Anda di halaman 1dari 19

BAB I DEFINISI WAHYU

Wahyu secara etimologi berarti petunjuk yang diberikan dengan cepat. Cepat artinya secara langsung ke dalam jiwa tanpa didahului jalan pikiran dan tidak diketahui oleh seorang pun.1 Jika dilihat secara jelas makna-makna wahyu tersebut dapat berarti2: 1. Ilham yang sudah merupakan fitroh bagi manusia, sebagaimana wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa as, yang berbunyi:

Dan ( ingatlah) ketika Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Nabi Musa supaya menyusuinya (QS. 28: 7).

2. Ilham yang merupakan ghorizah/instink bagi binatang sebagaimana petunjuk yang diberikan kepada lebah:

Dan Tuhanmu mewahyukan (memberi petunjuk) kepada lebah supaya menjadikan pohon-pohon itu sbagai tenpat tinggal (QS. 16:68).

Anwar, Abu. 2005. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah.


ibid

3. Suatu isyarat yang diberikan dengan cepat melalui tanda dan kode, sebagaimana firman Allah swt, kepada Nabi Zakaria:


Maka ketika dia keluar dari mihrab untuk menemui kaumnya, Allah memberi wahyu (petunjuk/isyarat) kepada mereka supaya bertasbih diwaku pagi dan petang (QS. 19: 11).

4. Godaan dan hiasan kejahatan yang dilakuakn oleh setan kepada diri manusia:

Dan sesungguhnya satan-satan itu mewahyukan (membisikkan kejahatan/was-was) kepada kawan-kawan mereka (QS. 16: 121).

5. Berupa perintah Allah kepada malaikat-Nya:

..
Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan atau memerintahkan kepada para Malaikat bahwa Aku bersamamu (QS. 8: 12).

Jika diambil makna wahyu itu dari bentuk masdarnya maka wahyu berarti petunjuk Allah yang diberikan kepada seseorang yang dimuliakan-Nya secara cepat dan tersembunyi. Subhi Sholih menyatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan yang bersifat ghoib, rahasia dan sangat cepat3. Dari makna diatas dapat dipahami bahwa wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi dan rosul secara rahasia dan sangat cepat4.

Ibid
Ibid

BAB II TERJADINYA WAHYU

Nabi Muhammad sebagai manusia biasa menerima bisikan dari Allah yang disebut dengan wahyu. Bisikan ini berasal dari missi atau risalah ilahiah yang disampaikan kpadanya melalui Jibril. Artinya, pawahyuan Al-Quran kepada Nabi menggambarkan terjadinya perjumpaan anatara dua mahluk yang berbeda yakni antara Jibril dengan Nabi Muhammad. Dan diterimanya wahyu oleh Nabi Muhammad saw dari Allah yang berarti terjadinya interaksi antara mahluk dengan Al-Kholiq5. Pertama kali Al-Quran turun adalah pada tanggal 17 Ramadhan, bertepatan dengan usia Nabi saw yang ke 40 tahun. Ketika itu beliau sedang berada di gua Hiro. Tiba-tiba datang malaikat Jibril dengan membawa wahyu. Ia kemudian memeluk kemudian melepaskan Nabi saw. Demikian sampai berulang tiga kali. Setiap kali Jibril berkata kepada Nabi saw: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat Pemurah. Yang mengajarkan (menulis) dengan pena. Yang mengajarka kepada manusia apa yang tiada diketahuinya (QS. Al-Alaq: 1-5)6. Demikianlah wahyu pertama dan sekaligus turunnya Al-Quran permulaan. Sebelum itu, telah datang tanda-tanda dan isyarat wahyu telah dekat dan sebagai bukti

Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah. Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2001. Ikhtisan Ulumul Quran Prakis. Jakarta: Pustaka Amani.

kenabian untuk Rosul yang mulia. Yaitu bahwa setiap mimpi Rosululloh saw terjadi dalam kenyataan, persis seperti yang beliau mimpikan7. Menurut riwayat Bukhori r.a dalam kitab Shohihnya, bab permulaan wahyu, beliau menerangkan perihal itu, dab bagaimana cara turunnya wahyu, dengan sanadnya dari Aisyah r.a, ia berkata: awal mula wahyu yang datang kepada Rosululloh saw adalah berupa mimpi yang baik dalam tidur. Maka setiap mimpi Rosululloh saw mesti datang bagaikan falaq (cakrawala) subuh. Kemudia ia suka menyendiri. Maka ia

menyendiri di gua Hiro, beribadah disana beberapa malam sebelum ia pulang kepada keluarganya. Ia membawa bekal untuk itu. Kemudian pulang kepada Khodijah mengambil bekal seperti biasa, sehingga datang kebenaran kepadanya sewaktu di gua Hiro. Malaikat jibril mendatanginya, seraya berkata: Bacalah!. Beliau menjawab: Aku tidak bisa membaca. Kata Nabi saw: ia memeluk lalu melepaskan aku sampai aku lelah. Kemudia ia memerintahku. Katanya: Bacalah!. Maka aku menjawab: Aku tidak bisa membaca. Ia memelukku dan melepaskan lagi: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah ..... Kemudian Rosululloh saw pulang membawa wahyu itu dengan dada berguncang8.

BAB III
7

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2001. Ikhtisan Ulumul Quran Prakis. Jakarta: Pustaka Amani.

Ibid

CARA TURUN DAN PENYAMPAIAN WAHYU

Al- Quran menyebutkan, ada tiga cara penyampaian missi ilahah kepada para nabi dan rosul, yaitu melalui wahyu, pembicaraan di balik hijab dan atau Allah mengirim seorang utusannya. Firman Allah swt dalam Surah Asy-Syura (42) ayat 51 menegaskan9:

Dan tidak ada bagi seorang manusia pun, bahwa Allah berkata dengannya kecuali dengan perantara wahyu, atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya denga seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

Wahyu, menurut Al-Hijazi, berarti menyampaikan sesuatu kedalam hati, sama di waktu bangun ataupun di waktu tidur. Menurut Az-Zarqani wahyu itu adalah pemberitahuan Allah kepada hamba pilihan-Nya mngenai segala macam hidayah dan ilmu yang ingin disampaikan dengan cara tersembunyi dan tidak terjadi pada manusia biasa. Definisi Al-Hijazi di atas merupakan wahyu dalam arti umum , bukan wahyu sebagai salah satu cara penyampaian hidayah atau ilmu kepada para nabi, sebagaimana telah tergambar dalam ayat di atas. Definisi yang dibuat langsung, menyampaikan
9

Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah.

hidayah dan ilmu kepada para nabi-Nya dengan mebisikkan kedalam qalbu mereka sehingga para nabi itu, dengan tanpa belajar dan membaca, mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh oarang lain. Dalam Surah An- Nisa (4) ayat 113 ditegaskan10:

Allah telah menurunkan Al-Quran dan al-hikmah kepadamu, dan mengajarkan apa-apa yang belum kamu ketahui. (Amat) besarlah karunia Allah atasmu.

Pembicaraan di balik tabir adalah merupakan salah satu cara Allah menyampaian risalah-Nya kedapa Nabi. Nabi tidak melihat Allah tetapi kemudian dapat menerima hidayah atau risalah itu, seperti yang dialami oleh Nabi Musa yang diceritakan dalam Al-Quran Surah Al-Araf ayat 143 dan An- Nisa ayat 16411.

10

Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah. Anwar, Abu. 2005. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah.

11

Contoh lain adalah wahyu yang diterima Nabi Muhammad pada malam Isra dan Miraj tentang perintah sholat lima waktu. Menurut al-Qathan cara seperti ini tidak di dapati satupun dalam Al-Quran12. Cara lainnya adalah melalui perantara Malaikat. Hal ini meliputi empat cara, yaitu: a. Malaikat menyampaikan ke dalam hati Nabi, di mana Nabi tidak melihatnya. b. Malaikat datang kepada Nabi seperti seorang laki-laki dan lalu menyampaikan missi ilahi itu kepadanya. Jibril menyamar seperti seorang laki-laki yang berjubah putih. Misalnya ketika Nabi Muhammad menerima wahyu tentang Iman, Islam, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. c. Malaikat datang kepada Nabi seperti bunyi bel. Hal ini sangat susah bagi Nabi, sehingga dia berkeringat walaupun pada saat cuaca dingin. d. Malaikat datang kepada Nabi dengan bentuk aslinya sebagai malaikat. Kemuia dia menyampaikan missi ilahiah itu kepada Rosul sesuai dengan apa-apa yang Allah kehendaki. Cara seperti ini terjadi ketika Nabi muhammad menerima wahyu yang pertama, Surah Al-Alaq ayat 1-5.

1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
12

Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Walaupun Nabi itu seorang manusia biasa, tetapi dia dapat berjumpa dengan Jibril sebagai seorang malaikat. Dan dia dapat pula menerima bisikan atau pengajaran dari Allah, karena para nabi tersebut telah dipersiapkan untuk itu. Adapun yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad saw adalah lafal dan makna. Al-Juwaini, sebagaimana yang dikutip oleh As-Suyuti, mengatakan: Ada dua macam kalam Allah yang diturunkah kepada Nabi13, yaitu Pertama, Allah berfirman kepada Jibril, katakan kepada Nabi, di mana kamu diutus kepadanya, sesungguhnya Allah berkata; buatlah ini dan itu. Jibril memahami apa yang Tuhan katakan kepadanya. Kemudian, ia turun kepada Nabi menyampaikan apa yang Tuhan firmankan itu. Dan ungkapan yang disampaikan Nabi kepada umatnya tidak seperti yang dia terima dari Malaikat tersebut14. Kedua, Allah berfirman kepada Jibril; bacakan Al-Kitab ini kepada Nabi. Maka Jibril turun kepada Nabi dengan lafal dari Allah tanpa ada perubahan. Hal yang pertama disebut dengan sunnah dan yang terakhir disebut dengan Al-Quran. Dengan demikian, sunnah juga termasuk wahyu dari Allah. Berdasarkan ini, maka sunnah boleh diriwayatkan
13

Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah.


Ibid

14

dengan makna, sedangkan Al-Quran mesti diriwayatkan dengan lafal15.

BAB IV KERAGUAN ORANG YANG INGKAR TERHADAP WAHYU

Kaum Quraisy tidak mampu menjalankan rencananya untuk menyiksa Muhammad setelah adanya kesepakatan antara Bani Hasyim dan Bani Mutholib untuk melindungi Muhammad. Namun apa yang mereka perbuat, Muhammad tidak dapat didiamkan, sedang musim haji telah dekat. Musim haji adalah kesempatan yang tidak mungkin disia-siakan oleh Muhammad untuk enyebarkan

dakwahnyadi antara orang-orang Arab yang datang ke Mekkah. Untuk itu, perlu pengarahan yang ampuh agar orang-orang tidak

terpengaruh dengan perkataan Muhammad. Maka berkumpullah sekelompok orang penting Quraisy di rumah Walid bin Mughiroh, sebab Walid bin Mughiroh termasuk orang yang mereka tuakan. Walid bin Mughiroh berkata kepada mereka: wahai orang-orang Quraisy, sungguh musim haj telah tiba, di musim ini delegasi-delegasi bangsa Arab akan mendatangi kalian, maka telah mendengar masalah kalian iin, untuk itu satukanlah opini kalian, lupakanlah perselisihan, agar

15

Ibid

kalian tidak saling mendustakan atas opini yang akan kalian sebarkan.16 Mereka berkata: Engkau, hai Abu Abdussyams, katakanlah kepada kami opini apa yang harus kami katakan. Abu Addussyams berkata: Tidak kalian saja yang mngatakan, aku akan

mndengarnya. mereka berkata: katakanlah bahwa Muhammad itu paranormal. Abu Absussyam kemudian berkata, jangan demi Allah, dia bukan paranormal, aku sudah meneganal banyak paranormal, tetapi muhammad tidak pernah berkomat-kamit dan bersaak

layaknya paranrmal. mereka berkata: Bagaimana kalau kita katakan Muhammad itu gila. Abu Abdussyam berkata, Ingat! Muhammad itu bukan orang gila, pernahkah kalian dicekiknya, dibiusnya, dan dibisikinya. bahwa Muhammad itu Mereka berkata, Kita katakan saja penyair. Abu Abdussyam berkata, itu

Muhammad bukan penyair, kalian semua tahu bahwa syair

semuanya kotor, nyanyian dan puisi yang membaut orang terlena dan bersuka cita, sedang apa yang dikatakan Muhammad bukan syair. mereka berkata, kalau begitu kita katakan saja Mauhammad itu penyihir. Abu Abdussyams berkata, Muhammad bukan penyihir. Kalian telah banyak mengenal penyihir dan sihirnya, tetapi

Muhammad tidak pernah menghembus-hembuskan nafasnya pada

16

Qolahji, Muh. Rawwas. 2007. Sirah Nabawiyah. Bogor: Al Azhar Press.

buhul-buhul dari tali, sebagaimana yang telah dilakukan para penyihir.17 Mereka berkata, kalau begitu perkataan apa yang baik menurut kamu, wahai Abu Abdussyams. Berkata Abu Abdussyams, Demi Allah ucapan Muhammad itu manis, batangnya pohon kurma, sedang dahannya buah yang bisa kau memetiknya. Tidaklah hal itu kalian katakan, pasti orang-orang tahu bahwa itu bathil. Perkataan yang hampir serupa dengan itu adalah perkataan kalian bahwa Muhammad itu adalah penyihir. Muhammad datang membawa perkataan yang mengandung sihir yang mampu memisahkan tali persaudaraan, hubungan suami istri, dan ikatan keluarga.18


17

Qolahji, Muh. Rawwas. 2007. Sirah Nabawiyah. Bogor: Al Azhar Press.


Ibid

18


1. Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. 2. sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. 3. betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong Padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. 4. dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". 5. mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya mengherankan. 6. dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. 7. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan, ini benar-benar suatu hal yang sangat

Keberadaan risalah yang dibawa oleh nabi/rosul tentu saja perlu diuji, sebab tidak sedikit manusia yang mengklaim dirinya nabi atau utusan Tuhan (nabi/rosul gadungan), mengklaim pula bahwa dirinya telah mendapatkan wahyu. Sebagai umat Nabi Muhammad saw, kita tentu saja berhak untuk menguji kebenaran risalah yang dibawa oleh beliau, yakni Al-Quran. maka Oleh ada karena tiga Al-Quran secara untuk faktual menguji

berbahasa

Arab,

kemungkinan

kebenaran Al-Quran bahwa ia memang benar-benar risalah yang langsung bersumber dari Allah19. 1. Al-Quran adalah karangan bangsa Arab. Kemungkinan pertama ini tidak dapat diterima. Sebab Al-Quran sendiri telah menentang menantang mereka untuk membuat karya yang serupa.

Sebagaimana telah tertera dalam ayat20:


Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh suratsurat yang dibuat-buat yang menyamainya (TQS. Huud (11): 13).

Di dalam ayat lain:


19

Tim Penyusun FK3. 2008. Secercah Cahaya Pemikiran Islam. Malang: FK3 UIN Malang.

20

Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Peraturan Hidup Dalam Islam. Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah.

" Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya (TSQ. Yunus (10) : 38).

Orang-orang Arab telah berusaha mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini membuktikan bahwa Al-Quran bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak mampu menghasilkan karya serupa, kendati ada tantangan dari Al-Quran dan mereka telah berusah menjawab tantangan itu.

2. Al-Quran adalah karangan Nabi Muhammad saw, karena beliaulah yang membawanya. Kemungkinan kedua ini juga tidak dapat diterima oleh akal. Sebab Muhammad saw adalah orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad yang termasuk salah seorang dari bangsa Arab, tidak mampu

menghasilkan karya yang serupa. Oleh karena itu, jelas Al-Quran bukan karangannya. Terlebih lagi dengan adanya hadist-hadist shahih yang berasal dari Nabi Muhammad saw. Apabila setiap hadist ini dibandingkan dengan ayat manapun di Al-Quran, maka tidak akan dijumpai kemiripan dari segi bahasanya. Padahal Nabi

Muhammad saw disamping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang ditrimanya, dalam waktu yang bersamaan juga

mengeluarkan hadist. Satu-satunya tuduhan yang dilontarkan adalah bahwa Al-Quran disadur Muhammad saw dari seorang pemuda yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah ditolak keras oleh Allah swt dalam firman-Nya:21


dan Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang jelas (TSQ. An Nahl 103).

3. Al-Quran adalah benar-benar firman Allah sebagai risalah yang langsung diberikan kepada pembawanya.

21

Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Peraturan Hidup Dalam Islam. Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quranul Karim Anwar, Abu. 2005. Ulumul Quran Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah. Ash-Shabuni, Muhammada Ali. 2001. Ikhtisan Ulumul Quran Prakis. Jakarta: Pustaka Amani. Hawari, Muhammad. 2007. Reideologi Islam. Bogor: Al Azhar Press. Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Peraturan Hidup Dalam Islam. Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah. Qolahji, Muh. Rawwas. 2007. Sirah Nabawiyah. Bogor: Al Azhar Press.

Tim Penyusun FK3. 2008. Secercah Cahaya Pemikiran Islam. Malang: FK3 UIN Malang. Yusuf, Kadar M. 2009. Study Al-Quran. Jakarta: Amzah.

MAKALAH STUDY QURAN

CARA AL QURAN DI WAHYUKAN

Dosen Pengampu: M. Imamuddin, M.A Oleh: MCWS Jaya Wijayanti 07620038

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2011

Anda mungkin juga menyukai