai banyak arti
di dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu.
Demikian pula pihak yang menerimanya banyak pula ragamnya, seperti malaikat, nabi
dan rasul, manusia biasa, binatang dan lainnya.

Subhi al-Shalih dalam Nasharuddin Umar ( 2010 : 8-10 ) menjelaskan bahwa akar kata
wahyu di dalam kamus-kamus menunjukkan dua makna asal, al-khafa’ ( tersembunyi )
dan al-sur’ah ( cepat ), yang barangkali memiliki pengertian mendasar memberitahukan
sesuatu ( komunikasi suatu gagasan ) dengan cara yang tersembunyi dan cepat. Dengan
dekimikian wahyu mengandung maksud penyampaian sabda Tuhan kepada manusia
pilihan-Nya, tanpa diketahui orang lain, agar dapat diteruskan kepada manusia untuk
dijadikan sebagai pegangan hidup, baik di dunia maupun akhirat. Dari penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada
nabi dan rasul, untuk disampaikan kepada umatnya sebagai pegangan hidup, agar
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Esensi Ilham

Ilham adalah sesuatu yang diresapkan Allah ke dalam jiwa manusia, yang orang biasa
mungkin menyebutnya sebagai dhamir ( hati nurani ). Ilham atau intuisi datangnya
secara tiba-tiba tanpa disertai analisis sebelumnya, bahkan kadang-kadang tidak
terpikirkan sebelumnya. Kedatangannya bagaikan kilat dalam sinar dan kecepatannya
sehingga manusia tidak dapat menolaknya. Firman Allah dalam surat as-Syams ayat 8
yang artinya :

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikkan dan ketaqwaannya.”

Sementara itu, Muhammad Abduh ( 1963 : 141 ) menjelaskan juga, bahwa Ilham itu
adalah merupakan perasaan ( wijdan ) yang meyakinkan hati dan mendorong diikuti
tanpa diketahui dari mana asalnya. Ilham itu hampir serupa dengan perasaan lapar, haus,
duka, dan suka.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Ilham adalah penyampaian suatu
makna, pikiran atau hakikat di dalam jiwa atau hati.

Esensi Ta’lim

secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman).

secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian,
pengetahuan dan keterampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses
pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia
itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan
mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada
definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati
untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam
surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati
agar kamu bersyukur”.

At-Ta’lim dalam al-qur’an menggunkan bentuk fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda),
dalam fi’il madliy disebutkan sebanyak 25 ayat dari 15 surat, Fi’il mudlari 16 kali dalam
8 surat.

Kata-kata at-Ta’lim dalam bentuk fi’l madliy (kata kerja lampau) adalah ‘allama ( )
dengan berbagai variasinya, antara lain:

1. QS. Al-Baqarah : 31

Al-Maraghi menjelaskan kata ‘allama dengan alhamahu (memberi Ilham),


maksudnya Allah memberi Ilham kepada Nabi Adam a.s. untuk mengetahui jenis-jenis
yang telah diciptakan beserta zat, sifat, dan nama-namanya.

2. Q.S. Ar-Rahman : 1-4


Kata Allama’ mengandung arti memberitahukan, menjelaskan, memberi
pemahaman.

3. QS. Al-‘Alaq : 4-5

Ash-Shawi, Al-Maraghi, dan Al-Juzi menafsirkan makna ‘allama, dengan makna


memberitahukan atau menyampaikan ilmu menulis dengan kalam, menjadikan kalam
sebagai alat untuk saling memahami di antara manusia.

At-Ta’lim Dalam Hadits

Menurut Al-Asqalani, kata ta’lim nabi kepada umatnya, lai-laki dan perempuan
dengan cara tidak mengunakan pendapatnya dan juga qiyas.
Secara struktur, kata hum dalam hadits menunjukan makna ta’lim bersifat umum,bagi
siapa saja dan tingkatan usia.

BAB III

PENUTUP

Dari beberapa pembahasan yang telah kami sampaikan diatas tentang Wahyu semoga akan
membuka cakrawala baru kita semuanya untuk selalu membaca, mengkaji dan memahaminya
isi kandungan al-Qur an dalam setiap kesempatan dan waktu yang ada. Disini dapat kita garis
bawahi bahwasanya Al-Qur'an itu merupakan wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dari lauhul mahfud. Disamping itu juga, Al-Qur'an
merupakan sumber dari beberapa ilmu pengetahuan yang harus selalu digali dengan cermat
serta mendalam, karena dapat memunculkan ilmu-ilmu baru setelah diadakannya penelitian
dan kajian secara mendalam juga.

Al-Qur'an Diturunkan secara bertahap selama 23 tahun yang memberikan inspirasi


pembelajaran bagi umat Islam untuk mudah dihafal dengan baik dan akan selalu mengikuti
pada setiap kasus dilapangan yang dihadapi segera dapat ditemukan jawabannya dengan pasti
dan benar. Kemudian di sisi lain dari Al-Qur'an juga merupakan pedoman bagi seorang
pendidik dalam menyampaikan suatu ilmu pengetahuan kepada siswa, peserta didik, atau
murid yang dilakukan secara bertahap dan benar sesuai dengan tingkat usia anak didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

 https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/ulunnuha/article/view/556

 http://digilib.uinsby.ac.id/11650/4/BAB%202.pdf

 Pengertian ta’lim, ta’dib, tarbiyah, Tadris dan Tahdzib Ta’lim, | akukepompong


(wordpress.com)

 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, Terj. Mudzakir AS, Litera Antar Nusa,
Jakarta, 199 6.
 Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996.

Anda mungkin juga menyukai